Cerita ini adalah sequel dari Diam diam Suka ♡♡
■
■
Pameran perdana lukisan Eri di Jakarta cukup sukses. Teman teman lamanya pun datang di acara pembukaan lukisannya.
Eri yang baru beberapa bulan pulang dari Manchester, disambut heboh teman teman jinnya.
Sangat langka mereka bisa secara komplit berkumpul.
"Wiih,,, Eri, sang CEO yang pintar menghasilkan karya karya spektakuler," puji Toni sambil memeluk teman jinnya disambut gelak tawa yang lain.
Vandra, Aldi, Fino, Doni, Igo, Irfan langsung memeluk Eri dan Toni. Mereka sudah berbulan bulan juga ngga berkumpul dengan formasi lengkap.
Apalagi Eri yang selama ini tinggal di Mancehester, mengurus perusahaan keluarga dan galeri seninya.
"Banyak fans Lo sekarang ya. Skala Angel sudah lewat ya, Bro," seru Irfan dalam gelaknya.
"Lo ngapa in juga nyebutin Angel, udah ngga dipikirin lagi," sergah Doni sambil menoyor kepala Irfan yang hanya dibalas tawa.
"Udah move on juga," timpal Aldi tergelak.
Vandra tertawa melihat kelakuan teman temannya. Sangat menyenangkan bisa kumpul komplit begini.
Terutama dengan Eri yang memutuskan stay di manchester setelah lulus kuliah.
Selama kuliah di Paris, Eri juga magang di perusahaan papanya di Paris. Dia benar benar sibuk. Kuliah dua jurusan, bisnis dan seni, juga mempelajari bisnis papanya.
Patah hati? Mungkin. Angel menolak menikah dengannya karena ingin melanjutkan karir modelnya di Paris. Angel bahkan sudah di kontrak brand brand yang sudah mendunia.
Eri pun tidak menunjukkan kekesalannya karena penolakan Angel, walau dalam hatinya Vandra tau, temannya itu patah hati.
Dia terlalu rapi menyimpan isi hatinya. Begitu pun dengan Angel. Vandra dan Toni merasa mereka berdua sama sama gengsi menunjukkan perasaan masing masing.
Sekarang Eri bulan anak SMA zonk seperti dulu. Dia sudah menjelma menjadi eksekutif muda dan pelukis terkenal. Bukan rahasia lagi Eri menjalani hubungan dengan banyak wanita. Tapi bukan salahnya. Para wanita itulah yang mengantri menunggu perhatiannya.
"Banyak fans sekarang ya," ledek Aldi sambil menunjukkan dengan matanya pada banyaknya kiriman bunga bunga yang cantik cantik.
"Pak Eri, selamat ya," ucap sebuah suara merdu membuat mereka yang heboh jadi memalingkan wajah.
Seorang gadis cantik tinggi semampai membawa sebuah buket mawar dan menyapa dengan gayanya yang sangat anggun.
"Siapa?" bisik Toni usil.
Gadis itu pun agak terpana karena banyaknya pria pria tampan bersama Eri.
"Klien," jawab Eri ringan.
"Ooo," celutuk Doni yang disenyumin Irfan.
"Boleh kenalan?" tanya Irfan sambil menyodorkan tangannya
Gadis cantik itu tersenyum manis.
"Sandrina."
"Irfan," ucap Irfan sambil terus saja menggenggam tangan Sandrina.
"Lepas, udah lama tuh," sinis Igo mengingatkan.
Heran, dari SMA sampai sekarang, selalu saja menjual dirinya secara murah, hina Igo dalam hati.
"Oh iya. Lupa. Tangannya lembut banget," gombal Irfan sambil melepaskan tangannya.
Teman teman Irfan sama membalikkan badan dari Irfan sambil tertawa memgejek.
Gombal receh.
Gadis itu hanya tersenyum. Lalu dengan pede mengulurkan buket bunga pada Eri.
"Selamat ya Pak Eri. Lukisan lukisannya bagus dan berkelas banget," puji Sandrina begitu Eri menerima bunga dari Sandrina.
"Terimakasih," jawab Eri santai.
Teman temannya dibuat kaget dengan sikap Sandrina yang langsung memeluk Eri dan mengecup pipinya kanan dan kiri.
Teman temannya pun mesem mesem. Eri benar benar seperti roket. Dia melesat jauh meninggalkan para jomblo ngenes dalam pencapaian tingginya untuk digilai para gadis.
Hanya Vandra yang sudah menikah, setahun yang lalu dengan Mia, cinta SMAnya. Sedangkan yang lainnya masih belum mantap dengan para perempuan disekitarnya. Malah bermain main.
"Lukisannya akan dikirimkan kurir," kata Eri setelah Sandrina melepaskan kecupannya.
"Oke, Pak Eri. Saya permisi, Pak. Mau lihat lihat yang lain," pamitnya sambil tersenyum pada para jomblo ngenes sebelum melangkah anggun meninggalkan mereka.
"Empuk banget ya pipinya, Er," kata Irfan sedikit iri.
"Makanya jadi pelukis biar banyak yang nyentuh pipi Lo," sarkas Toni kemudian tergelak bersama yang lain.
"Eh, sepertinya ada lagi yang mau nyium Lo Er," ganggu Aldi pada seorang gadis yang kali ini berpakaian sangat seksi.
Belahan dadanya dan paha mulusnya benar benar tersingkap sempurna.
Walaupun Irfan sering melihat keindahan itu di perusahaannya, tapi pemandangan di depannya ngga akan mungkin dia lewatkan.
Gadis itu pun langsung merangkul Eri yang hanya tertawa sambil balas memeluk dan melirik mengejek teman teman jonesnya.
"Anak ini udah gila sentuhan sekarang," umpat Aldi pelan.
"Kok bisa dia jadi gini sejak ditinggal Angel," balas Toni mulai panas.
"Apa benar dia sudah move on," tambah Doni mencibir.
Sudah seberapa jauh dia berhubungan dengan para wanita. Sejak lulus kuliah, mereka mulai jarang bisa berkumpul karena kesibukan masing masing. Apa sejak ditolak Angel?
Banyak pertanyaan memenuhi benak mereka. Mereka pun saling pandang sambil menyeringai.
Apalagi setau mereka, kadar keagamaan Eri lebih baik dari mereka. Dulu Eri sering memberikan info info tentang dosa.
Pengaruh patah hati terlalu kuatkah sampai kealimananya lumer?
Kalo tadi Sandrina hanya mengecup antar pipi, tapi gadis seksi itu mengecup pipi Eri dengan bibirnya.
Tapi mereka sama terpaku melihat ketika gadis seksi itu akan mengecup bibir Eri, Eri menjauhkan wajahnya.
"Non, Arabela," tolak Eri sambil menjauhkan tubuh gadis seksi yang dipanggil Arabela.
Arabela tersenyim genit lalu melihat pada para pria tampan di dekat Eri.
"Hai."
Tangannya terulur ke arah Vandra yang malah ngga menatapnya. Vandra malah sibuk dengan hpnya karena ada pesan dari istrinya.
Ya, Mia saat ini baru hamil empat bulan. Tapi sejak awal hamil sampai sekarang Mia selalu mengidam dan meminta Vandra menuruti permintaan bayi mereka.
Tadi barusan Mia mengirimkan pesan minta dibelikan soto padang, dan Vandra bermaksud membalasnya saat gadis seksi itu menyapanya.
Vandra tidak mempedulikan dan langsung pergi meninggalkan gadis seksi yang menatapnya penuh binar. Melirik pun Vandra engga.
Gadis itu tidak merasa tersinggung tapi malah merasa tertantang. Dia lebih tertarik dengan pria pria yang sama sekali ngga memandangnya.
Memang aneh, tapi ada sensasi tersendiri baginya saat harus membuat pria pria itu berbalik menyukainya.
Seperti dengan Eri. Sudah dua tahun dia mengejar Eri. Tapi laki laki itu benar benar hanya menganggapnya just friend. Benar benar hanya teman. Teman ngopi, teman liburan, tapi bukan teman tidur.
Dia menarik tangannya dan memperhatikan sosok pumggung Vandra. Dari belakang saja terlihat gagah dan seksi. Tadi Arabela pun sempat memperhatikan wajah tampan Vandra saat sibuk dengan hpnya.
Benar benar tampan, kagumnya dalam hati.
Irfan yang biasanya ngga tau malu mengenalkan diri terlihat enggan. Dia merasa gadis seksi ini masuk dalam taraf bahaya, ngga bisa buat main main.
Arabela merasa kesal juga melihat teman teman Eri yang tadi suka melihatnya sekarang malah tidak mempedulikannya lagi.
Arabela kembali melihat Vandra yabg terlihat menulis pesan dengan wajah tersenyumnya.
Arabel benar benar terpesona melihatnya.
Tapi saat dia akan menghampiri Vandra, Eri menahannya.
"Jangan ganggu dia," peringat Eri setengah mengancam.
"Kenapa? Dia siapa sih?" tanya Arabela menantang.
"Yuk bro, kita pergi," panggil Eri pada teman temannnya. Mereka menyusul Vandra yang sudah berjalan duluan.
"Kamu ketemu di mana cewe aneh kayak gitu," komen Aldi sedikit ngeri melirik Arabela yang masih menatap mereka sebelum melangkah pergi meninggalkan pameran.
"Sasarannya Vandra," tukas Doni sambil menggelengkan kepala.
"Suami takut istri," desis Aldi mengejek.
Vandra yang mendengar cuek aja.
Cewe gatal gitu anggap aja nyamuk, batinnya nyantai.
"Model panas sepertinya," komen Irfan ngga mau kalah.
"Lo kok ngga mau kenalan?" tawa Fino menyindir.
"Bukan tipe gue mah," tolak Irfan sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu kenal dia dimana, Er?" tanya Toni nggak sabar karena Eri masih saja diam ngga menjawab.
"Waktu aku di Manchester. Ngga nyangka dia ngejar aku sampai di sini," kata Eri agak kesal.
Sepanjang pameran, teman teman Eri beberapa kali mesem mesem melihat Eri yang mendapatkan banyak pelukan dan kecupan hangat dari para gadis cantik dan seksi.
"Para gadis itu ngga tau gimana si Eri waktu SMA," bisik Toni pelan pada Aldi.
"Pasti bakalan muntah kalo tau," Aldi balas berbisik, kemudian keduanya tertawa.
Eri melirik keduanya kesal. Dia tau, pasti saat ini keduanya sedang menjelekkannya.
Tapi kemudian Eri tersenyum sendiri membayangkan betapa irinya teman teman teman jinnya padanya.
Lihat, cewe mana sekarang yang ngga mau peluk sama nyium gue, sombongnya dalam hati.
"Lo pameran berapa hari Er? Ni lukisan udah banyak yang lalu ya. Padahal hari pertama," seru Aldi kagum.
"Tiga hari," jawab Eri kalem.
Bakat melukisnya memang luar biasa. Karena papinya sudah mengijinkannya untuk mengikuti kuliah seni, otaknya seakan kran yang terbuka lancar. Ngga mampet lagi.
Waktu kelas tiga, nilainya naik drastis. Kuliah dua jurusan yang saling bertolak belakang lancar dia jalani. Padahal sambil magang di perusahaan papinya. Magangnya pun sukses.
Untung kunci otaknya dibuka tepat waktu.
Akhirnua kini papi dan teman temannya mengerti. Kenapa Eri selalu berlaku seperti orang bodoh. Dia marah rupanya di larang akan hobinya.
Sekarang betapa hebat teman zonk nya ini. Bisnis papinya di Manchester berhasil, galerynya pun sukses.
Nama tenarnya pun sudah sampai di Jakarta. Baru hari pertama pameran, hampir separuh lukisan udah di borong.
Untung Eri punya ketetapan, lukisan yang dibeli baru boleh diambil setelah hari terakhir pameran.
Kalo gadis cantik dan seksi jangan ditanya lagi. Berseliweran tiap detik menyapanya, mengecup.pipinya.
Aldi menggelengkan kepalanya takjub.
"Ngga nyangka ya, lima tahun di Manchester, Eri berubah drastis, komen Fino yang berdiri di dekatnya.
"Betul," kata Aldi setuju.
"Lo udah pesan lukisan ke dia? Ntar abis," kata Aldi mengingatkan.
"Nanti hari terakhir aja. Aku buta seni. Menurutku semua lukisannya bagus," kekeh Fino dibarengi Aldi.
Diapun sama seperti Fino.
"Mia ngidam apa lagi?" tanya Toni ingin tau ketika melihat Vandra yang masih sibuk membalas pesan dari istrinya.
"Soto Padang."
"Jam segini dimana soto padang yang buka ya. Aneh aneh aja Mia," ucap Toni sambil melihat jamnya.
Jam sepuluh. Apa Mia masih mau makan juga?
"Aku udah search tadi. Ngga jauh dari sini ada..Semoga belum abis," kekeh Vandra ringan. Seolah tidak menjadi beban buatnya dengan ngidamnya Mia.
"Selalunya Lo yang beli? Nggak nyuruh yang lain? Mama papanya mungkin?"
Vandra menggelengkan kepalanya.
"Mia maunya aku yang beli," katanya jujur membuat Toni menatapnya kasian.
"Kamu suka melakukannya, Van?" selidik.Toni.
"Ya suka lah. apalagi ini untuk anak pertamaku," kata Vandra bangga.
"Udah tau jenis kelaminnya?" tanya Toni senang melihat kebahagiaan temannya.
"Belum. Tapi gue sama Mia mau merahasiakan sampai akhir. Pasti menyenangkan taunya pas lahir," tawanya lagi.
"Malah repot lah Van. Kan warna baju beda beda cowo sama cewe," timbrung Irfan.
"Ngga masalah. Malah pasti jadi lucu aja," ngeyel Vandra.
"Ya terserah Lo lah, tapi jangan ngerasa aneh kalo anak cowo Lo dipakein baju warna pink," ucap Tobi mempengaruhi.
Vandra terdiam.
"Memang lucu kalo bayi cowo pake warna pink?" tanya Vabdra heran.
Menurut Vandra, warna apa pun yang dipake seorang bayi tetap menggemaskan. Seperti Abhi dulu.
"Lo bakal mubazir karena telanjur beli rok padahal bayi Lo cowo?" kekeh Irfan dibarengi Toni.
Kembali Vandra terdiam dan mencoba berpikir.
"Mana ada bayi pake rok," sarkas Vandra kesal tapi hanya dibalas tawa ngakak Toni dan Irfan.
"Dasar," makinya tapi kemudian ikut tertawa tergelaj gelak.
"Er, kok buket ini ngga ada nama pengirimnya?" tanya Igo yang membuat mereka berkonsentrasi pada buket cantik yang dipegang Igo.
Bunga aster putih yang cantik.
"Apa katanya?" tanya Doni kepo.
"Love from your secret admirer. Cieee...," ledek Doni yang membacanya cukup keras.
"Lo tau ngga secret admirer?" ganggu Toni dengan senyum miringnya.
Eri mendelik.
"Gue udah pintar sekaramg," nyolot Eri sebal karena teman teman jinnya malah ngakak menertawainya.
"Coba cek ccvtv, siapa yang bawa bunga itu. Apa bukannya dari yang kissing kissing you?" sarkas Toni lagi.
"Ah, ngga penting juga," tukas Eri malas. Sebenarnya ada yang diharapkannya.
Tapi ngga mungkin kan? bantah Eri dalam hati datar
"Om Eri," panggil seorang anak kecil cantik dengan rambut ikal yang dikuncir dua.
"Hai.sayang," sambut Eri sambil memggendong anak cantik itu.
"Papi sama mami mana?" tanya Eri juga yang lain mencari papi dan maminya.
"Melia, kamu ni, malah udah duluan," omel Luvi yang bergegas mendekati putri cantiknya yang kini sudah berumur tujuh tahun.
Ilham menyusul di belakangnya dengan menggendong seorang batita cowo yang juga berambut ikal. Kedua anak menggemaskan itu memiliki rambut yang sama dengan Luvi.
"Aku juga om mu, Mel," ucap Aldi sebel dengan ponakan cewenya yang tidak melihat kehadirannya.
"Eh, ada Om Aldi. Tadi ketutupan Om," jawab melia sambil cengengesan tanpa rasa bersalah.
Mirip banget dengan Om zonk nya itu, sindir Aldi dalam hati.
Luvi menarik nafas melihat kelakukan putrinya yang plek sama dengan sepupu jahilnya.
Apa waktu hamil aku terlalu benci sama Eri? batinnya mencoba mengingat.
"Van, ntar Lo jangan terlalu kesal sama orang ya. Mia, kan lagi hamil. Ini buktinya," sarkas Aldi membuat mereka semua tertawa.
Apa iya, batin Vandra. Gawat, dia suka kesal kalo lihat abangbya Valen. Amit amit, jangan sampe, harapnya dalam hati.
"Emang kenapa kalo mirip gue?" protes Eri ngga terima.
"Melia mirip papi sama mami dong, Om Al. Masa' mirip Om Eri," Melia juga ikut memprotes.
"Kamu ngga mau mirip Om Eri?" tanya Eri sambil menatap mata bulat itu dengan gemas.
"Bukan ngga mau Om. Nanti dikira, papi aku Om, bukan papi Ilham," celoteh Melia membuat tawa kembali menguar. Sedangkan Luvi hanya menarik nafas panjang berkali kali.
Kenapa kamu cerewet sekali, keluh Luvi dalam hati.
Ilham seperti biasa hanya menarik sedikit sudut bibirnya ke atas melihat wajah kesal Luvi. Sementara batita ysng digendongya hanya diam tanpa ekspresi.
"Kak Luvi, ini Eri udah ada secret admirer," info Igo begitu gelak tawa usai.
Aster putih? batin Luvi berusaha mengingat.
"Bang Ilham pasti cepat kalo nyari tau," usul Irfan.
"Ngga perlu dicari. Bentar lagi pasti datang orangnya," kata Ilham penuh maksud.
"Emang siapa, Bang?" tanya Igo ngga ngerti.
"Abang udah tau?" tuduh Irfan penasarn.
"Nggak juga," sangkalnya sambil melihat wajah Luvi yang sudah mengembangkan senyum miringnya.
"Kalo udah tau, kasih tau ya, Bang," kali ini Aldi yang meminta belas kasihan abangnya.
Ilham ngga menjawab. Sama seperti Luvi. dia juga tersenyum miring.
Eri sendiri menatap teman temannya ngga peduli tentang siapa secret admirernya.
Tanpa setau yang lain, Vabdra dan Fino saling tatap dengan bibir yang juga tersenyum miring.
"Gue pamit dulu ya, mau nyari Soto Padang," pamit Vandra.
"Malam gini ya udah abis lah," respon Aldi sambil menggelengkan kepala.
Emang masih ada yang beli, kecuali hiiii....
Aldi jadi bergidik sendiri. Ingat yang pesan sate dua ratus tusuk sama makan soto larut malam gini.
"Gue temani Lo," kata Aldi jadi ngga tega kalo Vandra ketemu mbak bolong sendirian.
"Aku juga, males aku pulang ke rumah," ucap Toni sambil mendekati Vandra.
"Adik gue udah pulang dari Singapura," kata Fino dengan senyum miringnya.
"Lo restuin dia sama adik Lo, Fin?" tanya Eri ngga percaya.
"Lo udah tau track recordnya. Apalagi sekarang jadi dokter kandungan. Udah sangat nakal dia," tawa Eri mengejek Toni.
Fino balas tertawa saja. Begitu juga yang lain. Sama ngakak seperti Eri.
Bisa bisanya Fino mengijinkan Toni mendekati adiknya. Padahal mereka sudah sama tau keburukan masing masing.
Tapi pendapat Fino lain lagi. Baginya lebih aman adikknya dekat dengan orang yang udah dia kenal luar dalam. Gampang di kick kalo macam macam.
Toni hanya tertawa menanggapinya. Sama sekali ngga marah. Toni mengakui, kalo dirinya memang nakal.
"Ajib memang Lo. Milihnya jadi dokter kandungan. Dokter yang lain ngapa?" omel Irfan .
Ngga bakal istri gue melahirkan sama Lo.
"Baguslah. Kan niat gue nolong ibu ibu muda yang cantik cantik," gelak Toni membuat teman temannya menatapnya jadi kesal.
"Keenakan Lo," umpat Aldi antara kesal sama iri juga. Kenapa dia ngga kepikir jadi dokter kandungan juga. Memikirkan hal konyol itu membuatnya nyengir sendiri.
"Kita pamit ya. Kak Luvi, Bang Il, Er," kata Vandra sambil melambaikan tangannya.
"Buat Mia ya, sotonya?" tanya Luvi sambil menggelengkan kepalanya.
Kenapa dari tadi ngga beli sih, kesalmya dalam hati.
"Iya Kak."
"Harusnya tadi beliin dulu. Trus ke sini lagi setelah diantar sotonya. Kasian yang ngidam nunggu nunggu," omelnya memarahi Vandra.
Vandra hanya nyengir aja. Ilham pun tersenyum miring. Ingat dulu waktu Luvi ngidam sate tegal bikin dia pusing tujuh keliling.
Gimana engga, tiap jam tiga pagi selama sebulan minta itu terus pas hamil anak pertama mereka. Sampai sampai Emir membantu mem booking sate tegal itu khusus jam tiga pagi selama sebulan.
Pas banget, setelah bookingan berakhir, Luvi pun berhenti ngidam satenya.
"Udah Luv, mau pulang malah diceramahin, ntar beneran abis sotonya," potong Eri ketika melihat Luvi mau membuka mulut.
"Iya, tau. Gue cuma mau bilang hati hati," kata Luvi sewot.
Ilham langsung merengkuh Luvi dalam pelukannya untuk meredakan kekesalan Luvi yang selalu tinggi tiap bertemu Eri.
"Er, Lo ngapa sih, banyak bacot," omel Aldi melihat Eri yang ternyata belum dewasa juga. Selalu mengajak sepupunya perang urat saraf.
Sementara Fino dan Igo ngikik, membelakangi dua sepupu yang ngga pernah bisa akur itu.
"Kita pamit, ya. Ayo kita pergi," kata Aldi sambil meraih tangan Vandra.
Toni mengikuti dari belakang sambil mengangguk pada Ilham.
"Kira kira dapat ngga ya soto padangnya," kekeh Irfan.
"Tapi Mia mah sabar. Dia ngga bakalan marah kalo Vandra ngga dapat," sindir Eri sambil melirik Luvi yang hampir saja menerkam Eri kalo saja Ilham ngga menahannya sambil mengembangkan senyum gelinya.
"Sudah Er," kata Igo sambil menarik Eri menjauh. Menghindari negara api menyerang.
"Bang, kita ke depan. Yuk, kak Luvi," pamit Fino sambil melambaikan tangannya pada Ilham yang sedang menenangkan Luvi yang terlihat begitu emosi.
Dia berusaha menahan tawanya agar sepupu Eri ngga mengomeli dirinya juga.
"Mi, Pi, Mel sama Om Eri yaaa," pamit Melia sambil melambaikan tangannya. Saat ini dia masih berada dalam gendongan Omnya.
Padahal Melia udah tujuh tahun, tapi dia manja banget sama Eri sampai buat Luvi sangat sangat kesal.
"Tanganku udah gatal mau jewer si Eri. Lihat anak kita nurut banget sama dia," omel Luvi pada Ilham yang tetap cool.
"Udah, biarin aja. Kamu malah repot ntar kalo Melia ikut kamu," kekeh Ilham membuat Luvi mencubit pinggangnya gemas. Tapi Ilham malah tambah tergelak.
Istri pemarahnya, batin Ilham gemas.
"Mel, mami kamu udah lama ngga ketemu Om, tapi Om dimarahin mulu," katanya mengadu pada ponakan cantiknya.
"Habis Om, sih, buat mami marah terus," kata Melia balas mengomeli Omnya membuat Fono, igo dan Irfan tergelak.
"Kok kamu malah marahin Om, sih," protes Eri ngga terima.
Melia malah tertawa membuat wajahnya terlihat makin menggemaskan.
Ponakannya inilah yang selalu dia rindukan. Bukan sepupunya yang nyebelin itu.
Eri ingat betapa sengsaranya dia waktu kuliah seni dibiayai Luvi. Kirain bantu bantu biasa di perusahaan papi. Ternyata dia benaran kerja. Bahkan sampai larut malam. Padahal selain kuliah seni, Eri juga kuliah bisnis sesuai permintaan papinya. Untung dia berhasil nyelesaikan dua kuliahnya. Malahan lebih cepat setahun.
Eri pun akhirnya tertawa bersama ketiga teman jinnya.
"Kita nyari kemana lagi ya, Van," tanya Aldi sambil melihat aplikasi onlinenya.
Vandra terdiam. Ini tempat soto padang ketiga yang mereka cari, tapi udah abis. Jam pun sudah hampir menunjukkan pukul dua belas malam.
"Ada satu alternatif terakhir nih, katanya buka dua puluh empat jam. Tapi agak jauh dikit, tetap mau ikut?"tanya Vandra kasian juga sama Aldi dan Toni.
"Ikut Bro. Kita ngga ada yang nunggu di rumah. Mau pulang pagi juga ngga apa," jawab Toni santai.
"Iya, betul," timpal Aldi.
"Ayo, ngebut yah. Kamu duluan," lanjut Aldi.
"Oke," kata Vandra dengan pandangan berterimakasih. Dia pun ngebut di ikuti dua temannya.
Akhirnya ngga lama kemudian mereka nyanpe di sebuah warung tenda yang cukup besar dan agak sepi. Hanya ada dua pembeli yang sepertinya sedang menunggu.
"Gue pesan dulu," kata Vandra bergegas masuk duluan. Ini alternatif terakhirnya.
Semoga masih ada, do'a Vandra dalam hati dengan khusyu'.
Aldi yang akan ikut masuk mengikuti Toni jadi merinding melihat sosok perempuan berambut panjang yang berjalan sambil menunduk mendekati warung tenda.
"Ada apa?" tanya Toni heran karena Aldi menarik lengan jaketnya tiba tiba.
"Ituuuh," bisik Aldi takut takut.
Toni mengikuti arah yang ditunjuk Aldi. Toni memperhatikan dengan teliti gadis berambut panjang yang memakai dres putih panjang..Soalnya dia ngga percaya segala macam hantu kecuali di di film Apalgi ini di tengah kota yang masih rane
Bibir Toni tersenyum ketika sudah memastikan sosok itu manusia. Hampir dia meledek wajah pias Aldi yang memang paling takut soal horror.
Aldi kaget melihat Toni malah menghampiri sosok horor itu.
"Hai, malam malam sendirian?" sapa Toni ramah membuat Aldi makin mengkeret.
"Gila, setan Lo sapa," umpat Aldi berbisik. Kuduknya semakin merinding.
Gadis itu mengangkat wajahnya. Rambutnya yang tadi menutupi wajahnya mulai tersibak karena tangannya menyantelkannya ke tellinganya.
Aldi sampai bengong melihatnya.
Setan kok cantik, batinnya terpesona. Tanpa sadar bibirnya mengembangkan senyumnya.
Gadis itu menatap Toni dam Aldi takut takut. Dia melengos dan langsung memasuki warung tenda itu.
"Tadi takut, sekarang ngelihatin terus," sarkas Toni kemudian tertawa.
"Toni, kakinya jejak tanah, kan?" tanya Aldi masih terus menatap punggung gadis itu.
"Lihat punggungnya sekalian, bolong atau nggak," kata Toni di sela tawanya.
Aldi tersenyum.
Jantung aneh. Tadi Lo berdebar keras karena kirain hantu bolong, tapi sekarang masih berdebar keras lagi karena hantunya cantik, racau Aldi dalam hati.
BUGH
Aldi hampir jatuh karena kaget akan tepukan Toni di punggungnya.
"Samperin sana, nanya namanya siapa," kata Toni sambil mendorong punggung Aldi agar masuk ke dalam.
Aldi yang didorong dorong hampir saja menabrak Vandra.
"Kalian apa apaan sih," marah Vandra sambil mengangkat tinggi tinggi kantong plastik soto padangnya yang sangat berharga. Hampir saja tumpah akibat tabrakan dua sahabat tengilnya.
"Sorry Van, nih si Aldi mau kenalan sama hantu tapi grogi," tawa Toni ngakak.
Aldi jadi salah tingkah.
"Hantu?"
Vandra mengerutkan keningnya.
"Kamu ada ada aja," lanjut Vandra sambil menghembuskan nafasnya.
"Kirain cewe itu hantu Van," kata Aldi sambil menunjuk cewe dress putih panjang yang sedang mengantri soto.
"Pastiin bolong apa enggak," ledek Vandra kemudian tertawa bersama Toni. Mengetawakan temannya yang sampai sekarang masih penakut.
"Pulang ajalah," kata Aldi sambil berbalik pergi.
"Yei, dia malu," tawa Toni sambil mengikuti langkah cepat Aldi. Baru kali ini Toni melihat Aldi malu malu gitu soal perempuan.
Perempuan yang dia kira hantu lagi, kembali Toni tertawa.
"Kita tunggu bentar. Lo kenalan sana," titah Vandra sambil duduk di motornya.
"Tunggu aja, yang tenang. Nanti kan si hantu bolong lewat," tawa Toni kembali ngga bisa dia tahan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!