NovelToon NovelToon

Romansa VIONA

Bab 1

Ayah mengajak paman Eddie berkeliling, maka tentu saja mereka harus datang dan memata-mataiku dan melihat apa yang sedang kulakukan. Kalau paman Eddie bilang padaku sekali lagi, "Apakah kepala botak harus diolesi mentega?" mungkin aku bakal bunuh diri. Sepertinya dia nggak sadar aku ini tidak lagi pakai celana monyet. Rasanya kepingin banget berteriak padanya, " Aku ini sudah 17 tahun, paman Eddie! Aku ini sudah penuh dengan segala sesuatu yang berbau wanita, aku ini pakai gaun!! Oke, memang sih masih kedodoran dan sering jatuh keserimpet kaki kalau aku lari mengejar bus... tapi bibit wanitanya ada di sana, dasar paman Eddie botak!"

Omong-omong soal sifat, aku khawatir nasibku mungkin bakal sama seperti semua wanita di keluargaku, yaitu agak tomboy. Ibu sangat menyukai olah raga sepak bola. Sama sekali nggak oke deh. Aku maunya jadi wanita feminim yang disukai oleh banyak pemuda pada umumnya.

Aku nggak ngerti kenapa aku nggak boleh punya kunci kamar. Aku nggak punya privasi, rasanya kayak acara laki-laki semua di kamarku. Setiap kali aku mengusulkan sesuatu di sekitar tempat ini, orang-orang langsung saja menggeleng dan berdecak tidak setuju.

Rasanya kayak tinggal di rumah penuh ayam yang mengenakan kaos dan celana panjang. Atau rumah yang penuh anjing yang menganggukkan kepala atau rumah yang penuh... yah, pokoknya kesimpulan singkatnya, aku nggak boleh punya kunci kamar.

"Kenapa sih nggak boleh?" aku bertanya pada Ibu, pada salah satu saat langka ketika dia tidak sedang sibuk mengurus rumah.

"Karena kau bisa saja kenapa-kenapa dan kami nggak bisa masuk," sahutnya.

"Kenapa-kenapa bagaimana?" desak ku.

"Yah... kau bisa saja jatuh pingsan," ujarnya.

Lalu ayah nyeletuk, "Kau bisa saja membakar tempat tidurmu dan dikepung asap."

Kenapa sih orang-orang ini? Aku tahu kenapa mereka nggak mau pintu kamarku dikasih kunci. Soalnya itu menjadi tanda pertama jalanku menuju dunia dewasa dan mereka nggak tahan menghadapi gagasan itu, soalnya itu artinya mereka mungkin harus meneruskan hidup mereka sendiri dan tidak mengusikku lagi.

Ada enam hal yang sangat keliru dalam hidupku. Aku punya satu bintik bakal jerawat yang nggak bakal matang-matang dan keluar matanya tapi terus ada dan berwarna merah selama dua tahun ke depan. Bintik itu di hidungku. Aku punya adik berumur tiga tahun yang mungkin ngompol entah di mana di kamarku. Empat belas hari lagi, liburan akhir tahun akan terjadi dan aku tidak memiliki rencana liburan kemana. Aku jelek banget dan harus masuk panti jelek. Aku pergi ke pesta tampil kayak badut dan menjadi ejekan semua orang.

Oke. Cukup. Aku akan membuka lembaran baru. Aku menemukan artikel di majalah Cosmo ibu tentang bagaimana caranya jadi bahagia kalau kau sangat tidak bahagia. Artikel itu judulnya "Kepercayaan Emosi". Yang harus kulakukan adalah Mengingat...Mengalami... dan Sembuh. Jadi, pikirkan sebuah peristiwa menyakitkan dan ingat-ingat semua detail mengerikannya... ini bagian Mengingatnya, lalu alami dan kenali emosi-emosi itu, kemudian Lepaskan!!

Paman Eddie sudah pergi, terima kasih, Tuhan. Dia benar-benar bertanya apakah aku mau naik becaknya? Apakah semua orang dewasa berasal dari Planet Xenom? Aku mau bilang apa, coba? "Baiklah, tentu saja. Paman Eddie, aku kepingin naik becak antik mu dan dengan sedikit keberuntungan semua temanku akan melihatku bersama pria botak sinting ini dan tamatlah hidupku. Makasih deh."

Jasmine Rendra mampir. Katanya lama sekali baru dia bisa keluar dari kostum Cinderella nya setelah pesta kostum itu. Aku sih nggak begitu tertarik mendengar omongannya, tapi demi kesopanan aku tanya kenapa.

Dia berkata, "Yah, cowok di balik konter di toko sewaan itu imut banget sih."

"Ya, terus?"

"Yah, jadi aku bohong tentang ukuran ku. Aku meminjam kostum ukuran sepuluh dan bukannya dua belas."

Ia memamerkan lecet-lecet di sekeliling leher dan pinggangnya. Cukup dalam lho. Aku berkata, "Kepalamu kelihatannya agak bengkak."

"Tidak, itu cuma karena ini Hari Minggu."

Ku tunjukkan artikel di Cosmo itu padanya, kemudian selama beberapa jam kami mengingat-ingat pesta kostum itu. Dan menyakitkan. Kami mengalami emosi-emosi yang membuat amarah kami bergejolak dan kini, kami mencari solusi penyembuhannya.

Aku sih menyalahkan Jasmine Rendra sepenuhnya. Memang sih, tampil sebagai buah zaitun itu gagasanku, tapi dia sama sekali tidak menyetop ku seperti seharusnya sahabat. Malah, dia justru mendorongku. Kami bikin kostum buah zaitun itu menggunakan kawat kasa dan kertas krep hijau. Itu untuk bagian buahnya.

Ada tali bahu tipis untuk menyanggahnya dan aku mengenakan T-shirt hijau dan celana ketat hijau di baliknya. Jasmine Rendra paling banyak membantu bagian "membentuk buahnya". Seingat ku, dialah yang mengusulkan supaya aku menggunakan warna merah untuk mengecat rambut dan wajah dan leherku...seperti sebangsa cengkeh.

Memang sih, harus kuakui, lumayan lucu waktu itu. Maksudku, waktu kami masih di kamarku. Kesulitan muncul waktu aku mencoba keluar dari kamar. Aku harus menuruni tangga dengan cara melipir.

Waktu berhasil mencapai pintu, aku harus kembali lagi dan menukar celana ketat ku. Soalnya kucingku Tom sedang melakukan salah satu gerakan yang hendak menerkam ku.

Tom benar-benar sinting. Dia kami temukan waktu berlibur ke danau S. Pada hari terakhir aku menemukan dia berjalan-jalan di taman pondok yang kami sewa. Nama pondok itu "Summer Love".

Mestinya aku sudah tahu ada yang nggak beres dengan kucing itu waktu aku mengangkatnya dan dia mulai menyerang ku. Tapi dia anak kucing yang imut banget, jantan dan bulunya panjang, matanya besar warna kuning. Bahkan sebagai anak kucing pun dia mirip anjing kecil. Aku memohon dan merengek-rengek supaya boleh membawanya pulang.

"Dia bakal mati di sini, dia nggak punya ibu atau ayah," ujar ku sedih.

Ayahku berkata, "Mungkin dia memakan mereka."

Bener deh, dia bisa nggak punya perasaan begitu. Jadi aku membujuk ibuku. Dan akhirnya aku membawa Tom pulang. Wanita pemilik pondok memang bilang, menurut dia Tom mungkin hasil persilangan, ibunya kucing betina domestik dan ayahnya kucing Angora. Aku ingat berpikir, Wah, eksotis banget. Aku nggak nyangka dia akan tumbuh sampai sebesar anak anjing hanya kalau dia lagi marah.

Dulu aku suka mengikatnya dengan tali dan mengajaknya jalan-jalan, tapi, seperti yang ku jelaskan pada ibu sebelah rumah. Tom sering mencakar-cakar talinya. Lagian kadang-kadang dia mendengar gonggongan anjing yang hendak menyerangnya. Jadi, waktu aku lewat mengenakan kostum buah zaitun, dia melompat dari tempat persembunyiannya di balik tirai. Dan menyerang celana ketat ku.

Aku nggak bisa melepaskan cakarnya dengan cara memukul kepalanya, soalnya dia bergerak-gerak terus. Akhirnya aku berhasil meraih sikat di sebelah pintu dan menggunakannya untuk memukul Tom pergi.

Bab 2

Lalu aku nggak bisa masuk ke mobil ayah. Ayah bilang, "Kenapa tidak kau buka saja bagian buah zaitun nya, lalu jejal kan ke dalam bagasi?"

Bener deh, apa sih maksudnya? Kataku, "Ayah, kalau pikiranmu aku akan duduk di sebelah mu mengenakan T-shirt dan celana ketat hijau, kau sinting."

Dia langsung marah layaknya orang tua begitu kau mengatakan betapa bodoh dan tidak ber gunanya mereka.

"Yah, kalau begitu kau harus jalan kaki ... aku akan menyetir pelan-pelan bersama Jasmine Rendra dan kau jalan kaki."

Aku nggak percaya. "Kalau aku harus jalan kaki, kenapa Jasmine Rendra dan aku nggak jalan kaki saja bareng-bareng dan lupakan saja naik mobil!"

Dia memasang tampang tolol dengan bibir ter katup rapat khas bapak-bapak kalau mereka menganggap diri mereka masuk akal.

"Karena aku ingin memastikan ke mana kau pergi. Aku nggak mau kau keluyuran di jalanan malam-malam."

Benar-benar nggak masuk akal! Sahutku, "Apa sih yang bisa kulakukan keluyuran malam-malam pakai kostum buah zaitun...pesta koktail tabrak gerbang?!"

Jasmine Rendra nyengir tapi ayah sudah marah-marah khas orang tua.

"Jangan ngomong kayak gitu kepadaku, kalau nggak kau sama sekali nggak boleh pergi!"

Apa sih maksudnya?

Waktu kami akhirnya tiba di pesta. Aku berjalan di sebelah mobil ayah yang meluncur dengan kecepatan lima mil per jam. Semuanya berantakan. Mula-mula semua orang ketawa tapi kemudian bisa dibilang mereka cuek bebek. Dengan semangat menantang ala zaitun aku joget sendirian tapi ada saja yang ku bikin jatuh di sekitarku.

Tuan rumah memintaku duduk. Aku mencoba duduk, tapi percuma saja. Akhirnya aku berdiri di gerbang selama kurang lebih satu jam sebelum ayah datang, dan akhirnya kutaruh bagian buah zaitun nya ke dalam bagasi. Kami tidak bicara sepanjang jalan pulang.

Jasmine Rendra sebaliknya, bersenang-senang. Katanya dia dikelilingi banyak Tarzan dan Robin hood dan James Bond. Anak cowok punya imajinasi yang sangat tidak cerdas.

Suasana hatiku sedikit muram waktu kami melakukan bagian "mengingat"_nya. Kataku pahit, "Yah, aku juga bakal dikerubungi cowok kalau aku nggak pakai kostum buah zaitun."

Jasmine Rendra berkata, "Viona, kau menganggapnya lucu dan aku menganggapnya lucu, tapi kau harus ingat...cowok tidak menganggap cewek sesuatu yang lucu!"

Dia kelihatan "bijaksana" dan "dewasa". Nyebelin. Tahu apa sih dia tentang cowok? Demi Tuhan, poninya saja nyebelin. Tutup mulut cewek poni an ....Jasmine Rendra!

Aku berkata, "Oh yeah, jadi itu yang mereka inginkan, begitu? Cowok-cowok itu? Mereka maunya cewek berkostum Cinderella dengan senyum tololnya?"

Dari jendela kamar kulihat anjing pudel tetangga sebelah rumah melompat-lompat di depan pagar tanaman kami, rahangnya terbuka dan pasti dia sedang mencoba menakut-nakuti kucing kami Si Tom... mana mungkin....

Jasmine Rendra terus bersikap bijaksana. "Itu benar. Kurasa mereka suka cewek-cewek yang sedikit lembut dan nggak terlalu tomboy, yah...kau tahu itu."

Dia mengancingkan ranselnya. Ku tatap dia. "Tidak terlalu tomboy? Apakah yang kau maksud aku?" aku bertanya.

Dia berkata, "Aku harus pergi, kami makan malam lebih awal."

Ketika dia meninggalkan kamarku, aku tahu mestinya aku tutup mulut saja. Tapi tahu kan, ketika kau seharusnya menutup mulut karena kau benar-benar harus tutup mulut...kau malah ngomong terus? Yah, itulah yang kulakukan.

"Ayo bilang...nggak terlalu tomboy apanya?" desak ku.

Dia menggumam kan sesuatu seraya menuruni anak tangga. Aku meneriakinya ketika dia melangkah melewati ambang pintu. "Maksudmu nggak terlalu kayak aku, ya kan?!!"

Aku bisa merasakan diriku muak sama cowok padahal aku belum lagi pacaran dengan mereka. Oh Tuhan, tolong, tolong, jangan bikin aku terpaksa jadi nggak normal. Omong-omong, apa sih yang dilakukan orang nggak normal?

Saat malam tiba, nggak ada telepon dari siapa-siapa. Mending mati saja. Aku akan tidur lebih cepat. Tom datang dan naik ke tempat tidur bersamaku. Meski pun si kucing jutek ini sudah mencakar celana ketat ku, ketika malam tiba. Tom selalu mengeong dan naik ke ranjang ku.

Tiba-tiba kedua sahabatku menelepon dan mengajakku jalan-jalan menikmati masa liburan besok. Ellen dan Julia bergantian ngomong dengan aksen lucunya. Dan memutuskan, kami akan memakai masker wajah dari kuning telur untuk berjaga-jaga kalau-kalau kami ketemu cowok cakep waktu jalan-jalan besok.

Keesokan harinya, aku bangun dan mengira wajahku lumpuh. Ngeri juga, kulitku kencang dan kaku dan aku nggak bisa buka mata dengan baik. Terus aku ingat masker kuning telur semalam. Pasti aku ketiduran waktu membaca. Aku nggak mau tidur lebih cepat ah, soalnya mataku jadi sipit.

Kelihatannya seolah-olah aku ini punya darah Oriental. Sayangnya bukan itu. Hubungan terdekat kami dengan pengaruh eksotik, Nenek Wang yang bisa nyanyi dalam bahasa Cina. Itu pun hanya setelah dia menenggak dua gelas kecil anggur.

Aku cepat bangun dan segera mandi. Menyusun rencana ketemu Ellen dan Julia di Cafe Cinta supaya kami bisa memulai mencari cowok cakep. Janjian berpakaian "kasual sportif" , jadi aku pakai celana jeans, sepatu sport dan atasan hitam. Aku berdandan ala remaja tomboy yang tentu saja menyedihkan karena aku sama sekali nggak cantik.

Jujur saja, rumahku mirip kelompok bermain. Mental ayahku kayak mental Teletubbis hanya saja ayahku nggak terlalu berkembang. Aku bilang pada ibuku, "Aku ingin mengecat rambutku jadi pirang. Merek apa ya Bu?"

Dia berpura-pura nggak dengar dan terus saja memakaikan adikku pakaian. Tapi ayah langsung mengamuk dan memarahiku.

"Umurmu 17 tahun. Dan kau baru memiliki rambut itu selama 17 tahun dan kau sudah kepingin mengubahnya? Se bosan apa kau nanti terhadapnya pada saat usiamu tiga puluh? Warna apa yang akan kau gunakan saat itu?"

Jujur deh, belakangan ini dia bisa dibilang nggak masuk akal. Aku berkata pada ibu, "Oh, kayaknya aku mendengar suara jerit-jerit dan bunyi-bunyian aneh, tapi aku keliru...bye dulu ya...."

Ketika aku lari ke pintu aku mendengar ayah berseru, "Kurasa kau menganggap bersikap sarkastik dan mengenakan eyeliner dalam garis lurus akan membuat mu lulus ujian!!

Ujian, please deh. Dia itu peninggalan hidup Zaman Batu.

Aku dan kedua sahabatku bertemu. Kami menyusuri jalan-jalan taman yang penuh dengan pepohonan. Dan kami memutuskan untuk naik komuter. Lalu...cowok super kece ini lewat... Julia dan Ellen tidak mau menghampirinya tapi aku melakukannya. Aku nggak tahu kenapa, tapi aku berpura-pura pincang dan jadi cewek yang manis.

Matanya ramah...pasti umurnya sekitar sembilan belas tahun. Yah, pokoknya aku tertatih menghampirinya dan berkata, "Maaf, bisakah anda menolong saya?"

Untung saja dia kayaknya bingung, rasanya kayak mimpi. Kusenyumkan mulutku sedikit. Kalau kau menaruh lidahmu di belakang gigi belakang mu waktu tersenyum, maka senyummu jadi seksi banget.

Bab 3

Aku terus tersenyum, menampilkan wajah manis ku. Meski pun cowok kece itu melihatku dengan tatapan bingung. Dengan senyuman yang dibuat-buat sepertiku, tentu saja kau jadi nggak bisa ngomong, kecuali kau senang kedengaran kayak orang sinting. Nah, cowok kece idaman ini berkata.

"Kau mau apa? Apakah kau tersesat?"

Aku pasang muka bingung dan bibir mencibir. Aku menarik napas dan berkata dengan nada memelas, "Tolong."

"Dengar, jangan takut. Ayo ikut aku!" katanya sambil meraih tanganku.

Ellen dan Julia kelihatan kagum. Cowok ini amat sangat tampan dan dia mengajakku ke suatu tempat. Dengan tertatih aku berjalan di sebelahnya. Yah, nggak terlalu lama sih, hanya sampai ke toko kue Donat. Wanita penjaga toko itu terus mengamati kami.

Di tempat tidur, aku berbaring kesakitan Wanita penjaga kue Donat itu berbicara dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Usianya sekitar empat puluh tahunan. Aku mengangguk semampu manusia bisa mengangguk, terus kabur dari situ. Cowok kece itu kayaknya kaget melihat kakiku sembuh sendiri begitu saja. Aku benar-benar harus mengecat rambutku sekarang kalau mau belanja ke kota ini lagi.

Aku nggak punya teman. Satu pun nggak ada yang datang. Ibu dan ayah sudah berangkat kerja. Adikku Libby di taman bermain. Mendingan aku mati saja.

Mungkin aku memang sudah mati. Mau tahu bagaimana kau bisa tahu? Kalau kau mati dalam tidurmu dan bangun ketika sudah mati. Siapa yang akan memberitahumu? Mungkin saja kayak di film. Kau bisa melihat semua orang tapi mereka tidak bisa melihatmu karena kau sudah mati. Oh, aku benar-benar membuat diriku takut sekarang...aku akan memasang CD kencang-kencang dan joget.

Sekarang aku masih ketakutan tapi juga capek. Kalau aku memang sudah mati, aku kepingin tahu apakah ada yang bakal peduli. Siapa yang akan datang ke pemakamanku? Ibu dan Ayah kurasa...mereka harus hadir karena hampir semuanya salah mereka hingga aku cukup depresi untuk bunuh diri.

Kenapa sih aku nggak bisa punya keluarga normal kayak Julia dan Ellen? Mereka punya kakak dan adik yang normal. Ayah mereka punya janggut dan gudang. Ibuku tidak mengijinkan ayahku punya gudang semenjak dia meninggalkan umpan pancingnya di sana dan tempat itu akhirnya jadi markas besar lalat hijau.

Waktu petugas listrik datang karena kulkas kami meledak, ia berkata pada ibuku, "Orang sinting mana sih yang memasang kabel kulkas ini? Apakah Anda kenal orang yang benar-benar tidak menyukai Anda?"

Dan Ayahlah yang memasang kabelnya. Bukannya baca buku petunjuknya, dia malah ngomong tentang perasaan dan yang lainnya. Kenapa sih dia nggak bisa jadi ayah sungguhan? Benar-benar menyedihkan kalau lelaki bersikap kayak begitu.

Bukannya aku kepingin kayak wanita zaman dulu, kau tahu? Renda di sekujur tubuh dan bibir prianya tertutup rapat dan nggak pernah ngomong apa-apa meski pun mungkin dia mengidap tumor otak. Aku kepingin cowokku kece asalkan Tuhan menghendaki, aku manusia normal. Punya emosi tapi hanya terhadapku. Aku kepingin cowokku seperti Tom Cruz. Khayalanku terlalu tinggi, yang kuinginkan adalah cinta sehangat mentari. Lagi pula, aku nggak bakal punya cowok, soalnya aku terlalu jelek.

Melihat-lihat album foto lama keluarga...aku tidak terlalu terkejut diriku jelek, foto-foto ayah waktu masih kecil benar-benar mengerikan. Hidungnya besar banget...sampai setengah wajahnya. Malah sebenarnya, bisa dibilang dia cuma terdiri atas hidung dengan kaki dan tangan.

Libby bangun dan ngotot tidur di tempat tidurku. Cukup manis sih, meskipun dia agak nakal sedikit. Aku pun ikut tidur di sampingnya. Mimpi lorong cinta yang baru saja menghiasi tidurku, di mana cowok kece ini menggendongku melewati air hangat. Ternyata hanya celana panjang basah Libby yang mengenai kakiku. Adikku mengompol di kasur.

Pindah tempat tidur. Libby sama sekali tidak terganggu dan malah memukul tanganku. Dan aku bilang, "Anak nakal!" waktu aku mengganti celana panjangnya.

Aku mulai cemas memikirkan apa yang ku kenakan di hari pertama sekolah nanti. Tinggal sebelas hari lagi dari sekarang. Kepingin tahu seberapa banyak make-up "natural" yang bisa kupakai tanpa ketahuan? Bulu mata sih oke, bagaimana kalau maskara?

Mungkin aku cat saja sekalian bulu mataku. Aku benci alisku. Aku menyebutnya alis, tapi sebenarnya alisku cuma satu, membentang di sepanjang keningku. Kayaknya aku aku harus mencabutnya habis-habisan kalau aku bisa menemukan pinset ibuku. Dia menyembunyikan benda-benda itu sekarang, soalnya katanya aku nggak pernah mengembalikan nya. Aku harus mengaduk-aduk di seluruh kamar tidurnya.

Ibuku selalu menyiapkan makan siang ringan. Sandwich dan kopi susu. Nggak ada yang bisa di makan di rumah ini. Nggak heran sikut ku tulangnya menonjol. Aku mencoba mencari benda yang kuinginkan.

Akhirnya pinset nya ketemu. Kenapa ibuku mengira aku nggak bakal menemukannya di laci dasi ayah, aku benar-benar nggak tahu. Selain pinset itu aku menemukan sesuatu yang sangat aneh di laci dasi itu. Benda itu mirip celemek yang ditaruh di dalam kotak khusus.

Aku sangat berharap ayahku bukan banci. Benar-benar melebihi yang bisa ditanggung jiwa dan raga kalau aku harus "memahami" sisi feminim ayahku. Aku, ibu dan adikku harus menyaksikan sementara dia berjalan ke mana-mana pakai daster dan sandal antiknya. Mungkin kami harus mulai memanggilnya ayah banci? Sungguh khayalanku yang mengerikan.

Ya Tuhan, mencabut alis benar-benar menyakitkan. Aku harus berbaring sebentar. Sakitnya amit-amit, sampai-sampai mataku berair. Aku benar-benar nggak tahan. Aku baru saja mencabut sekitar lima bulu dan mataku sudah bengkak dua kali ukuran normal.

Aku menyerah! Aku akan menggunakan pisau cukur ayahku saja. Lebih tajam dari yang kukira. Banyak yang gugur sekali usap. Aku harus menyamakan keduanya. Habis semua. Kelihatannya bagus, kayaknya sih. Tapi aku jadi kayak kaget setengah mati di satu mata. Aku harus nyamain yang satunya sekarang.

Ibu nyaris menjatuhkan Libby waktu dia melihatku. Katanya, "Demi Tuhan, kau apakan dirimu, dasar anak tolol?!"

Ya Tuhan, aku benci orang tua! Aku, tolol?? Mereka tuh tolol. Dia berharap aku masih seumur Libby supaya dia bisa memakaikan topi-topi konyol yang ada telinganya dan ada bebeknya. Ya Tuhan!!

Waktu ayah pulang, aku mendengar mereka ngomongin aku.

"Begini begini... dia kelihatan kayak ... begini begini," kata ibu. Lalu aku mendengar ayah teriak kaget.

"Dia apaa?! Yah... begini...begini... begitu..." Brak bug bug brak di pintu.

"Viona!! Apa yang kau lakukan sekarang!?" teriak ayah sambil marah.

Aku bersembunyi di balik selimut. Ayah nggak bisa masuk soalnya aku sudah menyeret rak laciku ke depan pintu.

"Setidaknya aku wanita tulen!!" teriakku dari dalam kamarku.

"Demi Tuhan, apa maksudmu ngomong begitu Viona?! Buka pintunya!! Anak nakal!!" teriak ayahku lagi.

Beneran deh, ayah sangat marah padaku!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!