‘’Masak apa sayang?” peluk Arya dari belakang saat melihat istrinya sibuk memasak.
“Hei sayang, aku sedang memasak nasi goreng untukmu dan juga untuk Zidane.”
“Seharusnya kamu jangan terlalu lelah, usia kandungan kamu semakin membesar kan ada Bibi.”
“Tidak apa-apa, Mas. Duduklah dan panggilkan Zidane.”
“Oke baiklah. CUP!” kata Arya seraya memberi kecupan di pipi istrinya.
“Morning Mom!” sapa Zidane yang datang bersama Papinya.
“Morning sayang, ayo duduk! Sarapannya sudah jadi.”
“Oke Mom.”
Aruna melihat suaminya sibuk memainkan ponselnya. Aruna menghela nafas kasar melihat sikap suaminya itu. “Mas, ayo makan dulu.”
“Iya sebentar, sayang. Ini klien aku meminta rapat di ajukan, jadinya schedule ku berantakan.”
“Kan ada sekretarismu, Mas. Serahkan saja padanya.”
“Tidak bisa, klien yang satu ini rewel sekali. Sebentar lagi ya.”
Aruna hanya bisa menghela nafas panjang. “Zidane, ayo makan dulu. Papi masih sibuk.”
“Yes Mommy.”
Setelah selesai dengan ponselnya, Arya menyodorkan piringnya pada Aruna, memberi kode supaya Aruna menuangkan nasi kedalam piringnya. Aruna tersenyum lalu menuangkan nasi ke dalam piring Arya.
“Sayang, aku mau ayam gorengnya.”
“Iya Mas.”
“Thank you.” Kata Arya.
“Sama-sama Mas. Oh ya Mas, acara pengajian tujuh bulanan bagaimana?”
“Kamu tenang saja sayang, semuanya sudah beres. Kamu tidak usah capek-capek dan pusing mengurus semuanya. Karena aku sudah mengurusnya.”
“Terima kasih ya, Mas. Aku beruntung sekali memiliki kamu.”
“Aku juga beruntung memiliki kamu.”
Setelah selesai sarapan, Arya segera pergi ke kantor namun sebelum itu ia terlebih dahulu mengantar Zidane ke sekolah. Aruna kemudian pergi ke kamarnya untuk membereskan pakain kotor suaminya yang masih berada dalam koper. Karena Arya baru saja pulang semalam setelah tiga hari pergi ke luar kota. Saat membongkar pakaian kotor suaminya, Aruna sangat terkejut melihat sebuah blouse warna putih dalam koper suaminya.
“Blouse? Milik siapa? Kenapa ada di koper Mas Arya?’’ gumam Aruna penuh tanda tanya. Aruna berusaha untung tenang dan mencoba berpikir positif dengan apa yang dia lihat. Tiba-tiba dering ponselnya mengalihkan perhatian Aruna. Ada nama Gita di layar ponsel Aruna.
“Iya Git, ada apa?”
“Aruna, elo lupa ya?”
“Lupa apaan sih?” Aruna tidak mengerti.
“Gue sama Dinda udah nungguin elo. Elo lupa kalau Dinda hari ini ulang tahun dan dia traktir kita.”
“Ya ampun iya-iya, sorry. Ya udah, gue berangkat sekarang. Maklumlah, suami gue baru pulang semalam jadi ada yang harus gue beresin.”
“Ya udah deh, kita tunggu. Hati-hati ya.”
“Iya Gita, bye.” Aruna segera berganti pakaian dan memakai make up tipis-tipis lalu segera berangkat menuju café.
Aruna kini telah berusia 28 tahun. Ia dipinang oleh Arya, saat usianya masih 20 tahun. Aruna dulu adalah gadis yang pintar dan berprestasi, bahkan ia lulus SMA saat usianya 16 tahun karena ia berhasil menempuh kelas akselerasi. Bahkan saat itu ia menjadi mahasiswi termuda di kampus. Setelah lulus S1 yang hanya ia tempuh selama dua tahun saja, ia langsung di tawari pekerjaan di sebuah perusahaan ternama. Diusianya yang masih 18 tahun, Aruna berhasil menjadi seorang sekretaris muda. Dua tahun ia menjadi seorang sekretaris yang hebat, cakap, gesit, ulet dan sangat cerdas. Disaat ia dan bosnya sedang menghadiri gala dinner, disanalah awal pertemuannya dengan Arya. Pria yang kini menjadi suaminya. Tidak mudah bagi Aruna menerima pinangan Arya. Saat itu usia Arya masih tergolong muda, yaitu 26 tahun. Namun saat itu Arya mampu membuktikan keseriusannya pada Aruna dan juga keluarga Aruna. Ditambah Arya tidak membatasi ruang gerak Aruna, Aruna masih bisa bekerja dan tetap bisa menjalani apa yang menjadi hobinya karena mengingat usia Aruna yang masih muda. Sikap Arya yang seperti itulah yang mampu membuat Aruna jatuh cinta. Bahkan saat keduanya menikah, Aruna masih tetap diijinkan bekerja oleh Arya. Namun saat usia kandungan Aruna menginjak usia 8 bulan, Arya meminta Aruna untuk berhenti bekerja. Karena ia khawatir dengan kondisi Aruna. Disaat yang bersamaan, karir Arya semakin menanjak hingga akhirnya ia diangkat menjadi seorang wakil direktur.
“Tuh kan sayang, ini rezeki baby kita. Disaat aku memintamu berhenti bekerja, Tuhan memberi kita jalan lain. Tuhan menggantinya dengan menaikkan jabatanku di kantor. Kamu tidak perlu khawatir soal keuangan ya. Kamu cukup fokus mengurus ku dan anak kita. Biarkan aku yang bekerja.”
“Alhamdulillah, Mas. Aku bahagia sekali mendengarnya. Iya Tuhan memang sangat baik. Ingat ya Mas, kamu harus amanah.”
“Pasti sayang.”
Itulah obrolan beberapa tahun lalu saat Zidane masih dalam kandungan Aruna. Sepanjang perjalanan menuju café, Aruna hanya bisa tersenyum mengingat kenangan indah pertemuannya dengan Arya.
“Happy Birthday, Dinda. Sorry ya gue telat.” Kata Aruna seraya memeluk sahabatnya itu.
“Iya dimaafin kok tapi hadiahnya mana?” kata Dinda sambil mengulurkan telapak tangannya.
“Ya ampun baru juga nyampai langsung di todong hadiah.” Protes Aruna.
“Bukan cuma elo Aruna tapi gue juga,” sahut Gita.
“Hehehe iya dong.” Jawab Dinda sambil meringis. Aruna lalu memberikan sebuah kotak kecil untuk Dinda.
“Nih buat elo.”
“Apaan Run?” tanya Dinda penasaran.
“Buka aja,” ucap Aruna sambil tersenyum. Dinda dengan antusiasnya membuka hadiah dari Aruna.
“Wah gelangnya cantik banget. Asli nggak nih?” seloroh Dinda.
“Ya ampun Din, kebangetan banget deh lho. Udah di kasih masih pakai tanya asli apa nggak?” sahut Gita.
“Kan kalau asli buat investasi, Git.” Ucap Dinda terkekeh.
“Memang ya Miss realistis ini. Ini suratnya sayang, bisa di cek langsung ke tokonya.” Kata Aruna sambil menyodorkan surat gelang yang ia berikan pada Dinda.
“Jangan syok lihat harganya,” lanjut Aruna.
“Kalau dari Aruna bukan kaleng-kaleng.”
“Terus dari gue kaleng rombeng gitu?” sahut Gita.
“Ya ampun, ya nggak lah. Kalian semua bukan kaleng-kaleng. Sejujurnya bukan hadiahnya tapi persahabatan kita yang awet sejak pertama kali masuk SMA sampai detik ini, adalah hadiah terindah.” Ucap Dinda.
“Oh so sweet.” Kata Aruna. Mereka bertiga kemudian saling berpelukan.
“HBD ya Din. Sehat terus, panjang umur dan cepet dapat jodoh.” Ucap Aruna.
“Sekali lagi selamat makin tua ya, Din. Semoga sehat selalu, panjang umur dan cepat dapat jodoh.” Ucap Gita.
“Elo juga cepat dapat jodoh, Git. Doa yang terakhir jangan cuma buat gue.”
“Iya-iya buat gue juga,” kata Gita dengan tawanya.
Dinda adalah seorang pengusaha, dia memiliki beberapa cabang salon dan spa, dia adalah sahabat Aruna yang paling realistis dan lebih mengedepankan logika daipada perasaan. Kegagalan pernikahan kedua orang tuanya, membuat Dinda begitu selektif dalam memilih pasangan hidup. Sangat sulit meruntuhkan dinding logika Dinda. Seorang wanita biasanya berpikir menggunakan perasaan tapi Dinda lebih mengutamakan logika karena Dinda tidak mau dan takut terluka jika terlalu mengandalkan perasaannya. Beberapa kali Dinda menjalin hubungan dengan pria, hanya dua bulan yang paling awet karena semuanya bertentangan dengan prinsip hidupnya.
Sedangkan Gita, dia seorang psikiater. Mendengar keluh kesah dan membantu seseorang memecahkan masalah adalah keahliannya namun terkadang Gita lupa kalau dia juga memiliki masalah yang harus di selesaikan yaitu pasangan hidup. Banyak sekali pasien yang datang padanya mengutarakan keluh kesahnya tentang pernikahan. Dan kebanyakan itu adalah pasien wanita yang akhirnya stress dan frustasi karena pasangannya selingkuh. Menghadapi pasien dengan masalah tersebut, membuat Gita takut dan khawatir untuk berumah tangga. Bagi Gita dan Dinda kehidupan yang paling sempurna adalah milik Aruna. Keluarga kecil Aruna adalah cermin bagi Gita dan Dinda untuk mencari sosok pria seperti Arya, suami Aruna. Gita dan Dinda sendiri sangat bahagia melihat Aruna juga bahagia dengan keluarga kecilnya. Bahkan untuk menikahi Aruna, Arya pun harus meminta restu pada Gita dan Dinda. Bukan hanya restu tapi Gita dan Dinda juga melakukan bebera tes untuk Arya. Semua itu mereka lakukan untuk memastikan bahwa Arya adalah pria yang tepat untuk Aruna. Karena bagi Gita dan Dinda, Aruna adalah wanita spesial. Ya, begitulah keunikan persahabatan mereka bertiga.
Bersambung...
Saat jam makan siang tiba, Aruna pamit sekaligus memesan makanan untuk ia bawa ke kantor. Aruna ingin memberikan kejutan kecil untuk suaminya dengan membawakan makan siang.
“Mas Arya pasti senang aku bawakan makanan kesukannya. Sejak kehamilanku semakin membesar, aku sudah jarang membawakan makan siang untuk Mas Arya.” Kata Aruna.
Setelah sampai di kantor, Aruna langsung masuk begitu saja ke ruangan Arya namun ia tak mendapati Arya sama sekali disana. Bahkan ruangannya masih tampak rapi.
“Lho kemana Mas Arya? Kenapa tidak ada di kantor?” Aruna kemudian keluar dari ruangan dan bertanya pada salah satu karyawan yang melintas di depan ruangan Arya.
“Mas permisi, Pak Arya kemana ya?”
“Oh Tuan Arya sudah meninggalkan kantor dua jam yang lalu, Nyonya.”
“Apa sekretarisnya ikut?”
“Oh sekretarisnya cuti menikah sejak tiga hari yang lalu.”
“Oh begitu. Lalu Pak Arya pergi kemana?”
“Kalau masalah itu saya kurang tahu, Nyonya. Yang jelas tadi Tuan Arya perginya buru-buru.”
“Baiklah, terima kasih ya Mas.”
“Sama-sama, Nyonya.”
Aruna lalu kembali masuk ke dalam mobilnya. Ia kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi suaminya. Perasaan tidak enak menghantui pikiran Aruna, apalagi dengan blouse yang berada di koper suaminya.
“Kenapa tidak di angkat ya?” gumam Aruna. Aruna mencoba sekali lagi menelepon Arya, tersambung tapi tidak ada jawaban.
“Tenang Aruna, Lula kan sedang cuti jadi pasti Mas Arya sangat sibuk dan kerepotan mengurus pekerjaannya. Positif thinking, Aruna. Sebaiknya aku ke sekolah dulu untuk menjemput Zidane.” Aruna lalu melajukan mobilnya dan segera menuju ke sekolah Zidane.
“Mami!” seru Zidane sambil berlari kecil saat melihat Maminya.
“Hei sayang, apa Mami terlambat?”
“No Mami.”
“Bagaimana Zidane di sekolah Bu?” tanya Aruna pada wali kelas Zidane.
“Everything its okay, Mom. Zidane selalu menunjukkan perkembangan yang pesat setiap saat.” Ucap Bu Melisa wali kelas Zidane.
“Syukurlah. Terima kasih ya Bu. Kalau begitu kami permisi.”
“Silahkan Mom. Hati-hati.''
Aruna kemudian segera mengajak Zidane masuk kedalam mobil.
“Mami, iam hungry!” kata Zidane sambil mengusap perutnya.
“Kebetulan Mami baru saja membeli makanan dari café. Itu Mama taruh di kursi belakang.”
“Boleh aku makan, Mam?”
“Tentu saja boleh, sayang. Tadinya Mama membawa makanan itu untuk Papi tapi Papi tidak ada di kantor.”
“Lalu, Papi kemana?”
“Sepertinya Papi sedang sibuk sayang apalagi sekretaris Papi juga sedang cuti menikah.”
“Sabar ya, Mam. Papi memang akhir-akhir ini selalu sibuk bahkan tidak ada waktu bermain denganku.”
Aruna menghela nafas panjang, mendengar keluhan dari putranya.
-
‘’I miss you honey,” sapa Arya pada seorang wanita yang baru saja membuka pintu apartemen untuknya.
“I miss you too honey,” balas wanita yang bernama Shella itu. Keduanya lalu saling mengecup bibir.
“Kamu lama sekali dari mana saja?” tanya Shella sambil memeluk manja Arya.
“Maaf honey, aku baru saja meeting dengan klienku. Kamu kan tahu kalau sekretarisku sedang cuti.” Arya lalu membanting tubuhnya di atas tempat tidur.
“Aku lelah sekali honey. Apa kamu punya sesuatu yang menyegarkan?”
“Baiklah, aku buatkan kamu ice lemon dulu ya.”
“Okay honey.” CUP! Bibir keduanya kembali saling mengecup kembali. Shella lalu segera membuatkan minuman untuk kekasihnya itu.
Shella adalah cinta pertama Arya yang membuat Arya begitu sulit untuk melupakannya. Mereka dulu berpisah, saat Shella memutuskan untuk mengambil beasiswa model di New York. Mereka menjalin hubungan sejak keduanya pertama kali bertemu saat keduanya masuk SMA di sekolah yang sama. Disanalah benih-benih cinta itu tumbuh. Hingga akhirnya Shella yang bercita-cita menjadi model, memilih karir daripada melanjutkan hubungannya dengan Arya. Arya yang memang berasal dari keluarga sederhana memilih untuk kuliah di Indonesia. Hari yang berat bagi Arya tanpa adanya Shella disisinya. Tahun pertama kepergian Shella, keduanya masih saling bertukar kabar melalui email namun perlahan Shella menghilang begitu saja. Arya benar-benar terluka dengan sikap Shella yang menghilang tanpa kabar, bahkan Shella mengakhiri hubungan sepihak dengan Arya.
Hingga akhirnya Arya memilih fokus untuk menyelesaikan kuliahnya. Karena keuletan dan kecerdasannya, akhirnya Arya di terima disebuah perusahaan yang cukup besar dan ternama yang bergerak dalam bidang periklanan.
Lima tahun sudah Arya berhasil meniti karirnya hingga diangkat menjadi seorang wakil direktur. Selama itu pula hati Arya tertutup. Sampai pada akhirnya ia bertemu dengan Aruna. Aruna seorang gadis muda yang cerdas, cantik, cakap dan kompeten tentunya. Saat itu Aruna sedang menghadiri gala dinner bersama atasannya. Disanalah keduanya bertemu dan saling jatuh cinta. Pertemuannya dengan Aruna, membuat Arya mampu menyembuhkan luka perpisahannya dengan Shella.
Arya bertemu kembali dengan Aruna sejak tujuh bulan lalu. Saat itu Arya sedang menghadiri rapat di luar kota. Ketika Arya selesai meeting dan menuju tempat parkir, Arya melihat Shella cekcok dengan seorang pria. Sampai pria itu menampar Shella berkali-kali. Melihat itu Arya sangat geram dan menolong Shella. Namun saat itu Arya tidak tahu jika wanita yang ia selamatkan adalah Shella. Disanalah cinta lama itu bersemi kembali. Shella dengan mudah membuat cinta Arya terbagi. Dari awal mereka bertemu kembali, Arya sudah menceritakan kehidupan barunya bersama Aruna pada Shella. Saat melihat Shella terluka waktu itu, Arya membawa Shella kedalam sebuah kamar hotel.
“Siapa pria itu, Shella? Bagaimana kamu bisa diperlakukan seperti itu?” tanya Arya sambil mengompres pipi Shella yang lebam.
“Itu hanya segelintir orang yang menganggap rendah profesiku, Arya. Untung saja tadi ada kamu.”
“Memangnya kamu darimana?”
“Aku bertemu dengan orang itu. Dia ingin aku menjadi model di produknya namun ternyata dia minta pelayanan plus-plus.”
“Seharusnya kamu jangan pergi sendiri. Harus ada asisten yang nemenanimu.”
“Iya kebetulan asistenku sedang cuti.”
“Lain kali hati-hati.”
Shella tersenyum. “Kamu masih sama, tetap hangat seperti dulu.” Arya meletakkan kompresnya. Keduanya lalu saling menatap cukup lama sampai akhirnya ponsel Arya berdering. Ada nama Mami Love di layar ponselnya.
“Aku terima telepon sebentar.” Arya lalu beranjak dari sofa dan berdiri menjauh dari Shella. Tidak sampai lima menit, Arya kembali duduk disofa membereskan kotak P3K.
“Siapa?” tanya Shella.
“Istriku.” Jawab Arya dengan senyumnya.
“Kamu sudah menikah?”
“Iya. Aku bahkan sudah memiliki seorang anak laki-laki.”
“Jahat sekali tidak memberiku kabar kalau kamu sudah menikah.”
“Bukankah kamu yang jahat, menghilang begitu saja.” Sindir Arya. Shella tidak bisa melakukan pembelaan pada Arya.
“Aku ingin melihat keluarga kecilmu.” Kata Shella yang berusaha mengalihkan pembicaraan. Arya lalu menunjukkan foto Aruna dan Zidane pada Shella.
“Istri kamu cantik dan anakmu sangat tampan.” Puji Shella saat Arya menunjukkan wajah istri dan anaknya.
“Iya dia memang cantik dan anakku memang tampan. Kamu sendiri sudah menikah?”
“Belum.” Singkat Shella.
“Kenapa? Masih mengejar karir juga?”
Pertanyaan yang Arya lontarkan, membuat bibir Shella terkunci. Arya lalu beranjak dari sofa namun tiba-tiba Shella menahan tangan Arya.
“Aku minta nomor ponselmu.” Shella memberikan ponselnya pada Arya. Arya lalu memberikan nomornya pada Shella.
“Aku pergi dulu!” pamit Arya.
“Terima kasih.” Kata Shella. Shella hanya bisa melihat Arya berlalu dan menghilang dari pandangannya.
Pertemuan itulah yang akhirnya membuat cinta lama antara Arya dan Shella bersemi kembali. Shella bahkan tidak keberatan dengan status Arya saat ini. Yang ia tahu Arya ternyata masih mencintainya.
Bersambung....
“Sudah jam 11 kenapa Mas Arya belum pulang juga.” Gumam Aruna yang tampak gelisah menunggu suaminya pulang.
“Mami!” suara Zidane mengagetkannya.
“Zidane, kenapa terbangun?”
“Zidane haus Mi. Papi belum belum juga?” tanya Zidane sambil berjalan menghampiri Maminya yang sedang duduk di ruang tamu.
“Iya sayang. Sepertinya Papi sangat sibuk karena sekretarisnya sedang cuti menikah. Ayo kita ke kamar, Mami temani kamu. Besok kan kamu harus sekolah.”
“Iya Mami.” Aruna kemudian mengajak Zidane ke kamarnya. Aruna berusaha tetap tenang di hadapan putranya itu. Setelah berhasil membuat Zidane tertidur, Aruna segera menuju kamarnya. Namun saat hendak menuju kamarnya, Aruna mendengar deru mobil Arya memasuki pelataran rumah.
“Syukurlah kalau Ma Arya sudah pulang.” Gumamnya sambil berjalan menuju ruang tamu.
Arya sangat terkejut melihat Aruna yang duduk di ruang tamu.
“Sayang, kamu kenapa belum tidur?” tanya Arya dengan sikapnya yang hangat seperti biasanya.
“Bagaimana aku bisa tidur kalau kamu saja belum pulang dan tidak bisa dihubungi.”
“Sayang, maafkan aku. Ada banyak sekali pekerjaan yang aku urus. Lula kan sedang cuti.”
“Iya dan tadi aku ke kantormu untuk mengantar makan siang tapi kamu tidak ada di kantor.”
“Maaf ya sayang. Kamu tahu kan sejak naik jabatan, aku jadi semakin sibuk. Dan ponselku mati. Maaf sekali ya. Aku janji hal ini tidak akan terulang lagi.”
“Kalau terulang lagi, kamu harus di hukum.”
“Oke. Aku siap menerima hukuman. Sebaiknya kita sekarang ke kamar, aku mau mandi.”
“Iya Mas. Kamu sudah makan belum?”
“Aku sudah makan kok, sayang.”
Setelah sampai di kamar, Arya segera mandi. Selesai mandi, Arya menyusul Aruna yang sudah berbaring di balik selimut. Arya memeluk tubuh Aruna dari belakang.
“Mas,”
“Hmmmm, ada apa sayang?”
“Mas, ada yang ingin aku tanyakan.”
“Katakanlah sayang.”
“Tadi aku melihat blouse di kopermu. Itu milik siapa?”
DEG! Arya terdiam.
“Shella sepertinya sengaja mengerjaiku.” Gumam Arya dalam hati.
“Oh itu untuk kamu, sayang. Aku lupa kalau itu pakaian yang aku belikan untuk kamu.”
“Tapi kan aku sedang hamil, Mas. Masa iya kamu membelikan aku blouse, sepertinya tidak masuk akal. Apalagi kamu mencampurnya dengan pakain kotormu.”
“Iya sayang, saat aku memilahnya aku lupa dan sudah terlanjur jadi satu dengan yang kotor. Apalagi aku buru-buru untuk pulang juga, aku khawatir kalau harus lama-lama pergi meninggalkanmu. Aku membeli baju itu, tiba-tiba teringat kamu. Teringat kamu yang masih gadis dulu, seorang sekretaris muda yang cantik.”
“Kamu pasti gombal, Mas.”
“Aku serius sayang.”
“Oh ya, lusa weekend dan Zidane ingin mengajak ke villa.”
“Oke baiklah, bisa diatur.”
Keesokan harinya, seperti biasa Aruna di bantu Bi Tuti menyiapkan sarapan pagi.
“Papi semalam kemana? Kenapa pulangnya malam? Kasihan Mami, sampai tidak bisa tidur.”
Arya tersenyum sambil mengelus kepala putranya. “Maaf sayang, Papi sibuk sekali. Ponsel Papi mati lupa bawa charger.”
“Kenapa Papi sering sibuk sekali sampai tidak ada waktu untuk Zidane. Zidane kan juga pingin main sama Papi.”
“Dengerin tuh, Pi. Zidane sudah bisa protes sama Papinya.” Sahut Aruna sambil menuangkan nasi ke piring Zidane.
“Iya nih, anak Papi pintar. Kritis sekali pemikirannya ya. Eh tapi itu karena Maminya yang pintar juga.” Kata Arya sambil melirik kearah istrinya.
“Ayo kita sarapan dulu nanti terlambat.” Kata Aruna.
“Baiklah hari ini Papi yang akan antar jemput Zidane, biar Mami di rumah saja istirahat. Untuk menebus kesalahan Papi.”
“Papi serius?” tanya Zidane dengan ekspresi bahagianya.
“Yes, of course.”
“Yes, asyik! Thanks ya Papi.”
“Sama-sama Zidane.”
Aruna kini merasa lega karena rasa khawatirnya yang berlebihan telah terpatahkan.
##############
Setelah mengantar Zidane, Arya segera kekantor. Sesampainya di kantor, Arya segera mengerjakan semua berkas yang ada di hadapannya itu. Nada pesan pun mengalihkan panggilan. Sebuah pesan dari Mr Mark yang tak lain adalah Shella sendir.
“Pagi honey, tumben jam segini telepon? Aku masih sibuk lho.”
“Aku kangen kamu, Arya.”
“Baru juga kemarin ketemu, masak kangen lagi.”
“Perasaanku semakin dalam. Aku benar-benar menyesal dulu meninggalkanmu dan sekarang aku tidak akan melepaskanmu lagi.”
“Serius nih?”
“Serius Arya. Bagaimana kalau weekend kita keluar kota lagi seperti kemarin.”
“Kalau weekend ini aku tidak bisa. Aku sudah janji untuk menemani Zidane.”
“Lalu waktu untukku kapan?”
“Setelah aku menghabiskan weekend dengan Zidane saja.”
“Tapi aku hari senin ada pemotretan.”
“Baiklah saat jam makan siang aku akan menemanimu dan menunggumu sampai selesai. Tapi bukan pemotretan majalah dewasa kan?”
“Tentu saja tidak. Aku bukan yang seperti itu. Pemotretan untuk majalah fashion.”
“Oke baiklah.”
“Tapi malam ini please temani aku ya. Karena dua hari kita tidak akan bertemu.”
“Aku akan mengusahakannya, honey. Mengusahakan mencari alasan untuk istriku.” Ucap Arya seraya tertawa.
“Selamat mencari alasan honey. Aku menunggumu malam ini. I love you, muah.”
“I love you too honey, muah, muah, muah.” Panggilan pun berakhir.
Jam sudah menununjukkan pukul satu siang. Arya bergegas menuju sekolah untuk menjemput Zidane. Di tengah perjalanan, Arya menyempatkan untuk menelepon Aruna. Aruna sendiri sibuk menyiapkan makan siang. Aruna sangat senang karena suaminya akan pulang untuk makan siang di rumah.
“Halo Mas, ada apa?”
“Sayang, ini aku lagi di jalan mau jemput Zidane, kamu mau titip apa? Atau sedang menginginkan sesuatu mungkin?”
“Mmmm apa ya Mas. Kemarin aku lagi pingin asinan sama es kelapa muda tapi sekarang apa ya.”
“Kok pakai mikir sih sayang. Ya sudah, nanti aku belikan asinan dan es kelapa muda ya. Kasihan kalau nanti dedek bayinya ileran gara-gara kemarin ngidamnya tidak terpenuhi.”
“Ya sudah deh Mas, itu juga boleh. Kayaknya seger juga, hehehe.”
“Oke sayang, nanti aku belikan. Tunggu aku di rumah ya.”
“Iya Mas, kamu hati-hati ya.”
“Iya sayang. I love you.”
“I love you too.” Arya menutup panggilannya. Setelah sampai disekolah, Arya segera menjemput Zidane di dalam. Kemudian Arya segera mengajak Zidane pulang namun tak lupa Arya membelikan asinan dan es kelapa muda untuk Aruna.
Aruna sangat bersemangat untuk memasak. Menyambut suaminya pulang, seperti akan menyambut pangeran berkuda putih datang menghampirinya.
Tiga puluh menit kemudian, Arya dan Zidane akhirnya sampai di rumah. Aruna menyambut suaminya dengan senyuman dan pelukan hangat.
“Masak apa sayang?” tanya Arya.
“Ikan bakar kesukaanmu, Mas.”
“Baiklah ayo kita makan! Oh ya ini asinan dan es kelapa mudanya.” Kata Arya sambil melepaskan pelukan istrinya.
“Terima kasih ya, Mas.”
“Sama-sama sayang.”
“Zidane, ganti pakaian dulu ya, Nak.” Kata Arya pada putranya.
“Oke Papi!” Zidane lalu berlari kecil menuju kamarnya. Selesai makan siang, Arya memutuskan untuk tidak ke kantor. Arya memilih menemani Zidane dan Aruna di rumah. Aruna sangat senang karena Arya meluangkan waktu untuknya dan juga Zidane. Sore harinya, Arya mengajak Zidane bermain bola. Bahkan setelah bermain bola, Arya mengajak Zidane dan Aruna untuk renang bersama. Zidane sangat senang karena Papinya hari ini meluangkan waktu bersama.
Zidane yang kelelahan bermain bersama Arya, setelah makan malam, ia pun langsung tidur dengan pulasnya. Setelah menidurkan Zidane, Arya segera kembali ke kamarnya. Di lihatnya Aruna sedang sibuk membaca buku sambil menyelonjorkan kakinya di sofa.
“Sayang, aku sepertinya harus ke kantor.”
“Malam-malam begini, Mas?”
“Iya sayang. Aku lupa kalau aku harus mengantar proposalnya Pak Derry. Mana belum selesai lagi. Demi menebus kesalahanku pada Zidane, aku sampai lupa ada tugas yang tertinggal.” Kata Arya sambil membasuhkan telapak tangan pada wajahnya.
“Memang tidak bisa besok, Mas?”
“Besok jam 7 Pak Derry ke luar negeri dan harus bawa proposal itu. Performa perusahaan akhir-akhir ini semakin meningkat sayang. Kalau sampai aku tidak menyerahkannya, karir aku taruhannya.” Kata Arya dengan wajah frustasinya. Aruna lalu beranjak dan berdiri dari sofa. Dengan lembut, Aruna mengusap lengan suaminya.
“Ya sudah, kamu berangkat saja sayang. Nanti kan dampaknya ke perusahaan dan yang lain juga.” Mendengar jawaban istrinya, Arya sungguh bahagia. Ia kemudian memeluk dan mengecup kening istrinya.
“Terima kasih ya sayang, kamu memang pengertian dan yang terbaik.”
“Ya sudah kamu berangkat sana.”
“Ya sudah, aku berangkat ya. Kamu tidak usah menungguku dan langsung tidur.”
“Iya Mas. Kamu hati-hati ya.”
“Iya sayang, love you.”
“Love you too.” Arya segera mengambil jaket, dompet dan kunci mobilnya. Dengan langkah terburu ia pun pergi.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!