NovelToon NovelToon

Cinta Made In Hong Kong

Part.1 Aku Harus Pergi.

Malam semakin larut, aku sudah selesai mengemasi pakaianku untuk kepulanganku besok ke tanah air. Pasport, visa dan segala macam berkas semua sudah siap. Beberapa kali aku mencoba memejamkan mata berharap bisa tidur meski sebentar melepas segala macam penat dan lelah namun tetap saja tak bisa. Keluarga di kampung juga sudah kuberi tahu. Kulirik jam dinding sudah menunjukan pukul 01.15 tapi suasana kota Victoria semakin gemerlap dengan lampu-lampunya yang memabukan bagi  siapapun yang memandangnya.

Kuraih gawai yang ada di meja samping tempat tidurku. Aku membuka WA kulihat ada chat dari Sulastri yang belum kubaca.

"[ Besok pagi jam 7 kita ketemuan di bandara ya Ai]." Begitu isi chat dari Sulastri dua jam yang lalu.

"[ Oke Las, gimana dengan yang lain. Sri, Melly dan juga Vanes apa mereka sudah kamu kabari juga?]." Aku membalas chat dari Sulas dan sekaligus menanyakan ketiga teman kami yang lain. Walaupun aku sendiri tidak yakin Sulastri akan membalas kembali chatku karena kulihat dia tidak sedang online. Mungkin dia sudah tidur.

Ada juga chat dari Tuan Muda Farenzy, tapi aku kurang berminat membukanya. Aku ingin membiarkannya saja dan tak usah aku buka. Tapi disisi lain hatiku penasaran apakah isi dari pesannya itu.

"[Ai besok jangan pergi dulu ya. Biar aku saja yang antar kamu ke bandara.]" Ternyata itu isi chat yang ia kirimkan.  Aku malas membalasnya, lagian aku sudah ada janji dengan Lim kalau besok Lim lah yang akan mengantarku kebandara.

Tadi siang aku sudah berpamitan dengan  nenek, papa, mama dan juga Nasya. Nenek begitu berat melepas kepergianku. Aku hanya menyarankan agar nenek selalu menjaga kesehatannya. Jangan sampai ia terlalu khawatir atau terlalu memusingkan segala sesuatu. Aku tidak mau nenek sakit apalagi kalau sampai stroke lagi. Ia wanita tua yang kuat dan ikhlas dengan segala lukanya.

Sedangkan papa ia terlihat gelisah entah kenapa. Mungkin papa takut kalau aku membongkar semua rahasianya yang kusaksikan sendiri dengan mata kepalaku saat malam tahun baru lalu dan malam-malam selanjutnya. Mama dan Nasya tak begitu memperhatikan dan seakan tak memperdulikan akan kepergian ku besok. Tapi tak mengapa aku tidak mau membuat suasana semakin rusuh.

"Ma, besok Aini pulang ke indo ya."

"Owh, mau pulang ke indo?"

"Iya ma."

"Ya sudah pulang saja."

Begitu jawaban yang kuterima dari mama saat aku berpamitan kemaren malam.

Sedangkan Nasya, dia bahkan sama sekali tidak mau bertegor sapa lagi denganku. Beberapa kali aku mencoba mendekatinya namun ia selalu saja pergi sebelum aku sempat mengatakan apa pun.

Mereka keluarga angkatku di Hong Kong ini. Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Bahkan sangat baik. Semua berubah seratus delapan puluh derajat ketika tanpa kusadari ternyata aku jatuh cinta dengan anak mereka. Kami saling mencintai. Ini bukan salahku, karena aku benar-benar tidak tahu kalau dia ternyata adalah anak sulung dari keluarga angkatku. Dia adalah Farenzy, si tuan muda.

Dan yang paling menyakitkan adalah ketika semua tahu hubungan kami, aku seolah terasingkan. Segala tuduhan, fitnahan, caci maki, juga hinaan mengalir deras untukku. Aku kehilangan kepercayaan dari keluarga ini. Kecuali nenek. Hanya nenek yang masih selalu percaya padaku dan selalu melindungiku. Beberapa kali nenek menggagalkan rencana Nasya untuk mencelakaiku.

Sementara Farenzy, dia semakin lama semakin berusaha menjauhiku. Bahkan terakhir ia mengatakan bahwa ia hanya menganggap aku sebatas adik angkatnya saja tidak lebih dari itu. Dan dia berusaha mengenalkan aku dengan beberapa teman prianya. Dengan terang-terangan ia mengatakan supaya aku bisa Move On darinya. Bagiku ini sungguh sangat menyakitkan. Orang yang aku cintai mengakhiri hubungan kami begitu saja hanya karena derajat kami berbeda. Bahkan dia sendiri tahu dan menyadari perbedaan itu sejak awal. Lalu mengapa setelah cinta itu datang dihatiku ia malah pergi dariku. Dengan alasan keluarganya tidak menyetujui hubungan kami.

Disaat aku benar-benar down, aku mengenal sosok yang berbeda. Dia pria Cina asli pribumi. Tapi sikapnya begitu tulus. Dia seorang Cina muslim. Kami saling kenal pada sebuah acara isro' mi'raj di masjid JAMIYA di Shelley street disana banyak penduduk muslim yang berkumpul baik yang pribumi maupun yang penduduk  pendatang dari berbagai negara. Namanya Jianying Lim. Biasa disapa Lim. Hingga saat ini sebenarnya aku masih belum membuka hati ku untuk siapa pun tak terkecuali Lim. Bagiku hubungan kami hanyalah sebatas sahabat saja.

Malam berlalu tanpa sedetik pun aku bisa memejamkan mata untuk tidur. Hingga pagi datang menyapa dan aku bersiap-siap untuk pergi meninggalkan tanah Hong Kong yang selama lebih dari dua tahun ini menjadi tempat tinggalku.

Tempatku merajut mimpi dan harapan demi masa depan.

Kulihat gawaiku ada pesan masuk. Ternyata dari Melly.

"[Sudah dimana Ai?]"

"[Masih dirumah]". Aku membalasnya.

"[Owh..  aku sudah di jalan mau ke bandara]".

Aku tidak membalas chat dari Melly lagi. Tapi aku menghubungi Lim. Aku mencoba menelponnya tapi tidak di angkat. Mungkin Lim masih di jalan mau menjemputku.

"Hai pin a (kamu dimana)?" Aku mengirimkan chat ke pada Lim. Tak lama Lim membalas.

"Siong Che (sedang naik mobil)."balasnya.

Beberapa menit kemudian ada yang menggetok pintu. Di adalah Lim. Lim menjemputku untuk pergi ke bandara. Mama dan papa sedang tidak ada dirumah mereka sudah berangkat bekerja. Nasya juga sudah berangkat kuliah. Hanya ada nenek. Aku berpamitan dengan nenek.

"Nek, Aini balik ke indonesia ya . Nenek baik-baik disini. Jaga kesehatan nenek, jangan banyak pikiran. Aini nggak mau nenek sakit lagi."

"Iya Ai, kamu juga hati-hati dijalan ya. Nenek sayang kamu. Nenek sudah anggap Aini seperti cucu nenek sendiri." Napas nenek tersesat menahan tangisnya.

"Iya Nek terimakasih sudah terima Aini disini. Aini datang hanya sebagai pekerja rumah tangga. Tapi berkat kebaikan keluarga nenek Aini bahkan bisa kursus dibeberapa tempat dan bahkan bisa bekerja disalah satu kantor cabang perusahaan keluarga papa Saeful."

"Iya Ai, nenek ngerti. Maaf kan mereka juga ya yang membuat hubungan mu dengan Farenzy hancur." Nenek mengusap air matanya .

"Justru Aini yang salah Nek. Aini benar-benar tidak peka. Aini bod*h, tidak mengenali siapa Farenzy dari awal. Aini yang salah Aini menyia-nyiakan kepercayaan kalian."

"Kamu nggak salah nduk. Ndak ada yang salah dengan perasaan cinta. Semua makhluk berhak jatuh cinta. Tapi mungkin Cinta itu datang di waktu dan tempat yang tidak selayaknya. Tapi nenek masih berharap kamu dan Farenzy bisa bersatu kembali." Nenek memelukku dan mengusap rambutku.

"Aini harus pergi dulu Nek. Takut nanti ketinggalan pesawat, teman-teman Aini sudah nungguin di bandara."

"Iya hati-hati nduk.."

"Iya Nek." Sekali lagi Aku memeluk nenek. Wanita tua yang nanti akan aku rindukan kelembutan hatinya.

Aku dan Lim tiba di bandara kulihat Sulastri, Melly, Sri, dan juga Vanes. Mereka serentak bangun dengan tatapan kagum saat aku masuk dan menghampiri mereka diikuti Lim selangkah di belakangku.

"Aini...!!!" Tiba-tiba terdengar seseorang memanggilku dari arah berlawanan. Aku langsung menoleh kearah sumber suara yang memanggilku. Ternyata ia adalah tuan muda Farenzy.

"Tuan Muda." Gumamku.

Ia berlari hingga dekatiku. Dan kini ia  selangkah tepat di hadapanku.

"Aini.. tolong jangan pergi sekarang. Kita bisa perpanjang Visa mu. Aku mohon kamu bisa lebih lama lagi disini Ai.." Ucap  Farenzy sambil terengah karena habis lari mendekatiku tadi.

"Maaf mas, tapi aku harus pergi. Untuk apa lagi aku disini bukankah tugasku menjaga nenek sudah selesai. Nenek sekarang sudah sehat. Bukan masalah perpanjangan Visa tapi masalahnya aku harus pergi sekarang juga." Tegasku.

"Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi Aini..?" Farenzy berusaha menggenggam tangan ku tapi aku segera menarik tanganku dan mundur kebelakang. Hingga ia tak bisa menyentuhku.

"Tidak mas. Aku sudah tidak mencintaimu lagi." Tegasku sambil aku berlalu mendekati teman-temanku yang dari tadi terperangah menyaksikan semuanya. Sementara Farenzy masih diam terpaku di tempatnya. Kemudian ia menghilang entah pergi kemana tanpa aku pedulikan lagi.

Akhirnya tiba waktunya pesawat yang akan kami tumpangi untuk segera pergi meninggalkan Hong Kong dengan segala kenangan manis dan pahit didalamnya. Lim melambaikan tangannya. Dan aku membalas lambaian tangan Lim. Hingga kami naik pesawat Lim masih terlihat berdiri di tepi pintu bandara.

Teman-temanku bersorak, menertawai dan meledek ku.

"Cie..cie.. yang direbutin dua cowok ganteng..!!" Vanes meledek ku lalu mereka sama-sama tertawa. Aku menghela nafas panjang lalu membalas tawa teman-temanku dengan sebuah senyuman saja. Suasana pesawat jadi riuh gemuruh karena tawa mereka. Hingga membuat seorang mba pramugari datang menghampiri mereka. Meminta mereka untuk tidak berisik.

Bersambung..

Part.2. Kesan Pertama di Hong Kong

Hai semuanya.. Sekarang kita alur mundur dulu ya, inilah awal mula kisah cintaku..

Sebelumnya perkenalkan namaku Nuraini. Orang-orang biasa memanggilku Aini. Saat ini aku adalah seorang gadis lulusan SMA dari Bandar Lampung, Lampung. Aku bermimpi untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Tapi itu hanya mimpi. Dan mungkin selamanya hanya akan menjadi mimpi. Ayahku hanyalah seorang tukang ojek terminal, sedangkan ibuku hanya seorang buruh cuci. Disekolah aku pun bukanlah termasuk siswi berprestasi. Jadi untuk bisa mendapat beasiswa itu pun sangat minim kemungkinannya. Dari tahun ke tahun kehidupan keluarga kami ya begitu-begitulah. Rumah yang kami tumpangi adalah rumah tua warisan dari orangtua ayahku. Itupun semennnya sudah mulai rontok sana-sini. Lantainya mulai pecah dan bolong-bolong lalu di tambal lagi dengan semen.

Karena itu aku ingin merubah nasib keluargaku. Kebetulan aku bertemu seorang teman masa kecilku yang sekolahnya berbeda denganku dan sebenarnya sangat jarang juga bertemu dengannya. Kali ini secara kebetulan kami di pertemukan didalam angkot saat aku pulang dari pasar membantu ibu membeli keperluan dapur. Pertemuan yang jarang ini memberi sedikit celah bagiku. Irma nama temanku ini, dia memberi tahuku bahwa bulan depan ia akan pergi ke Taiwan menjadi TKW disana.

Sepertinya aku tertarik dengan cerita Irma mengenai pekerjaan dan upah gaji yang di berikan disana. Lumayan sepertinya bisa membantu merubah nasib keluargaku. Irma sebenarnya belum selesai memberikan cerita tentang orang-orang yang pernah bekerja diluar negri sebagai TKW/TKI dengan keberhasilan mereka ketika pulang kampung. Tapi Irma sudah hampir sampai di rumahnya dan angkot yang kami tumpangi akan segera berhenti. Tak ku lewatkan kesempatan, aku segera meminta no.hp Irma.

Sesampai di rumah aku segera membereskan barang belanjaan ku tadi. Ku buka gawaiku. Ku coba menghubungi Irma lewat pesan WA. Irma menjelaskan secara detail pada ku tentang bagai mana caranya juga persyaratan yang harus ada. Seminggu setelah pertemuanku dengan Irma tekadku semakin bulat untuk pergi merantau ke luar negri untuk merubah nasib keluarga ku. Seperti kata Irma mumpung kita masih lajang belum punya ikatan pernikahan jadi harus kita gunakan sebaik mungkin untuk membalas jasa orang tua. Negara tujuan yang kupilih bukanlah Taiwan melainkan Hong Kong. Tapi ini masih sebatas rencana ku sendiri. Kedua orang tuaku belum aku kasih tau tentang rencana ini. Malam ini aku akan memberi tahu rencana ku ini kepada ayah dan ibu ku.

"Aini, adik mu Aziz dan Wirda mana?" Tanya ibu setelah sholat magrib.

"Dua-duanya udah berangkat ngaji bu." Jawabku dari dalam kamar.

Aku keluar kamar kulihat ayah baru saja menggantungkan peci nya di puku yang nempel didinding. Ayah juga baru selesai sholat.

"Adik-adikmu berangkat ngaji, tadi sudah makan apa belum ai?" Tanya ayah padaku.

"Belum yah. Aziz dan Wirda belum lapar katanya tadi."

"Owh.. ya sudah sana kamu siapin makan malam untuk kita bertiga ibumu." Pinta ayah.

"Iya yah." Jawabku.

Aku kedapur dan menyiapkan makan malam untuk aku, ibu dan ayahku. Kedua adikku nanti saja sepulang mereka dari ngaji.

"Emmm, ini tempe gorengnya enak, sayur asem nya juga seger, tapi sambel nya kepedasan ini. Apa kamu yang masak semua ini Ai?" Tanya ayah.

"Iya, yah Aini yang masak." Ibu menjawab pertanyaan ayah sebelum aku sempat menjawabnya.

Sementara aku hanya diam saja. Nasi, lauk dan sayur yang ku makan tak terasa begitu nikmat bagiku. Karena pikiran ku sedang melayang mencari-cari kata yang pas untuk meminta izin kepada kedua orang tuaku. Setelah selesai makan malam dan mencuci piring, aku kembali ke ruang tengah disana ada ayah dan ibu sedang menonton tv. Aku duduk di karpet bersama ibu sambil menikmati pisang goreng yang sudah mulai dingin. Sementara ayah duduk di kursi sambil menyeruput kopinya.

"Ibu, ayah. Aini mau ngomong sesuatu." Sejenak aku terdiam dan melirik kearah keduanya.

"Mau ngomong apa Ai?" Tanya ayah.

"Aini pengen kerja keluar negri yah, Bu."

"Keluar negri gimana Aini? Ikut siapa nak?" Tanya ibu dengan nada khawatir.

"Iya Bu keluar negri jadi TKW. Kemaren Aini ketemu Irma. Dan Irma katanya mau pergi keluar negri jadi TKW. Irma udah ngasih tau tempat PT. Penyalur tenaga kerjanya Bu. Dan katanya Irma juga kenal dengan sponsornya." Jelasku pada ayah dan ibu.

"Tapi apa PT. Penyalur tenaga kerja itu bisa di percaya dan apa mereka bisa bertanggung jawab nantinya Ai?" Tanya ayah.

"Insyaallah bisa yah. Kata Irma sudah banyak orang-orang yang sukses jadi TKW dan TKI yang di salurkan oleh PT itu yah. Lagian niat Aini tulus kok yah untuk bisa merubah nasib keluarga kita. Untuk ayah dan ibu, untuk adik-adik juga.

Perbincangan kami malam itu berlangsung lumayan lama. Ayah dan ibu awalnya merasa keberatan. Tapi setelah lama aku berhasil juga merayu mereka. Dan merekapun merestui aku pergi. Keesokan harinya aku menghubungi Irma. Dan kami melengkapi persyaratannya.

"Kamu yakin Ai mau pergi keluar negri?" Tanya Irma.

"Kok kamu tanya begitu Ir?"

" Ya nggak. Aku kira kamu nggak tertarik kerja begituan."

"Yang penting halal Ir."

"Tapi kamu nanti nggak bakal nyesel kan?"

"Iya, nggak bakal Irma. Memangnya kenapa sih kok kamu kayak nggak percaya gitu sama aku?"

"Oh .. Aku cuma pengen mastiin aja Ai. Apa kamu sanggup menanggung segala resikonya nanti. Kita kerja jauh dari orang tua, keluarga, dan kerabat lho."

"Iya Ir, tekad ku memang sudah fullll...hehe."

" Ih.. kamu ini kok malah bercanda sih Ai."

"Aku serius Ir, aku nggak becanda."

Akhirnya pada hari yang sudah di tentukan aku dan Irma pergi ke penampungan.

***

Selama dua bulan aku di penampungan akhirnya aku mendapatkan kesempatan interview dari calon majikanku. Satu minggu setelah interview akhirnya aku diterbangkan ke negara tujuanku yaitu Hong Kong. Aku bersama beberapa temanku dari penampungan dengan negara tujuan yang sama di berangkatkan menuju bandara Soekarno - Hatta, Jakarta.

"Nanti kalau sudah sampai di tempat majikan kita masing-masing kita jangan lupa saling kasih kabar ya." Kata Sulastri kawan ku sepenampungan. Sulastri ini kawan ku yang berasal dari Palembang.

"Iya, jangan lupa ya. Susah senangnya kita harus saling kasih kabar." Jawab Sri lawan ku yang berasal dari Jawa barat.

Pagi itu aku, Sulastri, Sri, Melly, dan juga Vanes diterbangkan ke Hong Kong tepat pukul 7.30WIB. Semakin tinggi pesawat terbang diawan semakin tak menentu juga rasa hatiku. Ada rasa takut, khawatir, sedih karena akan menghadapi segalanya sendiri karena jauh dari orangtua. Juga ada rasa senang karena cepat mendapatkan majikan, dan rasa penasaran seperti apa pekerjaan ku nanti, majikan ku, dan juga masih banyak lagi rasa lain yang hadir menyelimuti pukiranku. Setelah menempuh penerbangan selama lebih kurang enam jam kami pun sampai di Hong Kong Internasional Air Port Chek Lap Kok Air Port. Disana kami sudah di tunggu oleh pihak Agen kami. Agen kami langsung membawa kami untuk Madical Cek Up di salah satu Clinik yang tidak jauh dari bandara tersebut.

Halo kota Pearl of the Orient (mutiara dari timur) negara yang konon katanya sangat berharga di Asia. Ini aku datang menemui mu membawa sejuta harapan untuk masa depanku dan keluarga yang aku tinggalkan nun jauh di antah berantah sana. Kusapa kau dalam anganku dan sambutlah kedatanganku dengan keramahanmu. Aku melangkah pasti dengan senyum yang mengembang keluar dari ruangan medikal itu menuju kawan-kawan ku yang sudah menunggu. Orang-orang bermata sipit dengan kulit yang kuning Langsat terang tak jauh berbeda denganku berlalu lalang di sekitaran klinik itu.

Sore itu juga hasil lab dari medical cek up itu sendiri sudah keluar. Kami dibawa ke penampungan Agen kami di Victoria City. Dan keesokan harinya sekitar Pukul 10 waktu setempat aku di jemput majikanku.

Bersambung..

Patr.3 . Awal Mula Perkenalan

Pagi itu aku dan teman-temanku di jemput oleh majikan kami masing-masing. Menurut data yang aku terima aku mendapat majikan yang bukan merupakan penduduk pribumi. Kata Agenku majikan ku nanti beragama Islam, mereka muslim warga negara Turki namun sudah lama menetap di Hong Kong. Pekerjaan yang ku dapat adalah merawat orang tua (jompo).

"Nuraini, to Lei lah (sekarang giliran kamu)." Agen kami memanggil ku. Aku segera mengambil koperku. Lalu berjalan di belakang wanita setengah baya tersebut. Ia adalah Agen yang bertanggung jawab atas pekerjaan dan keselamatan kami disini. Namanya Lili, dia asli orang Indonesia tapi menikah dengan orang asli Hong Kong dan menetap disini.Tadi sebelum aku di panggil Sulastri dan Sri sudah lebih dahulu di panggil karena majikan mereka sudah datang lebih dahulu. Dan sekarang giliran ku. Sedangkan Melly dan Vanes juga beberapa teman yang lain masih menunggu jemputan.

Tepat di depan ruang tunggu kulihat seorang pria berkaca mata duduk disana. Dia terlalu muda kalau dia yang akan menjadi majikanku. Ya, dari raut wajahnya memang benar sangat nampak wajah turkinya. Apa dia majikanku? Ah, entah lah aku juga belum tahu pasti.

"Aini, sekarang giliran kamu di jemput. Ini yang jemput bukan majikanmu. Tapi kamu tetap harus sopan. Ming em Ming pak ( mengerti tidak )?"

"Ming pak (mengerti)." aku menjawab sambil sedikit menundukkan kepala pertanda aku mengerti.

Setelah selesai mengurus administrasi dengan pihak Agenku pria yang menjemputmu ini memberi isyarat bahwa aku harus mengikutinya. Setelah berpamitan dengan Agen kami aku pun pergi menuju rumah majikanku masih disekitaran Victoria City. Sepanjang jalan aku hanya diam. Tak tahu apa yang harus ku perbincangkan. Tiba-tiba mobil yang kami tumpangi berhenti di lampu merah.

"Kamu asli Indonesia?" Pria berkaca mata dan berwajah Turki ini bertanya padaku. Spontan aku kaget. Dia bisa berbahasa Indonesia?

"Iya." Jawabku singkat karena tak berani berkata banyak dengan orang yang sama sekali belum ku kenal. Apa lagi tadi kata Agen kami dia bukanlah majikanku melainkan hanya orang suruhan saja. Apa mungkin dia juga TKI asal indonesia? Tapi sepertinya pakaiannya terlalu rapi untuk seorang pekerja suruhan. Aku hanya berani mengamatinya sedikit-sedikt dari kaca di yang berada tepat di atas kepalanya.

"Kenapa mau jauh-jauh kerja ke Hong Kong?" Tanyanya lagi.

"Di Indo susah cari kerja, yang gajinya lumayan besar." Jawabku apa adanya.

"Memangnya lulusan apa?" Pria itu kembali bertanya padaku.

Sejenak aku menelan ludah. Kemudian kembali menjawab pertanyaanya.

"Aku cuma lulusan SMA. Kamu sendiri apa kamu sudah lama bekerja di Hong Kong ini?" Aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Eheem.." Pria itu hanya mengangguk.

Kemudian lampu hijau kembali menyala ia pun kembali fokus mengemudikan setir mobil. Kami kembali saling diam, tak ada kata yang terucap. Sebenarnya aku sangat ingin bertanya banyak hal pada pria ini, tapi sepertinya ia tidak memberiku kesempatan itu. Yang jelas aku sangat senang bisa berjumpa dengan sesama orang Indonesia di negeri orang yang sama sekali belum ku kenal ini. Rasanya seperti bertemu dengan kerabat dekat walau tidak saling kenal tapi rasa nyaman itu ada. Aku bisa menyingkirkan sejuta rasa takut dan khawatirku karena ada saudara senegara ku disini.

Setelah memarkirkan mobil, pria itu membukakan pintu dan membantuku mengeluarkan koperku dari dalam mobil.

"Ayo sini ikut aku. Kamu akan tinggal di lingkungan ini, dan kamu sudah tahu bukan tugas mu menjaga seorang nenek lansia. Dia sudah sangat tua umurnya sudah 65 tahun. Kamu sudah tahu kan apa yang harus kamu lakukan nanti?"

"Iya aku tahu." Jawabku.

Ia mengajariku mulai dari cara memasukan kartu identitas di depan lift, menunjukkan tempat pembuangan sampah, dan memberi tahu tempat tangga darurat. Ya karena majikan ku tinggal di apartemen dan berada di lantai 12 katanya ini semua yang sangat penting untuk aku ketahui. Untuk yang lainnya nanti majikanku yang akan membimbing dan mengajariku. Setelah lift berhenti di lantai 12 dan pintu lift terbuka ia berjalan selangkah didepanku dan aku mengikutinya di belakang. Didepan salah satu pintu apartemen ia berhenti .

"Aini, ini adalah rumah majikanmu. Lihat dan ingat baik-baik disamping pintu tertulis A4, dan diatas pintu tertulis lafazh bismillah. Karena majikan mu beragama Islam. Mereka muslim. Kamu muslim juga kan?."

Aku hanya membalas semuanya dengan satu anggukan. Kuarasa itu cukup untuk menjawab semua kata dan pertanyaannya. Kemudian ia menggetok pintu dan memencet bel. Tak lama kemudian muncul seorang Pria yang juga berwajah Turki dengan kumis dan janggut yang dibiarkan panjang hingga menyatu. Dan dia sedikit lebih tua dari ayahku. Mungkin ia sekitar umur 50 tahunan lebih.

"Assalamualaikum.." Pria yang tadi mengantarku mengucap salam dengan Pria yang baru saja membukakan pintu.

"Waalaikum salam, jeng yap (silahkan masuk)."

"Emkoi (terimakasih)." Jawab pria yang tadi menjemputku. Lalu kami masuk.

Wajah mereka sangat kontras turkinya tapi mereka berbicara dengan bahasa kantonis dengan logat dan nada yang tak ada beda dengan penduduk Hong Kong asli. Sementara mereka terus bercakap-cakap dalam bahasa kantonis mataku mengawasi setiap sudut ruang tamu apartemen majikanku ini. Sepi tak ada siapa-siapa disini. Jantungku mulai berdegup kencang. Ketakutan dan kekhawatiran kembali menyelimuti hatiku. Tapi sebisa mungkin aku berusaha menguasai perasaanku. Lalu peria yang tadi menjemputku berpamitan. Tinggallah aku dan majikanku. Tapi sebelum pergi pria yang tadi menjemputku sempat menyapaku.

"Aini, kamu baik-baik kerja disini ya. Oya namaku Farenzy. Aku pergi dulu. Assalamualaikum Aini." Kemudian ia pergi sebelum aku sempat menjawab salamnya.

"Waalaikumsalam." Jawabku lirih sambil menatap punggungnya kemudian ia menghilang di balik pintu dan menutup pintu itu kembali.

Sementara Farenzy sudah pergi tinggallah aku dan majikanku. Lalu majikanku menunjukkan sebuah kamar yang akan menjadi tempat tidurku. Dan disebelahnya ada kamar nenek yang nanti akan aku rawat. Setelah aku selesai menggati bajuku. Aku keluar dan majikanku mengajakku ke kamar tempat ibunya. Aku juga kaget ternyata majikan ku ini juga fasih berbahasa indonesia hanya saja logatnya masih agak kaku.

"Hai, Aini.. mari kesini, saya kasih tunjuk dulu ya. Ini ruangan ibu saya. Didalam ada ibu saya yang sudah tidak bisa bangun lagi. Mari sini masuk." Majikan ku membukakan pintu kamar itu. Dan benar nampak disana ada seorang nenek lansia yang sedang terbaring tapi matanya terbuka. Dan ia masih bisa mengenali orang dan penglihatanya masih jelas.

"Aini sebelumnya perkenalkan dulu, saya majikan kamu. Nama saya Saeful. Kamu mesti kaget karena mendengar saya pandai bahasa indonesia bukan?, Ya mestilah kamu kaget. Tapi kamu harus tahu, bahwa saya memang asli orang Turki punya. Tapi isteri saya asli indonesia. Dia asli dari Magelang. Nanti sore kamu jumpa dia. Sekarang dia sedang bekerja. Nama isteri saya Trihapsah. Kami punya dua anak satu laki-laki dan satu perempuan yang laki-laki sudah punya rumah sendiri dan tempatnya jauh dari sini. Dan yang perempuan tinggal disini bersama kami. Ini ibu mertua saya. Pastilah dia orang Indonesia karena itu maka saya cari yang urus dia harus orang dari indonesia juga. Nama ibu mertua saya ini Siti Hamidah. Kamu urus dia baik-baik ya. Kamu paham?"

"Iya paham." Jawabku sambil sedikit menundukkan kepala pertanda hormat ku padanya sebagai majikanku.

"Ya sudah sini mendekat." Pak Saeful memanggilku untuk mendekat dengan nenek Siti.

"Ibu, ini nama dia Aini. Mulai sekarang dia yang akan urus ibu. Segala apa keperluan ibu tinggal kasih tahu dia saja. Dia orang indonesia juga." Pak Saeful mengenalkan ku pada nenek Siti. Lalu terlihat nenek Siti tersenyum menyapa ku. Aku pun membalas dengan senyum juga .

Kemudian pak Saeful berpamitan untuk kembali ke tempat kerjanya. Tinggallah aku dan nenek Siti saja dirumah. Dalam batin ku aku merasa beruntung mendapatkan majikan sebaik ini dan yang paling membuat aku senang adalah karena mereka adalah orang Indonesia.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!