NovelToon NovelToon

Dragon Fight (HIATUS KARENA KONDISI AUTHOR)

01. Anak Yang Terpilih

Desa Wiki,

Desa terpilih yang menjadi pusat jual beli atau pasar dalam kerajaan Yama. Pusat berkumpulnya saudagar dan pedagang dari seluruh desa dikerajaan. Suasana pagi yang ternodai oleh suara tamparan keras, tak jauh dari alun-alun desa.

"Anak pembawa sial!!" pria kekar memukul anak muda itu.

"Bukankah sudah kuperingatkan berkali-kali, tinggalkan desa ini!" geram.

"maaf paman, aku hanya bekerja disini. Setelah bekerja pasti aku pergi, aku berjanji" tersungkur.

Beberapa buah apel jatuh disekitarnya. Satu persatu warga desa berkumpul mendengar teriakan pria kekar dekat lapangan. Hanya memandang acuh dan berbisik pelan. Pria kekar mendekati

"Kau hanya anak aneh yang penuh dengan kutukan, asal usulmu pun tidak jelas. Kau hanya aib bagi desa ini!" menginjak apel didepannya.

"Kumohon tuan, jangan! Ini apel untuk pamanku (menangis), beliau sedang sakit dan kami butuh makan" memegang kaki pria kekar.

"Anak muda yang menjijikkan!! Enyahlah kau!! Lepaskan kakiku, nanti aku tertular kutukanmu" menendang dengan keras.

Buk.....!! Bukk...!

Tendangan demi tendangan dilancarkan oleh pria kekar itu. Anak muda itu menahan dengan sekuat tenaga. Para warga hanya memandang dari jauh, tidak berani mendekati mereka.

Tubuh anak muda itu mulai mengeluarkan aura sihir es. Dengan perlahan, kaki pria kekar mulai membeku.

Penduduk berbondong-bondong menjauhi mereka. Pria kekar terjatuh dengan memegangi kakinya.

"Ahhhh!! Bocah sialan!!! Kau apakan kakiku?!! kau harus merasakan akibatnya melawan preman Hans" berusaha berdiri.

Mulai mengumpulkan energi sihir. Tanah alun-alun desa mulai bergetar. Menguatkan kuda-kuda. Melihat anak muda yang tergeletak didepannya. Merapalkan mantra sihir Sihir Bumi : Jarum Kematian.

"Hentikan Hans!!" suara keras.

Suara keras dan lantang dari arah utara. Terlihat beberapa orang datang dengan kuda. Memakai perlengkapan dan zirah kerajaan. Pria tampan berambut putih turun dari kuda. Mulai mendekati mereka berdua.

Pria kekar mulai menghentikan serangannya. Melihat dengan keringat kearah orang itu. Sihir perlahan mulai lenyap. Anak muda itu mulai berdiri.

"Oh... Hallo kepala prajurit Robert. Sudah lama tidak bertemu" memegang kepala.

"Apa yang sedang kau lakukan Hans?! Menindas anak muda lemah ini" menatap.

"Bukan...bukan... kau salah paham tuan Robert. Anak ini adalah anak pembawa kutukan untuk kerajaan kita. Dia anak dengan sihir yang tidak normal" menunjuk anak muda itu.

"Aku tidak mau menerima alasan apapun. Sebagai ketua prajurit kerajaan Yama, melindungi orang lemah dan teraniaya adalah tugasku. Sekarang, cepat tinggalkan anak itu dan pergi! atau kutangkap kau" pandangan tajam.

Hans pergi meninggalkan anak muda tersebut dengan geram. Robert segera membubarkan kerumunan warga dialun-alun desa.

"Hei anak muda... siapa namamu?"

"Namaku Secto..terima kasih telah menyelamatkanku"

"Kuberi kau satu peringatan. Jika kau tidak ingin ditindas, segeralah pergi dari sini. Jika masih bersikeras. Jadilah kuat!" berjalan kearah kuda.

Ia segera menaiki kudanya. Meninggalkan anak muda itu. Melirik kearah belakang.

"(Jadi dia anak yang memiliki sihir aneh? Sungguh manrik)" tersenyum.

Anak muda itu mulai berjalan meninggalkan desa. Berjalan menuju kearah selatan. Dari pohon tinggi, bersandar gagak hitam melihat kearah anak muda itu.

"Akhirnya kumenemukan mu... kwakkkk... kwakk " terbang pergi.

***

Berjalan tertatih dengan memegang perut dan pipi, menuju gubuk tua yang agak jauh dari desa. Membuka pintu dan langsung menuju kamar belakang yang pintunya terbuka lebar. Terbaring pria tua diatas ranjang.

"Paman Hibi, aku pulang!! Lihat apa yang kubawa. Sebuah apel yang enak" meletakkan apel dimeja dekat ranjang.

Secto mulai duduk didekat ranjang, memegang tangan pria tua tersebut. Tangan yang dingin dan tak bergerak. Secto memanggil dan menghangatkan.

"Paman Hibi? Paman.!! Kenapa tubuh paman sangat dingin? jawab aku paman!" memeriksa nadi dan jantungnya.

Menggoyang-goyang tubuh pria tua. Mencoba memercikkan air ke muka paman tersebut. Usaha demi usaha dilakukan demi membangunkannya. Tapi tak ada harapan, dia sudah mati. Secto mulai meneteskan air mata. Menangis dengan keras.

"Paman Hibi!!! jangan tinggalkan aku!! Hanya kau, yang aku punya paman. Lihat paman! akhirnya kita mendapat makanan. Paman Hibi!!!" menangis keras.

Cahaya aneh muncul dari kepala pria tua tersebut. Secto terkejut melihatnya.

"Cahaya apa itu? Arghh... Arghh!!!" berteriak.

Cahaya itu melesat dengan cepat menuju mata Secto. Secto pingsan dan tak sadarkan diri. Tak lama, ia mulai terbangun di padang rumput yang indah. Berdiri melihat area sekitar. Dari jauh, terlihat pohon besar nan rindang dan seorang pria tua dibawahnya.

Secto mulai berjalan kearah pohon besar itu. Wajah pria tua yang tak asing baginya. Mulai menetaskan air mata. Berlari keaeah pria tua itu dan memeluk pria tua tersebut.

"Paman Hibi..!! Kau masih hidup? Aku takut kau akan meninggalkanku" memeluk erat.

"Maaf Secto, paman sudah tidak bisa bersamamu lagi. Kau berada disini, karena ada sesuatu yang harus aku sampaikan padamu" mengelus rambutnya.

"Apa maksut paman?!! Ini tidak nyata.. Kau tidak akan meninggalkanku bukan?" menangis.

"Secto!! Dengankan aku! Maaf Secto.. Aku sudah tidak punya waktu lagi. Sebenarnya, ada kemungkinan ayah dan ibumu masih hidup"

"Paman Hibi tolong jangan bercanda, paman bukan orang yang seperti itu" kaget.

Angin mulai berhembus. Rumput-rumput bergoyang tertiup angin. Daun-daun pohon besar saling bergesek satu sama lain.

"Secto, 16 tahun yang lalu, kau adalah anak yang dititipkan oleh orang tuamu kepadaku. Sekarang kau sudah berumur 16 tahun dan harus mencari jati dirimu" melihat keatas pohon.

"Apa maksud paman? Walaupun mereka masih hidup, aku tak tahu dimana mereka. Dilain sisi, aku hanya anak yang tidak bisa apa-apa. Aku hanya anak dengan kutukan sihir aneh. Aku hanya bencana! mereka pasti tidak mau melihatku"

"Kau salah Secto! Kau adalah anak istimewa yang memiliki sihir yang indah. Suatu saat, sihirmu itu akan bermanfaat untuk orang lain. Dan kau bukanlah anak kutukan. Paman percaya itu semua" tersenyum.

Tanah di padang rumput mulai bergetar. Dari ujung, warna langit dan rumput mulai terlihat memudar. Cahaya disekitar mulai meredup.

"Paman Hibi, apa yang terjadi?" gelisah.

"Sudah waktunya paman pergi Secto (tersenyum) Jagalah dirimu baik-baik. Carilah jati dirimu sesungguhnya. Carilah orang tuamu. Kau adalah penyelamat bagi hidup paman"

"Paman... Tolong jangan pergi!!" berteriak.

Semunya berubah hitam pekat. Kesadaran Secto mulai hilang. Ia mulai terbangun dari pingsannya. Melihat kearah ranjang didepannya. Tubuh paman Hibi menghilang dari ranjang. Melihat sekeliling dan mencoba mencari. Terdapat secarik kertas diatas ranjang.

"Paman Hibi!? Dimana Paman Hibi? (Melihat keranjang) Kertas apa ini?" mencoba membuka dan membaca.

02. Rintangan Bermula

Membaca kertas sambil duduk diteras gubuk, melihat dengan seksama kata demi kata. Melihat keatas langit biru.

"Ini adalah petunjuk keberadaan orang tuaku... Tapi apa maksud paman dengan kata "Rahasia Sihir Es" ".

memegang kepala dan berfikir.

Dari jauh nampak 3 orang berjubah putih melangkah ke arah gubuk. Sinar matahari yang terik menyengat mata. Secto tidak bisa melihat 3 orang tersebut. Mataharipun tertutup awan. Tiba-tiba 3 orang itu berada di depan Secto.

"Wahhh... Siapa kalian?" kaget dan terjatuh.

"Anak muda! serahkan gulungan rahasia kepada kami atau kuhabisi nyawamu".

"Apa maksudmu? aku tidak tahu maksud kalian" panik

Satu orang berjubah mencoba menghunus pedang kearah Secto. Mengelak dan masuk ke gubuk, mengambil pedang kayu dari bilik kamar.

"Anak muda... Jangan buat kami repot. Serahkan gulungan itu dan matilah dengan tenang" menunjuk dengan pedang.

"Walaupun aku punya... aku tidak akan menyerahkan kepada kalian para penjahat" memegang erat pedang kayu.

Salah seorang berjubah dari kanan mulai merapal mantra, seorang dari kiri mulai maju menyerang. Secto berusaha bertahan. Mengelak dan berguling dilantai. Kakinya terkena tali pengikat. Jebakan itu membuatnya tak bisa bergerak. Cahaya api nampak didepan mata, "Sihir Api : Semburan Salamander".

Terlempar menembus tembok kayu.

Bruakkk!!! Duarrr!!

Separuh gubuk hancur terbakar. Secto terkapar didekat pohon rindang. Salah seorang berjubah putih membuka jubahnya. Mendekat maju dan mencekik Secto.

"Cepat katakan dimana gulungan rahasia itu" Menatap tajam.

"Kau Iblis.. Aaaakkuuu ti..ti..dak a..a..kan mengatakannya" memegang tangan pria itu.

"Benar-benar menyedihkan... Bocah lemah dan ditakdirkan mati. Sama seperti Hibi, pria bodoh yang mati sia-sia"

Suasana hening...

berhembus angin dingin sekitar Secto. Tangan pria berambut merah itu membeku perlahan. Melepaskan tangan dan meloncat menjauh. Melihat ke depan dengan tersenyum.

"Hemm... Sungguh menarik. Jadi kau pemilik sihir terlarang itu bocah."

"Jangan hina paman Hibi!!! Atau kubunuh kau." mata berubah biru.

Pria berambut merah merapalkan mantra sihir "Sihir Api : Jiwa Naga". Api mencul diatas pria berambut merah. Membentuk naga api besar. Sihir api tingkat tinggi. Mebakar area sekitar. Kulit kedua orang berjubah ikut melepuh. Segera dia melemparkan sihir kerah anak muda itu.

Secto melayang dengan aura sihir es, mengumpulkan energi alam. Aura dingin menyelimuti area tersebut. Rapalan mantra terucap dari bibir "Sihir Es Tingkat 1 : Amarah Sang Dewa". Cahaya berkumpul di tangan anak itu. Melayangkan serangan ke arah pria berambut merah.

Angin dingin menerjang seluruh area. 2 orang berjubah meloncat ke arah pria berambut merah. Membeku seketika. Sihir naga api membeku tak berdaya. Terlihat 3 orang tersebut menutupi dirinya dengan jubah. Berdiri dan melihat area sekitar. Secto menghilang dari tempat itu. Pria berambut merah tertawa.

"Hahahaha.......!!! Jadi ini kekuatan rahasia itu." mata penuh nafsu.

"Tuan muda Inggrit, apakah tuan baik-baik saja?" berlutut.

"Ya aku baik-baik saja. Sihir Naga api tingkat tinggiku dipatahkan dengan begitu mudahnya. Ha..Ha..haha." tersenyum.

"Anak itu benar-benar kuat tuan. Bahkan jubah pemberian Ratu Liza yang setara tingkat 5, rusak dan membeku."

"Bajingan kau Ratu Liza!!! Ingin memiliki sihir ini sendirian. Aku pasti akan mendapatkan kekuatan ini dan membuatmu bertekuk lutut. Hahahaha..." tertawa keras.

***

Angin berhembus menerjang pohon besar. Mata terbuka dan tersadar. Terik matahari yang masuk disela-sela daun. Terlihat gadis cantik menatap dengan datar. Mulai bangun dan mencoba bersandar.

"Dimana ini? Apa yang telah kulakukan? Siapa Kau?" berbicara lemas.

"Seharusnya aku yang berkata demikian. Kau yang tiba-tiba jatuh dari langit saat aku berlatih dihutan."

"Ah.. Maaf... Aku Secto. Aku dari desa Wiki".

Menceritakan kejadian kepada gadis itu. Bercerita seadanya. Berusaha menyembunyikan rahasia.

"Emm.. Aku paham. Tapi tenaglah, disini kau aman. Desa Huwai adalah tempat paling aman dikerajaan Yama. Walau tidak besar tapi kekuatan tempurnya lebih hebat dari desa-desa lain."

"Siapa namamu? kau adalah ras elf bukan?"

"Namaku Tya, aku berkelana dari kerajaan Tifa dan mencoba mencari pedang suci."

"Kerajaan Tifa? Itu merupakan kerajaan suci yang paling disegani dari ke 4 kerajaan.. (Bukankah kerajaan Tifa adalah tempat yang tertulis dikertas paman Hibi)"

Waktu terus berlalu. Haripun menjelang petang. Mereka berdua bergegas pergi ke desa. Mencari penginapan. Secto terhenti didepan pintu.

"Kenapa berhenti? kau tidak masuk? aku sudah lapar" bertanya-tanya.

"aku tidak punya uang sama sekali. Kau minginap saja sendiri. Aku akan tidur di gudang desa saja."

Berdiri seorang pria berambut putih. Bersama beberapa pengawal. Mendekat kearah pintu penginapan

"Hei... Anak Muda".

03. Petualangan Di Mulai

Menoleh ke belakang. Menatap dan terdiam. Hembusan angin menambah tegang kulit tubuh yang kedinginan. Pria berambut putih mendekatinya. Memulai percapakan.

"Hei... Anak muda. Bukankah kau anak dari desa Wiki. Kenapa kau berada disini? Jarak di desa itu cukup jauh" menatap curiga.

"Aaa... Aku hanya mencoba peruntungan baru di desa ini. He...he.." mulai gelisah.

Gadis didepan pintu melihat ke arah pria berambut putih. Mendekatinya dan berteriak.

"Kakak Robert... Benarkah ini kakak Robert?" melihat dengan seksama.

"Ohh.. Kau rupanya Tya. Bagaimana kabarmu? sudah 4 bulan lalu kita tidak bertemu." tersenyum

"Tenang saja aku gadis kuat hehe... Apakah kakak mengenal Secto?"

"Tidak, aku hanya pernah bertemu dengannya saat dia ditindas preman Hans. Apakah dia temanmu?" menatap Secto.

"Emm bisa dibilang begitu. Kami bertemu dihutan barat saat aku latihan seni sihir."

Berjalan mendekat ke arah anak muda itu. Memegang pundaknya. Dan mulai membisikkan sesuatu.

"Kalau kau berani-berani menyakiti Tya ataupun berniat jahat padanya. Aku tidak segan-segan membunuhmu!"

Meninggalkan mereka berdua. Masuk ke penginapan bersama beberapa pengawal kerajaan. Gadis itu melihat ke arah Secto. Mengajak masuk ke penginapan. Malampun datang. Hiruk pikuk warga mulai tak terlihat. Lampu desa serempak menyala dengan indah. Masing-masing orang memasuki kamar. Pembicaraan pun dimulai.

"Tya, maaf kalau aku merepotkanmu. Menyewa kamar VIP dengan 2 Tempat tidur. Bahkan semuanya kau yang membayar" menunduk.

"Ah.. Sudahlah... Bukankah kita sudah menjadi teman" tersenyum.

"Tya.. Bolehkan aku bertanya sesuatu yang penting kepadamu? Aku tahu ini tidak sopan. Tapi apakah kau tau air terjun harapan?" serius dan berkeringat.

Bangun daru tempat tidurnya. Berlari menuju pintu. Menutup dengan keras. Melirik Secto dengan tatapan tajam.

"Darimana kau tahu tentang air terjun itu?" Melihat tajam.

"Emm.. Anu... Aku hanya membaca dari buku pamanku. He..he. Kumohon beritahu aku Tya. Ini Menyangkut hidupku" bersujud.

"Bangkitlah... Sebelum kujawab. Jangan pernah menyebut nama air terjun itu disembarang tempat! Kau paham?.." Tegas.

"baik aku mengerti. Aku minta maaf" serius.

Angin malam berhembus dengan kencang. Menabrak jendela penginapan dengan perlahan. Suasana menjadi hening. Seketika suara hewan malam mulai terdengar. Canggung, hawa serius mulai memenuhi kamar itu. Gadis itu bercerita dengan pelan. Anak muda menyimak dengan seksama.

"Hanya itu yang bisa kuceritakan padamu. Ini adalah rahasia bangsa elf. Kenapa kau bersikeras bertanya tentang hal ini?" Curiga.

"Aku tidak bisa memberitahumu saat ini. Namun, suatu saat pasti aku akan bercerita kepadamu. Aku berjanji! (Maaf Tya. Aku harus mencari jati diriku, sihir aneh dalam tubuh dan orang tuaku. Dan hanya air terjun itu yang bisa memberi jawaban kepadaku" penuh harap.

"Hmm... Baiklah aku percaya... Tapi janji adalah janji, dan kau harus bercerita suatu saat nanti! Untuk Selanjutnya apa yang akan kau lakukan?" bertanya-tanya.

"aku harus pergi kekerajaan Tifa dan mecari air terjun itu.. Hanya itu pentunjukku saat ini"

Mengistirahatkan tubuh. Merekapun tertidur pulas. Malam semakin berlalu. Pagi menjelang dengan munculnya hiruk pikuk warga desa. Anak muda yang terbangun dari tempat tidurnya. Membuka jendela. Melihat kearah langit. Membuka pintu dengan keras. Terlihat gadis cantik berdiri didepan pintu kamar. Sambil tersenyum. Terkena sinar mentari pagi. Menyinari wajahnya. Melihat gadis itu dengan seksama.

"Cantik Sekali" berbicara pelan.

"Baiklah... Sudah kuputuskan." Tersenyum

***

Para petualangan dengan lahap memakan makanan di lantai bawah. Suasana hangat dipagi hari. Kicauan burung yang saling bernyanyi. Terdapat percakapan dimeja sebelah pintu.

"Apakah kau yakin mau ikut denganku Tya? mungkin aku akan selalu menemui bahaya" memastikan.

"Tenang saja. Aku sudah bulatkan tekadku untuk ikut. Dan jangan lupa aku adalah gadis yang kuat dan dari bangsa Elf".

"Baiklah... Aku percaya kepadamu. Anggap saja ini balas budiku karena telah merepotkanmu" tersenyum.

"Bagus!... Tapi sebaiknya sebelum kita mulai berpetualangan, kita harus ke goa dungeon untuk mencari senjata dan armor untuk keselamatan kita. Bagaimana?"

"Baiklah... Aku setuju"

Segerombolan petualang berkumpul dilapangan. Senjata dan armor tingkat menengah dipakai oleh mereka. Terlihat 2 anak muda yang ikut dibarisan belakang. Datang pria berambut putih naik kepodium ditengah lapangan. Berbicara dengan keras dan lantang ke semua petualang. Aturan dan syarat diucapkan. Robert Menghunus pedang kearah hutan barat.

"Para petualangan! Mari kita takhlukkan goa dungeon Blizzard!!!" berteriak.

"Yaaaaaaaa...!!! Woaaaaaa..!!!" suara seluruh petualang.

Tersenyum dan melihat kearah barat. Membulatkan tekad. Menggepalkan tangan. Melihat dengan penuh semngat.

"Ayo kita mulai Petualangan ini" bersemangat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!