_•Happy Reading•_
Kala itu langit yang di penuhi cahaya jingga keemasan begitu sangat memukau bagi netra siapa saja yang memandangnya. Hamparan luas pegunungan yang di kelilingi pemandangan pohon bak seperti lukisan, dapat terlihat jelas di tepian danau buatan sedang duduk kedua bocah sambil bersenda gurau. Danau yang sudah menjadi tempat favorit bagi keduanya, kedua bocah itu bernama EZRA dan ARETHA.
Mereka begitu sangat akrab sejak mereka diusia yang masih kecil. Meskipun usia Ezra yang terpaut lebih tua satu tahun dari Aretha sehingga banyak yang mengira bahwa mereka adalah kakak beradik. Mereka memang terlihat begitu menyayangi satu sama lain meskipun mereka bukan terlahir dari rahim seorang ibu yang sama. Ya, akan tetapi kasih sayang mereka memang patut di bilang seperti kakak beradik.
"Kak, coba kakak lihat kearah langit itu." tunjuknya kearah hamparan langit yang terlihat cerah. "Langitnya bagus sekali kan, ka? Warnanya begitu sangat indah." seru Aretha begitu terdengar ceria bahkan ia masih sambil menunjuk ke arah langit depan pandangan matanya.
"Em," angguknya. "Sungguh terlihat luar biasa." lanjut Ezra tersenyum bahagia.
"Aretha, kamu tahu tidak? Kalau kamu tidak akan pernah bisa melihat sebuah pelangi tanpa adanya hujan terlebih dahulu?" serunya kembali sambil sesekali memandang ke arah Aretha lalu sedetik kemudian mengarah kembali memandang ke arah langit.
"Ya aku tahu lah kak, mana mungkin ada pelangi kalau tidak ada hujan terlebih dahulu. Tapi mengapa kakak malah bertanya tentang sebuah pelangi tanpa adanya hujan?!"
Pandangan Aretha mengarah ke anak cowok disebelahnya. "Aneh sekali, sedangkan kita saja saat ini tengah membicarakan warna langit itu, Ka." protes Aretha geleng-geleng kepala.
Protesan Aretha terhadap dirinya mampu membuat ia tertawa kencang. "Ha..ha..ha.." tawa Ezra terdengar begitu menggelegar di kuping gadis itu sehingga ia reflek menatap kembali kearah Ezra dengan tatapan yang menghunus tajam.
"Karena kamu dan kakak begitu sangat menyukai hujan, bukan?"
"Lalu apa hubungannya? Kakak ini tidak nyambung sama sekali!"
"Kita ini ibarat sebuah pelangi dan hujan. Jika kamu bersedih dan merasakan sebuah kerinduan karena seseorang, kamu harus ingat bahwa kakak akan selalu ada untuk menghapus air mata kamu dan akan memberikan warna pelangi itu. Pelangi yang bersinar indah di balik hujan, itu berarti tandanya akan ada sebuah kebahagiaan setelah derai air mata kesedihan kita. Pelangi yang muncul setelah hujan menjadi janji alam jika masa buruk telah berlalu dan masa depan akan baik-baik saja."
"Cie, Cie, kakak kenapa puitis banget, sih." ledek Aretha.
"Itu bukan ucapan kakak, tetapi itu adalah ucapan seseorang yang selalu mengingatkan kakak."
"Oh, jadi itu bukan dari hati kakak sendiri ya? Melainkan copas (Copy paste) milik orang lain. Aretha pikir itu dari hati kakak sendiri." seolah-olah merasa kecewa terhadap ucapan kakaknya.
Ezra yang melihat mimik wajah Aretha yang begitu menggemaskan. Membuat Ezra tersenyum sambil mencubit pipi gembul bocah cantik di sampingnya itu. "Kamu itu lucu banget, sih!" ucap Ezra yang makin mempererat cubitannya serta menggoyangkan pipi gembul bocah cantik itu.
"Aduh, ih Kakak sakit." seru kencang Aretha sambil melepaskan kedua tangan Ezra dari pipinya. Kemudian langsung segera mengusap pipinya yang terasa panas tadi akibat ulah sahabat yang ia anggap kakak sekaligus orang terpenting dalam hidupnya.
"Upss sorry, cantik." ucap Ezra sambil membelai lembut rambut panjang Aretha.
"Memangnya seseorang itu siapa sih, kak? Sepertinya dia begitu sangat berarti untuk hidup Kakak?" tanyanya penasaran.
Tanpa terasa langit kini sudah mulai menunjukkan sisi gelapnya. Warna yang semula terlihat biru, kini menjadi jingga ke orange yang menandakan bahwa hari tengah memasuki waktu Maghrib atau orang-orang menyebutnya dengan kata, "SENJA" (Waktu saat matahari tenggelam.)
"Ayo kita pulang." ajak Ezra pada Aretha dan Ezra tak menanggapi pertanyaan Aretha barusan.
"Ayo kak, nanti Bunda dan Mommy nyariin kita. Aku tidak ingin mereka khawatir nantinya."
"Oke anak baik, ayo buruan kamu naik biar kakak gendong kamu dibelakang." perintah Ezra yang kini sudah berjongkok di depan Aretha.
"Tidak kak, tidak!! Aretha ini bukan lagi anak kecil. Aretha sudah dewasa dan juga sudah berat. Jadi, kakak tidak usah menggendong Aretha lagi. Nanti yang ada kakak akan keberatan dan capek bila menggendong Aretha." tolak gadis kecil itu secara halus.
"Kamu tenang aja, kakak ini kan kuat. Seperti kata kamu, kakak ini seperti super Hero yang akan selalu kuat untuk menjaga dan melindungi Princessnya." ucap Ezra bangga dengan membusungkan dadanya.
"Emm, baiklah kalau kakak memaksa. Akan tetapi Aretha tidak ingin nantinya kakak mengeluh capek sehabis menggendong Aretha ya?"
"Siapp Princess!!" memberi hormat. "Kakak akan berjanji tidak akan mengeluh karena capek menggendong mu." Ezra berkata sambil mulai berjalan pulang kerumah dengan Aretha yang sudah berada di gendongan Ezra.
Perlahan-lahan langkah Ezra berjalan, sehingga tanpa terasa mereka sudah berada di depan gerbang masuk kompleks perumahan mereka. Ezra lalu menurunkan Aretha perlahan di depan gerbang rumah gadis kecil itu dan kemudian mereka pulang dan masuk ke dalam rumah mereka masing-masing. Sebelumnya sesaat mereka dalam perjalanan pulang, mereka sudah berjanji akan pergi bermain esok hari seusai mereka pulang beraktivitas di sekolah.
•_To be continued_•
_•Happy Reading•_
"Aretha!!" panggil seseorang yang tengah berlari kecil ke arah Aretha.
"Iya kak" jawabnya.
"Aretha ayo ikut kakak. Ada yang ingin kakak tunjukkan kepada kamu." ucap Ezra yang terengah-engah sesaat ia sudah berada beberapa meter di depan gadis itu.
"Memangnya kakak mau ajak Aretha kemana sih? Dan apa yang ingin kakak tunjukkan kepada Aretha, kak?" jawab gadis itu pelan.
"Ayo, ikut saja kemana aku pergi dan mengajak mu serta tidak usah banyak bertanya."
"Ish, kakak ini selalu saja begitu. Kakak sungguh tidak asyikk." gerutu Aretha yang begitu penasaran sambil berkacak pinggang.
Ezra melangkah mendekati Aretha, ia juga menarik tangan kecil itu untuk segera mengikutinya. Sebelum mengajak Aretha pergi Ezra sudah terlebih dahulu meminta izin kepada orang tua mereka.
"Kakak mau ajak aku kemana?" lagi-lagi Ezra hanya mengabaikan pertanyaan Aretha dan terus saja menggandeng tangan itu untuk segera melangkah mengikutinya.
Tak berapa lama, mereka telah sampai di pinggir jalan menuju danau tempat favorit mereka. Aretha pun juga tak lagi banyak bertanya karena Aretha sudah tahu akan kemana tujuan mereka. Kemana lagi jalan setapak yang ia lewati jikalau bukan ke arah danau tempat mereka bermain dan menghabiskan waktu bersama-sama.
"Aku pikir kita akan pergi kemana, kak! Kalau hanya untuk kesini mengapa kakak begitu sangat heboh dan harus menarik-narik tangan ku." gerutu gadis kecil itu.
"Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan kepada mu, Aretha."
"Apa? Danau itu." tunjuk Aretha ke arah danau.
"Bukan!!"
"Lalu apa? Pemandangan gunung itu?" kembali menunjuk ke arah gunung yang terhampar luas di sebrang danau.
"Bukan!!"
"Ayo lah kak, semuanya sudah bosan aku lihat. Apa yang akan kakak tunjukkan?"
"Coba kamu lihat ke arah sana." tunjuk Ezra memberitahu Aretha dan Aretha mengarahkan pandangannya mengikuti kemana arah tangan Ezra mengarah.
"KAKAK." teriak Aretha takjub sambil berlari ke arah pohon besar yang sudah di sulap diatasnya menjadi sebuah rumah kecil yang biasa orang menyebutnya sebagai rumah pohon.
"Kak, ini sungguh bagus. Apakah kakak yang membuat rumah pohon itu?" tanya Aretha antusias.
"Ya" angguk Ezra.
"Sungguh? Kapan kakak membuat semua itu?"
"kamu tidak percaya kalau itu memang aku yang buat."
"Bukan begitu maksud ku, kak! Hanya saja aku masih bingung sedangkan kemarin saat kita pulang dari danau semua ini belum ada."
"Tadi sepulang sekolah aku langsung membuatnya. Hari ini kakak pulang lebih awal dari biasanya." jelas Ezra. "Maka dari itu, kakak langsung kesini dan membawa alat-alat milik Mang Oleh (Security keluarga Albareesh) sekaligus meminta bantuannya."
"Oh!!" Aretha hanya beroh ria saja.
"Sebenarnya, sudah dari kemarin kakak ingin membuat rumah pohon ini namun belum ada kesempatan dan baru hari ini Kakak bisa membuatnya." ujarnya.
"Meskipun belum bagus dan rapih, tapi rumah pohon ini sudah bisa digunakan untuk kita berteduh dan bersantai di sini. Kakak tidak ingin melihat kamu kehujanan dan kepanasan saat kita berada di danau. Jadi, ketika hujan kita tidak perlu lagi berlari untuk cepat pulang. Kakak tidak ingin melihat kamu kehujanan dan sakit." Ezra kembali menjelaskan dengan panjang lebar.
"Terimakasih banyak, kak." ucap Aretha bahagia sambil memeluk tubuh Ezra dengan sangat erat. "Sungguh Aretha sangat senang sekali."
"Iya, sama-sama." Ezra tersenyum sambil mengurai pelukan Aretha.
"Kakak bahagia melihat Aretha bahagia seperti ini. Ini adalah hadiah persahabatan kakak untuk kamu, Aretha."
"Sungguh? Ini adalah hadiah persahabatan yang luar biasa ka. Aretha tidak akan melupakan semuanya. Aretha akan selalu mengingat momen bahagia ini." ucap tulus Aretha.
"Kalau begitu kemarilah." ajak Ezra menggenggam tangan kecil Aretha. "Kita harus berfoto bersama dan akan kakak jadikan hiasan di dalam rumah pohon ini. Nanti semua foto kita hari ini akan kakak gantung bersama foto-foto yang sudah kakak hias di dalam sana."
"Baik kak." Aretha tersenyum bahagia.
Melihat senyum bahagia terpaut di wajah Aretha saat ini menjadikan Ezra terpaksa harus berbohong. Ezra sungguh menjadi tidak tega bila harus jujur menceritakan tentang kepergiannya besok. Kepergian yang mengharuskan ia untuk pindah dan menetap tinggal di Paris menyusul kedua kakaknya yang terlebih dahulu menetap disana.
Akan tetapi, perasaan Ezra saat ini tidak mampu dan juga tidak tega bila harus membohongi Aretha seperti ini. Ezra menjadi binggung harus bagaimana namun sungguh Ezra harus terpaksa mengatakan hal ini.
"Aretha?" panggil Ezra pelan.
Aretha menengok, "Iya kak ada apa?" serunya sesaat kemudian ia kembali fokus kearah kamera handphonenya.
"Ada yang ingin kakak bicarakan dengan Aretha tapi tidak disini." lalu Ezra menarik tangan Aretha yang sedang berselfi ria untuk segera naik ke atas rumah pohon.
"Ayo cepat naik, kamu harus lihat ke dalam rumah pohon ini. Aku sudah menghiasinya dengan sangat cantik seperti dirimu."
"Tapi kak? Kakak ingin mengatakan apa pada Aretha?"
"Nanti akan aku katakan ketika sudah berada di atas." Ezra mendorong pelan Aretha agar cepat naik keatas rumah pohon tersebut.
Ketika sampai di atas Aretha dibuat takjub dengan hiasan yang berada di dalam rumah pohon itu. Berbagai macam foto yang selalu Ezra abadikan di setiap momennya bersama Aretha semuanya bergantung rapih dan indah. Tak lupa juga Ezra menambahkan hiasan kerlap kerlip lampu-lampu tumblr berwarna warm white dan hiasan Bunga Edelweiss.
Aretha sungguh bahagia dan sedikit melupakan rasa penasarannya terhadap apa yang ingin Ezra bicarakan tadi.
Setelah Aretha puas melihat ruang dalam rumah pohon tersebut, kini giliran Ezra mengajaknya kesisi luar rumah pohon itu. Tak lupa juga Ezra menambahkan sisi luar dengan sebuah ayunan jaring-jaring dan bangku kecil yang di tata menghadap ke arah hamparan luasnya danau dengan background gunung. Ezra ingin, Aretha dapat nyaman berada di dalam rumah pohon yang ia buat.
"Bagaimana pemandangan di sini? Apakah kamu suka?"
"Aku suka sekali kak, ini sungguh luar biasa." ucap Aretha terharu.
"Kamu bisa melihat seluruh pemandangan dari atas sini. Nanti jika kamu merindukan kakak, kamu bisa kesini dan lihat lah ke arah sana." tunjuk Ezra lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Pasti kamu akan menemukan kakak."
"Maksud kakak apa? Memangnya kakak ingin pergi jauh kesana?" seru Aretha yang mengingat kembali prihal yang ingin Ezra katakan padanya.
"Oh iya, tadi apa yang ingin kakak bicarakan pada Aretha?" tanya Aretha dengan mimik wajah penasaran yang sungguh terlihat menggemaskan.
"Seandainya aku pergi meninggalkan kamu, apakah kamu akan marah dan sedih?" tanya Ezra.
"Marah sih tidak!" Aretha tampak berpikir sejenak, kemudian ia melanjutkan lagi perkataannya. "Tetapi aku pasti akan sangat sedih. Memangnya kakak ingin pergi kemana? Dan kenapa kakak sampai harus bertanya seperti itu?"
"Besok Daddy kakak akan pulang ke sini dan ia akan menjemput kakak serta Mommy!"
"Itu artinya kakak beneran akan pergi?" sela Aretha sebelum Ezra menyelesaikan perkataannya.
"Iya." jawab Ezra di sertai anggukkan kepala.
"Kakak akan pergi kemana?" Aretha bertanya dengan nada gemetar menahan sedih di hatinya yang tiba-tiba saja menyerang.
"Besok itu kan hari terakhir kakak masuk sekolah setelah beberapa hari kemarin kakak melewati ujian kelulusan. Jadi kakak akan berlibur ke Paris selama masa liburan kelulusan kakak. Tadinya kakak ingin menolak untuk pergi, namun kakak tidak mungkin bila harus tinggal di sini sendirian mengingat kakak hanya tinggal bersama Mommy dan adik You. Tetapi kakak juga berat kalau harus ninggalin kamu disini, maafkan kakak." jelas Ezra merasa bersalah.
"Kakak tidak perlu meminta maaf seperti ini. Aretha sungguh sangat mengerti kok. Lagiankan kakak hanya pergi berlibur bukan menetap disana. Itu hanya dua minggu kak, kenapa kakak bersikap seperti kakak ingin pergi dalam waktu yang sangat lama."
Akhirnya air mata yang sempat tertahan itu kini menetes juga tanpa permisi. Buru-buru Aretha menghapus air matanya yang menetes. Aretha merasa kalau Ezra sedang lagi berbohong mengenai kepergiannya.
"Kakak tidak perlu khawatirkan Aretha sampai seperti ini, Aretha akan baik-baik saja selama kakak pergi berlibur. Aretha juga akan pergi berlibur kerumah nenek di Jakarta dan disana banyak teman-teman Aretha yang lainnya." ucap Aretha berbohong demi tidak memberatkan Ezra untuk pergi.
"Sungguh? Aretha tidak lagi berbohong, kan?"
"Sungguh, untuk apa Aretha berbohong mengenai itu. Kalau kakak tidak percaya kakak bisa bertanya pada Bunda."
"Kakak percaya sekali dengan Aretha, mana mungkin Aretha membohongi kakak." Ezra tersenyum getir.
Ezra juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Aretha rasakan tadi, kalau Aretha kini sedang berbohong. Mereka sama-sama saling memahami satu sama lainnya meskipun mereka berbicara lain, namun mereka hafal jikalau salah satu dari mereka berbohong karena dari mata mereka. Mereka tidak bisa saling menyakiti satu sama lainnya.
"Maafin kakak Aretha. Demi kakak, kamu sampai harus bersikap seolah-olah kamu tidak merasa bersedih." batin Ezra.
"Kak, kenapa kakak melamun? Kakak harus berjanji akan menemui Aretha besok sebelum pergi dan cepat kembali pulang ke sini. Aretha pasti sangat merindukan kakak." ucap Aretha lirih. "Janji?" Aretha menaikkan jari kelingkingnya.
"Kakak berjanji. Jadi, kamu juga harus berjanji akan nungguin kakak untuk pulang." jawab Ezra sambil menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Aretha.
Ezra merogoh dada dan melepaskan cincin grandidirite yang selama ini di jadikan sebagai bandul kalungnya, karena lingkaran cincin ini masih sangat terlalu besar untuk jarinya yang berukuran kecil. Maka, Ezra memasangnya sebagai bandul di sebuah kalung miliknya.
Sebuah cincin dengan batu permata langka yang ditemukan pada tahun 1902 di Madagskar. Adalah sebuah cincin milik kakak kembarannya, cincin yang ia temukan di sebuah kotak beludru berwarna merah yang berada di dalam laci kamar lama kakaknya sewaktu masih menetap di Bandung.
"Pakai ini dan jangan pernah di lepaskan. Cincin ini adalah milik seseorang yang teristimewa bagiku. Suatu saat nanti, cincin ini akan kembali kepada pemiliknya. Jadi jaga baik-baik selama aku tidak ada."
"Iya kak, Aretha berjanji akan memakainya dan menjaganya baik-baik." jawab Aretha sambil memegang cincin yang sudah di berikan oleh Ezra.
"Cincinnya kebesaran, kak?" sambil tersenyum dan memperlihatkan cincin itu yang terlihat begitu longgar di tangan kecil milik Aretha.
"Kalau begitu simpan saja cincin ini seperti aku menyimpannya." Ezra lalu memasukkan cincin itu kedalam kalung miliknya sehingga membentuk sebuah bandul.
"Cantik kak." kata Aretha sambil melihat cincinnya yang sudah bertengger manis di lehernya.
Ezra memeluk Aretha dengan erat sebagai pelukan perpisahan. Ezra seakan enggan melepaskan gadis kecilnya, melepaskan pelukan gadis kecil yang cantik. gadis kecil yang berhasil masuk ke dalam hatinya, gadis kecil yang selama ini bersamanya, gadis kecil yang dulu sering di gendongnya kini sudah menjelma menjadi gadis cantik yang kini tumbuh besar. Waktu cepat sekali bergulir, rasanya Ezra tidak rela berpisah pada gadis kecilnya yang ia selalu berjanji akan menjaganya dan tak akan meninggalkan gadis itu.
"Kak, sudah lepaskan. Ayo segera kita pulang karena hari sudah semakin sore dan sepertinya mau turun hujan."
"Ayo" ajak Ezra kemudian menggenggam jari tangan Aretha.
Mereka pun berlalu pergi, beriringan tanpa melepaskan sedikitpun genggaman tangan kecil mereka yang saling berpaut. Rasanya mereka tidak ingin mengakhiri kebersamaan mereka hari ini.
_•Happy Reading•_
Terdengar suara deru mobil yang tengah memasuki halaman rumah milik Ezra. Rasanya tidak mungkin jika tamu datang bertamu ke rumah orang pada pukul 01.00 malam.
Dari balik kemudi turun lah seorang laki-laki yang gagah dan rupawan, langsung setengah berlari membuka pintu mobil mewah bagian belakang milik Tuannya.
Tak lama kemudian, pintu terbuka. Keluar lah sosok laki-laki yang tak kalah gagah dari sang supir dan juga tampan. Yang di balut dengan pakaian super branded melengkapi tampilan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Langkahnya, langsung berjalan ke arah pintu masuk. Ternyata itu adalah Dad Pierre yang baru saja sampai ke Tanah Air untuk menjemput istri dan anaknya.
Mommy yang sebelumnya sudah diberitahu oleh asisten sekaligus supir suaminya pun kini sudah menanti kedatangan Dad di depan pintu masuk. Sungguh Mommy Yoona terlihat begitu senang, bagaimana tidak senang? jika orang yang selama ini dirindukan olehnya hadir di depan mata. Dengan segera Mommy mengajak Dad masuk dan di ambilkannya sebuah minum.
"Bagaimana? Apakah semuanya sudah siap Mom?" tanya Daddy Pierre tanpa harus berbasa-basi.
"Sudah sayang, semuanya sudah siap. Tinggal di angkut semua koper milik ku, Azera, dan Youra kedalam mobil milik mu. Setelah itu baru akan ku bangunkan Azera dan Youra." jelas Mommy Yoona halus.
"Baiklah kalau begitu, segera kamu bangunkan anak-anak. Biar barang-barang dan koper di angkut dan di masukan ke mobil oleh Mang Oleh dan juga di bantu Sky."
"Baik Dad." ucap Mommy Yoona menurut.
Ceklekk!!
Terdengar suara pintu kamar terbuka. Ezra yang sudah terlelap dalam mimpinya kini harus di bangunkan paksa oleh Mommynya.
"Azera sayang, bangun yok, Nak." membelai rambut Ezra.
"Five minutes Mommy."
"Hey, Azera please segera bangun, Dad sudah datang dan menunggu kita di bawah."
"Sungguh Mom? Apakah kita harus segera berangkat?"
"Em, maka cepatlah segera cuci wajah mu dan sikat gigi mu, kemudian turun. Mom akan menyusul turun setelah membangunkan Youra."
"Baik Mom." dengan gerakan cepat Ezra langsung mengarah ke kamar mandi, sedangkan Mommy langsung mengarah ke kamar Youra.
"HAY DAD." teriak Ezra dari arah tangga.
"Hay my hansome Boy, how are you? (Hay anakku yang tampan, apa kabar?)" sapa Dad Pierre, sambil memeluk anaknya.
"I'm fine Dad. How are Arash and Azura brothers in paris? Are they okay? ( Aku baik-baik saja Ayah. Apa kabar Arash dan Azura bersaudara di paris? Apakah mereka baik-baik saja?)" tanya Ezra meminta di pangku.
"Yes, they are fine just like you. ( Ya, mereka baik-baik saja seperti kamu.)" jawab Dad.
"Boy, cepatlah pakai sepatu mu. Kita akan segera berangkat sekarang." ucap Mommy Yoona yang baru saja turun sambil menggendong Youra.
"Tapi Mom, ini masih jam satu malam. Bukannya kita akan berangkat ke Paris besok pagi?" protesnya sesaat setelah ia melihat ke arah jam dinding di ruang tamu.
"Tidak Boy, kita akan berangkat sekarang juga." jawab Dad Pierre yang sedang memangku Ezra.
"Tapi Dad, Mom, aku sudah berjanji akan berpamitan besok dengan Aretha sebelum berangkat. Bukan kah Mommy bilang kita akan berangkat besok pagi?" langsung turun dari pangkuan Daddy nya.
"Iya, tapi semuanya berubah. Karena pesawat kita hanya bisa landas dini hari. Ayo lah Boy, ini waktunya sudah sangat begitu mepet." jawab Mommy santai tanpa adanya pembantahan.
Daddy Pierre hanya tersenyum lalu melangkah keluar.
Daddy dan Youra terlebih dulu masuk kedalam mobil setelah pintu mobil di bukakan oleh Mang Oleh. Tak lama kemudian di susul Mommy, namun Ezra masih saja terdiam di sisi mobil mewah milik Dadnya. Diedarkan pandangan matanya ke arah bangunan rumah depannya, hingga suara lembut Mommy kembali menyadarkan lamunan Ezra.
"Cepat masuk kedalam mobil Boy, kita harus segera berangkat." ucap Mommy dari dalam mobil.
Ezra pun, mau tak mau harus segera masuk kedalam mobil. Menuruti permintaan Mommy dan langsung menutup pintu mobil. Setelah itu, mobil mewah mereka pun pergi dengan cepat meninggalkan rumah.
Di pandangi sekilas jendela kamar Aretha saat mobil mereka melintas.
"Maafkan kakak Aretha, maafkan kakak yang mengingkari janji kakak untuk menemui mu sebelum kakak berangkat pergi." batin Ezra.
********
Keesokan paginya Aretha yang menunggu janji seseorang tengah gelisah di dalam kamar. Karena sejak pagi-pagi sekali dirinya bangun dan berharap ada teriakan dari luar jendela kamar yang memanggil-manggilkan, namanya. Namun sampai saat ini pun tidak terdengar teriakan orang yang sedang ia tunggu.
Tok... Tok...!!
"ARETHA, CEPAT BANGUN SAYANG. INI SUDAH JAM BERAPA? NANTI KAMU TERLAMBAT KE SEKOLAH." teriak Bunda Alona dari balik pintu.
"Aretha sudah bangun Bun, sebentar lagi Aretha akan turun untuk sarapan."
"Baiklah, Bunda akan siap-siap terlebih dahulu untuk mengantarkan kamu ke sekolah."
Tak lama dari itu, Aretha langsung turun ke bawah. Namun bukannya menuju ke meja makan untuk sarapan malah Aretha pergi keluar untuk datang ke kediaman Ezra. Rasa penasarannya terhadap apa yang ada di hatinya jauh lebih penting untuk saat ini.
Sesampainya di kediaman Ezra, Aretha langsung memanggil-manggil orang yang sedang di tunggunya sedari tadi.
"Kak, kak Ezra!!" teriak Aretha dari luar gerbang rumah milik Ezra
"Punten neng Retha, kenapa neng Retha teriak-teriak?" sahut security di kediaman keluarga Albareesh.
"Maaf Mang Oleh, apakah kak Ezra ada di dalam?"
"Oh si aden, si aden teh sudah berangkat neng ke Paris."
"Sejak kapan kak Ezra berangkat?" tanya Aretha.
"Si aden dan keluarganya sudah berangkat pukul setengah dua malam tadi, neng. Memangnya ada sesuatu yang penting ya, neng?"
"Ah tidak Mang, baiklah kalau begitu Aretha pamit pulang dulu. Terimakasih ya Mang." ucap Aretha sendu.
Aretha langsung berlari ke arah kediamannya di seberang, beberapa rumah dari rumah Ezra.
"Hiks..hiks..hiks.." terdengar samar-samar suara isak tangis.
"Aretha, kamu dari mana saja? Bunda mencari mu ke kamar namun kamu tidak ada disana. Dan mengapa kamu menangis sayang?" tanya Bunda Alona yang baru saja dari arah atas lantai dua.
"Hiks..hiks.. Kak Ezra jahat Bun, kak Ezra pembohong, Aretha benci kak Ezra. Hiks..hiks.." rancau gadis kecil itu.
Bunda Alona yang melihat anak gadis kecilnya menangis pun ikut terenyuh kala melihat raut kekecewaan pada gadis kecilnya. "Memangnya kenapa kamu benci kak Ezra?"
"Bunda, kak Ezra itu pembohong. Kak Ezra kemarin mengatakan akan pergi menemui Aretha sebelum ia pergi berangkat ke Paris. Tetapi justru kak Ezra sudah berangkat pukul setengah dua malam tadi, Bunda. Hiks..hiks.. dan dia tidak menemui Aretha." adu gadis itu sambil menahan isak tangisnya kembali.
"Mungkin ada hal yang mendesak yang mengharuskan mereka berangkat malam itu juga, sayang."
"Hal apa Bun?"
"Semisalnya jam keberangkatan pesawat mereka, sehingga kak Ezra tidak punya kesempatan untuk berpamitan pergi. Aretha tidak boleh egois dan menangis seperti ini, sayang. Bunda yakin kalau kak Ezra itu tidak berniat untuk membohongi kamu. Nanti juga kak Ezra akan kembali pulang setelah masa liburannya sudah berakhir." Bunda Alona mengucapkan nasihatnya dengan sangat lembut.
"Apakah kak Ezra akan kembali pulang?"
"Iya, pasti kak Ezra akan pulang. Tidak ada alasan untuk dia tidak kembali, Sayang!"
"Sungguh Bun?"
"Mm." membelai rambut panjang Aretha. "Kalau begitu, Aretha tidak boleh bersedih hati lagi. kita segera berangkat ke sekolah sekarang ya?"
"Ya" menganggukan kepala.
Ada pancaran sinar harapan ketika Bunda Alona berkata seperti itu. Aretha kini mengerti dan mencoba memahami bahwa apa yang di bicarakan Bundanya adalah benar. Tidak ada alasan untuk tidak kembali, namun semua itu berbeda dari harapan.
Disisi lain, seorang anak laki-laki yang merasa dirinya bersalah karena telah membohongi gadis kecil kesayangannya, tengah melamun mengarahkan pandangan matanya ke sisi luar jendela pesawat. Ezra dapat membayangkan dan merasakan kekecewaan yang didapat gadis itu ketika mendapati dirinya pergi tanpa pamit. Ada rasa bersalah yang teramat sangat menyiksa batin Ezra. Namun tanpa tau harus melakukan apa, Ezra hanya bisa mengatakan maaf dan maaf yang terus berulang di dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!