NovelToon NovelToon

Wanita Dibalik Cadar

Bab 1

Siang itu diriku disibukkan di airport karna menunggu teman lama ku datang dari luar pulau ketika diriku sedang asyik mengobrol dengan teman ku via chat untuk janjian ketemu,karna pesawat yang doi tumpangi sudah mendarat,saking asyik nya diriku tak menyadari seseorang di depan ku hingga terjadilah "BRUUKKK...!" badan ku menubruk seorang wanita yang ada didepan ku.

"***aduh...!"desah wanita tersebut

"Eh maaf...maaf Mbak"ujar ku***

Wanita tersebut berbalik kearah ku, dan yang membuatku terdiam adalah pandangan pertama ku ketika melihat wanita yang didepanku ternyata dirinya bercadar hanya terlihat matanya saja, tak ada celah sedikitpun keculai matanya yang bisa aku pandangi.

"***Mas kalau jalan matanya kedepan jangan ke hp terus, masa orang berhenti di tabrak" sahutnya

"Maaf Mbak, bukan maksud Aku sengaja menabrak, Aku lagi sibuk mau ketemu teman yang janjian disini***"

Wanita tersebut hanya memandangi ku sebentar kemudian berlalu dari hadapan Ku, Aku sendiri begitu malu karna akibat kecerobohan Ku membuat diriku bersentuhan dengan wanita yang bukan mahrom aku.

"***Assalamu'alaikum Be" suara dari lelaki dari belakang mengejutkan ku

"Eh Wa'alaikumsalam" sahut ku

"Ahlan wa sahlan, gimana kabar mu?" tanya nya

"Khair...Kamu sendiri gimana?"

"Aku baik juga Brow" ujar ku namun pandangan ku alihkan lagi kearah wanita bercadar yang barusan ku tabrak ternyata sudah menghilang dari pandangan ku

"Heh...Kamu nyari siapa Be?" tanyanya heran kepadaku

"Enggak, itu loh?"

"Itu siapa?"

"Tadi kan Aku lagi chat Kamu, enggak sengaja nabrak akhwat bercadar" ujar ku menjelaskan

"Wah wah Kamu ini kayaknya penasaran banget sama tuh Akhwat,

hati hati loh bisa cinta pada pandangan pertama" canda teman ku sebut saja Abdillah

"Apaan sih Dil, mana bisa lah Aku cinta orang lihat wajahnya aja enggak bisa cuman matanya doang" bela ku

"Tapi rasa penasaranmu itu yang bisa bisa membuat penyakit di hati, udah ah yuk enggak usah mikirin yang enggak enggak" ajaknya***

Sebeneranya perkataan Abdillah memang benar semenjak insiden kecil barusan hati ku benar penasaran dengan wanita dibalik cadar tersebut, meskipun pertemuan kami terbilang singkat namun sukses membuat diriku bertanya tanya siapa kah gerangan dirinya?apakah bisa aku bertemu dengannya kembali?, jujur aku sangat mengidam idamkan memiliki istri yang pandai menutup diri seperti berhijab panjang juga bercadar.

Aku bersama Abdillah lalu berjalan menuju Bus bandara yang akan mengantar kami keterminal dan dari terminal lalu kami melanjutkan kearah desa tempat dimana aku tinggal, desa yang sangat jauh dari hiruk pikuk Ibu kota.

Abdillah sebenernya adalah teman satu kampung dengan ku juga teman satu SMA namun semenjak lulus sekolah dan diterima di perusahaan pertambangan diseberang pulau dirinya pulang hanya 3 bulan sekali.

Diperjalanan Abdillah nyeletuk

"***Be kamu kapan nikah?"

"Yah kamu nanya kapan aku nikah, seharusnya aku yang nanya kapan kamu nikah?, udah sukses di pulau seberang masa belum nikah juga" tanya ku balik

"Aku sebentar lagi Be, ini aku pulang karna bakal di kenalin sama wanita pilihan Bapak ku, rencana kalau cocok cuti kedepan aku menikahinya"

"Wih mantap kawan, moga sukses deh" sahut ku

"Makanya sekarang aku tanya kamu Be, udah 19 tahun masa belum nikah juga"

"Yah aku masih nyari kerjaan dulu Dil, kamu kan tau kerjaan ku hanya memelihara sapi dan kambing punya Ayah ku, selain itu ikut paman ku kesawah. Lagian masih terlalu muda Dil bagi ku untuk nikah"

"Yah terlalu sempit pikiran kamu Be, nikah itu ibadah dan Allah menjamin kepada pemuda yang ingin menikah, fitnah wanita itu besar kalau Kamu enggak segera menikah bakal kena fitnah loh kaya sewaktu dibandara barusan" candanya***

Benar juga apa yang dibilang oleh Abdillah karna nikah itu enggak nunggu umur kita tapi nunggu kapan kita siap, karna dalam Agama ku menganjurkan bagi para pemuda untuk menikah karna menikah bisa menundukan pandangan juga ********, namun pernikahan juga butuh dana sedangkan aku sendiri masih nganggur belum kerja, Ayah ku melarang ku bekerja di luar kota dikarnakan takut aku bisa terkontaminasi pergaulan kota yang sudah mulai mengikuti gaya hidup di barat.

Bisa di maklumi aku sedari kecil di didik dengan keras masalah Agama karna Ayah dan Ibu ku sangat menjunjung tinggi sunnah Rasulullah dalam kehidupan sehari hari, jangan kan pacaran mengenal seorang wanita pun aku belum pernah, aku disekolahkan di sekolah Agama yang jauh dari kata berkhalwat dengan wanita karna disekolahku lelaki semua enggak ada yang wanita.

Setelah mengantarkan Abdillah kerumahnya lalu aku pulang kembali kerumah, karna waktu sudah menunjukan waktu sore hari waktu nya untuk ku mencari rumput dan daun nangka untuk makanan sapi dan kambing punya Ayah.

Setelah sampai dirumah aku melihat sepertinya ada tamu yang datang karna sandal dan sepatu yang enggak ku kenali pemiliknya, saat masuk rumah aku lalu mengucap salam.

"***Assalamu'alaikum" ujar ku sembari masuk

"Wa'alaikumsalam" sahut 4 orang yang ada diruang tamu yang dua dari Ayah dan Ibu ku yang dua lagi sepasang suami istri yang entah siapa sepertinya teman akrab Ayah ku***

Aku masuk sembari memberikan senyum ku kepada tamu tersebut dan melanjutkan berjalan kearah dapur untuk mengambil peralatan mencari rumput, saat hendak melewati mereka tiba tiba Ayah ku memanggil

" ***Be mau kemana?. Ada tamu kok di lewatin gitu aja, duduk sini" pinta Ayah

"Tapi Yah waktunya mencari rumput kan?"

"Udah duduk dulu sebentar, teman Ayah mau kenalan sama kamu" ujar beliau sedikit memaksa

Akhirnya aku pun menuruti kehendak Ayah dan duduk disampingnya sembari tertunduk

"Oh ini Mas yang namanya Abe?" ujar teman Ayah

"iyah yang kamu lihat dulu masih bayi sekarang udah gede"

"Nak Abe sekarang umurnya berapa?" tanya teman Ayah

"19 tahun om" sahut ku

"Wah cocok Buk anak kita 18 tahun" bisik teman Ayah kepada istrinya

Entah maksud dari pembicaraan "cocok" itu apa aku masih bertanya tanya dan apa hubungan ku dengan anak beliau yang berbeda dengan ku satu tahun.

"Nak Abe target nikah umur berapa?" tanya teman Ayah

"Wah kalau ditanya nikah masih belum kepikiran Om, kerjaan aja belum punya" jawab ku sekenanya

"Terus sehari hari kamu kerjanya ngapain?"

"Yah cari rumput buat pakan ternak, kesawah bantu paman" jawabku

"Itu kerja namanya Nak, kalau tidur seharian enggak ngapa ngapain namanya pengangguran"

Aku hanya menganggukkan kepala tanpa berani memandang kearah teman Ayah,

"Maaf Om mau tanya soal ibadah apakah Nak Abe sholatnya 5 waktu?"

"Insya Allah Om" sambil menganggukkan kepala

"Dimasjid?" tanya Beliau lagi

"Insya Allah Om" lagi lagi kata itu yang terlontar dari mulutku

"WAh cocok Mas jadi mantu kita" bisik istri Beliau***

Meskipun dengan pelan istri teman Ayah berbisik kesuaminya namun tetap aja aku mendengarnya dan kata kata "Mantu" tersebut membuatku sedikit shock antara penasaran dan heran aku bergumam

"Kenapa harus aku?, siapa juga wanita yang mau menikah dengan pria desa seperti ku?, dan kenapa teman ayah begitu ngotot menanyakan soal pribadi ku?"

Begitu banyak pertanyaan yang mengganjal dalam benak ku, Ayah ku yang biasanya kedatangan teman karibnya biasa aja ketika aku lewat di hadapan beliau dan kali ini diriku malah di suruh memperkenalkan diri di hadapan teman Beliau.

Ketika aku sedang berpikir tiba tiba teman Ayah berbicara sesuatu yang membuat aku terkejut dan tidak percaya, beliau berkata "***Nak Abe apakah Kamu siapa menikah dengan Anak Om?"

"Terdiam tanpa bisa berkata apa apa"

"Kalau Nak Abe siap, besok kerumah Om yah, nanti Om pertemukan dengan Anak Om"

"Menikah?, dengan Anak beliau?, GILA barusan tadi siang aku membicarakan tentang pernikahan dengan Abdillah dan sekarang tanpa diduga aku akan dijodohkan dengan anak teman Ayah?, mimpi apa aku semalam?" bathin ku***

Bab 2

Sedikit perkenalan tentang diriku, sebut saja nama ku Abe, aku terlahir dari kedua orang tua yang sangat menyayangiku dan selalu mengajarkkan ku tentang agama. Dalam kehidupan ku sehari hari aku di ajarkan mengamalkan apa yang selalu di amalkan Rasulullah Muhammad shallallahu'alaihi wassalam dari cara berpakaian yang sunnah dan beribadah pun sedari kecil aku sudah di ajarkan untuk kemasjid hingga besarnya aku terbiasa ketika sholat wajib pasti kemasjid kecuali sholat sunnah.

Didesa tempat aku tinggal sebut saja desa Madinah, begitu menomor satukan agama meskipun Manhaj yang Ayah ku pegang berbeda dari kebanyakan warga desa ditempatku namun perbedaan tersebut enggak membuat kerukunan antar penduduk menjadi terpecah, mereka tetap menghargai walaupun berbeda Manhaj, meskipun aku berpakaian cingkrang mereka enggak pernah mempermasalahkan itu.

Setelah tamu Ayah pulang aku lalu melanjutkan aktifitas ku untuk mencari rumput dan daun nangka bersama Ayah, saat sedang menebas rumput karna kurang konsen tangan ku terkena sedikit parang hingga menorehkan luka di jari ku.

"Eh Be kamu kenapa?, aduh kerja yang konsen Nak jangan ngelamun" ujar Ayah

"Maaf Yah" sahutku

"Kamu ngelamunin apa to Nak?"

"Enggak kok Yah, cuman...?" aku tertunduk malu untuk curhat ke Ayahku tentang uneg uneg yang ada di pikiran ku

"Kamu enggak nyangka yah sama pertemuan dengan teman Ayah tadi?, kamu siap apa endak nikah muda?, kalau kamu belum siap enggak usah di paksa biar Ayah aja entar bilang ke teman Ayah"

"Bukan begitu Yah maksud aku siap kok menikah tapi kan menikah butuh biaya Yah"

"Allah menjamin rezeki kepada hambaNya yang bertaqwa apa kamu masih belum percaya?"

"Percaya Yah"

"Yaudah enggak usah di pikir, entar mas kawinnya jual salah satu sapi kita kan gampang" sahut Ayah

"Sapi yang mana Yah?"

"Yang itu" seraya menunjuk sapi brahma gemuk yang aku beri nama Paijo sapi peliharaan ku yang amat ku sayangi

"Yah jangan Paijo dong, yang lain aja, Paijo sayang untuk di jual, kan Ayah tau aku sangat sayang ama itu sapi" sahut ku

"Kamu mentingin nikah apa Paijo?" tegas beliau

"Nikah Yah" ujar ku tertunduk lesu

"Yasudah jual aja Paijo ada yang nawar 10juta tuh kan lumayan buat Mas kimpoi kamu entar"

Dengan sangat terpaksa akhirnya aku pun harus merelakan Paijo untuk di jual.

Yah sapi yang sedari kecil aku rawat hingga besar kini harus aku relakan untuk dijual buat biaya Mas kawin ku nanti.

Keesokan harinya dengan berpakaian gamis dan celana cingkrang aku berdandan serapi mungkin karna hari ini adalah hari dimana aku akan dipertemukan oleh seorang akhwat yang aku sendiri belum mengenalnya, seperti apa wajah dan parasnya aku tak tau.

Setelah selesai berpakaian aku lalu menyusul Ayah ku yang sudah bersiap menungguku di luar dengan sepeda pancalnya, yah kami bersepeda berdua menuju rumah teman Ayah yang akan menjodohkan ku dengan Anaknya. Karna jaraknya cukup jauh kami kadang bergantian berboncengan ketika lelah aku menggantikan membonceng Ayah begitu juga sebaliknya.

40 menit lebih kami bersepeda akhirnya sampai juga disebuah rumah yang besar dan begitu nyaman ketika di pandang, dengan cat berwarna hitam, atap terbuat dari genteng berwarna merah serta taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga, disinilah rumah teman Ayah berada.

Saat memasuki rumah diriku begitu gugup karna ini adalah kali pertamanya aku bakal di pertemukan oleh seorang Akhwat yang belum aku kenal,

"Assalamu'alaikum" ujar Ayah

"Wa'alaikumsalam" sahut suara lelaki dari dalam rumah

"Eh ada tamu jauh rupanya, ayuk masuk Mas" pinta teman Ayah

Kami pun masuk lalu duduk diruang tamu, aku begitu terkesima melihat pemandangan yang ada dirumah teman Ayah tersebut, berbeda jauh dengan rumah ku yang hanya berlantaikan tanah dan beratapkan seng biasa hingga ketika panas matahari mengenai atap rumah ku membuat suhu begitu panas didalamnya, beda dengan rumag teman Ayah yang begitu sejuk padahal siang itu matahari begitu panas.

"Buk...Buk...bikinin minuman dong buat tamu kita" pinta teman Ayah sedikit berteriak

"Iyah Yah sebentar" sahut istri Beliau

"Wah enggak nyangka Alhamdulillah Nak Abe ternyata menepati janji, gimana Nak Abe udah siap melihat Anak Om?" tanya Beliau

"Sii..sii..siap om insya Allah" jawab ku tergagap sembari menunduk

Enggak lama datang lah istri Om abdurrahman lalu menghidangkan minuman di depan ku, lalu Om Abdurrahman menginstruksikan istri beliau untuk memanggil anaknya yang berada di halaman belakang rumah.

"Diminum Nak Abe Mas tehnya" ujar Om Abdurrahman

"Maaf ini Kang, aku hanya bisa memeberi beberapa uang saja buat Mas kimpoi kelak" ujar Ayah yang membuka pembicaraan

"Udah Mas enggak usah khawatir soal rame rame biar saya bantu nantinya" jawab Om Abdurrahman

"Lebih baik mending enggak usah rame rame aja Kang daripada nyusahin kamu aja nanti" pinta Ayah

"Udah biar aja, lagian sekali seumur hidup kan Mas, apa salahnya kita ramaikan" desak Om Abdurrahman

"Assalamu'alaikum" ujar suara perempuan muda yang tiba tiba datang dari arah belakang Om Abdurrahman

"Wa'alaikumsalam" aku dan Ayah menjawab salam darinya

Setelah menoleh kearah suara tersebut aku begitu terkejut karna wanita yang ada dihadapan ku sepertinya pernah aku temui namun dimana?, aku sepertinya lupa.

Saking terkejutnya hingga aku lupa batasan batasan melihat yang bukan mahrom aku hingga perempuan bercadar tersebut menegurku.

"Afwan Akhi tolong pandangannya dijaga" pinta suara lembut dari wanita tersebut

Begitu malunya diriku ketika yang menegur bukan Ayah ku melainkan perempuan yang aku pandang begitu lama, akhirnya dengan malu aku pun menunduk dan menyesali perbuatan ku barusan.

"Gimana menurut mu Syah?" tanya om Abdurrahman kepada Aisyah

"Hmmm...dia hapal berapa surat dalam Al Quran yah?" ujar Aisyah

"Tanyakan aja sendiri ke Nak Abe" pinta om Abdurrahman

Dalam hati ku "****** dah kenapa harus ayat Al quran yang doi pertanyakan?, enggak ada yang lain apa?" gumam ku

"Afwan Khi, antum hafal surah Ar Rahman tidak?" tanya Aisyah

"In...insya Allah" jawab ku sembari tertunduk

"Baguslah kebetulan banget ada Masjid didepan rumah dan ana harap antum bisa menggantikan Ayah Ana untuk menjadi imam sholat di mesjid tersebut, apakah akhi sanggup memenuhi permintaan ana?"

"****** untuk yang kedua kalinya aku diheadshot oleh Aisyah hingga membuat ku terdiam tanpa bisa menolak apa yang di ingin kannya, kalau aku menolak tentu saja Aisyah akan berpandangan bahwa aku hanya omong doang, kalau diterima aku sangat lah gugup orangnya ketika berhadapan dengan banyak orang,

"Ya Allah enggak ada test yang lebih ringan apa selain ini" keluh ku sembari menghembuskan nafas berat

Bab 3

Subuh jam 3 pagi 2 jam sebelum adzan di kumandang kan di mesjid aku sudah terbangun, bukan karna apa aku bangun terlalu dini karna aku mesti mempersiapkan mental supaya enggak demam panggung(dikata konser).

Aku duduk lesu dimuka rumah memikirkan nasib ku yang entah bagaimana jadinya, ingin menolak aku takut mengecewakan Ayah dan pastinya penilaian Aisyah terhadapku makin minus dimatanya, ingin menyanggupi tantangan dari Aisyah aku juga takut ketika bacaan ku ada yang salah maklum manusia kalau lagi gugup kadang yang dihapal bisa ngeblank gitu aja.

"Lagi mikir apa Nak?. Tumben pagi pagi gini udah bangun duluan" sapa Ayah ku 

"Enggak yah cuman rada gugup aja" sahut ku

"Gugup kenapa?, kamu bener hapal endak itu surah yang di minta Aisyah?"

"Hapal sih Yah, tapi kalau gugup kadang Abe ngeblank, takut pas ditengah tengah ayat abe lupa sama bacaan abe" ujar ku sembari tertunduk

"Niatnya dilurusin insya Allah kamu ndak akan lupa"

"Maksud Ayah niat yang bagaimana?" tanya ku bingung kepada beliau

"Niat kamu jadi imam itu karna apa?Lillahita'ala atau karna Aisyah?"

"Lillahita'ala Yah" sahut ku

"Kalau Lillahita'ala yah ngapain grogi?itu tandanya niat kamu masih belum bener Be"

"Terus Abe mesti gimana Yah?"

Beliau lalu menepuk pundak ku seraya berkata "udah kalau kamu niat karna Allah berangkat aja, mau suara kamu jelek atau enggak Bismillah, toh yang nilai Allah bukan jemaah apalagi Aisyah"

Aku lalu berangkat menggunakan sepeda pancal milik Ayah menuju ke kampung Aisyah, aku menggenjot sepeda sembari memikirkan kata kata Ayah barusan yah aku sadari memang niat ku salah, aku ingin menjadi imam sholat hanya karna mengejar pujian dari Aisyah dan ini termasuk dosa besar karna ada tersimpan sifat riya di dalam hati ku, akhirnya aku bulat kan tekat ku untuk berniat karna Allah semata tanpa mengharap pujian dari Aisyah ataupun para jemaah, mau di puji atau dijelekin masa bodo yang penting Allah ridho.

Setengah perjalanan tiba tiba adzan pun berkumandang, aku lalu mempercepat laju sepeda ku agar tidak telat sampai di tujuan, setelah sampai aku lalu menaruh sepeda di parkiran lalu menuju kearah masjid, saat hendak masuk tiba tiba om Abdurrahman memanggil ku.

"Nak Abe..."

"Iyah Om?" sahut ku

"Udah siap jadi imam?" tanya beliau

"Insya Allah siap Om" jawab ku mantap

Saat sedang ngobrol tiba tiba lewat lah sang bidadari dari arah belakang Om Abdurrahman melewati kami menuju ketempat wudhu, tanpa menoleh tanpa menyapa doi melewati ku begitu saja.

Aku lalu masuk masjid kemudian sholat sunnah 2 rakaat enggak lama iqomah pun di kumandangkan, aku lihat orang orang yang masuk masjid cukup banyak kalau di hitung mungkin ada dua shaf, dan sukses membuat perasaan minder ku muncul kembali namun aku berusaha membuang perasaan itu jauh jauh dan kembali pada niat awal kesini.

Lalu Om Abdurrahman mempersilahkan ku untuk maju kedepan mengimami para jemaah yang hadir.

Saat maju kedepan aku pun berbicara kepada jemaah "luruskan shaf dalam shalat, karena meluruskan shaf bagian dari kesempurnaan shalat" (HR. Muslim 435)

Setelah dirasa cukup lalu aku mengumandangkan takbir "Allahu akhbar"

Setelah membaca surah Alfatihah aku lanjutkan dengan membaca surah Ar Rahman, dengan menarik nafas panjang akhirnya ku lantunkan ayat suci di hadapan puluhan jemaah yang hadir.

  

Ar-rahman(u) 

  "(Rabb) Yang Maha Pemurah," – (QS.5ْ5:1)

  'Allamal quraan(a)  

"Yang telah mengajarkan Al-Qur'an." – (QS.55:2) 

Khalaqa-insaan(a)  

"Dia menciptakan manusia," – (QS.55:3) 

َ 

  'Allamahul bayaan(a)  

"Mengajarnya pandai berbicara." – (QS.55:4) 

Asy-syamsu wal qamaru bihusbaanin 

  "Matahari dan bulan (beredar), menurut perhitungan." – (QS.55:5) 

Hingga ayat ke 50 aku hentikan lalu ruku dan sujud ketika berdiri kembali aku ulang membaca Al fatihah setelah itu ku lanjutkan bacaan surah Ar Rahman dari Ayat 51 hingga ayat 78.

Setelah salam akhirnya lega juga diriku dapat menyelesaikan bacaan surah Ar Rahman tersebut meskipun di tengah tengah lidah ku tercekat akibat rasa gugup menghampiri namun Alhamdulillah dapat ku kendalikan kembali.

Setelah selesai sholat aku lalu keluar masjid dan menghampiri sepeda ku untuk segera pulang kerumah,namun Om Abdurrahman memanggil ku kembali.

"Mau kemana Nak?, enggak mampir dulu kerumah?" pinta beliau

"Ah enggak Om masih banyak kerjaan dirumah yang harus aku selesaikan(padahal enggak ada sih cuman malu aja mesti ketemu si Aisyah)"

"Oh begitu padahal Om pengen ngajak kamu main catur pagi ini, tapi yasudah lah enggak apa apa, oia bacaan mu bagus suaranya top rekomendasi banget kalau bisa gantiin Om jadi imam sholat di masjid ini"

"Aduh maaf om, saya masih belajar dan belum berani untuk jadi imam sholat disini"

"Sama aja om juga masih belajar bukannya setiap muslim harus belajar terus dan berhenti belajar ketika sudah di liang lahat"

"Aduh kata kata beliau bikin diriku mati kutu, kenapa harus aku padahal masih banyak pemuda disini yang mumpuni ketimbang diriku" bathin ku

"Yaudah kalau Nak Abe gak mau enggak apa apa yang penting Nak Abe sudah menunjukkan bahwa Nak Abe emang pantas untuk menjadi imam buat Aisyah" ujar beliau sambil menepuk bahu ku

Diriku hanya bisa manggut manggut, tiba tiba ku cium wangi semerbak melewati ku, saat pandangan ku angkat ternyata Aisyah lewat begitu saja dan lagi lagi tanpa menyapa apalagi memberi salam kepada ku dan Ayahnya.

Meskipun Ayah Aisyah sudah menyetujui pernikahan ku dengan Aisyah tetap saja keputusan ada ditangan Aisyah, saat melihat dirinya yang cuek begini aku begitu pesimis dab pasti lamaran ku akan di tolaknya.

Setelah berpamitan dengan Ayah Aisyah aku kembali pulang dengan mengayuh sepeda lambat sekali sembari membathin "Ya Allah kalau Engkau mentakdirkan Aisyah menjadi istri ku maka mudahkan lah segala urusan hamba, apabila dirinya bukan jodoh ku maka jauhkan lah dirinya dari pikiran ku yang membuat ku berdosa karna memikirkan yang belum halal untuk ku"

"Derrrttt...derrrttt" tiba tiba hp ku bergetar seperti ada pesan masuk, lalu ku buka hp ku tanpa menyetop laju sepedaku

Saat ku buka ada pesan dari nomor tak dikenal, pesan tersebut berbunyi

"Teruntuk calon imam ku Mas Abe, makasih telah membuktikan kalau Mas Abe memang layak menjadi imam ku kelak, maaf yah Mas atas permintaan ku yang aneh aneh tapi insya Allah sekarang aku yakin kalau Mas Abe bisa menjadi Imam yang akan menuntun ku kelak ke surgaNya, tolong jangan di balas sms ini hingga waktu yang tepat sampai kita halal nanti, jazakallahu khairan"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!