NovelToon NovelToon

Manisnya Cinta Sahabat

Perjuangan Menyatakan Cinta

Siang yang terik, di hari pertama bulan Januari.

Seorang gadis bernama Athanasia, berlarian dengan napas yang tersengal, dan juga debaran jantung yang terus terpacu kencang, mengikuti setiap langkahnya, menyusuri sisi jalan yang curam, dan terjal.

Athanasia, gadis yang akrab dipanggil Athi, yang memiliki sifat yang terlalu baik, hingga dirinya sering mendapatkan tindakan bullying di sekolahnya. Apalagi, dirinya yang mempunyai penampilan, yang sama sekali tidak menarik, untuk seukuran gadis sebayanya, membuat dirinya semakin dikucilkan oleh teman-teman di kelasnya.

Dengan sesekali melihat ke arah jam tangannya, ia berlarian menuju ke arah bandara, untuk sekadar bertemu dengan cinta pertamanya, yaitu Azekeil.

Azekeil yang lebih akrab dipanggil Keil, siang itu terpaksa harus kembali ke negara, tempat keluarganya berada, untuk mengurus beberapa hal yang harus ia tangani di sana, sebagai satu-satunya calon pewaris dari harta kekayaan yang dimiliki oleh keluarganya.

Dengan berat hati, ia sampai sama sekali tidak memberi kabar kepada Athi, atas kepergiannya. Ia tidak ingin persiapannya yang sudah ia siapkan matang-matang itu, harus berantakan hanya karena ia tidak tega untuk meninggalkan Athi sendiri.

"Brukk ...."

"Aww ...."

Athi jatuh tersungkur di atas aspal, hingga membuat hadiah yang ia pegang, menjadi sedikit rusak. Hal itu membuat Athi kesal bukan kepalang.

Athi mendelik ke arah hadiah itu, "Hadiahnya!" pekik Athi, yang melihat hadiah yang ia persiapkan, jatuh dan hampir saja masuk ke dalam kubangan air.

Athi segera bangkit untuk mengambil hadiah tersebut, sampai ia sama sekali tidak memedulikan keadaan lututnya, yang kini sudah sobek dan mengeluarkan darah akibat jatuh tersungkur tadi.

Yang ia pedulikan hanyalah hadiah yang akan ia berikan kepada Azekeil.

Athi berlarian menuju ke arah hadiah tersebut.

"Tinn ...."

Tak disangka, sebuah mobil hampir saja menabrak dirinya, yang secara sembarang berlarian, tanpa melihat ke arah jalan yang ia lalui.

Sopir itu menghentikan laju kendaraannya, membuat Athi mendelik, karena hampir saja ia tertabrak dengan sebuah mobil yang entah darimana datangnya itu.

"Hey, mau cari mati?" teriak sopir itu dengan sinis, membuat Athi sedikit takut karena bentakannya.

Athi tak memedulikan sopir itu. Ia melanjutkan menuju ke arah hadiah itu dan mengambilnya dengan cepat, kemudian ia menuju ke arah terminal keberangkatan dengan Negara yang ingin Keil tuju.

Dengan susah payah, ia berusaha mengalahkan rasa lelah dan sakitnya, demi bertemu dengan pria yang sangat ia sukai itu.

Di sana, Keil memandang ke arah luar, ia berharap Athi tidak akan menyusulnya sampai ke sini, karena ia yang pastinya tidak akan kuat untuk mengucapkan selamat tinggal pada Athi.

"Jangan melakukan hal bodoh," gumam Keil, yang memang selalu menanggapi sesuatunya dengan sangat dingin.

Ia berharap, Athi tidak melakukan hal yang ia pikirkan.

Namun pada kenyataannya, Athi dengan gagahnya berlarian menuju ke tempat Keil berada, dengan air mata yang terus bercucuran dari pelupuk matanya.

'Tunggu aku,' batin Athi, yang masih terus berharap kalau Keil tidak akan pergi sebelum dirinya sampai pada tempatnya berada.

Keil memandang ke arah Lucas, yang merupakan sahabatnya sejak mereka masih menduduki Sekolah Menengah Pertama. Lucas menyodorkan sebuah hadiah yang sudah terbungkus rapi, ke arah Keil.

Keil memandang ke arah hadiah itu, "Apa ini?" tanya Keil.

Lucas menafikan pandangannya, "Bukan apa-apa," lirih Lucas, yang memang terlihat tidak peduli pada Keil, tetapi pada kenyataannya, Lucas selalu berada di samping Keil, di mana pun Keil berada.

Keil tersenyum tipis, lalu mengambil hadiah pemberian Lucas tersebut.

"Terima kasih," lirih Keil tanpa melihat ke arah Lucas, begitu pun Lucas, yang sejak tadi tidak memandang ke arahnya.

Lucas sudah mengirimkan pesan singkat kepada Athi, kalau Keil akan segera pergi menuju ke Jepang. Hal itu yang membuat Athi segera berlarian untuk menuju ke tempat Keil berada.

Pemberitahuan mengenai keberangkatan pesawat pun sudah berkumandang. Dengan berat hati, Keil segera membalikkan tubuhnya ke arah keberadaan pesawat.

"Selamat tinggal," gumam lirih Keil, membuat perasaan Lucas sedikit banyaknya terguncang karenanya.

Keil melangkahkan kakinya dengan mantap, menuju ke arah hadapannya.

'Selamat tinggal, Athanasia,' batin Keil, yang merasa tidak sanggup ketika mengucapkannya untuk Athi.

"Keil!!" pekik Athi dengan sangat lantang, membuat Keil mendelik kaget mendengarnya.

Athi terdiam beberapa saat, untuk sekadar menghela napasnya, yang kini sudah sangat tersengal akibat berlarian.

Keil pun menghentikan langkahnya. Ia terdiam, karena bingung dengan yang harus ia lakukan.

Athi memandangnya dengan sendu, dengan air mata yang masih menetes deras dari pelupuk matanya, "Keil, kenapa kamu gak kasih aku kabar tentang kepergian kamu?" tanya Athi dengan sendu, membuat Keil hampir saja tidak bisa menahan kepedihannya.

Keil menghela napasnya panjang, kemudian segera membalikkan tubuhnya ke arah Lucas dan Athi, "Hai, Athi," sapa Keil, yang berusaha sekuat mungkin untuk menutupi lukanya.

Athi mendelik, karena menurutnya Keil yang sangat sadis karena sudah bersikap seperti orang yang tidak merasa bersalah.

Lucas memandang mereka dengan tatapan sendu.

Athi mendekat ke arahnya, dan kini ia sudah berada di hadapan Keil.

Keil memandang Athi, yang sudah terlihat sangat berantakan.

"Kenapa kamu gak bilang, kalau kamu mau pergi ke Jepang?" tanya Athi dengan emosi yang meluap-luap, sembari tetap menangis di hadapan Keil.

Keil tersenyum kecil ke arahnya, "Terima kasih ya, karena kamu udah mau datang ke sini," lirih Keil, yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan, agar dirinya tidak terjebak oleh keadaan yang menuntut ketidaktegaannya.

Athi mendelik, "Kenapa kamu bersikap seolah-olah aku ini gak ada? Kenapa, Keil?" tanya Athi, yang seketika tangisannya itu pecah kembali di hadapan Keil.

Keil memandangnya dengan sangat tidak tega, "Itu hadiah buat aku? Boleh aku ambil?" tanya Keil, yang lagi-lagi mengalihkan pembicaraan.

Keil mengambil hadiah yang sudah setengah rusak itu, dari tangan Athi, kemudian segera menyimpannya di dalam tas yang ia bawa.

"Kamu akan balik lagi kan, Keil?" tanya Athi yang di dalamnya terselip banyak harapan untuk Keil kembali lagi bersama dirinya, tetapi Keil hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaan Athi.

Athi yang melihat reaksi Keil, segera mengentikan tangisannya, dan menarik napasnya dalam-dalam, "Kamu tau gak, seberapa besar aku suka kamu?" tanya Athi, membuat Keil dan Lucas mendelik seketika.

Keil hanya diam, tak menjawab ucapan Athi tadi.

Melihat respon Keil yang hanya terdiam, Athi kembali mempersiapkan dirinya, "Aku suka kamu, Keil!"

"Degg ...."

Seketika, terlintas di pikiran Azekeil tentang seluruh masa-masa di mana dirinya pertama kali bertemu dengan Athi.

Secara tidak sadar, mereka sudah melewati hari-hari bersama, sebagai seorang teman yang sangat dekat.

Dengan hobi mereka yang sama itu, akhirnya mereka dipertemukan secara tak sengaja. Skenario Tuhan berlangsung saat itu juga kepada mereka.

Dengan segala permasalahan yang ada, mereka berhasil membuat hari-hari mereka menjadi lebih indah.

Keil mendelik, "Aku juga sangat menyukai kamu," gumam Keil dengan lirih, membuat Athi mendelik tak percaya dengan apa yang Keil katakan.

...***...

Cinta Berbalas

"Aku juga sangat menyukai kamu."

Kata-kata itu selalu terngiang di pikiran Athi, sampai ia kembali pulang bersama dengan Lucas. Mereka berjalan kaki, karena lokasi bandara yang tidak terlalu jauh dari lokasi rumah mereka.

Lucas menoleh ke arah Athi, yang sepertinya sedang mengalami kekacauan di hatinya. Bagaimana tidak? Orang yang sangat ia suka, tidak memberinya kabar tentang kepergiannya ke negara lain, dalam waktu yang tidak ia ketahui.

"Brrrrr ...."

Athi tiba-tiba saja seperti seorang yang sedang menahan rasa sakit. Lucas mendelik karena ekspresinya itu.

"Kamu kenapa, Thi?" tanya Lucas yang bingung dengan keadaan Athi saat itu.

Tangan Athi menunjuk ke arah lututnya, sehingga membuat Lucas menoleh ke arah yang ia tunjuk.

Lucas mendelik, "Hah?"

Kini, luka di lutut Athi sudah semakin menjadi parah. Lucas yang tak tahan melihat itu, tanpa basa-basi segera menggendong Athi, layaknya sedang menggendong anak kecil di punggungnya. Hal itu membuat Athi terkejut.

Athi mendelik, "Aku bisa jalan sendiri, kok," gumam Athi yang tidak enak dengan Lucas yang sedang menggendongnya.

Memang dasar Lucas yang terlalu gengsi, ia sama sekali tidak menjawab apa pun, dan hanya diam sembari melanjutkan langkahnya.

Hal itu cukup membuat Athi malu, karena pandangan orang-orang yang selalu tertuju pada dirinya.

"Sraaakkk ...."

Hujan tiba-tiba saja turun begitu derasnya, membasahi setiap sisi permukaan jalan. Tubuh Athi terguyur derasnya hujan, sehingga membuat Lucas segera mempercepat langkahnya untuk menepi.

"Jangan!" pekik Athi, yang berusaha menahan Lucas agar tidak menepi.

Lucas mengerenyitkan dahinya, "Kenapa? Ini hujan, lho," gumam Lucas membuat Athi sedikit tersenyum.

"Ya, ini hujan. Gak ada yang bilang salju," ucap Athi, membuat Lucas menatapnya dengan tatapan datar.

"Ada yang bilang," ucap Lucas dengan datar.

Athi mengerenyitkan dahinya, "Siapa?" tanyanya kebingungan.

"Kamu tadi," jawab Lucas, membuat Athi sedikit geram padanya.

"Ih ... Lucas mah!!" teriak Athi yang tak terima dipermainkan sahabatnya itu.

Lucas pun kembali berjalan di tengah hujan yang mengguyur sudut kota, dengan keadaan yang masih tetap menggendong Athi. Ia pun sedikit menikmati kebersamaan dirinya dan juga Athi, di tengah derasnya hujan ini.

Kesedihan dan tangis, sejenak berubah menjadi tawa kebahagiaan. Mereka senang karena bisa bermain di tengah hujan, walau lutut Athi saat ini tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Kalau dipikir kembali, ada apa dengannya, ya? Pikir Athi sekelebat tentang Azekeil, yang saat ini masih menikmati derasnya hujan dan dinginnya suasana di sudut kota, bersama Lucas.

...-Flashback on-...

"Aku juga sangat menyukai kamu," gumam Keil dengan lirih, membuat Athi mendelik tak percaya dengan apa yang ia katakan.

Air mata mengalir deras membasahi kedua belah pipi Athi, membuat Azekeil menjadi gentar akan ketetapannya.

'Inilah hal yang aku takuti,' batin Azekeil, setelah melihat respon dari Athi.

"Apa? Coba ucapin sekali lagi, aku mau dengar!" ucap Athi yang masih berfokus untuk mengusap air matanya yang keluar dari pelupuk matanya.

Notifikasi pemberangkatan pesawat pun terdengar kembali, memaksa Keil untuk berkemas sesegera mungkin.

Keil menghela napasnya panjang, "Sampai jumpa di lain kesempatan. Jaga diri kamu baik-baik," gumam Keil, membuat Athi seketika mendelik ke arahnya.

Keil berbalik, mencoba memantapkan diri kembali untuk melanjutkan langkahnya.

Athi menatap kepergiaannya dengan tatapan yang semakin sendu, "Apa gak bisa sedikit lebih lama lagi di sini?" lirih Athi, membuat Keil menahan langkahnya kembali.

Keil berhenti sejenak, berusaha menguatkan diri, lagi dan lagi, dengan napas yang selalu ia hela di setiap detiknya.

"Selamat tinggal, Lucas," ucap Keil, yang tidak menghiraukan Athi, membuat Athi mendelik tak percaya dengan apa yang Keil lakukan padanya.

Keil melangkah kembali dengan sangat yakin, membuat Athi tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kali ini, Athi sudah benar-benar kalah dengan keadaan.

Keil menghilang di antara kerumunan, membuat Athi mendelik karena tidak bisa melihat keberadaannya.

"Brukk ...."

Athi tiba-tiba saja tertunduk lemas, karena dirinya yang saat ini sudah kehabisan tenaga, karena berlarian untuk mengejar Keil yang hampir saja berangkat tanpa mengucap sepatah kata pun padanya.

Tangis Athi seketika pecah, karena di saat ia sudah mulai jatuh hati pada Keil, justru Keil pun pergi meninggalkannya. Apalagi Keil yang juga mengatakan kalau dirinya juga sangat menyukai Athi, membuat Athi menjadi merasa bimbang dan ragu dengan perasaan yang saat ini ia miliki.

...-Flashback off-...

'Harus aku apakan perasaan yang tak berujung ini?' batin Athi yang sangat terpukul atas perasaannya yang rumit itu.

Di sana, Keil pun kini sudah lepas landas, untuk terbang menuju ke Negara tujuannya, yaitu Jepang. Ia hanya bisa memandang ke arah hadapannya, sembari tetap berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Pokoknya, kita bertiga gak boleh pecah! Harus selalu jadi satu, gak peduli dengan masa lalu yang udah kita lewatin."

Ucapan Athi yang masih terngiang jelas di pikiran Keil, membuatnya semakin sulit untuk bisa menguatkan dirinya.

"Gadis bodoh," gumam Keil dengan lirih, karena selalu dibuat terpukau dengan tingkah gadis yang merupakan sahabat baginya itu.

Keil tiba-tiba saja teringat dengan sesuatu yang Athi berikan padanya. Ia membuka tas gendongnya, dan segera mencari keberadaan hadiah yang tadi ia berikan.

Keil mencari, dan terus mencari letak keberadaan. Sepertinya sangat sulit untuk menemukannya, karena benda itu sudah tertimbun beberapa benda lain yang Keil bawa.

Keil berhasil menemukannya. Ia pun menatap hadiah itu dengan tatapan sendu. Melihat bungkusnya yang sudah rusak sebagian, membuat Keil semakin menggelengkan kepalanya.

"Dia benar-benar gadis bodoh, ya?" gumam Keil teriring senyuman tipis di wajahnya.

Dengan rasa penasaran yang menggebu, ia segera membuka hadiah yang Athi berikan padanya.

Matanya mendelik seketika, karena melihat sebuah syal berwarna merah, yang baginya terlihat sangat indah.

Tiba-tiba saja Keil teringat dengan percakapan mereka kala itu ....

...-Flashback on-...

Saat jam istirahat berlangsung, Keil terlihat sedang duduk di kelasnya, untuk mempersiapkan semua buku yang diperlukan untuk pelajaran selanjutnya.

Tiba-tiba saja, Athi pun datang ke kelas Keil dengan sangat ceria, sembari membawa sepotong roti di tangannya.

Ya, mereka memang berbeda kelas, tapi mereka masih tetap bersekolah di sekolah yang sama, dan juga masih duduk di tingkat tiga, Sekolah Menengah Atas. Begitu pun Lucas, yang saat itu kedapatan satu kelas dengan Athi.

"Keil, lagi apa?" tanya Athi yang baru saja muncul dari balik pintu.

Athi pun segera berdiri di hadapan Keil, "Keil, aku nanya, lho!" ucap Athi, yang mempertegas ucapannya tadi.

Keil pun memandang ke arahnya, "Lagi nyuci baju," jawab Keil yang masih tetap merapikan buku pelajaran yang selesai digunakan di jam pertama, ke dalam tasnya.

Cinta Yang Tak Berujung

Athi mendelik, "Gak jelas," gumam Athi yang tak dihiraukan oleh Keil.

Athi pun mengubah gimiknya, "Eh tau gak, tadi aku belajar bahasa Jepang lho di kelas. Begini nih ...," ucap Athi, yang membuat Keil mengalihkan fokusnya ke arah Athi yang tengah bersiap untuk memamerkan sedikit ilmu yang baru saja ia terima.

Athi saat ini, bagai padi yang belum terisi.

"Hajimemashite, watashi na--"

"Bukan na, tapi no," pangkas Keil dengan cepat, membuat Athi menghentikan ucapannya.

Athi mendelik, "Kok kamu tahu, sih? Padahal ... aku cuma mau ngetes kamu aja sih ...," ucap Athi, yang tidak mau terlihat salah di mata Keil.

Dasar wanita.

"Hajimemashite. Watashi no Azekeiru desu. Yoroshiku onegaishimasu," ucap Keil, lengkap dengan aksen layaknya orang Jepang sungguhan, membuat Athi mendelik ke arahnya.

"Wah ... keren!! Itu artinya apa, Keil?" tanya Athi yang terpukau dengan ucapan Keil tadi.

Keil memandangnya dengan dingin, "Artinya, hanya Tuhan yang tahu," jawab Keil dengan nada yang sukses membuat Athi mendelik kesal.

Athi mengerucutkan bibirnya, "Ih! Gak jelas juga ya kamu lama-lama," gumam Athi yang sudah kesal dengan Keil, tapi Keil sama sekali tidak memedulikannya.

Keil membuka bukunya, untuk melanjutkan membaca pelajaran yang akan dibahas sebentar lagi. Pergerakan Athi yang mencoba mendekatinya, membuat Keil risih dengan tindakannya yang terlalu mencolok itu.

"Ada apa?" tanya Keil, tanpa memandang ke arah Athi.

"Keil ... boleh tau gak, kamu kok lancar banget bahasa Jepang? Itu kenapa?" tanya Athi dengan nada yang sangat manja, membuat Keil harus kuat-kuat menahan dirinya sendiri.

"Ayahku asli penduduk sana," jawab Keil yang tidak ingin menambah bebannya.

Jawaban Keil justru membuat bebannya semakin bertambah, karena mata Athi yang tiba-tiba saja mendelik terang, seperti terkena sorotan lampu.

"Beneran? Pantesan kamu jago banget bahasa Jepang! Eh btw, kamu udah pernah ke sana? Di Jepang gimana sih, dingin atau panas? Ada gak salju di Jepang? Terus saljunya mulai bulan apa? Terus-terus, kamu udah pernah ketemu sama Doraemon belum? Atau sama Sasuke gitu? Ih sumpah aku tuh suka banget sama kartun dan anime Jepang sana--" tanya Athi dengan sangat antusias yang tak dihiraukan oleh Keil.

Keil mendelik, karena tak tahan mendengar ocehan darinya.

"Duh ... kamu ngapain sih nanya begitu? Datang ke sini bikin rusuh, bawa roti cuma satu doang pula, aku kan juga lapar tahu!" bentak Keil dengan nada yang masih tertahan, karena memang dirinya yang tak pernah bisa berlaku kasar terhadap seorang gadis.

Athi menyeringai, "Kalau kamu mau jawab pertanyaan aku, aku kasih roti ini untuk kamu deh," tawar Athi, membuat Keil menghela napasnya dan melontarkan senyuman tipis ke arah Athi, yang nampaknya sangat tertarik dengan budaya di negara sakura itu.

"Baiklah. Aku pernah tinggal di sana, sampai aku minder karena gak bisa bahasa Indonesia waktu awal aku pindah ke tempat ini. Ada empat musim di Jepang yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Biasanya salju turun pada akhir tahun, dan berlangsung selama kurang lebih tiga bulan. Soal Doraemon atau Sasuke, jangan terlalu dianggap karena itu hanya kartun," ucap Azekeil melibas habis pertanyaan dari Athi tadi.

Athi mengangguk-angguk paham, "Oh ... gitu," gumamnya, "Ya udah, ini rotinya untuk kamu," ucap Athi sembari memberikan roti itu pada Keil.

Keil hanya bisa memandang ke arah Athi, yang sedang menyodorkan roti yang ia bawa.

"Nanti aku ganti rotinya pakai hadiah yang bisa kamu pakai saat musim dingin. Sekarang roti ini aja dulu, sebagai tanda terima kasih karena udah jawab pertanyaan aku," ucap Athi yang terdengar sangat polos, membuat Keil menggelengkan kecil kepalanya.

...-Flashback off-...

Seketika terlihat sebuah genangan di pelupuk mata Keil. Kali ini, Keil tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak menangisi keadaan.

Ia menitikkan air mata ketika melihat syal merah pemberian dari Athi.

'Ternyata, dia ingat dengan janjinya,' batin Keil yang tidak percaya akan hal yang Athi lakukan.

...***...

Athi sudah sampai di halaman rumahnya, dengan keadaan basah dan juga keadaan lutut kakinya yang semakin parah saja.

Lucas menoleh ke arah lututnya, "Apa kamu butuh sesuatu?" tanya Lucas dengan nada yang sangat datar, membuat Athi menyadari kalau Lucas sedang melihat ke arah lututnya.

Dengan segera, ia berusaha menutupi lututnya dengan kedua tangannya. Walaupun Athi memakai celana jeans panjang, tetap saja tidak bisa melindungi lututnya dari gesekan aspal. Malah pada bagian lututnya, celana itu sudah sobek karenanya.

"Gak apa-apa, nanti juga sembuh sendiri, kok. Kamu gak usah repot-repot," tolak Athi yang tidak enak dengan Lucas.

Lucas hanya terdiam, sembari memandang ke arah Athi kembali. Tatapannya selalu dingin, hampir sama seperti tatapan yang Azekeil miliki, sampai waktu itu Athi pernah berpikir, malau mereka adalah kembar yang tertukar.

"Baiklah, sampai jumpa," ucap Lucas, yang dengan segera meninggalkan Athi, tapi menunggu persetujuannya lebih dulu.

Hal itu membuat Athi mengerucutkan bibirnya, "Duh ... kebiasaan deh Lucas itu," gumam Athi yang sedikit kesal dengan kelakuan Lucas yang sama mengesalkan dengan Azekeil.

Athi pun segera masuk ke dalam rumahnya, dan langsung beranjak menuju kamar mandi, untuk segera membilas tubuhnya yang sudah lelah itu, karena harus berlarian menuju ke arah bandara.

Kiranya dirasa cukup, Athi segera mempersiapkan pakaiannya, kemudian memakainya dengan segera, demi menghindari sakit akibat terlalu lama terkena air hujan.

Athi menggosokkan handuk kecil pada rambutnya yang masih basah, mencoba mengeringkan rambut panjang berwarna coklatnya itu.

"Brukk ...."

Ia terkejut, karena tak sengaja menyenggol buku hariannya yang ada di atas meja.

Dari dalam buku tersebut, terlihat selembar foto yang berserakan di atas lantai, membuatnya bingung dan segera mengambil buku beserta foto tersebut.

Athi mendelik, karena yang ia lihat saat ini, ternyata adalah foto kebersamaan dirinya bersama Lucas dan juga Azekeil, di sebuah photo boot.

Athi seketika kembali teringat dengan Keil yang baru saja beberapa jam lalu meninggalkannya dengan seluruh perasaan rancu.

Genangan air mata kembali muncul di pelupuk mata Athi, karena mengingat momen kebersamaan mereka kala itu.

Setiap kenangan yang pernah mereka lalui, membuat Athi semakin tidak bisa melupakan sedikit pun dari Keil, yang sudah menemaninya selama ini.

Terlebih lagi, Keil lah yang tidak pernah memandang sedikit pun kekurangan Athi. Memang, tingkahnya itu terkadang agak ambigu, karena dirinya yang memang tidak bisa bersikap di hadapan Athi, yang ia pikir mempunyai dunianya sendiri.

"Baru beberapa jam aja, aku udah kangen kamu, Keil," gumam Athi yang tidak bisa menahan air matanya, yang sedari tadi memaksa keluar dari pelupuknya.

"Aku gak tau, akan kuat atau tidak menghadapi hari-hari tanpa kamu, Keil," lirih Athi, dengan isak tangis yang pecah seketika, tetapi dirinya masih harus menahannya karena tidak ingin keluarganya mengetahui, kalau dirinya sedang tidak baik-baik saja.

Itulah kehebatan Athi, bisa menahan semua perasaan sedih yang sedang melandanya, tanpa ada yang mengetahuinya.

Apakah Athi bisa menjalani kehidupannya, setelah Keil meninggalkannya jauh di sana?

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!