Arkan Arjun adalah pemuda yang sangat tampan. tubuhnya atletik, gagah dan tegas. Sorot matanya tajam bagaikan elang. Pesona nya sebagai seorang kesatria malam sangat terkenal di kalangan wanita sosialita yang sering pergi ke Club' dimana Ia bekerja.
Ia melayani wanita yang kurang belaian kasih sayang dari suami maupun lelaki lain. Para wanita itu sanggup membelinya dengan sangat tinggi melebihi harga yang seharusnya asalkan Arkan Arjun bersedia melayani mereka semalam penuh.
Kebanyakan dari mereka adalah perempuan yang kaya-raya. Ketampanan yang tak lazim pada wajahnya membuat para wanita itu terhipnotis saat memandang pesona yang Ia sajikan.
Bahkan tak jarang mereka berebut hanya untuk mendapatkan malam bersama Arkan.
Arkan Arjun keturunan Indonesia_Korea. Karena sejak lahir ada di Indonesia, Ia tidak tahu bagaimana cara berbahasa negara Gingseng tersebut.
Arkan Arjun hanya seorang yatim yang ditinggal meninggal oleh Ayahnya ketika menginjak usia delapan belas tahun. Bahkan Ia tidak tahu keberadaan Wanita yang telah melahirkan dirinya karena ditinggal sejak bayi.
Dulu Ia hanya seorang pedagang asongan sebelum Mami Deby merekrut dia di Club' itu. Mereka dipertemukan di lampu merah saat Ia berjualan asongan. Mami Deby melirik ketampanan wajahnya dibalik tubuhnya yang lusuh.
Mami Deby memberikan penawaran yang menggiurkan. Ia hanya perlu melayani birahi perempuan dan mendapatkan uang sepuluh juta dalam semalam.
Cukup sulit Mami Deby meyakinkan dirinya untuk masuk ke dunia kelam itu, tapi karena sulitnya mencari pekerjaan tampa mengenyam pendidikan membuatnya tertarik menerima pekerjaan nista tersebut.
Malam itu, Arkan Arjun memasuki Club bar besar diiringi oleh dua orang bodyguard Mami Deby. Seperti biasa para wanita itu sudah berkerumun untuk menunggu dirinya. Padahal ada banyak lelaki disana, tapi hanya dia yang menjadi Arjuna nya.
Suasana mendadak riuh saat kakinya mulai memasuki tempat ramai tersebut. "Mas Arkan, akhirnya muncul juga. Kami gak sabar nunggu kamu Mas Arkan," teriak seorang perempuan. Mungkin usianya sudah kepala tiga lebih.
"Sama aku aja ya Mas?" tawar yang lain.
"Aku aja lah Mas, aku mau diservis hingga puas."
Suara sahut menyahut terdengar dari semua wanita itu.
Arkan mengembangkan senyum dengan pesonanya, Senyumnya benar-benar mampu menghipnotis pandangan mereka. Arkan mengusap dagunya sambil melipatkan satu tanganya. Ia mengamati satu persatu para perempuan itu guna memilah dan memilih wanita mana yang akan menjadi partner ranjang nya malam itu. Ia berharap kalau ada wanita baru datang dan minat denganya.
Tapi ternyata semua wanita itu sudah Ia cicipi.
"Ricko, apa tidak ada barang baru malam ini?" bisik Arkan pada salah satu bodyguardnya.
"Kurang tahu, Bos. Mami Deby tidak bilang apa pun."
Belum selesai dengan ajang siapa yang dipilih, Arkan justru berpamitan terlebih dahulu.
"Tunggu ya, aku mau menemui mami Deby terlebih dahulu!" pamit Arkan.
"Lo, Mas. Kita udah gak sabar ni," protes salah satu diantaranya. Mereka terlihat kecewa.
Arkan mengatupkan tanganya, agar mereka menunggu dirinya lebih dulu.
Arkan masuk keruangan Mami Deby dan langsung duduk di meja Mami Deby dengan tatapan manja. "Mi, tidak adakah barang baru hari ini, aku bosan menghabiskan malam ku bersama mereka terus-menerus."
Mami Deby memandang pemuda kesayanganya dengan tersenyum. Lalu menepuk pundak Arkan.
"Kok gitu, ganteng. Bukannya yang penting uang." Mami Deby mengisyaratkan dengan tangannya.
"Iya Mi, tapi sekali-kali Carikan yang baru lah. Agar gairahku bisa bangkit lagi," sungut Arkan dengan tatapan nakal.
"Oh gitu." Mami Deby mengetuk-ngetuk kan jari telunjuknya dibibir sambil berpikir. "Ada sih tadi, kayaknya masih ting-ting. Dia sempat memberontak ingin bertemu kamu. Tapi Mami minta bodyguard menyeret nya keluar," tukas Mami Deby.
Arkan mengernyitkan dahi.
"Kenapa Mami usir gadis itu?"
"Ya karena gadis itu membuat kerusuhan," jawab Mami Deby sambil memutar-mutar kan kursi putarnya.
"Mami yakin gadis itu masih perawan?" Ada rasa penasaran dalam diri Arkan untuk mendapatkan yang berbeda seperti pelanggan biasanya.
"Kayaknya sih, anaknya masih bauk kencur."
"Terus, dia kemana Mi?" Arkan tidak sabar ingin menemui gadis mana dan seperti apa yang menginginkan dirinya.
Suara kegaduhan tiba-tiba terdengar lagi diluar, gadis yang diusir tadi berhasil masuk lagi.
"Mami, tolong kabulkan keinginan ku. Aku mau ketemu sama Si kumbang itu. Tolong Mami aku penasaran dengannya."
"Berhenti membuat keonaran, Nona. Jika kau ingin menjadi pelanggan disini harap bersabar." Dua orang bodyguard berusaha menarik dirinya.
Mami Deby mengangkat kepalanya, agar Arkan segera keluar.
Arkan terpaku sejenak lalu melompat dari meja dan bergegas keluar.
Melihat kedatangan Arkan, gadis itu langsung menghempaskan tangan kedua bodyguard yang memegangi tangannya.
...💐💐💐...
Gadis itu tersenyum pada Arkan.
"Apa kau yang namanya Arkan? aku dengar kau sangat tampan?" gadis itu mengangkat kedua alisnya.
Arkan membalas dengan tatapan nyalang.
"Apa pendapatmu tentang ketampanan ku setelah kau lihat sendiri?" tanya Arkan balik.
Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Lumayan juga ternyata," tutur gadis itu. Ia mengakui ketampanan wajah Arkan.
"Lalu, apa kau tergoda?" Arkan melipatkan kedua tanganya dan terus menatap gadis belia itu.
"Layani aku." timpal gadis itu.
Arkan setengah tak percaya, gadis itu menantang dirinya.
"Sungguh?" Arkan mempertegas keyakinan gadis di depannya.
Gadis itu tertawa.
"Heh, untuk apa aku bohong. Kau tidak tertarik dengan kecantikan ku." gadis itu membelai wajahnya sendiri.
Arkan kembali tersenyum, Ia tidak munafik jika gadis itu sangatlah cantik. Tubuhnya juga aduhai di balut dress seksi yang memukai kelopak matanya dan menonjolkan belahan dada yang membuatnya meneguk liur.
Para perempuan yang sudah antri sampai menatap sinis kearahnya.
"Ayo, aku ingin buktikan."
Gadis itu menarik lengan Arkan tampa canggung.
Arkan menahan gerakannya.
"Kau tahu budget ku 'kan?"
Gadis itu berbalik dan kembali tersenyum.
"Tenang saja, Asalkan aku bisa membuktikan keperkasaan mu maka aku akan membayarnya tiga kali lipat."
"Oke."
Arkan semangat merangkul gadis itu kekamar spesial miliknya dan harus terpaksa mengecewakan pelanggan lainnya malam itu.
Belum juga sepenuhnya masuk dari ambang pintu, gadis itu
menyambar bibir Arkan.
Arkan lagi-lagi terkejut, gadis itu cukup ganas.
"Sabarlah, Nona. Biar aku tutup pintu dulu."
Arkan menarik pengait pintu hingga menyisakan mereka berdua di ruangan tertutup tanpa ada yang akan datang mengganggu.
"Apa kau sudah siap? aku sudah tidak bisa menahannya?"" tanya gadis itu tidak sabar.
Gadis itu benar-benar memacu adrenalin seorang Arkan Arjun.
Arkan mengamati gadis dihadapanya.
"Kau sudah berhubungan sebelumnya?"
Gadis itu ternyaman miring.
"Itu bukan urusan mu. Bukankah kau hanya perlu melayani setiap perempuan yang bisa membayar diri mu," tukas gadis itu.
Arkan menangkap ketidak warasan yang dihadirkan gadis itu. "Nampaknya kau sedang mabuk, ya?"
Gadis itu malah terkekeh.
Ayolah, kenapa kau begitu banyak pertanyaan dengan ku. Kau tidak menginginkan tubuhku?"
Arkan tersengat akan ucapan gadis didepannya.
Bibirnya begitu ranum dan se*si, tubuhnya juga ideal. Ia memiliki pantat yang berisi.
"Kau yakin, Sayang?" Arkan menarik lengan gadis itu masuk kedalam dada bidangnya. Arkan semakin yakin hempasan nafas gadis itu mengeluarkan bau alkohol yang menyengat.
Gadis itu juga haus akan sentuhan dari laki-laki.
"Kau tahu peraturan ku, bukan? wanita yang menginginkan ku harus memakai pelindung karena aku tidak akan menggunakannya sembarangan, dan satu lagi, aku tidak akan pernah mau bertanggung jawab, jika wanita yang bermain dengan ku sampai hamil karena aku tidak mau ada penyesalan. Kau paham?" Arkan mengutarakan itu setiap kali Ia hendak melayani wanitanya.
Gadis itu menatap lekat wajah Arkan tampa perduli dengan ucapan pemuda di depannya. Ia hanya ingin hasrat nya segera terpenuhi.
Usai mendengarkan Arkan berbicara, gadis itu kembali menyambar bibir Arkan dengan buas.
"Waw, gadis ini begitu luar biasa." Batin Arkan terpukau.
Arkan tidak tinggal diam dan membalas permainan partner ranjangnya. Menyapu sekitar permukaan ranum milik gadis itu. Keduanya melangkah mundur kearah ranjang hingga keduanya jatuh bersamaan.
Gadis itu kewalahan dan melepaskan perkelahian mereka. nafasnya tampak tersengal-sengal. Arkan tersenyum menatap gadis didepannya memalingkan wajah.
Dirasa gadis itu mulai beradaptasi dan menstabilkan nafasnya kembali. Arkan mengawalinya dengan membelai wajah gadis itu dengan jari jemarinya hingga gadis itu terpejam dan menggeliat menikmatinya.
Arkan menurunkan gerakan tanganya berulang-ulang dan berhenti dibawah dagunya yang sedikit ada belahan. Tapi belahan dagu tersebut salah satu yang menunjang semakin sempurnanya kecantikan gadis tersebut.
Lama bertemu pandang, Arkan memangut lagi bibir menawan tersebut.
Yang kedua kalinya tidak terlalu lama karena Ia berpindah ke bawah telinga gadis itu. Gadis itu menggeliat lagi, merasai sesuatu basah milik Arkan menggelitik disana.
Gadis itu melingkarkan tangan milik nya di leher Arkan. Arkan menyapu dan menggigit sedikit di beberapa bagian di bawah telinganya.
Arkan menatap lagi bola mata bening dan teduh yang telah cukup lama ada dibawahnya.
"Nona, aku tanya sekali lagi. Apa ini sudah kau rencanakan sebelumnya atau kau hanya salah tempat?" Arkan ingin memastikan tujuan gadis belia tersebut tanpa sebuah keterpaksaan.
"Jangan berhenti, aku mohon," jawab gadis itu menarik tubuh Arkan lebih merekat kedalam pelukannya.
Arkan sedikit bingung, reaksi gadis itu bukanlah suatu yang biasa. Ada luka yang tercetak di dalam raut wajahnya.
"Kalau kau tidak melakukan ini, maka aku akan mati," imbuh gadis itu lagi.
Arkan mengangguk. Ia memiringkan tubuh gadis belia itu dan menarik ress sleting dibelakang punggungnya lalu melihat beberapa titik luka lebam disana.
"Ada apa denganmu, Nona?" Arkan menjadi bimbang meski si gundul andalannya sudah menegang.
Gadis itu memeluk tubuh Arkan lagi lalu menangis tersedu-sedu.
"Jangan tanyakan apa pun, aku mohon lakukan untukku. Aku sangat tersiksa, aku ingin melepaskan semua yang mengganggu otakku."
Gadis itu vmendamba kan sebuah kehangatan dan belaian, Ia melepas sendiri gaunnya di depan Arkan agar Arkan segera menunaikan keinginannya.
Arkan terkesima melihat keindahan tubuh polos gadis didepannya.
"Aku rasa aku memiliki tubuh yang tidak kalah cantik dari mereka. Apa kau juga akan menolaknya?" tanya gadis itu.
Arkan memantik wajah gadis belia itu.
"Apa Maksudmu?" Arkan melihat ada beban besar disana.
"Apa benar aku tidak pantas bersanding dengan pria mana pun yang aku cintai. Apa aku seburuk itu, mengapa mereka memaksaku biar aku laku?"
Arkan menggeleng tak mengerti maksud dari perkataan gadis di depannya.
Gadis itu tak peduli anggapan Arkan dan menarik lengan Arkan kearah buah kenyal miliknya, meminta Arkan melakukan aksi disana dalam bentuk apapun.
Ia tidak tahu beban apa yang gadis itu telah lewati. Ia melakukan permintaan si gadis jika itu akan mengurangi bebannya.
Ia tak ingin menunggu lagi dan melahap buah kenyal itu milik gadis itu meski di selimuti keraguan.
Gadis itu menggigit bibir bawahnya menahan sentuhan yang bermain diujung bukit kembar miliknya. Ia menjambak rambut Arkan dengan kuat dan tak berhenti menggeliat.
Tiba di titik inti, Kumbang itu menikmati sari yang telah membuncah di area tengah milik kuntum tersebut. Cukup lama Ia berpaku dan menetap akhirnya Ia kembali lagi keatas dan memangut lagi bibir ranum gadis itu.
Arkan membuai gadis itu dengan sejuta Cinta dan kenikmatan hingga gadis itu sampai puncaknya.
Arkan mulai mengarahkan batangan tumpul miliknya kearah inti Dara. Tapi Ia mengalami kesulitan.
Shiitt... kenapa jalannya sempit sekali...
"Kenapa?" desis Gadis itu menunggu dalam keheranan.
"Apa belum tersentuh?"
Gadis itu mengangguk pelan.
"Kau yakin ingin menyerahkan mahkota ini untukku?" Arkan menatap dalam rona gadis itu.
Gadis itu mengangguk lagi, nampaknya Ia benar-benar siap.
"Baiklah, kuharap kau tidak menyesal."
Dengan gerakan perlahan Arkan mulai berusaha menembus pertahanan gadis itu.
"Aw..." gadis itu menjerit merasakan perih. Arkan berhasil merobek mahkota gadis itu.
"Rileks lah, aku akan melakukanya dengan hati-hati." Arkan terpaksa memperlambat ritme milik nya agar tidak menyakiti jalan yang baru saja terbuka.
Kenapa ini sangat berbeda?..
Baru kali itu Arkan merasakan kalau penyatuannya dengan perempuan terasa sangat nikmat.
Cukup Lama bermain, beberapa menit berlalu Sesuatu yang dingin dan basah membanjiri kelopak bunga milik gadis itu.
Arkan di singgapi hasrat membara melebihi malam-malam sebelumnya.
Arkan kemudian membungkus tubuh polos mereka dengan selimut dan memeluk Si gadis agar si gadis merasa tenang.
Arkan mengusap rambut gadis itu sampai Ia terpejam lalu memeriksa lagi luka dipunggung gadis itu diam-diam. Rasa penasaran akan kehidupan gadis belia itu membuatnya berniat untuk mengetahuinya esok hari.
Dengan banyaknya pertanyaan dibenaknya membuat Arkan akhirnya ikut tertidur pula.
...🌾🌾🌾🌾...
Malam yang gelap telah disulap menjadi pagi yang Indah, Mentari menampakkan senyumnya untuk seluruh mahkluk hidup dimuka bumi.
Cahaya itu dapat menghangatkan tubuh setelah melewati malam panjang dalam fase dingin. Bahkan bunga-bunga bermekaran menebarkan keharuman di pekarangan setiap rumah.
Seorang gadis yang masih berbungkus selimut dalam kungkungan pemuda mulai mengerjap-ngerjap kan bola matanya dan memutar netra beningnya menatap langit-langit.
Gadis itu mengalihkan tatapannya pada wajah Arkan yang masih tertidur pulas dalam posisi memeluk erat tubuhnya.
Gadis itu mengusap wajahnya kasar.
Gadis itu terisak-isak tapi Ia langsung sadar untuk segera pergi dari tempat terkutuk itu. Gadis itu turun dari ranjang perlahan dan secepatnya memakai gaun miliknya.
Baru saja hendak melangkah membuka pintu, Ia ingat kalau Ia harus membayar pekerjaan pemuda itu. Namun sayangnya Ia tak membawa uang sepeser pun. Gadis itu meraba tubuhnya dan menemukan cincin di jari manisnya.
Gadis itu berinisiatif melepasnya dan meninggalkannya diatas meja. Ia masih bingung bagaimana cara memberitahu pemuda itu kalau cincin itu adalah jaminannya.
Gadis itu memeriksa laci dan beberapa tempat. Ia menemukan sebuah lipstik di tepi ranjang. Ia meraih lipstik itu secepatnya dan meninggalkan tulisan di atas meja.
"Semoga ini terlihat," gumam gadis itu buru-buru.
Selesai menulis pesan, gadis itu bergegas meninggalkan Arkan.
Beberapa menit kepergian partner ranjangnya semalam, Arkan baru terbangun dan mendapati gadis itu sudah tidak ada disampingnya. Arkan menyingkap selimut hendak turun dan mendapati Setitik bercak darah yang telah mengering diatas sprei.
Arkan mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan dan mempertajam pendengarannya kearah kamar mandi berharap gadis itu masih membersihkan diri disana.
Nihil, suara gemericik air tidak terdengar. Arkan kemudian terpaku dengan sebuah cincin dan tulisan lipstik di atas meja.
Arkan mengambil cincin berlian tersebut dan mengamati setiap inci dari Cincin itu hingga Ia membaca sebuah nama disana bertuliskan Dara Wilya.
Arkan beralih menatap tulisan samar-samar diatas meja dan berusaha membaca apa isi dari tulisan itu.
(Terima kasih, Mas. Kau sudah membuat tidurku nyenyak semalam. Maaf, aku hanya memberikan cincin ini. Tapi Mas jangan khawatir harganya melebihi dari yang aku janjikan semalam)
Arkan menghela nafas kasar. Sangat disayangkan gadis itu tidak menunggu Ia bangun lebih dulu.
"Kenapa wanita itu pergi tampa berpamitan ya?" Arkan bergelut dengan pertanyaannya sendiri tampa jawaban.
Arkan membersihkan diri dan keluar. Ia meninggalkan Club' yang telah lengang untuk kembali ke Losmen miliknya dan Raka. Arkan disambut Raka sahabatnya ditempat itu. Raka adalah orang yang sangat royal pada dirinya. Dia tidak cemburu jika Arkan di kagumi semua wanita. Meski budgetnya hanya dua juta semalam Ia sangat bersyukur. Berbeda dengan yang lainnya. Semua tidak pernah mau berbaik hati denganya.
Para pemuda itu tidak akan menegurnya meski dirinya menegur lebih dulu. Bahkan tatapan mereka begitu sinis.
Raka menyajikan sarapan sambil melihat Arkan menanggalkan bajunya di gantungan dan hanya bertelanjang dada.
"Ar, kau bermain dengan siapa semalam. Benar wanita itu masih ting-ting?"
Arkan tersenyum.
"Benar ya Ka, wanita ting-ting itu. Madunya sangat nikmat," timpal Arkan pias.
"Akhirnya ngerasain juga kamu, rezeki tu," guyon Raka.
Arkan terdiam sejenak. Ada rasa kesal dalam dirinya tidak melihat gadis itu lagi saat terbangun.
"Kenapa? kamu kurang?" Raka tak berhenti menggoda dirinya.
"Dia sempurna, Ka. Tapi sepertinya gadis itu mengalami banyak penderitaan." Arkan meraih handuk dengan tatapan
kosong.
Raka mengernyitkan dahi
"Penderitaan? maksudmu?"
Arkan mengangkat bahu tanda tak mengerti. "Ya sudahlah, dia tidak mungkin datang lagi 'kan?"
"Wah, bener-bener ya. Ucapan mu tersirat pengharapan pada gadis itu. Pasti gadis itu membuat candu dirimu!" teriak Raka pada Arkan yang sudah menutup pintu.
Arkan meraih cincin disakunya dan mengamati lagi nama yang tertera disana.
"Dara, nama yang cantik secantik orangnya." Arkan meletakkan cincin itu di rak kecil yang tergantung.
Arkan tersenyum tampa henti mengamati Cincin sambil menghidupkan Shower membasahi sekujur tubuhnya.
Wajah gadis semalam terngiang-ngiang di dalam benaknya. Bahkan Setiap gerakan tubuh gadis itu saat ada didalam kungkungan nya masih nyata rasanya.
"Gadis yang malang."
Selesai mandi Arkan menyematkan jari itu di jari kelingkingnya, Ia menganggap barang itu akan menjadi kenangan terindah selama bekerja di sana.
Selesai berpakaian, Arkan menghampiri Raka yang sudah menunggunya di meja makan.
"Maaf ya, Ka. Kamu harus masak terus menerus tampa aku bantu."
"Santai saja, Bung. Toh kau juga sering ngasih aku uang jajan."
Arkan menatap pemuda yang satu tahun lebih tua darinya.
"Ka, apa kau tidak pernah berpikir untuk keluar dari pekerjaannya ini? Kau bahkan mengirimi keluarga mu dengan uang yang haram?"
"Entahlah Ar, aku sudah terlanjur nyaman disini. Aku tidak tahu pekerjaan apa yang aku dapat jika aku meninggalkan dunia yang terlanjur aku geluti." Wajah Raka terlihat sedih, ada penyesalan yang Ia alami.
"Aku tahu, ini berat untukmu. Mendengar cerita mu saja membuat hatiku terenyuh. Semoga Ayahmu cepat sembuh ya?" Arkan tahu kalau Ayah Raka mengindap penyakit kangker dan harus operasi. Tentu Raka harus mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk itu. Ia juga kasihan pada Ibunya yang harus berjualan kue keliling kampung ditambah harus menghidupi dan menyekolahkan kedua adik perempuannya yang masih kecil.
"Ar, nasibmu juga tidak baik. Kau bahkan hidup sebatang kara."
Arkan mengangguk.
"Iya Ka, aku ingin bertemu Ibuku. Tapi keberadaannya saja aku tidak tahu."
Raka menghembuskan nafas kasar.
"Oke, berhenti melo nya. Kita sarapan saja dulu." Raka tidak ingin suasana pagi mereka menjadi kacau karena banyaknya masalah yang mereka hadapi.
Selesai sarapan keduanya pergi jalan-jalan. Guna melupakan pekerjaan sedap-sedap capek yang mereka lakukan dengan motor gede milik Arkan yang Ia beli dari hasil menghibur para wanitanya.
Mereka menepi kesebuah danau untuk menikmati sungguhan air biru yang jernih dan indah.
"Kan, nanti kalau kita menikah. Kau mau ajak istri mu kemana?"
Arkan tercekat dengan pertanyaan Raka hingga Ia terkekeh.
"Emang orang seperti kita masih memikirkan menikah , Ka? bukankah kita sudah mendapatkan surga dunia setiap malam." Arkan menatap tajam kearah Raka. Rambut keduanya diterpa angin sepoi-sepoi.
"Hahaha.. malang sekali nasib kita. Apa ini akan berlangsung hingga tua. Masak Ia kita akan selama nya ada disana. Siapa yang mau sama kakek-kakek," cicit Arkan.
"Ya paling nenek-nenek lah," sahut Arkan. Keduanya kembali tertawa.
Sejenak hening. Dafa mulai serius.
"Tapi Ar, apa kau tidak pernah jatuh Cinta pada seseorang. Pada salah satu pelanggan kita misalnya?"
Arkan menarik sedikit sebelah ujung bibirnya.
"Entahlah, sampai saat ini belum. Aku hanya menganggap mereka adalah pohon uang. Lagian, siapa orang tua yang sudi menyerahkan anak gadis nya pada lelaki hina kayak kita." Arkan mengatakan kebenaran betapa buruknya pekerjaan mereka.
Raka mengangguk.
"Kau benar. Tapi bagaimana jika tiba-tiba ada gadis yang mau menerima mu apa adanya dan sebaliknya malah kamu jatuh cinta pada seorang gadis? Apa kamu akan diam?"
Kali ini Perkataan Raka sangat benar. Arkan melirik Raka sejenak kemudian kembali memandang air danau yang sedikit bergelombang.
"Ar, kita akan menua. Kita pasti butuh seseorang untuk menemani hari tua kita. Seperti mereka." Raka menunjuk kepada Keluarga kecil bahagia yang tak jauh dari mereka.
Sepasang suami istri yang menggandeng anak perempuan sembari bercanda ria.
Hati Arkan berdesir mengamati kebahagiaan mereka.
Mungkin kah pemuda penghibur seperti dirinya bisa merasakan kebahagian itu.
"Kau tersentuh, bukan?"
"Kau emang pandai ya, membuat aku menjadi iri melihat mereka," sungut Arkan.
"Iya sih, kita belum sampai ketahap itu. Kita nikmati saja masa-masa sekarang. Memuaskan birahi pada setiap wanita yang datang. Kurasa itu lebih menyenangkan."
Arkan menyungut kepala Raka.
"Dasar kau, kau melarang aku melo. Tapi ceritamu selalu mengajak sedih. Apa kau menjebak ku, ha?" Arkan merasa kesal dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Hehehe... biar kita tidak senang melulu, Ar," gelak Raka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!