Kini seorang gadis cantik nan jelita sedang duduk di depan cermin kamarnya, ia memandang dirinya sendiri dengan begitu lekat serta penuh arti di dalamnya. Angin malam menyapu di dalam sana, jendelanya yang terbuka lebar memperlihatkan bulan purnama yang begitu sempurna berada di atas langit.
Di taburi bintang-bintang yang terlihat seperti pasir yang di tebar begitu saja di atas langit malam saat itu. waktu yang paling indah adalah malam, semua orang akan kembali ke tempat mereka masing-masing.
Menikmati waktu istirahat mereka dan tidak membuat keributan adalah hal yang paling menyenangkan. Menikmati kesunyiannya malam dan gelapnya bumi, tidak pernah terpikirkan oleh gadis itu bahwa ia bisa mengubah segalanya.
Gadis cantik itu bangun dari tempat duduknya dan mulai berjalan melangkahkan kakinya menuju balkon, setiap langkah yang ia lewati setiap pijakannya seakan memberikan sebuah cahaya di tambah angin semakin kencang memasuki kamarnya yang luas itu.
Gadis itu memakai gaunnya yang indah, belahan gaun dari paha sampai mata kaki dan tipisnya gaun itu memperlihatkan keindahan bentuk tubuhnya. Sebuah seni yang indah hampir semuanya nyaris sempurna bak bidadari surga yang di idam-idamkan.
Rambutnya terurai panjang dengan warna perpaduan hitam dan ungu, garis rahang yang tegas serta hidungnya mancung, putih bersih wajahnya serta ia memiliki mata yang indah dan sempurna. Tidak lupa bibirnya yang merah asli tanpa riasan apa pun, semua orang yang melihatnya pasti berharap bisa mencicipi lembutnya bibir gadis itu.
Gadis itu menaiki dua tangga menuju balkon, tangan kanannya menutup dadanya serta tangan kirinya memegang erat ujung gaunnya agar mudah ia angkat ke atas. Sesampainya di atas balkon, ia memegang pagar balkon dengan begitu halus, ia mengangkat wajahnya ke atas menatap bulan purnama dengan begitu damai.
Ia merasakan suasananya dengan menutup mata, merasakan hembusan angin malam serta merasakan sinar bulan yang menyinari dirinya dengan sangat jelas. Ia merasakan dirinya seakan-akan sedang melayang di atas udara dengan angin malam yang sedang ia rasakan saat ini. Membawanya menuju bulan dan menyentuhnya dengan tangannya sendiri, ia menari atas sana sambil tersenyum bahagianya di dampingi bintang-bintang yang mengelilinginya.
“Let`s get loud. Aaaa.....aaaa, let`s get loud,,,huhuhuhu.” Ia seketika terbangun dari khayalannya setelah ia menyanyikan beberapa lirik lagu yang terkenal. Ia tersenyum gembira dengan khayalannya barusan, sambil ia mulai menggerakkan tubuhnya untuk menari dan menyanyi pelan-pelan.
Sebuah ketukan keras dari pintu utama kamarnya membuat tarian gadis itu terhenti seketika. Terburu-buru ia segera berlari ke pintu sana dan dengan tergesa-gesa ia menutup jendela kamarnya, ia mulai merapikan dirinya dan segera membuka pintu lebar-lebar.
Terlihat seorang pria yang sudah berumur sekitar 40-an berdiri bersama beberapa pelayan di belakang. Dia adalah kepala pelayan bernama Ali Daffy, penampilannya masih terlihat sangat muda seperti pemuda berumur 20-an. Panggilannya adalah Ali, ia sangat dekat dengan gadis yang sedang berdiri di depannya itu. Ali telah bekerja bersama gadis itu selama hampir 20 tahun, kesetiaannya masih terlihat sampai sekarang yang selalu membantu nona mudanya itu.
“Nona muda, sebaiknya Anda pergi beristirahat dan tidak menyusahkan kami yang melayani nona di sini.” Ali terlihat sedang menahan amarahnya di depan nona mudanya itu, namun ia dengan sabar masih memperlihatkan sopan santunnya.
“Paman Ali mengapa kau terlihat begitu marah padaku, dari tadi aku sedang tidur kok. Paman mengganggu tidurku saja, Hoamm....” Gadis itu berpura-pura mengantuk dengan memperlihatkan ekspresi wajahnya yang lelah, ia menambahkan kesannya dengan merenggangkan tubuhnya seperti telah bangun dari tidurnya.
Namun sepertinya Ali tidak tertipu dengan tipuan gadis itu dan memasang wajahnya yang datar, Ali adalah salah satu orang yang hanya bisa menatap gadis itu dengan dingin karena hanya dialah orang yang memang paling dekat dengan gadis itu dibanding yang lainnya.
“Sebaiknya nona menggunakan bakat akting Anda di lokasi syuting besok, nona terlihat oleh sepuluh penjaga di halaman di depan rumah sedang berada di balkon atas tengah malam begini.” Ujar Ali tanpa mengubah wajah datarnya, hal itu membuat gadis yang ada di depannya menghela napas pelan menyerah begitu saja.
Sepuluh penjaga itu harus diberi hukuman, berani sekali mereka mengadu pada paman Ali. Gumam gadis itu.
Ali mengetahui perubahan ekspresi nona mudanya itu. Ia tahu nona mudanya pasti sedang merencanakan sesuatu yang buruk, hal itu terjadi berulang kali dan tidak pernah bosan terjadi terus menerus.
“Sebaiknya Anda tidak lagi merencanakan sesuatu yang buruk nona, karena Anda tidak bisa menghukum sepuluh penjaga itu!” Kini walaupun Ali sudah mengancam gadis itu, namun gadis itu malah tersenyum sinis seakan sedang mendapat sebuah tantangan yang menyenangkan baginya.
“Kita akan lihat nanti paman, jika aku bisa menghukum sepuluh penjaga ini maka kau harus memberiku hadiah dan jika paman yang menang maka aku akan mengabulkan satu keinginan paman. Bagaimana? Setuju?” Gadis itu segera menjulurkan tangan kanannya di depan Ali, gadis itu berpikir jika Ali tidak akan menyetujuinya namun siapa sangka ternyata Ali menyetujuinya tanpa menerima jabat tangan gadis itu.
“Tangan nona tidak pantas saya kotori nona muda, kalau begitu kami permisi. Selamat malam nona.”
Gadis itu hanya melongo tak percaya dengan ucapan Ali tadi, walaupun tidak punya hubungan darah namun gadis itu sudah menganggapnya sebagai pamannya. Ia masih tidak mengira bahwa pamannya itu akan tetap bersikap sopan padanya.
Pintu tertutup kembali setelah paman Ali beserta pelayan lainnya pergi dari kamarnya, gadis itu berjalan menghampiri tempat tidurnya dan duduk di pinggiran ranjangnya. Sudah sangat lama ia tidak merasakan kembali kasih sayang seseorang yang memang murni alami tanpa mengharapkan apa pun.
Terkadang seseorang menunjukkan kasih sayang mereka hanya untuk mendapatkan sesuatu, sesuatu yang memang mereka inginkan. Menemukan orang yang benar-benar murni menyayangi kita sangat susah untuk di jumpai bahkan dimiliki.
Xylia Zoe Tanisha adalah seorang perempuan berumur 22 tahun yang terlahir di keluarga ternama, biasa di panggil Xylia. Ayahnya bernama Zoe Alex adalah sorang pengusaha yang sukses yang sudah mendapat gelar pengusaha terkaya di negaranya itu bahkan kesuksesannya itu mengalahkan pengusaha lainnya dari negara lain. Ibu Xylia bernama Tanisha putri adalah seorang desainer terkenal dari negara yang berbeda, namun perbedaan kewarganegaraan tidak menjadi penghalang Alex dan Tanisha menikah.
Tanisha meninggal di saat ia melahirkan anak pertama mereka yaitu Xylia, ia juga memberi pesan pada suaminya sebelum meninggal untuk menjaga serta mencintai anaknya itu dengan sepenuh hati. Alex menerima pesan istrinya itu, setelah hari pemakaman Tanisha ia dengan senang hati menjalankan pesan terakhir istrinya. Menjaga serta mencintai Xylia dengan penuh kasih sayang, bahkan Alex memanjakannya bak seorang putri kerajaan.
Namun sifat Xylia ternyata jauh dari kata manja, ia menghindari dan bahkan membenci kata itu. Baginya mandiri adalah hal yang paling utama, semua yang ia lakukan pasti ia lakukan sendiri tanpa meminta bantuan dari orang lain. Namun kebanyakan orang-orang pasti memandangnya sebagai putri manja yang bergantung pada ayahnya.
Semua berjalan lancar saat Xylia masih kecil, hidupnya damai dan tentram. Namun kedamaiannya itu di seolah-olah dirampas begitu saja, semua itu terjadi saat ayahnya menikah lagi di saat umurnya yang ke enam tahun.
Wanita yang dinikahi ayahnya itu bernama Zelina Inez, seorang wanita yang memiliki anak di luar nikah. Anaknya bukan dari darah daging Alex, namun dari pria lain.
Xylia POV
Sungguh bodoh ayahku memilih wanita seperti itu, bahkan wanita bermuka dua itu seperti parasit yang menempel pada korbannya tanpa memandang bulu. Wanita itu mengganti namanya menjadi Zelina Zoe, ia mengambil marga ayahku. Memang dasar wanita tidak tahu diri, dan lebih kesalnya lagi aku mendapat adik tiri yang buruk kepribadiannya.
Nama aslinya Leta Inez, lalu berganti menjadi Leta Zoe. Huh sungguh nama yang jelek, bahkan aku tidak sudi namaku harus sama dengan mereka. Umurnya beda dua tahun lebih kecil dariku. Ibu tiri ku dan adik tiri ku adalah orang yang bermuka dua, dan dia selalu menindas ku.
Dan aku bukanlah gadis penurut, aku selalu membalas siapa pun yang berani berurusan denganku.
Sekolah menengah pertama adalah masa yang indah dan menyenangkan, kini Xylia telah memasuki sekolah menengah pertama ini di saat usianya masih muda. Ia menjadi murid paling muda yaitu di usianya yang ke-9 tahun. Dengan kecerdasan yang ia miliki membuatnya di hormati walau usianya yang masih muda, di sekolah ia menyembunyikan identitas aslinya sebagai putri pengusaha yang kaya raya.
Walaupun ia masih kecil, namun ia sudah bisa berpikir layaknya orang dewasa. Ibu tirinya malah menyukai idenya yang gila itu untuk menutupi identitasnya.
“Biarlah sayang, jika memang Xylia ingin menyembunyikan identitasnya juga tidak apa-apa. Toh, kalau ada apa-apa kamu kan bisa turun tangan.” Ujar Zelina meyakinkan Alex yang duduk termenung setelah mendengar permintaan konyol dari putri tercintanya itu.
Alex memijat pelan batang hidungnya, ia berpikir dirinya telah gagal menjadi seorang ayah yang baik sampai-sampai anaknya sendiri tidak ingin identitasnya diketahui. Kesibukan dirinya di dunia kerja membuat ia berpikir sempit dengan cara menikahi wanita yang ia bisa harapkan untuk menjadi pengganti ibu kandung Xylia.
Tidak pernah ia pikirkan bahwa ia akan menikahi Zelina, mantan pacarnya waktu sekolah menengah. Namun dirinya tidak menyangka bahwa sebenarnya Zelina telah memiliki anak di luar nikah, apakah ia telah mengambil keputusan yang salah karena telah menikahi Zelina? Pertanyaan itu sering muncul dalam pikirannya selama ini.
Namun melihat ketulusan Zelina yang mencintai putrinya itu membuat ia menghapus dan memusnahkan pertanyaan tadi.
“Sayang, tenang saja oke! Aku yang akan lindungi Xylia, kamu juga kan tahu kalau aku sangat mencintai Xylia seperti anakku sendiri.” Zelina dengan tidak malunya meyakinkan Alex dengan kata-kata busuknya, ia tidak tahu jika Xylia mendengar pembicaraannya di ujung sana. Sebagai seorang anak, Xylia mempunyai rasa dendam pada ibu tirinya itu.
Bagaimanapun saat Alex tidak ada di rumah, Zelina akan memperlakukannya seperti budak. Xylia telah merasa bodoh tiga tahun terakhir ini yang selalu menerima perlakuan ibu tirinya itu, kini ia tidak akan ditindas lagi dan itu sudah menjadi hal mutlak dalam hatinya. Xylia meninggalkan tempat Zelina dan Alex berbincang, ia berlari menaiki tangga menuju kamar pribadinya.
“Baiklah, apa yang kau ucapkan ada benarnya. Aku akan menuruti kemauannya, bantulah dia dan jaga dia dengan baik. Kau mengerti itu?” Zelina mengangguk semangat setelah Alex menyetujuinya, tidak sia-sia ia bicara panjang lebar hanya untuk meyakinkan suaminya itu.
“Kalau begitu aku akan pergi melihat anakku dulu dan memberitahukan persetujuan mu ini.” Ujar Zelina dengan wajahnya yang sumringah.
“Hem...”
Segera Zelina meninggalkan ruangan dan bergegas menuju kamar Xylia yang berada di lantai paling atas, ia sesekali mengumpat pada anak tangga yang ia pijak. Saking banyaknya tangga yang ia naiki, sampai ia terengah-engah dibuatnya. Hal itu bukan tanpa sebab, lift yang ada di rumah mewah itu sengaja dirusak oleh Xylia. Ia melakukannya agar tidak ada yang mau memasuki kamarnya yang berada paling atas, Alex sering kali membujuknya untuk pindah kamar. Namun Xylia menolaknya mentah mentah, baginya tempat paling nyaman adalah tempat ia bersantai dan itu adalah kamar pribadinya.
Lift mungkin akan berfungsi kembali setelah perbaikan benar-benar telah selesai. Xylia tersenyum puas melihat ke bawah di mana ibu tirinya sedang bersusah payah menaiki tangga. “Rasakan itu penyihir tua.” Umpat Xylia saking dendamnya ia pada ibu tirinya itu, untungnya ibu tirinya itu tidak mendengarnya tapi sepertinya dia tahu bahwa Xylia sedang mengumpatnya. Hal itu membuat Zelina mempercepat langkahnya, “Anak itu pasti sedang mengumpat ku, kurang ajar.”
Melihat Zelina sudah hampir sampai, Xylia segera berlari ke kamarnya dan menutup keras pintunya. Zelina sempat terjungkal kaget, sambil mengusap dadanya yang berdetak dengan cepat.
“Anak itu benar-benar kurang ajar, omo-omo jantungku.”
Tok Tok Tok
“Xylia, buka nak ibumu ingin bertemu denganmu.” Zelina mencoba dengan lemah lembut agar Xylia membuka pintunya, dalam hatinya ia benar-benar sudah berada di ujung batas kesabarannya. Zelina berkali-kali mengumpat anak tirinya itu dengan kata-katanya yang kasar, bahkan ia sempat berpikir akan membakar anak itu hidup-hidup di dalam sana.
“Xylia, buka pintunya sayang.” Goda Zelina agar Xylia keluar dari kamarnya.
Namun di seberang sana, seorang gadis lainnya sedang menatap ibunya dengan penuh kebencian dan penuh kedengkian. Terlihat Leta memegang erat pinggiran tangga, kukunya terlihat memutih dan tatapan nanar nya menatap ibunya. Ia merasa tidak rela saat ibunya memanggil Xylia dengan penuh kasih sayang, “Mama.” Teriak Leta.
“Leta.” Gumam Zelina setelah ia mendengar teriakan putri kandungnya itu, ia segera membalikkan badannya terkejut ia ditatap penuh amarah oleh putrinya itu. Ia segera berlari ke arah putrinya dan merangkul kedua bahunya penuh sayang.
“Mama, kenapa mama panggil Xylia sayang? Mama, mama masih sayang kan sama Leta? Mama gak mungkin sayang sama Xylia kan?” Leta segera melontarkan berbagai pertanyaan pada ibunya itu, Leta mulai menitihkan air matanya tidak rela dan merasa sakit hati.
“Ssshhh...dengar mama itu hanya pura-pura, setelah nanti anak itu keluar dari kamarnya, mama bakalan kasih pelajaran sama anak itu.”
“Aku ikut.” Tiba-tiba Leta meminta ikut andil saat tiba waktunya mereka memberi pelajaran pada Xylia.
Tidak heran jika Zelina mengangguk setuju dengan permintaan Leta, tiga tahun terakhir ini mereka berdualah yang selalu bekerja sama untuk menindas Xylia, penindasannya pun biasanya dilakukan di tempat yang terbebas dari kamera CCTV. Kamar mandi sering menjadi tempat penindasan Xylia, di tambah semua kamar mandi di rumah besar itu kebanyakan kedap suara.
Kini Zelina dan Leta sudah bersiap memulai aksinya, mereka berdua berjalan bersama dan berdiri di depan pintu kamar Xylia. Baru saja Zelina ingin membuka mulutnya ingin berbicara, namun perlahan-lahan pintu itu terbuka.
Seorang gadis cantik keluar dari kamarnya, seperti biasa Xylia selalu membuat orang terpana dengan penampilannya. Anggun dan elegan serta kerapian adalah salah satu hal yang penting untuk menunjang penampilan.
Leta yang melihat kecantikan alami dari Xylia membuat hatinya bertambah dengki serta nafasnya yang mulai memburu menandakan bahwa gadis itu sedang marah. Zelina segera menggenggam erat tangan putrinya itu agar tidak membuat keributan ataupun masalah yang nantinya harus mereka hadapi.
“Xylia, ibu ingin memberitahu sesuatu tentang ayahmu. Bolehkah kami masuk.” Zelina dengan manisnya membujuk Xylia agar bisa masuk ke dalam kamar Xylia.
Xylia memiliki kamar pribadi yang cukup luas dan berada paling atas, serta kamar itu adalah kamar yang paling indah untuk di tempati. Tak heran jika seseorang yang masuk ke dalam kamar Xylia terkagum-kagum dibuatnya.
Mengapa tidak, karena di dalamnya begitu indah bak taman di dongeng-dongeng. Perpaduan antara warna hitam-ungu serta warna -warna yang mencolok seperti hijau-dan biru.
Tanaman serta dekorasi di dalamnya benar-benar sangat menakjubkan, di tambah dengan hewan peliharaan seperti burung dan kelinci kesayangan Xylia menambah keindahan kamar itu. “Tidak apa-apa masuklah, bibi.” Seperti biasa Xylia memanggil Zelina dengan sebutan bibi di saat ayahnya tidak bersama mereka.
Di saat Zelina dan Leta masuk ke dalam kamar Xylia, mereka berdua tercengang melihat betapa indahnya kamarnya itu.
Xylia dasar bajingan, dia selalu mendapatkan yang lebih baik bahkan kamarnya pun sangat indah. Aku harus mencari cara agar kamar ini menjadi milikku, jika aku tidak bisa mendapatkannya maka Xylia juga tidak boleh memilikinya. Umpat Leta, kedengkiannya sudah terkumpul sangat banyak.
Seperti halnya uang, jika seseorang itu memiliki banyak uang serta kekuasaan maka bisa dipastikan orang itu akan memiliki sifat keserakahannya untuk mempertahankan apa yang mereka miliki.
Sama halnya dengan putri semata wayangnya itu, Zelina beberapa kali mengutuk Xylia dan mencari berbagai ide agar semua yang Xylia memiliki bisa ia kuasai.
“Kedengkian kalian terlihat sangat jelas di wajah busuk kalian berdua, aku tahu kalian sedang merencanakan sesuatu. Tapi aku tidak akan tertipu lagi dan menjadi orang bodoh, kita akan melihat siapa yang akan menang. Penyihir dan anaknya memang sama, huh.” Batin Xylia di balik senyumannya itu.
Zelina perlahan berjalan mengelilingi kamar, setiap sentuhan pada benda yang ada di sana ia akan mengumpatnya habis-habisan dalam hatinya.
“Xylia.” Seru Zelina yang sedang memegang gelas hiasan di atas meja bundar.
“Iya bibi.” Jawab Xylia sambil menghampiri ibu tirinya, ia merasa tidak nyaman dengan kedatangan mereka berdua. Tiga tahun terakhir ini, Zelina dan Leta tidak mengetahui isi dari kamar pribadi Xylia.
Tidak pernah dirinya mengijinkan seseorang masuk ke dalam kamar kesayangannya itu, orang yang bisa masuk biasanya adalah pelayan yang akan membersihkan kamarnya dan ayahnya.
“Xylia, bibi hanya ingin memberitahu jika ayahmu sudah menyetujui keinginanmu. Kamu bisa pergi ke sekolah dengan identitas lain, seseorang akan datang untuk membantumu dalam penyamaranmu.” Jelas Zelina, jujur saja jika sebenarnya Xylia sudah mengetahui bahwa akan ada seseorang yang mungkin akan membantunya menyembunyikan identitasnya itu.
“Apa dia yang akan menjadi keluargaku juga?” Tanya Xylia dengan menatap ibu tirinya seperti anak kecil yang polos.
Leta hanya tertawa sinis mendengar pertanyaan konyol dari Xylia, sebagai balasannya Xylia menatap tajam ke arah Leta. Ditatap begitu tajam oleh Xylia, Leta hanya bisa berpura-pura menangis di depan ibunya. Xylia tahu jika eta pasti akan mengadu pada Zelina.
Namun ia tidak takut sama sekali, karena kamera tersembunyi sudah terpasang di berbagai tempat seperti kamar mandi.
“Mama, lihat dia. Xylia memelototiku dengan wajahnya.” Rengek Leta membuat Zelina menatap kesal pada Xylia, namun seketika Zelina waspada terhadap sekitar.
Ia menatap ke arah dinding atas, waspada dengan CCTV. Begitu lama dirinya mencari keberadaan CCTV, namun nihil tidak ada satu pun terpasang di sana.
Zelina sudah mulai gembira, dengan tidak adanya CCTV di sana maka ia dan putrinya Leta dapat melakukan apa pun terhadap anak tirinya itu.
Baguslah jika tidak ada CCTV, dengan begitu aku bisa sepuasnya menghukum anak itu. Batin Zelina, ia segera kembali menghampiri Xylia dan putrinya.
“Heh anak tiri, kemari sini.” Sambil mengkode dengan jarinya, Zelina menyuruh Xylia untuk mendekat padanya yang sudah duduk seperti ratu di sofa.
Xylia segera mendekat ke arah ibu tirinya itu, perlahan langkahnya mendekat dan seketika rambutnya di jambak dari belakang. Sontak, Xylia meringis kesakitan mendapati rambutnya di jambak begitu kuat oleh Zelina.
“DASAR ANAK KURANG AJAR, KAU BENAR-BENAR LAMBAN. JALAN SAJA SEPERTI SIPUT, HUH.” Dengan sangat keras, Zelina membanting Xylia ke lantai sedangkan dirinya kembali duduk di sofa sembari mengambil apel di mangkok.
Leta tertawa puas melihat Xylia yang kesakitan menahan rasa sakit di kepalanya, dengan angkuhnya ia berjalan dan duduk bersama ibunya dan menatap hina pada Xylia.
Bukti ini seharunya cukup kan untuk menyingkirkan mereka berdua, tapi sepertinya tidak. Bagaimana jika mereka berdua bisa mengembalikan keadaan dan malah menjadi bumerang bagiku. Pikir Xylia.
Bagaimanapun juga ibu tirinya itu sudah mulai mengambil alih hati ayahnya. Sulit baginya jika ia hanya memberikan satu bukti saja, Zelina wanita rubah itu pasti akan berakting dan Leta si muka dua itu akan membantu ibunya.
“Mama, aku ingin kamar ini. Kamar ini sangat indah, bisakah semuanya menjadi milikku.” Xylia langsung mendongak menatap Leta dengan kesal serta marah.
Beraninya Leta merengek hal itu pada Zelina, kamar ini adalah milikku tidak ada yang boleh mengambilnya. Aku akan membuat mereka menyesal jika berani mengambilnya dariku, aku bersumpah jika saja mereka apa pun yang menjadi milikku maka aku akan membuat mereka menyesal telah lahir di bumi ini.
“TIDAK, KAMAR INI MILIKKU KAU TIDAK BISA MENGAMBILNYA DARIKU.” Dengan penuh emosi, Xylia menatap ibu tirinya serta adik tirinya dengan penuh kebencian dan amarah. Sudah lama mereka menindas nya, kini tidak lagi.
Sudah saatnya mereka berdua mendapat balasannya, balasan dari apa yang telah mereka perbuat. Zelina marah dengan bentakan Xylia, ia bangun dan langsung menjambak kuat rambut Xylia. “BERANINYA KAU.” Dengan keras Zelina membanting Xylia ke meja, membuat punggung gadis itu terkena ujung meja dan menyebabkan luka.
Xylia tidak putus asa, ia bangkit dan mengambil sendok di meja di mana potongan buah sudah terpotong rapi siap di santap. Dengan cepat Xylia melempar sendok itu ke arah Leta yang sedang duduk manis menonton pertunjukkan. Dengan mata terbuka lebar, segera Leta menghindari pukulan sendok itu dengan ketakutannya.
Sendok itu terbanting ke arah dinding dengan tepat sasaran. Leta terkejut dengan apa yang baru saja ia alami, jika saja ujung sendok itu mengenai bola matanya bisa dipastikan jika matanya akan menjadi buta.
Zelina terkejut sama halnya Leta, amarahnya memuncak dan segera dirinya mengambil pisau buah lalu mengarah cepat ingin membunuh Xylia. “Anak kurang ajar, beraninya kau ingin melukai anakku.” Arah pisau itu mulai mendekat ke arah dada Xylia dan bersiap merobek daging yang ada di dalamnya, namun tiba-tiba......
Bruk
Pintu kamar terbuka sangat keras memperlihat Alex beserta beberapa pria berotot, Alex menatap Zelina penuh amarah saat ia melihat Zelina berusaha menusuk putri kandungnya. Zelina dengan wajah terkejutnya melihat suaminya berdiri menatap dirinya dengan tatapan membunuh, refleks dirinya membuang pisau itu ke sembarang arah.
Namun nihil, Alex sudah melihatnya dengan kepalanya sendiri. Benar-benar dirinya sudah membenci istrinya itu seketika. “TANGKAP WANITA ITU.” Bentak Alex pada pria di belakangnya, mereka langsung lari menangkap Zelina dan membuat wanita itu telungkup di lantai dengan kedua tangan di atas punggung.
Leta yang juga pelaku dari kejadian, ia ketakutan dengan tubuhnya yang gemetar serta dirinya yang sudah mulai kembali menangis. Tangisannya adalah air mata buaya, ia tidak ingin dihukum oleh ayah tirinya dan tidak ingin ikut sengsara seperti ibunya.
“Ayah, ibu-ibu-dia ingin membunuh kakak dengan pisau itu. Aku...aku...percayalah padaku ayah.” Leta mulai menunjukkan kemampuannya dalam berakting, ia sambil menyatukan kedua telapak tangannya seraya memohon ampun pada Alex. Tapi tidak, karena Alex telah melihat bagaimana Leta tersenyum sambil duduk manis di sofa.
“LETA, bagaimana bisa kau berbohong pada ayahmu. Kau juga sama denganku, kau ingin melihatnya tersiksa. Sayang, percayalah padaku..aku..aku..tidak....” Zelina angkat bicara walau tubuhnya di tekan keras oleh anak buah Alex, beberapa kali wajahnya di tekan dengan keras ke lantai namun sepertinya Zelina mampu menahannya dan melanjutkan beberapa kata.
“Cukup, ikat mereka berdua dan bawa ke ruang bawah tanah.” Titah Alex yang sudah memeluk erat putri tercintanya itu, segera mereka melaksanakan perintah majikannya dan membawa keluar dari kamar Xylia.
“Panggilkan dokter kemari.” Ujar Alex pada sekretarisnya Savian Abel, dengan cepat Savian memanggil dokter dan menyuruh pelayan untuk membantu nona muda mereka.
“Ayah, aku tidak apa-apa.” Terdengar suara lembut dari gadis itu yang sedang berada di pelukan sang ayahnya, Alex semakin mengeratkan pelukannya sembari tangannya mengelus punggung putrinya dengan perasaan bersalah karena dirinya gagal menjadi seorang ayah yang baik.
Dirinya menyesal telah menikah dengan wanita yang tidak mencintai putrinya dan malah ingin membunuhnya, dirinya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!