JANGAN MENYAMAKAN NOVEL INI DENGAN NOVEL LAIN SEBELUM MEMBACA PENUH! DAMPAKNYA SANGAT BESAR PADA AUTHORNYA! INI MURNI PEMIKIRAN SENDIRI! KESAMAAN TOKOH, LATAR BELAKANG, ITU HAL WAJAR DALAM SEBUAH KARYA ATAU DUNIA PERFILMAN! JANGAN ASAL KETIK DAN MENIMBULKAN MASALAH! TANGGUNG AKHIRATKU DENGAN FITNAHMU!
"Kita putus" lirih Keisha berucap.
"Kenapa? apa salahku? kenapa tiba tiba kamu menginkan putus?" tanya Reza beruntun dengan mata membulat terkejut.
Sebuah kebodohan terbesar dalam hidup telah dilakukan Keisha, karena sebuah rasa jenuh sesaat. Tanpa sebuah alasan pasti, ia memutuskan begitu saja kekasih yang telah tujuh tahun setia mendampingi.
Malam itu, pesta kecil kecilan di adakan di sebuah kafe untuk merayakan kelulusan S1 mereka. Keisha, Reza, Divia dan Dion merayakannya dengan berkumpul bersama. Keisha adalah kekasih dari Reza semenjak mereka duduk di bangku SMA kelas dua.
Semenjak kisah cinta itu terjalin, keduanya tidak pernah terlihat terpisah. Dimana ada Reza pasti ada Keisha, begitu juga sebaliknya. Sedangkan Divia dan Dion adalah sahabat mereka dari SMA. Mereka berempat sengaja masuk dalam universitas yang sama dan sering menghabiskan waktu bersama sama.
Entah mengapa Keisha merasa sangat jenuh dengan hubungan yang ia jalani bersama Reza, seolah semua tanpa ada kemajuan dan jalan di tempat. Padahal tanpa diketahui oleh Keisha, Reza telah menyiapkan sebuah lamaran romantis untuknya minggu depan.
Reza memang ingin mengikat pujaan hatinya itu dalam satu hubungan suci pernikahan. Ia mempersiapkannya sangat matang, dan akan melamar tepat pada ulang tahun kekasihnya minggu depan. Tak ada yang tahu akan hal itu, karena akan menjadi sebuah kejutan istimewa pada hari lahir gadis amat dicintainya.
Namun ucapan Keisha seusai acara kecil yang mereka adakan, seolah menjadi kilatan petir terdahsyat dalam hidupnya. Semua rencananya gagal tanpa mencoba, harapan juga mimpi yang ia rajut lenyap begitu saja. Dunia seperti runtuh tepat di atas kepala Reza malam itu.
"Apa salahku Kei? kenapa kamu memutuskan hubungan sudah bertahun tahun ini begitu saja? beri aku penjelasan" ucap laki laki berkaos hitam dengan topi putih itu sendu.
"Engga ada, aku cuma jenuh sama hubungan kita. Mungkin emang udah saatnya untuk kita mengakhiri semua, sebelum semakin dalam perasaan kita" sahut Keisha duduk di samping Reza yang tengah mengemudi untuk mengantar pulang.
"Semua udah terlanjur dalam Kei, dan cinta aku ke kamu sudah terlalu besar. Kenapa harus seperti ini Kei? tadi kita masih baik baik aja" kembali Reza bernada sendu.
"Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya lagi" jawab gadis berambut panjang itu membuang wajah ke samping, menatap keluar jendela.
Reza menarik napas dalam, tidak tahu apa lagi yang harus dikatakan. Reza selalu menuruti semua permintaan permintaan kekasihnya selama ini. Ia memang sangat memanjakan Keisha selama menjalin hubungan, karena memang ingin memiliki Keisha sebagai Ibu dari anak anaknya kelak.
"Biklah Kei kalau itu yang kamu mau dan menurut kamu terbaik, aku terima. Tapi aku tidak berjanji untuk bisa melupakanmu dan menghapus cinta ini" pasrah laki laki tetap mengemudi itu, di toleh cepat oleh Keisha.
Jawaban Reza terasa menyakitkan untuk Keisha, walaupun dia sendiri yang menginginkan untuk mengakhiri hubungan. Gadis bermata bulat itu sebenarnya tidak bersungguh sungguh mengatakan, ia hanya sedikit merasa jenuh dan ingin agar kekasihnya memperjuangkan cinta mereka berdua.
Bibirnya keluh tak bisa berucap sepatah katapun, matanya mengeluarkan bulir air mata yang cepat di usapnya. Tetap menatap ke arah laki laki berhidung mancung yang masih mengemudi, Keisha merasa tak rela benar benar berpisah darinya.
Namun gadis dengan blouse biru muda tersebut tidak mungkin untuk menarik kata kata yang telah di setujui. Keisha benar benar benar bingung harus seperti apa, tak tahu harus mengatakan apa pada laki laki sudah dalam mengisi relung hatinya.
Mobil terhenti tepat di depan kediaman orang tua Keisha. Kakinya berat untuk melangkah turun dan masuk ke dalam rumah, seolah takkan pernah lagi bisa melihat wajah tampan dengan bibir merah alami itu. Ia hanya diam memangku tas kecil berwarna hitam miliknya, menujukan pandangan lurus ke depan.
"Kita udah sampai" lirih Reza sembari menoleh ke arah gadis baru saja memutuskan dirinya.
"Iya, aku turun dulu. Kamu hati hati di jalan" sendu Keisha tanpa menatap wajah lelaki yang menatapnya, dengan tangan kanan tetap di atas kemudi.
"Kei," cegah Reza menahan tangan kanan gadis sudah hendak membuka pintu tersebut.
Keisha menoleh ke arah laki laki seakan tak rela dirinya pergi. Reza menarik turun tangan kanannya dari kemudi, menangkupkan telapak tangan kanannya ke sisi wajah Keisa dengan tangan kiri masih menahan pergelangan tangannya.
Wajahnya perlahan maju ke arah wajah gadis yang langsung memejamkan mata tersebut. Bibirnya lembut dan hangat mengecup kening dengan poni samping rambut berwarna hitam pekat. Perasaan di curahkan dalam kecupan untuk terakhir kali, dengan hati terasa tersayat parah.
"Aku akan selalu mencintai kamu, aku akan menunggu sampai kamu berubah pikiran dengan hubungan kita" tulus Reza melepas kecupannya dan menatap dalam ke arah mata bulat Keisha.
"Reza, aku mau..... " terputus Keisha dalam ucapannya, ketika terdengar ketukan dari kaca pintu mobil.
Reza cepat turun dari mobil menyapa pria berkacamata dengan tubuh tinggi yang mengetuk kaca pintu mobilnya. Ia mencium tangan pria tengah tersenyum padanya. Bramantyo, adalah Ayah dari Keisha. Ia cukup dekat dengan Reza karena seringnya Reza mengantar jemput dan makan malam bersama di rumah kekasihnya.
Tak jarang Reza dan Bram bermain catur bersama untuk membuang jarak di antara mereka. Reza memang sosok lelaki sopan dan ramah, untuk itu kedua orang tua Keisha sangat menyukai Reza dan berharap lebih pada laki laki bertubuh tegap masih berdiri di sampingnya itu.
Keisha hendak mengatakan jika tidak sungguh sungguh ingin putus, harus terhenti karena Ayahnya tiba tiba keluar menghampiri. Dengan lesu, Keisha turun dari mobil dan menghampiri pria baru saja tiba dari kantor tersebut, dan mencium tangannya.
"Saya pamit dulu ya om, sudah malam" sopan Reza.
"Baru jam delapan, msmpir dulu minum teh yuk" ajak lembut Bram usai melihat jam tangan berantai emas pada pergelangan tangannya.
"Lain kali saja om, saya sudah janji sama Mama untuk pulang sebelum jam sembilan" sopan kembali Reza tersenyum, di tatap oleh Keisha berharap.
"Ya sudah kalau begitu, salam ke orang tua kamu ya. Hati hati di jalan" senyum pria dengan setelan jas hitam itu.
"Baik om, permisi" pamit Reza membungkuk memcium tangan Bram.
"Balik dulu Kei" pamit Reza pada gadis dengan raut wajah kecewa di samping Ayahnya.
"Iya hati hati" tak rela Keisha mengatakan dan memaksakan senyum.
Reza melangkah ke arah mobil dan masuk, sejenak menatap ke arah Keisha dari balik kemudi. Ia mulai menyalakan mesin mobil dan membuka kaca pintu di samping untuk berpamitan lagi. Tubuhnya memang pergi, namun hatinya masih tertinggal bersama gadis terus menatap kepergiannya itu.
Dion terus mengawasi kedua orang tetap berdiri di depan pagar tinggi rumah mewah tersebut dari spion. Hatinya masih terluka dan berat untuk meninggalkan. Tetap saja ia tak mempercayai jika hubungan telah terjalin begitu lama, harus kandas karena sebuah alasan kejenuhan.
"Masuk yuk, orangnya udah ilang" goda Bram pada putrinya yang terus menatap ke arah mobil sudah berlalu.
"Ayah, apaan sih" senyum Keisha malu malu.
Halaman rumah terlalu luas dan panjang untuk bisa sampai ke rumah, membuat Bram dan putri tunggalnya naik ke dalam mobil yang sigap seorang sopir membukakan pintu. Keisha menutupi perasaan sesungguhnya dengan tetap terdiam, diiringi lirikan Bran ke arahnya.
"Kalau engga rela dia pergi, cegah dong" ucap Bram tiba tiba, menyentak Keisha seketika.
"Ayah kok tahu aku gak rela dia pergi?" terkejut Keisha bertanya, menatap pada pria berkacamata tersenyum di sampingnya.
"Tahu dong, tuh di kening kamu udah ada tulisannya. Dont leave me, please" ucap Bram menunjuk kening putri yang langsung tertawa kecil.
"Ayah, ada ada aja sih" tawa Keisha, sempat terkejut yang dikira Ayahnya tengah tahu apa yang dirasakan.
"Anak Ayah udah gede sekarang, tahu cinta segala" goda Bramantyo mencubit gemas pada pipi gadis memercing dalam senyum.
Bramantyo sangat menyayangi putri tunggalnya, bekerja keras demi sebuah kemakmuran hidupnya. Dahulu Bram bukanlah seorang yang sukses seperti sekarang, bahkan rumah pun ia tak memiliki dan harus berpindah pindah kontrak dari awal ia menikah dan memiliki Keisha kecil.
Tak tega dengan keadaan keluarganya, Bram mulai berani untuk mencoba bisnis kecil kecilan di bidang kuliner, yang tak di sangka akan berkembang pesat. Penghasilan dari bisnis tersebut dikelola lagi dengan merambah properti dan jatuh bangun berulang kali.
Namun tekad untuk memakmurkan istri juga anaknya, tidak membuat Bram menyurutkan niat sedikitpun. Ia justru semakin gigih sampai akhirnya bisa memiliki satu perusahaan besar dengan bisnis kuliner hampir seluruh Kota. Bram benar benar tidak menyangka jika kehidupan dulu yang sangat susah dan miskin, kini bisa menjadi hidup dengan berlimpah harta dan kehormatan.
Begitu sampai depan teras rumah, sopir lebih dulu turun dan membukakan pintu untuk bosnya, sedangkan Keisha membuka sendiri pintu mobil dan bergegas berjalan ke arah wanita sudah berdiri tersenyum menyambut. Wajahnya cantik, kulitnya bersih dan terlihat segar juga muda meski usianya tak bisa di bilang muda.
Sarah, wanita cantik berambut sebahu tersebut adalah Bunda dari Keisha. Dia adalah wanita yang telah sabar mendampingi Bramantyo dari dulu. Keduanya menikah ketika masih muda, dan dikaruniai putri cantik setelah lima bulan pernikahan mereka berdua. Kehadiran Keisha semakin menguatkan mereka menghadapi kerasnya hidup dalam kemiskinan.
Sarah hanyalah seorang yatim piatu dengan paras cantik yang mampu memikat hati Bramantyo. Keduanya tanpa sengaja bertemu saat Bram masih bekerja di bengkel dulu. Saat itu tanpa sengaja motor butut tengah dikendarai Sarah mogok tepat di depan bengkel tempat Bram bekerja.
Karena merasa iba, Bram pun menghampiri dan mulai tumbuh cinta pada pandangan pertama. Tanpa meminta imbalan ataupun bayaran, Bram membetulkan motor dan membuat Sarah berhutang budi. Semenjak pertemuan itu, keduanya seolah didekatkan oleh takdir yang menjodohkan.
"Kok bisa pulang sama Ayah sih sayang?" tanya Sarah lembut.
"Iya Bunda, tadi ketemu sama Ayah di depan pas Reza antar pulang" cerita gadis tengah di rangkul pundaknya.
"Oh, kok engga di suruh masuk Reza nya?" tanya kembali wanita dengan rambut tergerai rapi tersebut.
"Udah Ayah suruh tadi Bun, tapi Reza bilang udah janji mau pulang sebelum jam 9" senyum Bram dengan istrinya mencium tangan.
"Anak yang baik" senyum Sarah melirik putrinya.
Sarah berjalan masuk kedalam rumah dengan Bram melingkarkan tangn pada pinggangnya, sedangkan Keisha melingkarkan tangan pada lengan Bunda nya manja. Mereka selalu terlihat rukun bersama, hampir tidak pernah terdengar perselisihan di antara mereka berdua selama menjalin kehidupan rumah tangga. Sikap sabar keduanya membuat pernikahan itu berhasil hingga saat ini.
"Kei naik ke kamar ya Bun, Yah" pamit Keisha.
"Engga makan dulu?" tanya Sarah ke arah gadis masih di sampingnya.
"Udah makan tadi Bunda, sekarang Kei mau mandi dulu terus tidur. Boleh kan?" manja Keisha berucap dengan suara kalem.
"Boleh dong" jawab kedua orangtuanya, bersama mencubit sisi wajah Keisha.
"Kei udah besar Bunda, Ayah, kenapa selalu di cubit sih?" protes Keisha memanyunkan bibir, dijawab sebyum kedua orangtuanya.
"Ya udah Kei naik ya, malam Ayah, malam Bunda" pamit Keisha kembali mencium tangan kedua orangtuanya, dan mencium sisi wajah mereka.
Menatap kepergian putrinya menapaki setiap anak tangga, keduanya tersenyum saling melingkarkan tangan pada pinggang masing masing. Keisha menumpahkan air mata dalam setiap langkahnya, mengingat akan apa yang telah terucap begitu saja tanpa sebuah pemikiran panjang.
Begitu pintu kamar sudah di buka, Keisha cepat menghempaskan tubuh di atas ranjang big size miliknya. Air mata terus jatuh membasahi, hatinya sakit akan ingatan tentang hubungan yang telah berakhir.
Mungkin benar jata orang jika penyesalan akan datang di akhir waktu, dan ucapan takkan pernah bisa di tarik kembali. Untuk itu kedua orangtuanya selalu menasehati agar Keisha menjaga setiap lisannya. Sayangnya, hal itu disadari terlambat oleh Keiaha setelah semua telah terucap dan membuat penyesalan besar dalam dirinya.
Di rumah, Reza merenung di dalam kamar mencoba mengingat akan apa kesalahan telah diperbuat hingga Keisha tega memutuskan hubungan. Duduk di tepi ranjang dengan kaki terbuka lebar, Reza terus berpikir, mencoba mengingat segalanya, nanun tak satupun dari ingatannya menunjukkan pertengkaran ataupun kesalahan. Karena memang hubungan keduanya baik baik saja selama ini.
"Kenapa sih Kei harus seperti ini?" lirih Reza bergumam memegang kotak cincin berwarna merah yang ia siapkan untuk melamar Keisha.
"Apa benar benar berakhir begitu saja?" tambah Reza menutikan air mata.
Tangannya meraih ponsel dimana foto Keisha dengan ukiran senyum menghias di sana. Di tatapnya sendu foto gadis terlihat ceria dalam kecantikan tersebut. Ingin menghubungi, namun rasa takut jika Keisha takkan menerima panggilan membayangi dirinya, dan mengurungkan niat.
Reza tidak ingin Keisha membenci dirinya jika terus mencoba memohon agar hubungan mereka tidak berakhir. Ia tidak mau terkesan memaksa dan mendesak, hingga Keisha harus kembali karena keterpaksaan bukan karena cinta.
Keisha pun berulang kali ingin menghubungi, namun berulang kali pula mengurungkan. Keisha juga sama takutnya jika sampai Reza kesal dan sampai mengganti nomor. Keisha tahu dirinya bersalah, tapi persetujuan Reza juga tidak bisa untuk di ubahnya.
Sama sama tidak ingin memutuskan hubungan, sama sama takut untuk mengawali menghubungi. Reza dan Keisha memilih diam dalam luka, menangis dalam ingatan akan kasih mereka bersama selama ini. Angan itu terasa menyakitkan untuk di kenang saat ini, bahkan terasa menusuk jiwa ketika senyum dalam bahagia ketika bersama mulai melintas tanpa permisi dalam benak mereka malam ini.
Terlelap dalam tangis, memegang ponsel dengan foto masing masing. Baik Keisha ataupun Reza sama sama enggan untuk saling menghubungi karena ketakutan dalam diri mereka masing masing. Padahal jika mereka mau untuk menghubungi lebih dulu, hubungan keduanya mungkin masih bisa di selamatkan karena rasa cinta dan sayang masih membelenggu dalam hati mereka berdua.
***
Satu minggu usai perpisahan tidak masuk akal tersebut, Reza memutuskan untuk langsung melanjutkan S2 di luar negri. Ia berangkat tanpa sepengetahuan dari Keisha ataupun teman temannya. Hanya keluarga yang mendampingi keberangkatan Reza dengan niat untuk bisa melupakan Keisha ketika berada jauh.
Hatinya masih hancur berkeping keping akan hancurnya sebuah hubungan yang igin ia perjelas dalam sebuah ikatan suci. Hingga saat ini, Reza tidak benar benar memahami alasan di balik keputusan mendadak Keisha untuk mengakhiri hunungan. Mereka pun sama sama tidak saling bicara.
Di kamar, dering ponsel Keisha mengejutkan dirinya dari lamunan panjang. Ya, semenjak putus hari hari Keisha hanya untuk melamun dan menyesali akan ucapannya. Hal itu membuat kedua orangtuanya khawatir, namun tidak ada jawaban pasti dari putri semata wayang mereka. Makan pun Keisha tidak teratur dan selalu bangun dalam keadaan mata sembab. Ketika makan pun pandangannya selalu kosong, seolah hanya tubuhnya yang ada namun jiwanya entah kemana.
"Kenapa Via?" parau Keisha menjawab.
"Kei, lo dimana? lo gak ke bandara? lo gak antar Reza?" tanya Via masih berdiri di depan rumah Reza bersama Dion, mengejutkan Keisha langsung terperanjat dari tempat tidur.
"Maksud lo apa? Reza kemana?" membulat mata Keisha bertanya.
"Lo gak tahu juga? Reza mau lanjut sekolah di Amrik, pesawatnya mungkin...." jelas Divia langsung cepat dimatikan telponnya oleh Keisha dan berlari keluar.
"Lah, belum selesai udah dimatiin aja nih anak" gumam Divia menatap ponsel, masih berada di depan rumah Reza.
Divia dan Dion hendak mengajak Reza untuk mengunjungi Keisha, karena Divia mendapat telpon dari Bunda Keisha meminta agar mereka datang menghibur Keisha. Namun begitu tiba di rumah Reza, keduanya baru tahu dari. pelayan jika Reza telah berangkat ke bandara. Untuk itu Divia menghubungi Keisha, mengira jika sahabatnya tengah mengantar Reza ke bandara.
Namun suara parau dalam suasana hening, membuat Divia bertanya akan keberadaan sahabatnya saat ini. Jelas saja Keisha terkejut akan kabar dari Divia karena memang tidak mengetahui apapun keadaan Reza dari malam mereka putus.
Tanpa mengganti pakaian, dan tetap mengenakan celana hotpant serta kaos oblong dengan rambut tergulung ke atas, Keisha langsung meminta sopir mengantarnya ke bandara. Kecemasan mengikat kuat batin Keisha saat ini. Terlihat jelas rasa cemas dan ketakutan itu dalam ukiran ekspresi dari wajah cantiknya.
Dua jam perjalanan, Keisha sudah tiba di bandara dan berlari masuk ke dalam. Matanya terus mencari cari kesana kemari, tapi tak di dapati kekasihnya di sana. Ia coba mencari informasi akan pesawat ke Amerika, namun ternyata sudah lepas landas dari satu jam lalu.
Tubuhnya seketika lemas, matanya berurai air mata. Hatinya hancur, seakan tak sanggup lagi untuk melangkah. Ingin rasanya berteriak menyerukan nama Reza, namun tak bisa dilakukannya. Tenggorokan pun serasa tercekik kuat bersama dengan dada sesak, seperti terhimpit dua dinding besar.
Langkahnya pelan berjalan menyusuri keramaian di bandara. Suara dan orang berlalu lalang, tak bisa di dengar ataupun dilihatnya jelas dalam pandangan kosong. Seperti seorang yang tak lagi memiliki jiwa dan nyawa, Keisha terus mengurai air mata dalam tatapan kosong serta langkah tak berdaya.
"Non?" tegur sopir yang menunggu di depan.
"Kita pulang pak" jawab Keisha lirih dan masuk ke dalam mobil.
Dalam perjalanan, matanya tertuju keluar. Menatap mobil mobil yang berjalan, tapi senyum Reza seakan ada di antara mobil mobil tersebut. Kata kata cinta, perhatian, dan gurauan kekasihnya terngiang jelas di telinga.
"Kenapa sih Za, kamu tega banget? kenapa pergi engga ngomong sama aku?" batin Keisha, menyandarkan kepala pada jok dengan mata terus tertuju keluar.
Mobil sempat terhenti karena lampu merah dan hendak melaju kembali, tiba tiba di ketuk jendelanya oleh seorang laki laki tak di kenal. Awalnya enggan sopir membuka pintu, namun melihat perut laki laki tersebut berdarah, Keisha meminta sopir untuk membuka kunci dan cepat laki laki tengah memegang perut itu masuk.
"Anda terluka, kita ke rumah sakit sekarang" ucap Keisha melihat perut berdarah laki laki sudah menyandarkan punggung di sampingnya.
"Antar aku ke rumah" lirih laki laki tersebut.
"Saya tidak tahu rumah Anda, bagaiman bisa mengantar?" jawab Keisha, cepat laki laki berpakaian serba hitam dengan topi hitam tersebut memberikan ponsel dengan GPS aktif.
Keisha memberikan ponsel itu pada sopir dan meminta untuk mengantar ke alamat yang dituju. Matanya melirik ke arah laki laki dengan jaket kulit hitam tersebut. Merasa takut namun juga iba akan kondisinya. Menolong seseorang sudah tertanam dalam diri Keisha sejak kecil, tanpa lagi membedakan siapapun itu.
Laki laki berwajah tampan tersebut menyandarkan kepala menatap ke arah langit langit mobil, tangannya terus berusaha menekan luka pada perutnya. Kulitnya putih, bersih, hidungnya mancung dan tubuh tinggi tegap. Terlihat sepertinya ia memiliki bentuk tubuh atletis di balik pakaiannya, itu menurut penilaian mata Keisha.
Sebuah rumah dengan pagar besi sangat tinggi sudah terlihat di depan mereka, terlihat satu orang mengetuk jendela kaca mobil sopir dan cepat di bukanya. Pria itu terlihat sangat sangar dengan wajah juga tubuh besarnya.
"Buka!" perintah tegas laki laki yang sudah membuka jendela belakang itu mengeluarkan sedikit kepala.
"Baik Tuan" sahut laki laki tersebut langsung mengisyaratkan dua orang dekat pagar untuk membuka.
Keisha menatap rumah besar terlihat sangat megah dan indah. Kekaguman berseru begitu saja pada batin Keisha dengan mata terus menatap ke luar jendela. Saat mobil terhenti, terlihat gadis kecil berusia tiga tahunan bermain di teras. Laki laki itu meraih jaket di pangkuan Keisha dan menutupi lukanya. Tangan berlumur darah itu coba dihilangkan cepat menggunakan tisu. Keisha hanya menatap aneh akan apa yang dilakukan lelaki di sampingnya.
"Masuklah dulu" dingin laki laki itu meminta, lalu turun lebih dulu dari mobil.
"Papa...." seru gadis kecil melihat laki laki tampan tengah berjalan ke arahnya, dan cepat melompat dalam pelukan.
"Papa?" batin Keisha sudah turun dan berdiri mengamati.
Mengingat luka pada perut laki laki itu, Keisha mencoba meraih tubuh gadis tengah berada dalam gendongan tersebut. Terlihat cantik dengan ikat rambut dua dan baju pink serta celana pendek. Wajahnya sangat imut dengan pipi tembamnya.
"Hei sayang, ikut tante yuk" ajak Keisha lembut, dilirik oleh laki laki masih memegang tubuh putrinya menahan sakit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!