Suasana pagi ini tidak seperti biasa.
Kedua orang yang sedang duduk di ruang makan itu.
Terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Pa, Germilang belum saja mau keluar dari kamar."
Adu seseorang wanita, Tamaya Mama dari Germilang.
Lelaki tua yang mendengar perkataan Tamaya pun sedikit mememjam kan mata nya.
"Germilang sangat terpukul atas kematian Bintang."
Balas lelaki tua itu, dia adalah Wijaya. Papa Germilang.
Tamaya mengangguk.
"Apakah perlu kita Carikan pengganti Bintang? Mama tidak tega melihat Germilang seperti itu terus."
Ucap Tamaya yang mengkhawatirkan keadaan anak nya.
"Untuk saat ini, papa tidak yakin Ada seseorang yang bisa menggantikan posisi Bintang." Balas Wijaya yang sudah menebak ke depan nya.
"Tapi tidak salah nya mencoba, siapa tau ada wanita yang menarik Dimata Germilang selain Bintang." Lanjut nya lagi, setelah ia pikir dua kali bahwa ide istri nya bisa saja berhasil.
...
Disini lain.
Dirumah Keluarga Besar Aksara atau Keluarga Bintang, yang masih diselimuti duka karena kehilangan anak perempuan satu-satu nya.
"Apakah ada seseorang sejahat itu pa? Dia menabrak anak kesayangan kita hingga tewas, Lalu dia kabur begitu saja. Mama tidak akan pernah ikhlas pa!"
Ucap histeris Mayang, mama bintang yang belum bisa menerima kepergian anak gadis kesayangan nya itu.
"Mama, mungkin ini sudah takdir tuhan. Papa juga masih belum bisa ikhlas. Tapi kita harus berusaha ikhlas ma. Biarin bintang tenang disana"
Ucap lelaki yang berstatus papa dari Bintang dan suami dari Mayang, Herman.
Herman menenangkan istri nya.
Ia memeluk Mayang ke dalam dekapan nya.
"Bagaimana dengan Germilang pa? Apakah dia masih terpukul?" Tanya Mayang yang masih dalam dekapan suami nya.
"Dia sama seperti mu, dia belum iklhas. Bahkan kata keluarga nya Germilang tidak mau keluar kamar sama sekali."
Jawab Herman memberitahukan tentang kabar Germilang.
Baru saja mereka akan melihat putri kesayangan nya akan menikah 2 bulan lagi dengan lelaki pilihan nya, Germilang.
Namun Tuhan berkata lain.
"Bintang, lihat karena kepergian mu. Banyak orang yang menderita, Kembali lah nak."
"Mama mohon"
Mayang kembali menangis, Pikiran otak nya terus memutar memori masa-masa saat Bintang masih hidup.
Ia teringat.
1 Minggu sebelum meninggal nya bintang, ia dan bintang sempat ada waktu bersama membuat kue.
~Flashback on
2 Perempuan, anak dan ibu itu sibuk berkutat di dapur.
"Ma, kalo rasa kue nya ga enak gimana?"
Tanya polos bintang pada mama nya.
Mayang Terkekeh, Saat mendengar Bintang bertanya seperti itu.
"Bintang sayang, kalo yang buat gadis manis kaya kamu. Semua nya akan terasa lebih manis" Canda Mayang sambil Tertawa kecil.
Bintang tersenyum lebar mendengar Candaan mama nya.
"Ih mama, aku serius tau. Takut nya nanti milang ga suka sama kue nya." Ucap Bintang sambil memanyunkan bibir nya.
Mayang sungguh gemas melihat anak gadis nya ini, sungguh gadis kecil di mata dirinya.
"Percaya sama mama, Germilang bakal suka sama kue nya. Apalagi yang buat calon istri dan calon mertuanya nya" Balas Mayang yang sukses membuat Bintang tersenyum malu.
Mayang memang gemar menggoda anak gadis nya ini.
~Flashback off
Tanpa sadar kedua pipinya sudah basah, karena tangisan nya itu.
"Pa, Siapa pun yang udah buat bintang tewas harus dapet hukuman seberat-beratnya!"
Ucap Mayang sambil menatap suaminya.
Herman tersenyum tipis.
"Papa janji, papa bakal nyari sampai ketemu yang udah nabrak bintang." Ucap Herman sambil menghapus sisa sisa air mata Mayang di pipinya.
"Mama jangan sedih lagi ya"
...
Matahari sudah berada di atas, menandakan suasana sudah berganti siang.
Germilang akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar.
Karena ia tahu keadaan rumah sudah sepi. Papanya pergi ke kantor tadi pagi dan mama nya yang 30 menit lalu pergi ke butik milik keluarga nya.
Jujur, Lelaki Berumur 23 tahun itu merasakan lapar.
Karena dari kemarin pemakaman Bintang ia belum makan sama sekali.
Langkah kaki nya terhenti.
Saat melihat Bi Inah, Pembantu dirumah nya itu sedang berberes di dapur.
"Den Germilang, sudah bangun?" Tanya Bi Inah sambil tersenyum.
Germilang tersenyum, membalas senyum bi Inah.
"Sudah bi" Jawab nya dengan sopan.
"Mau makan atau minum?" Tanya lagi Bi Inah yang menawari Germilang.
Germilang Terdiam dan berpikir sejenak.
Saat ini ia masih mengingat mendiang Bintang. Berhubung Bintang sangat menyukai Nasi goreng telur mata sapi.
Ia memutuskan untuk memakan Nasi goreng telur mata sapi, makanan favorit Tunangan nya itu.
"Bi Inah, Aku mau makan nasi goreng telur mata sapi."
Bi Inah mengangguk.
"Iya den, Bibi Buatin. Sebentar ya." Balas Bi Inah.
"Nanti, Minta Tolong anter ke ruang tengah ya bi kalo udah jadi." Pinta Germilang kepada Bi Inah.
"Siap den." Jawab Bi Inah sambil menganggukkan kepalanya.
Langkah kaki Germilang berjalan lagi menuju Ruang tengah.
Setelah sampai di ruang tengah,
ia memilih untuk duduk di soffa panjang.
Tiba-tiba mata nya terfokus ke arah bingkai foto yang memang dipajang di dinding Ruang tengah.
Ia melihat lama foto itu, mata Germilang sedikit berkaca-kaca saat menatap lekat foto dalam bingkai itu.
"Bintang, apakah kau masih ingat dengan foto itu?"
Apakah yang ada di dalam foto itu?
Foto Bintang?
Foto itu berisi, Kenangan saat Germilang dan Bintang Bertunangan di pulau Bali.
Foto itu di ambil 6 bulan lalu.
Bagi Germilang kenangan tersebut tak akan bisa dilupakan.
Sulit bagi Germilang untuk menerima takdir.
Ia sudah berpacaran dari SMA dengan Bintang.
Ia sudah Melamar Bintang.
Ia sudah Tunangan dengan Bintang.
Dan Ia sudah menyiapkan Rencana menikahi Bintang 2 Bulan lagi.
2 bulan lagi, bukan waktu yang lama.
5 Tahun Mereka Menjalin hubungan.
Seberapa kah sebentar lama nya waktu.
Takdir tetap takdir.
Wanita yang ia cinta itu meninggal begitu mengenaskan, Badan nya Tergeletak Lemas di tengah jalan dengan berlumuran darah.
Tuhan telah mengambil nya, tapi tidak dengan kenangan nya.
...
Disebuah tempat.
Wanita berambut pendek pirang itu, duduk dengan gemetar, wajahnya pucat pasi dan gerak gerik tubuhnya seperti tidak tenang.
Bisa ditebak ia sedang ketakutan.
Ia menggigit bibir bawahnya, Tangan kanan nya meremas kuat ujung dress nya bertujuan mengurangi rasa takut nya.
BRAKKK...
Suara Pintu dibuka dengan keras.
Wanita itu yang tadi nya menundukkan kepalanya mulai mendongakkan kepala nya untuk melihat siapa yang datang.
"Mami?"
Dan benar orang yang membuat ia katakutan dari tadi itu datang.
Wanita yang di sebut mami itu menatap tajam ke arah wanita pirang itu.
"Maaf mam, Aku tidak bisa membayar nya sekarang" Ucap wanita pirang itu dengan nada yang pelan.
Tubuh nya seketika menegang.
"Cahaya, Kau itu Pelacur murahan!"
Cahaya? Pelacur?
Siapa sebenarnya dia?
...
Bonus Puisi
Cahaya Gelap
Karya: Miftahul Kasanah
Cahaya itu yang menyinari Kegelapan
Cahaya itu yang membuat Bayangan
Cahaya itu yang meninggalkan Kenangan
Cahaya itu yang menciptakan Kesepian
Cahaya itu terdiam saja
Cahaya itu terasa hampa
Bisakah Cahaya itu gelap?
Sepertinya Cahaya itu sudah terlelap
Cahaya itu ingin di cintai
Agar tidak begitu sunyi
Cahaya itu sudah tak tahu arah
Bimbing lah cahaya itu agar tau mau kemana.
Untuk bab ini, sedikit mengandung bahasa kasar!
"CAHAYA, KAU ITU PELACUR MURAHAN!"
Caci mami kepada wanita pirang yang bernama Cahaya itu.
Wanita yang dipanggil Cahaya itu merasa sakit hati mendengar cacian itu.
Walau memang itu adalah kenyataan nya.
Namun dia hanya bisa terdiam, tak kuasa untuk membalas.
Mami berdiri di depan persis Cahaya, Menatap lebih tajam ke arah cahaya.
"Eh ******, Kau itu anak buah ku! Seharusnya gaji permalam mu itu bisa sama seperti yang lain. Namun apa? Bahkan gaji permalam mu saja belum setengah nya."
"Apa kau itu begitu jijik? Hingga tidak ada yang nafsu dengan tubuhmu."
Ucap Mami dengan tatapan yang merendahkan.
Cahaya tetap diam.
Badan nya seketika menegang
Suhu badan nya naik, Keringat sudah membasahi kening nya.
Padahal ruangan itu terdapat AC dan saat ini pula ia sedang memakai dress mini.
"Jangan Diam saja!" Bentak mami.
Cahaya mengumpulkan keberanian untuk menjawab.
"Mam, Akan ku usaha kan." Jawab nya gugup.
"Jangan ngomong doang! ingat kau juga punya masih ada utang dengan ku!" Ucap mami dengan nada menghardik.
"Fokus mencari pelanggan bukan fokus mengurus Kedua Anak haram mu itu!"
Wanita tua itu terus saja mencaci Cahaya.
Cahaya Rela di caci di hina tapi jangan Kedua anak nya.
Mereka tidak tahu apa-apa.
Ingin rasa nya ia menampar wajah wanita itu, tapi ia berusaha untuk menahan emosi nya.
Cahaya mengangguk ragu.
"Baik mam." Balas cahaya.
"Aku sudah tidak tahan lagi, bisa bisa bisnis prostitusi ku bangkrut." Ucap mami.
Cahaya tetap diam.
"KAU, AKU PECAT!"
Denyut jantung Cahaya seketika berhenti mendengar ucapan mami itu.
Dirinya di pecat?
Cahaya belum bisa percaya.
"Tapi kenapa mam?" Tanya Cahaya pelan.
"Pikir lah pake otak!" Hardik mami.
Setelah membentak Cahaya, Mami Berjalan keluar pergi meninggalkan Cahaya yang masih terdiam mematung dengan ribuan pikiran.
Dia bingung akan kerja apa lagi?
Bagaimana dengan kedua anak nya?
Dia tahu, Ini perkerjaan yang tidak baik.
Tapi hanya lah dirinya yang tau alasan sebenarnya.
...
Langit mulai menggelap, Menjelang malam akan tiba.
Germilang merasa jenuh dirumah sendirian. Karena orang tua nya belum pulang juga.
Ia duduk terdiam di tepi ranjang sambil menatap layar ponsel nya, menampilkan foto kekasihnya yang sedang tersenyum manis.
"Bintang, Biasanya suasana malem Minggu seperti ini. Kita jalan jalan di taman."
"Masih ingat kah saat kita kehujanan lalu kita meminum wedang ronde langganan mu."
Tanpa disadari, Germilang tersenyum saat mengingat kenangan itu
"Namun suasana seperti itu tidak akan mungkin ada lagi, kau sudah pergi Bintang."
Entah mengapa, Germilang belum saja bisa ikhlas.
Walau ia sudah berusaha dengan keras untuk melupakan wanita yang sangat dia sayang itu.
Tit...tit...tit
Suara dering telepon yang membuyarkan Lamunan Germilang.
"Ardian?" Ucap nya setelah membaca nama kontak di layar ponsel nya.
Ibu jari Germilang menggeser tombol hijau di layar ponsel nya, ia mengangkat nya.
Lalu ia menempelkan ponsel di telinganya.
"Iya ada apa?" Tanya Germilang.
"Gimana kabar nya bro?" Tanya balik Ardian, Sahabat dekat Germilang.
"Yah seperti ini aja." Jawab Germilang.
"Gua paham, malam ini ada waktu?" Ucap Ardian mengalihkan pembicaraan yang tidak ingin mengungkit tentang kematian Bintang.
"Ada, mau kemana?" Tanya lagi Germilang, dia tahu bahwa Ardian ingin mengajak nya untuk keluar.
"Temen-temen ngadain kumpul-kumpul di club."
Germilang terdiam saat mendengar tempat yang paling ia hindari dari dulu itu disebut.
"Kalo gamau juga gapapa kok bro, gua cuman nawarin lu aja."
Ucap Ardian, ia sudah menebak Sahabat nya itu pasti akan menolak karena ia tau dari dulu Germilang anak nya anti maksiat banget.
Germilang berpikir lagi, saat ini ia juga sedang merasa kesepian. Tidak salah nya juga untuk ikut.
Hanya ikut berkumpul, tidak ikut tentang yang lain nya.
"Oke, ikut." Jawab Germilang.
Dugaan Ardian salah.
"Seriusan?" Tanya Ardian memastikan, ia tak bisa segampang itu percaya.
Mungkin sangking alim nya ya hahaha.
"Ya, Nanti tinggal chat aja alamat club nya" Balas Germilang yang langsung mematikan sambungan telepon dengan Ardian.
Ia bangkit dari duduk nya, meletakkan ponsel nya di atas nakas kamar.
Lalu ia berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuh nya.
...
Germilang sudah siap untuk berangkat.
Ia memakai kaos santai dengan celana panjang berwarna hitam tetapi tetap menampilkan kesan rapi dan cool.
Saat ini ia sedang menyetir menuju club, sesuai dengan alamat yang dikirim kan oleh Ardian.
Dalam mobil itu, ia menyetel lagu dengan judul Broken angel-Arash ft Helena. Lagu kesukaan Bintang.
Germilang dengan serius mendengarkan setiap lirik lagu yang di nyanyikan.
Mata nya fokus menyetir ke depan.
Saat hampir sampai mendekati Club.
Tiba-tiba dalam pandangan nya ia melihat 2 anak perempuan.
Setelah Germilang lihat dengan teliti, mereka kembar.
Satu dari anak kembar itu terisak menangis.
Germilang memberhentikan mobil nya di depan kedua anak kembar itu.
Lalu ia keluar dari mobil dan menghampiri mereka.
"Hai" sapa Germilang kepada mereka sambil tersenyum manis.
Anak yang menangis itu langsung terdiam.
Kedua anak kembar itu menatap Germilang dengan tatapan polos nya.
"Kenalin Nama Om, Germilang. Nama kalian siapa?" Ucap Germilang dengan lembut.
Lalu Germilang berjongkok di depan mereka agar menyambangi tinggi kedua anak itu.
"Nama Aku aku, Aluna." Jawab Anak yang tidak menangis itu.
Germilang Tersenyum.
"Terus yang nangis ini, Nama nya siapa?"
Tanya Germilang lagi.
Anak yang ditanya itu hanya diam saja.
"Namanya Aluna om, dia adek aku." Jawab Anak yang bernama Alula.
"Aluna kok nangis? Kenapa?" Tanya lagi Germilang.
"Aku pengen sama mama." Jawab anak yang bernama Aluna.
"Loh, mama kalian kemana?"
Belum sempat dijawab.
Tiba-tiba....
"ALULA! ALUNA!" Teriak seseorang wanita.
Germilang berdiri.
Ia, Alula dan Aluna menengok ke arah sumber suara itu.
Terlihat wanita itu keluar dari Club dan berlari sambil berteriak Nama anak kembar itu.
Alula dan Aluna.
"KAMU SIAPA?! MAU NYULIK ANAK SAYA?!"
Germilang melihat wanita itu dari ujung Rambut hingga ujung kaki.
"Anak nya Wanita ini?" Batin Germilang Bertanya.
Yang membuat Germilang tak percaya Karena wanita itu keluar dari Club dan juga karena Penampilan nya.
Rambut nya pendek berpirang dan memakai dress yang begitu pendek.
Tunggu...
Apakah itu Cahaya?
Ya, benar wanita itu adalah Cahaya.
"Mama mama" Panggil Alula.
Cahaya berjongkok di depan kedua anaknya.
"Iya sayang? Kamu sama Luna gapapa kan?" Tanya Cahaya sambil mengelus rambut kedua anak nya.
"Om ini baik ma." Ucap Alula sambil tersenyum menatap Cahaya.
Alula memegang Pipi mama nya.
Mengelus nya secara perlahan.
Hati Cahaya tersentuh mendapat perbuatan dari anak pertama nya itu.
Sedikit menghilangkan rasa stres nya.
"Maaf, Saya bukan orang jahat." Ucap Germilang tiba-tiba.
Cahaya berdiri dan menatap Germilang.
"Muka mu seperti pedofil." Ujar cahaya yang begitu jujur.
Germilang terbelalak kaget.
Bagaimana mungkin diri nya disebut seperti pedofil?
"Wanita aneh." Umpat kesel Germilang dalam hati.
Baru kali ini ia merasa kesal terhadap wanita.
"Biar saya jelaskan, tadi saya melihat anak Tante menangis, saya sebagai manusia yang masih punya rasa simpati. ingin menanyakan kenapa anak Tante menangis, takut nya ada hal yang tidak di inginkan." Jelas Germilang memberitahu.
"Tunggu, Kau memanggil ku apa? Tante? Umur ku masih 26 tahun."
-Bersambung
Germilang menghela nafas nya pelan.
Ia merasa bersalah telah memanggil Cahaya dengan sebutan itu.
"Maaf, tapi aku tidak tau harus memanggil mu apa? Kau lebih tua dari ku 3 tahun." Ujar Germilang.
"Panggil saja Cahaya." Jawab Cahaya.
"Kau ingin pulang?" Tanya Germilang.
Entah mengapa ia tiba-tiba ingin menanyakan itu.
"Iyah." Jawab Cahaya.
"Om mau anterin kita?" Tanya polos Aluna.
"Sayang, om ini pasti sibuk. Nanti kita naik taxi aja." Ujar Cahaya.
"Tidak apa-apa, lagian aku tidak ada kegiatan. Kasian Alula dan Aluna udah malam." Ucap Germilang
Eh..
Tidak ada kegiatan?
Bukan nya niat awal Germilang untuk berkumpul dengan teman-teman nya?
"Kau yakin?" Tanya Cahaya.
Germilang mengangguk pasti.
"Eh iya, siapa nama mu?" Tanya Cahaya yang lupa menanyakan nama Germilang tadi.
"Germilang." Jawab Germilang.
"Aku panggil saja milang." Ucap Cahaya.
Mendengar kata milang.
Ia teringat akan bintang.
Hanya dia lah yang memanggil dengan sebutan milang.
Germilang termenung.
"Ada yang salah kah?" Tanya Cahaya ketika menyadari sikap Germilang berubah.
Germilang menggelengkan kepala nya.
"Baik lah, panggil saja itu."
...
Germilang, Cahaya dan kedua Anak kembar itu Sudah sampai di halaman depan rumah kontrakan kecil.
Mereka turun dari mobil.
"Ini kah rumah nya?" Tanya Germilang Sambil melihat kearah rumah itu.
Cahaya mengangguk.
"Kenapa? Jelek ya?" Tanya balik Cahaya.
"Maksud saya bukan begitu." Jelas Germilang.
Cahaya tersenyum menyengir.
"Aku Hanya bercanda, milang."
Senyum Cahaya, membuat Germilang Terpikat seketika.
"Manis." Ucap Batin Germilang tanpa sadar.
Germilang dalam diam menatap senyum Cahaya.
"Milang, Kau ini dari tadi tiba-tiba diam." Tegur Cahaya.
"Kau sedang tidak kerasukan setan kan?" Lanjut Cahaya.
Pertanyaan macam apa itu.
Hahaha.....
"Mama nih ada-ada aja." Ucap Alula sambil tertawa mendengar Ucapan mama nya itu.
"Sayang, mama takut nya gitu." Balas Cahaya kepada anak pertama nya itu.
"Tidak, Saya hanya sedang memikirkan masalah pekerjaan."
Germilang beralasan, mana mungkin ia berbicara jujur kalo dia sedang terpukau dengan senyum Cahaya.
Germilang?
Bagaimana dengan bintang?
Hanya dengan senyum Cahaya kau bisa melupakan Bintang secepat itu?
"Aku kira, untung nya aja tidak." Balas Cahaya.
"Lula, Luna. Kalian masuk rumah dulu ya, Bersih-bersih setelah itu tidur. Besok kalian sekolah." Suruh Cahaya kepada Kedua anak kembar nya.
"Iya mama" Ucap Alula dan Aluna secara bersamaan.
"Selamat Malam, Kembar." Ucap Germilang sambil Tersenyum kepada Kedua anak itu.
Alula dan Aluna menengok Germilang, lalu membalas senyum Germilang.
"Iya om ganteng" Ucap Mereka berdua.
"Kita masuk dulu ya,om." Ucap Alula seraya berjalan ke arah rumah.
"Dadah mama, dadah om." Ucap Aluna sambil berjalan menyusul Alula.
Kedua anak kembar itu telah masuk ke dalam rumah, hanya meninggalkan Germilang dan Cahaya berdua.
Eh berdua?
Tidak, bertiga
Yang satu setan wkwk
Hening.....
Sunyi....
Tanpa pembicaraan....
Dan Mereka merasa canggung....
Germilang menggaruk tangan nya yang merasa gatal.
Cahaya melihat tangan Germilang, ia melihat terdapat bentolan merah.
"Tangan mu kenapa?" Tanya Cahaya.
Gemilang melihat kedua tangan nya
Memang terdapat bentolan berwarna merah.
"Aku tidak tahu." Jawab Germilang.
Cahaya meraih tangan Germilang dan melihat nya secara dekat.
Entah mengapa Jantung Germilang berdebar dengan cepat.
"Milang, ini jelas-jelas bekas gigitan nyamuk. Kau di gigit nyamuk" Ucap Cahaya memberitahu.
Germilang tetap terdiam, ia tak mampu untuk menjawab. Jantung di dalam terus berdebar seperti ingin copot.
"Huu, kenapa aku ini? jika aku dengan dia dekat selalu saja berdebar secepat ini?" Tanya Germilang dalam hati.
Apakah dia jatuh cinta dengan cahaya?
Apakah ini yang di namakan Cinta pada pandangan pertama?
"Tangan orang kaya memang sensitif ya"
Lanjut Cahaya bercanda.
Germilang tertawa kecil mendengar Candaan Cahaya itu.
"Tidak ada teori seperti itu, kau ini selalu bercanda."
"Itu kenyataan nya loh, haha." Ucap Cahaya yang ikut tertawa.
"Milang, Jika di ditekan seperti ini sakit tidak?" Ujar Cahaya lagi, sambil menekan tepat di bentolan itu menggunakan jari telunjuk nya.
Jika di lihat dari jauh
Mereka berdua seperti sepasang kekasih yang sedang melakukan adegan romantis.
Mendapat perilaku seperti itu dari Cahaya. Kecepatan debar jantung Germilang semakin bertambah cepat.
"Tolong lah, menjauh dari ku Cahaya!
Aku masih ingin hidup." Germilang membantin.
"Sakit kah?" Tanya Cahaya lagi, setelah tadi belum di respon oleh Germilang.
"Tidak." Jawab Germilang sambil menggelengkan kepala nya.
Cahaya melepaskan tangan Germilang.
Lalu ia berucap.
"Kau ingin mampir? Sekedar ngeteh, mungkin. Atau langsung pulang?"
Ardian!
Germilang tiba-tiba mengingat, ia ada janji dengan Ardian.
"Astaga" Batin Germilang.
Germilang melihat jam tangan yang ia pakai.
Menunjukkan pukul 21.00 Wib
Sedangkan ia dari Rumah saja berangkat pukul 18.00 Wib.
Pasti, Ardian akan merajuk.
"Aku langsung pulang saja, Tidak enak dengan tetangga mu." Balas Germilang.
"Ohh, yasudah."
"Aku minta maaf tadi sempat mengira mu penculik dan terimakasih untuk tadi." Ujar Cahaya.
Germilang mengangguk.
"Aku pulang dulu ya, Salam buat Kembar." Pamit Germilang.
...
Di Mobil.
Dalam perjalanan menuju untuk ke Club lagi, Germilang menelpon Ardian.
"Masih di sana?" Tanya Germilang to the point.
"Lu kemana aja? Lihat jam, Telat." Balas Ardian.
Terdengar dari suara nya, Ardian seperti sedang kesal dengan sahabat nya ini.
"Maaf tadi ada acara." Balas singkat Germilang.
"Seenggaknya kabarin dulu lah, gua cape nungguin lu 2 jam lebih." Ujar Ardian.
"Gua top up in skin legend gusion cosmic gleam."
Germilang yakin, itu cara yang paling tepat untuk membujuk sahabat nya yang sedang kesal dengan dirinya itu.
Walau dirinya rugi 3 juta.
"Gua mau banget. Oke, gua maafin."
Balas Ardian yang sangat-sangat bahagia itu.
Dan dugaan Germilang benar.
Akhirnya Ardian bisa mempunyai skin legend mobile legends yang ia impikan itu.
Tanpa mengeluarkan uang nya sendiri.
Telepon pun berakhir.
Germilang memutar mobil nya, ia tidak jadi untuk ke Club lagi.
...
Germilang sudah sampai di rumah.
Ia memakirkan mobil di garansi rumah nya.
Germilang memasuki rumah.
Ia berjalan berlangkah menuju kamar nya.
Langkah nya terhenti di ruang tengah.
Melihat kedua orang tua nya, Wijaya dan Tamaya.
Tamaya tersenyum melihat ke arah Germilang dan menghampiri anak nya.
"Anak mama, dari mana?" Tanya Tamaya sambil memegang bahu anak nya lembut.
"Keluar sama Ardian." Jawab Germilang.
"Kamu sudah merasa baik?" Tanya Tamaya lagi.
Germilang mengangguk.
"Syukur lah."
"Lihat lah papamu, dia sangat khawatir."
Ujar Tamaya.
Wijaya menatap ibu dan anak itu.
"Ma, berhenti lah menjual nama ku." Protes Wijaya kepada Tamaya.
Melihat Ekspresi wajah papa nya membuat Germilang ingin tertawa.
"Tidak apa lah, pa. Biar anak mu ini tersenyum." Balas Tamaya.
"Ma, pa. Germilang tidur dulu ya." Ucap Germilang.
"Tidur lah, jika besok kamu mau, datang lah ke kantor. Papa lihat Ardian kerepotan mengheadle semuanya sendiri" Ujar Wijaya.
Germilang mengangguk.
"Cuci kaki, Cuci Tangan, Cuci muka dan ganti baju." Pinta Tamaya kepada anak nya itu.
Mendengar ucapan mama nya itu
Germilang merasa seperti menjadi anak kecil.
"Iya mama." Balas Germilang.
Cup....
Germilang mengecup kening Tamaya sebelum ia berlangkah jalan menuju kamar.
Mendapat perilaku manis dari Germilang.
Membuat Tamaya menyungging senyum.
...
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!