Terlihat cahaya mentari sudah mulai muncul dari sisi timur, meskipun masih terlihat malu-malu. Cahayanya memberikan kehangatan disaat udara begitu dingin. Kicauan burung seolah sedang menyambut hari yang baru.
Terlihat beberapa siswa sudah berbaris rapi dilapangan. Mereka semua berbaris menurut kelas masing-masing, dengan seragam lengkap bertopi. Semua pemimpin barisan menyiapkan pasukannya. Ya, pagi ini mereka akan mengadakan upacara mengingat hari ini adalah hari senin.
Upacara pagi ini selain rutinitas setiap hari senin juga diperuntukkan untuk siswa kelas X yang sudah resmi menjadi warga SMA Nusa Bangsa. Setelah beberapa hari lalu mereka telah menyelesaikan masa orientasi siswa.
Siapa yang menyangka jika hari pertamanya masuk sekolah akan datang terlambat, ia datang tepat saat upacara akan berlangsung membuatnya menjadi pusat perhatian siswa yang berbaris paling belakang.
Arzya Geovanka Razeta, ia adalah salah satu siswa baru di SMA Nusa Bangsa. Gadis manis dengan rambut panjang yang tergerai indah apalagi ketika terkena angin membuatnya semakin menawan seperti sedang iklan sampo.
Meskipun wajahnya terlihat datar tanpa senyuman tidak membuat kecantikannya luntur. Bisa dibilang wajah datarnya mampu memancarkan aura yang berbeda dari gadis lainnya.
Untung saja Arzya dimaafkan dan diizinkan untuk mengikuti upacara bendera yang akan berlangsung itu.
Padahal jantungnya sudah hampir copot, ia mengira akan dihukum berdiri disebelah tiang bendera sama seperti yang lainnya.
Terdengar pembawa acara membacakan susunan acara yang akan dilalui selama upacara berlangsung. Dimulai dari masuknya pemimpin upacara, kemudian penghormatan dilanjutkan laporan pada pemimpin upacara. Kemudian pembina upacara memasuki lapangan upacara. Dilanjutkan pengibaran sang merah putih.
Semua acara demi acara terlewati sudah, setelah pembina upacara melakukan pidato singkatnya. Yang dilanjutkan dengan doa, maka upacara pada hari ini sudah selesai.
Setelah itu mereka kembali ke kelas masing-masing, karena pembelajaran akan segera di mulai.
Arzya sedang mengambil tasnya yang tergeletak dibawah pohon, hingga tidak menyadari jika ia sudah tertinggal oleh teman sekelasnya. Arzya yang baru pindah satu hari sebelum masuk sekolah belum hapal ruangan dan tatak letak sekolahnya ini.
Dengan langkah malas ia menyusuri setiap lorong untuk mencari kelasnya, untuk bertanya saja Arzya sangat malas dan akhirnya ia tersesat.
............
"Yo, pak ketos kita selalu berwibawa membuat seluruh kaum hawa terpesona!" ledeknya saat sang ketua osis berjalan menuju ruang kelas setelah ucapacara berakhir.
"Apaan sih, alay!" ucapnya sambil terkekeh.
"Fakta bosku! Lo gak liat tadi, tatapan kagum dari kaum hawa yang terpesona akan kegantengan seorang ketua osis, apalagi dari murid-murid kelas sepuluh!" cerocosnya tiada hentinya.
"Lo tadi sarapan apa sih, pagi-pagi udah berisik aja?" ucap sang ketos sambil menatap tajam temannya itu.
"Sarapan nasi lah, kalau sarapan makan hati mah sakit," katanya sambil terkekeh.
"Makanya jangan playboy, makan hati terus kan lo," saut ketua osis.
"Cih! Kek yang ngomong gak aja, padahal situ suhu nya playboy!"
Belum sempat ia menjawab ledekan temannya, dari arah belakang ada seseorang yang memanggilnya.
"Arzan! Lo dicariin wakasek, disuruh ke ruang osis sekarang!" teriak seorang gadis yang tak lain adalah teman satu organisasinya.
"Sekarang, Mel?" tanya Arzan.
"Tahun depan, astaga ya sekarang lah!" gerutu Amel orang yang meneriaki Arzan tadi.
"Wih serem, masih pagi udah nggas aja," ledek teman Arzan.
"Bodo amat!" judes Amel lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Mel?" panggil Arzan.
"Apa lagi?" Amel menoleh saat namanya dipanggil.
"Jangan marah-marah, nanti cantiknya ilang," teriak Arzan sambil terkekeh.
"Modus-modus," ledek Daffin, orang yang sejak tadi bersama Arzan.
Sedangkan Amel tidak menyahuti candaan Arzan, pipinya sudah merah karena malu. Terlebih lagi Amel sudah lama menyimpan rasa pada Arzan. Hanya saja Arzan tidak mengetahui hal itu, karena sebisa mungkin Amel menyembunyikan perasaannya itu.
"Semua cewek lo baperin, Zan... mentang-mentang lo cakep," gerutu Daffin.
"Suka-suka gue lah," ucap Arzan sambil mengendihkan bahunya.
Ya orang itu adalah Arzan Ravindra Malik, seseorang yang sudah terkenal sebelum ia menjabat sebagai ketua osis. Dan para penggemarnya semakim banyak saat ia dilantik sebagai ketua osis SMA Nusa Bangsa.
Banyak yang menyukainya karena kecakapannya dalam memimpin suatu organisasi. Arzan bisa menarik semuanya menjadi satu, sehingga jarang sekali terlihat beda peselisihan karena beda pendapat saat rapat. Karena Arzan akan memberikan kesempatan yang sama bagi anggotanya untuk mengemukakan pendapatnya.
Terlepas dari jabatannya Arzan sudah dikagumi banyak orang semenjak kelas sepuluh. Paras yang rupawan membuatnya banya disukai oleh kaum hawa, terlebih lagi keaktifannya dalam beberapa ekstrakurikuler membuatnya semakin dikenal banyak orang.
Tapi semua orang tidak ada yang sempurna sama seperti Arzan, dibalik semua kebaikannya ia memiliki kebiasaan buruk yang entah kapan bisa berubah. Arzan sang ketos terkenal playboy juga, banyak siswi yang menjadi korban harapan palsu sang ketos.
"Permisi, bapak cari saya?" kata Arzan setelah berada diruang osis.
"Iya, sini duduk!" perintah Pak Roni, selaku wakil kepala sekolah SMA Nusa Bangsa.
Kemudian Arzan duduk berhadapan dengan Pak Roni, disampingnya ada Daffin selaku wakil ketua osis dan juga teman satu kelas Arzan.
"Bapak cuma mau nanya proker yang bapak suruh buat apa sudah jadi?" tanya Pak Roni.
"Oh itu, belum selesai pak... masih setengah, kita belum rapat lagi. Kemarin kita masih sibuk dengan MOS," kata Arzan.
"Apa dibutuhkan secepatnya, Pak?" tanya Daffin.
"Tidak, saya cuma mau kasih beberapa tambahan dalam proker yang kalian buat," kata Pak Roni.
"Ohh!" jawab Arzan dan Daffin bersamaan.
Kemudian mereka mendengarkan setiap penjelasan yang disampaikan Pak Roni, dengan cekatan Daffin mencatat setiap poin penting yang akan dimasukkan dalam proker.
Setelah itu mereka kembali ke kelas, mengingat waktu istirahat setelah upacara hanya sebentar.
Arzan dan Daffin selalu saja menjadi sorotan dimana pun mereka berada, seperti saat ini tidak ada habisnya siswi yang menyapa mereka. Bahkan ada sisiwi yang sengaja bolak-balik melewati mereka hanya untuk mencari perhatian sang ketua osis.
Daffin Faaz, dia adalah sahabat sekaligus menjabat sebagai wakil ketua osis, Arzan. Dia juga terkenal dikalangan kaum hawa karena wajahnya yang tampan ditambah lagi dia juga anggota osis.
Arzan dan Daffin seperti amplop dan prangko kemana pun selalu bersama. Dimana ada Arzan disitu ada Daffin begitu sebaliknya.
Mereka berdua berjalan menyusuri lorong sekolah. Hingga mata elang Arzan menangkap sesosok gadis tengah kebingungan mencari ruang kelasnya. Wajahnya terlihat datar dan dingin walaupun sebenarnya menyimpan kebingungannya.
Arzan menghampirinya bersama Daffin yang selalu setia menemani Arzan. Daffin heran ketika Arzan berhenti didepan sebuah gadis.
"Kenapa berhenti?" tanya Daffin, tapi Arzan hanya diam saja.
"Ada yang bisa dibantu?" kata Arzan sopan.
Daffin tau jika Arzan sudah bersikap seperti itu pasti dia akan menunjukkan pesonanya membuat anak orang baper.
Gadis itu mendongak menatap Arzan dan Daffin bergantian, ia tahu jika yang ada dihadapannya saat ini adalah pemimpin upacara tadi.
"Ada yang bisa dibantu?" ulang Arzan sekali lagi.
Gadis itu masih diam, mulutnya seakan terkunci rapat-rapat. Membuat Arzan semakin penasaran, biasanya siswi lain akan langsung menjawab dan mencari perhatiannya. Tapi kali ini tidak, dia hanya diam sambil melihat kertas yang ada ditangannya.
"Oh, kelas X IPA 1," ucap Arzan setelah merebut kertas yang dipegang gadis itu.
"Lo kesasar apa gimana? Temen lo mana?" tanya Daffin.
"Gak tau," jawab gadis itu singkat.
"Hah?" Arzan dan Daffin kaget mendengarnya.
Mata Arzan menyipit melihat name tag yang ada pada dada kiri gadis itu.
"Arzya?" gumam Arzan yang masih bisa didengar oleh Daffin.
"Arzya siapa?" tanya Daffin.
Arzan tidak menjawab ia hanya menujuk gadis yang berdiri didepannya ini dengan dagunya.
"Ohh, nama lo Arzya?" tanya Daffin.
"Kalau udah tau kenapa tanya lagi!" ketus Arzya.
Sedangkan Arzan hanya terkekeh saja melihat wajah sahabatnya yang cengoh mendengar jawaban Arzya.
...----------------...
..."Mungkin untuk saat ini aku hanya bisa mengagumi mu dalam diam, tapi kita tak akan pernah tau bagaimana nanti :)"~ Amel Verlyana ~...
"Ikut, kita anterin!" kata Arzan yang sudah berjalan terlebih dahulu.
"Ayo, dari pada tambah nyasar!" ajak Daffin.
Mau tidak mau akhirnya Arzya mengikuti langkah kaki Arzan dan Daffin, selama perjalan gadis itu hanya diam membisu meskipun beberapa kali diajak mengobrol. Hingga mereka bertiga sampai didepan kelas yang bertuliskan X IPA 1.
"Bodoh, kenapa gue bisa lupa kalau kelasnya disini!" batin Arzya.
"Ini kelas yang lo ca—" perkataan Arzan terpotong dengan suara nyaring dari dalam kelas.
"Ya ampun, Arzya lo dari mana aja sih... gue cariin juga, udah ilang aja! Terus kenapa gue telepon juga dihati lain, eh ralat panggil lain maksudnya!" suara cempreng dari seorang gadis yang baru keluar dari dalam kelas menghampiri Arzya.
"Lo yang tiba-tiba hilang!" ketus Arzya dengan wajah datarnya.
"Eh, ada Kak Arzan dan Kak Daffin. Ngapain kesini?" tanyanya yang mengabaikan ucapan Arzya.
"Tuh nganterin orang terserat, untung cuma tersesat dilingkungan sekolah gimana jadinya kalau tersesat dihati gue? pasti gak bisa kabur lagi," kata Daffin sambil terkekeh.
"Ah, Kak Daffin bisa aja hehe.. makasih ya kak udah nganterin temen aku," ucapnya.
"Kenalin aku, Diva!" lanjutnya sambil mengulurkan tangan kanannya pada Daffin dan Arzan secara bergantian.
"Gak perluh kenalan kan udah tau namanya," kata Daffin menerima uluran tangan Diva, begitu juga dengan Arzan.
"Itu temen, lo?" tanya Arzan pada Diva.
"Eh! Iya kak dia temanku, Zya buruan kenalan," ucap Diva sambil menyenggol lengan Arzya.
Arzya hanya diam saja, ia menatap Arzan dan Daffin bergantian. Terlihat jelas tatapan Arzya tidak bersahabat dengan mereka.
"Makasih," satu kata itu yang terucap dari mulut Arzya, lalu ia masuk kedalam kelas karena tidak perluh berkenalan toh mereka sudah tau nama Arzya.
"Hahahaaa!" tawa Daffin pecah saat itu juga, ia tidak menyangka jika ada saatnya seorang Arzan Ravindra Malik akan diperlakukan seperti itu oleh seorang perempuan.
"Puas lo!" ucap Arzan tidak suka.
"Puas pake banget, sumpah gue gak nyangka seorang ketua osis yang dikagumi banyak orang bisa dicuekin kaya gitu hahaa," kata Daffin sambil menyeka air matanya karena tertawa.
"Ma-maafin temen aku ya, Kak!" kata Diva tidak enak.
"Bilang sama temen lo itu, awas aja kalau ketemu lagi!" geram Arzan lalu pergi begitu saja, Arzan merasa kesal walaupun Arzya sudah berterimakasih padanya.
"Eh jangan ditinggal dong," teriak Daffin mengikuti langkah Arzan.
"Eheen! Yang ngambek gara-gara diabaikan, nyesek ya ngab!" ledek Daffin lagi.
"Lo bisa diem gak sih, atau mau gue bungkam mulut lo pake sepatu ini." ancam Arzan sambil melepaskan salah satu sepatunya.
"Ampus bos, ampuun." kata Daffin sambil menangkupkan kedua tangannya didepan dada.
"Makanya jangan galak-galak biar gak dicuekin!" ledek Daffin lagi sambil terkekeh, setelan itu ia berlari menjauhi Arzan.
"DAFFIN!" teriak Arzan menggema diseluruh koridor sekolah, gara-gara teriaknya itu ia menjadi pussat perhatian bebera0a siswa.
Arzan hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu memakai kembali sepatunya yang ia lepas. Arzan melangkahkan kakinya seolah tidak terjadi apa-apa.
Daffin tidak menghentikan larinya, ia hanya menoleh sambil menjulurkan lidahnya pada Arzan. Hal itu semakin membuat Arzan kesal, namun dia cukup malas untuk berlari menyusul Daffin.
"Cih, baru kali ini ada cewek yang cuekin gue," gumam Arzan.
"Apa pesona gue udah luntur, ya?" monolognya sambil mematap pantulan dirinya pada kaca jendela.
Sedangkan didalam kelas terlihat Adiva Arsyila atau yang kerap disapa Diva itu tengah melipatkan tangannya didepan dada. Ia menatap tajam gadis didepannya yang tidak memiliki rasa bersalah sesikit pun.
"ARZYA, LO KOK GITU SIH TADI!" teriak Diva membuat semua siswa dikelas itu menatapnya.
"Heh toak, jangan berisik!" kata Barra.
"Sarapan speaker masjid ya lo, keras banget suaranya."
"Diva jangan marah-marah nanti kau lekas tua," kata Ade seperti sedang menyanyikan lagu Dinda yang sedang viral itu.
"Bodo amat!" jawab Diva, kemudian ia kembali menatap teman sebangkunya itu.
"Arzya denger gak sih gue ngomong?" tanya Diva pada Arzya.
"Denger," singkat Arzya.
Diva yang gemas segera menangkup kedua pipi Arzya, membuat pipi cubby itu semakin terlihat imut.
"Lo tau gak, siapa yang nganterin lo tadi?" tanya Diva.
Arzya menggeleng, karena ia benar tidak tahu. Maklum saja Arzya datang terlambat dan baris dibarisan paling belakang, terlebih lagi Arzya malas mengurusi orang yang tidak ia kenal.
"Astaga Arzya! Lo tau gak yang nganterin lo tadi itu ketos sama wakilnya!" geram Diva sambil mengeratkan tangkupan tangannya.
"Lalu?" tanya Arzya polos.
Diva menempuk jidatnya sendiri, "Ya harusnya lo jangan bersikap seperti itu, lo tau gak mereka itu salah satu most wanted sekokah kita!" kesal Diva.
"Terus, kenapa?" tanya Arzya.
"ASTAGA NAGA!" teriak Diva tidak bisa menerima jawaban Arzya.
"Lo tau gak berapa banyak cewek angkatan kita yang berharap bisa kenalan sama kak ketos! Sedangkan lo, yang jelas didepan mata malah lo angurin," ucap Diva sambil memegangi pelipisnya yang terasa pening.
Sedangkan Arzya dia hanya diam saja tidak menanggapi atau pun menyauti Diva. Menurut Arzya ia tidak perduli dengan orang yang tidak ia kenal.
Arzya Geovanka Razeta, kerap disapa Arzya atau zaza saat dirumah. Dia adalah seorang gadis manis dengan sedikit lesung pipi yang membuatnya terlihat manis dan cantik saat tersenyum.
Rambut hitam legamnya selalu terurai, menambah kesan feminim bagi siapa saja yang melihatnya. Mata hazel yang terlihat hangat seperti cahaya matahari mampu membuat siapapun terpaku, ditambah pipinya yang cubby membuatnya semakin imut.
Tapi siapa yang menyangka jika semua itu berbanding terbalik saat Arzya bersama teman dekatnya. Arzya yang biasanya pendiam, cuek seperti patung berjalan. Bahkan ada yang memanggilnya muka datar atau ice balok karena wajahnya benar-benar datar dan dingin.
Dia akan berubah menjadi Arzya yang cerewet seperti kereta api yang panjang tanpa jeda. Kadang juga dia sedikit bar-bar, lebih menggila dari pada temannya. Tapi sayangnya, sifat dia sepeti itu hanya ditunjukkan pada orang-orang tertentu saja.
Banyak hal yang membuat sifat Arzya seperti itu terutama faktor keluarganya.
Ada yang bilang jika cinta pertama seorang anak perempuan diberikan pada ayahnya, tapi apakah itu berlaku untuk gadis yang sejak kecil tidak pernah bertemu sang ayah dikarenakan bekerja diluar kota. Gadis itu serasa memiliki jarak dengan ayahnya padahal mereka memiliki hubungan anak dan orang tua.
Walaupun setiap tahun bertemu saat lebaran tapi gadis itu merasa takut dan tidak berani bertemu, terlebih lagi beliau sudah tidak bersama sang ibu. Gadis itu semakin merasa jauh ketika ia tahu bahwa sang ayah memiliki istri lain dan ia harus memanggilnya dengan sebutan 'ibu'.
Bahkan saat sang adik beranjak remaja beliau terlihat lebih dekat dan sayang pada sang adik. Sedangkan dia hanya bisa diam dan memendam semua. Karena ia tahu tidak akan ada yang berubah walaupun ia menolak.
Ia pernah protes kenapa semuanya seperti ini, kenapa ia harus merasakan semua ini. Padahal jika boleh meminta ia menginginkan keluarga yang hangat dan utuh tidak seperti saat ini, tapi mau bagaimana lagi ia bersyukur masih memiliki orang-orang yang sayang dengannya.
Tapi apa ini, dia harus rela berpisah dengan orang-orang yang menyayanginya demi melanjutkan sekolah dengan ikut sang ayah.
Berat, sangat berat untuk ukuran seorang gadis yang baru menginjak usia 15 tahun, ia harus berpisah dengan seseorang yang sudah merawatnya sejak kecil. Tapi dia sangat kuat, buktinya ia masih bisa tersenyum manis meskipun sangat sulit. Ia selalu berdebat dengan hatinya yang sakit tapi mulutnya tidak tega berucap.
Sedangkan Adiva Arsyila, yang biasa dipanggil Diva. Dia adalah temam pertama yang di temui Arzya saat pertama kali masa orientasi siswa.
Diva memamg pribadi yang periang, dia mudah dekat dengan siapa pun. Hanya saja cara biacaranya yang ceplas ceplos membuat Diva sedikit dijauhi oleh temannya. Karena terkadang perkataan Diva yang ceplas ceplos mampu menyakiti hati orang lain.
Tapi tidak dengan Arzya yang sudah terbiasa dengan tipe orang seperti Diva, sehingga mereka berdua cepat akrab.
"Kalau aja gue yang diajak kenalan, pasti langsung gercep... langsung gue ajak pacaran," gumam Diva yang masih bisa didengar oleh Arzya.
"Masih pagi mbak, bangun!" kata Arzya sambil menatap keluar kelas.
"Hah, gue kan udah bangun... udah sekolah juga kenapa disuruh bangun lagi?" tanya Diva.
"Bangun dari halumu," kata Arzya sambil menyentil jidat Diva.
"Ch! Lo mah sukanya ganggu gue halu, biarkan gue berimajinasi dengan kak ketos. Karena gue cuma bisa milikin dia didunia halu gue," ucap Diva sambil membayangkan wajah tampan Arzan, bahkan Diva sampai senyum-semyum sendiri.
"Ter se rah!" Arzya menekan disetiap hurufnya.
Kemudian wali kelas mereka masuk kedalam kelas, mereka membuat struktur organisasi dan juga jadwal piket kelas.
Awalnya Arzya menolak ketika ia dijadikan bendahara, tetapi dengan rayuan dan bujukan Diva akhirnya Arzya mau menjadi bendahara kelas. Yang tentunya bersama Diva.
Ting Ting Ting!
Bel tanda istirahat berbunyi, mereka semua berhamburan seperti lebah yang keluar dari sarangnya.
Arzan dan Daffin segera meluncur menuju kantin, perut mereka sudah berontak sejak tadi. Terlihatlah kantin yang sangat ramai, bahkan jika berusaha masuk pun akan sulit.
"Lanjut gak?" tanya Daffin.
"Lanjut lah!" Arzan lebih dulu berjalan menembus banyaknya kerumunan orang itu.
Sesekali Arzan mendorong dan didorong oleh siswa lainnya, mereka semua berebut seolah akan kehabisan makanan. Nyatanya tidak seperti itu.
Tanpa sengaja ada seorang gadis yang didorong hingga menabrak dada bidang milik Arzan. Gadis itu masih menunduk, hanya tercium aroma sampo yang sangat harum dari rambutnya.
"Maaf," kata gadis itu lalu pergi bersama temannya, namun sebelumnya ia sempat melirik gadis itu yang tak lain adalah Arzya.
"Heh! Kesambet demit mana lo!" Daffin menepuk bahu Arzan yang sejak tadi hanya diam saja sambil menatap kosong didepannya.
"Hah apa?" tanya Arzan.
"Wah lo beneran kesambet? Kesambet apa?" tanya Daffin, dia mengikuti langkah kaki Arzan yang duduk disalah satu bangku yang kosong.
"Kesambet gadis dingin," kata Arzan.
"Hah, gadis dingin siapa?" tanya Daffin. "Oh jangan bilang adek kelas yang tadi pagi kita anterin?" lanjut Daffin.
Arzan mengangguk, pikirannya masih menerawang saat tanpa sengaja mereka bertabrakan.
"Jangan bilang lo suka sama dia?" tebak Daffin.
"Entahlah, oh iya makanan gue mana?" tanya Arzan setelah sadar.
"Lah, lo tadi beli apa emangnya?" dengan santainya Daffin menguyah mie ayam eksta ceker didepan Arzan yang kelaparan.
"Haistt! Gue sampai lupa pesen," ucap Arzan merutuki dirinya sendiri, dengan cepat ia bergerak bu kantin yang sudah kosong.
"Obatnya habis tuh anak," kata Daffin sambil melanjutkan makannya.
...----------------...
..."Entah kenapa sifat dingin mu membuatku tertarik, seperti sebuah magnet yang memaksaku terus mendekat!" ~ Arzan eh~...
Karena baru hari pertama masuk sekolah setelah liburan panjang, sehingga belum ada kegiatan pembelajaran. Tapi mereka juga tidak diperbolehkan untuk pulang.
Mereka diperbolehkan melakukan aktifitas apapun asalkan tidak menganggu bapak ibu guru yang sedang rapat. Mendengar hal itu membuat Arzya memilih pergi ke perpustakaan sekolah.
Sesampainya diperpustakaan Arzya dan Dini disambut baik oleh petugas. Setelah memilih buku yang akan dibaca mereka duduk dimeja paling pojok. Karena menurut mereka tempat itu paling nyaman dan tenang untuk membaca.
Baru beberapa menit mereka duduk, Diva terlihat heboh sendiri. Diva menunjukkan majalan yang ia baca, didalam majalah itu terpampang foto sang ketos siapa lagi kalau bukan Arzan.
"Arzya, Za!" panggil Diva.
"Hmm?" tanpa menoleh kepada Diva.
"Liat sini bentar," ucap Diva sambil menarik lengan Arzya.
"Apa?" tanya Arzya singkat.
"Ganteng kan, kaya oppa-oppa korea gitu... siapa itu mirip Lee min Ho, ya kan?" kata Diva sambil menunjuk foto Arzan.
"Le mo nilo?" ulang Arzya.
"Lee min ho, Arzya! Bukan le le leminolo ah bodo amat apa itu, gue jadi belepotan gini," geram Diva.
"Le mo ni lo," ulang Arzya.
"Iyain udah," ucap Diva, "Liat kan mirip?"
"Gak tuh," jawan Arzya.
"Ah bodo susah ngomong sama lo, padahal ganteng gini dianggurin," kata Diva mendramatisir.
"Gak usah dibahas lagi, kaya gak ada topik lain aja," saut Arzya sedikit nggas.
"Kok lo sewot sih?" tanya Diva.
"Bukan gitu, gue males bahas si ketos itu!" ucap tegas Arzya.
"Kenapa?" pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Diva.
"Gak penting!" kata Arzya tegas.
Deg!
Detak jantungnya seakan berhenti saat itu juga, karena biasanya ia selalu dipuja-puja dan dibanggakan. Banyak dari mereka yang berebut ingin jadi pacar Arzan, tapi saat ini ia mendengar jika Arzan adalah sesuatu yang tidak penting untuk dibicarakan.
"Yang sabar ya, bos," ucap Daffin sambil mengusap punggung Arzan. Dia tahu jika Arzan sedang menahan amarahnya, karena tidak seharusnya ia marah pada gadis yang belum mengenalnya itu.
"Sial!" geram Arzan sambil memukul meja.
Brak!
"Ssuuuuutttt!" kata semua orang yang berada disebelah Daffin.
Arzya dan Diva tidak menyadari jika sejak tadi orang yang mereka bicarakan ada didepannya. Hanya saja mereka tidak bisa melihat karena meja itu tertutup oleh sekat kayu.
Sedangkan Daffin ia benar-benar tidak bisa menahan tawanya, ia memilih keluar dari perpustakaan untuk tertawa lepas.
"Tumben lo disini, Zan?" tanya teman satu kelas Arzan.
"Hmmm," saut Arzan karena moodnya sudah buruk.
"Lo kenapa, pms ya marah-marah aja dari tadi gue liat?" tanyanya lagi.
Pertanyaan itu membuat Arzan semakin kesal, tanpa menjawab pertanyaan itu Arzan memilih keluar dari perpustakaan karena jika terus bertahan disana Arzan akan semakin kebakaran jenggot.
"Yoo! Zan, muka lo kenapa ditekuk gitu?" tanya seseorang yang baru saja duduk disebelah Diva.
"Ada yang bilang gue gak penting, Mel. Jadinya mau pergi aja gue," ucap Arzan yang sudah jelas menyindir Arzya.
"Siapa yang bilang gitu? Mungkin dia buta, orang seperfek lo dibilang gak penting," kata Amel.
Jleb!
Perkataan Amel dan Arzan seolah ditujukan kepada Arzya, namun Arzya yang tidak peka atau yang pura-pura tidak dengar hanya bersikap biasa saja.
Lain halnya dengan Diva yang sudah terlihat panik, dia tidak ingin ada masalah dengan seniornya apalagi dengan anggota osis yang terkenal galak.
"Zya, pergi yuk!" ajak Diva, karena sejak tadi ia merasa ada sepasang mata yang menatap kearah mereka dengan tajam.
"Duluan aja, lagi seru." tolak Arzya.
Karena dia sedang asyik membaca sebuah novel bergenre teen romans, yang membuatnya penasaran jika belum membaca sampai akhir.
"Disini serem, Zya! Ayo balik aja, lo lanjutin nanti dikelas," bujuk Diva.
Diva merasakan udara disekitarnya semakin menipis berganti dengan hawa dingin dari seseorang yang terus mengawasi mereka berdua.
"A....pa?" tanya Arzya saat menoleh, ia melihat wajah ketos yang terlihat memerah. Arzan sedang menatapnya tajam, setajam silet.
"Lo tau kan maksud gue, ayo pergi," ajak Diva lalu menyeret lengan Arzya.
Arzya hanya bisa pasrah saja mengikuti langkah kaki Diva, ia tidak paham apa yang sedang terjadi. Yang jelas Arzya tahu jika dia berlama-lama didalam perpustakaan akan habis diterkam oleh macan.
"Stop, Va! Capek." rengek Arzya sambil mengatur nafasnya begitu juga dengan Diva.
"Hampir aja, hampir kita disidang dadakan," keluh Diva sambil memegangi dadanya.
"Lo kenapa gak bilang, sih?" tanya Arzya.
"Gue juga gak tau, Zya! Tau-tau itu ketos udah disamping gue lagi ngobrol sama temennya," kata Diva sambil mengatur nafasnya yang mulai stabil.
"Auranya beda, kaya mau makan kita hidup-hidup," lanjut Diva.
"Iya," saut Arzya.
"Lo juga sih, bisa-bisanya jelekin orang didepan orangnya langsung!" kata Diva sambil menggelengkan kepalanya.
"Mana gue tau, Va!" jawab Arzya.
Mereka berdua memutuskan untuk pergi ke kantin, karena rasa haus tidak bisa ditunda lagi.
Sedangkan Arzan masih diam didalam perpustakaan bersama Amel, Arzan merebahkan kepalanya diatas meja dengan tangan yang digunakan sebagai bantalan.
Amel tersenyum melihat Arzan yang memilih duduk disebelahnya, ada perasaan hangat yang menyeruak diantara relung nadinya. Bisa dikatakan Amel adalah pengagum rahasia, karena untuk saat ini dia hanya bisa mengagumi makhluk ciptaan-Nya yang begitu mempesona.
Amel dan Daffin sangat dekat dengan Arzan, mereka berdua sering menjadi tempat curhat Arzan. Dengan semua penat urusan osis atau hanya sekedar membahas para penggemarnya yang selalu bertambah.
"Zan, lo tidur?" tanya Amel.
"Hmm, capek hati gue," kata Arzan.
"Tumben, biasanya kan lo yang buat hati mereka capek menunggu kepastian!" Amel menatap punggung Arzan yang membelakanginya.
"Apa gue kena karma, ya?" tanya Arzan berbalik menatap Amel.
Arzan yang tiba-tiba berbalik membuat Amel panik, pasalnya wajah mereka sangat dekat hingga Amel mampu mempu mencium aroma khas Arzan.
Deg!
Deg!
Jantung Amel tidak bisa dikondisikan lagi, bahkan wajahnya terlihat memerah. Tatapan mata Amel yang sangat berbeda dari biasanya membuat Arzan bingung.
"Lo sakit, Mel?" tanya Arzan sambil menempelkan punggung tangannya pada jidat Amel.
"Gak panas kok, tapi pipi lo kenapa merah gitu?" tanya Arzan.
"Heh, Mel! Amel, lo jangan buat gue panik. Lo kesambet, ya?" tanya Arzan sambil mengguncangkan tubuh Amel.
"Eh, apa Zan?" tanya Amel setelah nyawanya kembali ketubuhnya.
"Bodoh lo, Mel! Kenapa lo bisa berpikiran kotor seperti itu," batin Amel mengutuk dirinya sendiri.
Ya, Amel meringa Arzan akan menciumnya seperti adegan didalam novel-novel romans yang biasa ia baca. Tapi nyatanya, semua itu tidak seindah haluan para penulis.
"Lo sakit, ya? Gue panggil-panggil gak nyaut, mana wajah lo merah gitu." Arzan menatap Amel dengan penuh rasa khawatir.
"Please, Zan! Jangan tatap gue dengan tatapan seperti itu, gue gak sanggup. Gue bisa salah paham sama sikap lo," batin Amel.
...----------------...
..."Cuma kamu yang bisa membuatku sangat kesal, tapi kamu juga yang sudah mencuri hatiku:)" ~Arzan eh~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!