Semua orang selalu menganggap seorang pelacur adalah wanita kotor, wanita tidak punya harga diri, tidak tahu malu, pecinta kemewahan, pelacur selalu dikaitkan kaitkan dengan hal hal yang buruk.
Begini lah Clara Aurora sekarang, Clara tidak perduli orang orang menggunjingkan dirinya dibelakang, Clara melakukannya demi dirinya sendiri, itu tidak akan membuatnya menyesal.
Clara bisa saja mendapat beasiswa di kampusnya namun itu semua terasa mustahil baginya, seandainya ia secerdas yang ia harapkan maka semuanya tidak akan begini, tapi apakah Clara harus terus menyalahkan kemampuannya? Memaksa dirinya untuk melewati batas kemampuannya?
Clara selalu berandai andai, andaikan saja sosok laki laki bernama Marvel Orlando tidak pernah ada atau tidak satu kampus dengannya, atau paling tidak Marvel Orlando tidak jauh lebih pintar darinya maka semua akan terasa mudah bagi Clara.
Namun Clara tidak bisa menyalahkan orang lain untuk masalah yang ia hadapi, Clara tidak bisa menuntut apa apa kepada Marvel, laki laki itu sama sepertinya hanya saja laki laki itu mampu menggapai apa yang ia mau sedangkan Clara tidak.
Clara terkadang bertanya tanya kenapa orang lain bisa sedangkan dirinya tidak? Apa yang membuatnya berbeda? Apakah karna Clara kurang waktu istirahat dan juga belajar? Apakah karna Clara memiliki lebih dari 2 pekerjaan part time sehingga semuanya kacau balau?
Apakah karna Clara berkali kali jatuh tertidur di jam pelajaran karna tidak tidur semalaman demi shift kerja nya? Clara tidak tahu bagaimana lagi harus menyimpulkannya.
Clara kembali berandai andai, seandainya ia memiliki seseorang yang bisa terus mendukungnya, berada disisinya membantunya meskipun tidak secara finansial melainkan mental semuanya mungkin akan sedikit terasa ringan, namun itu semua hanya andaian saja.
Nyatanya Clara tidak punya siapa siapa, orangtuanya saja sudah lama tiada, Clara hanya punya seorang kakak perempuan yang bahkan tidak perduli apakah Clara masih bernafas atau tidak.
Bukan sekali dua kali Clara memohon bantuan sang kakak namun kakaknya itu tidak pernah perduli, kakaknya selalu mengatakan bahwa adalah salah Clara sendiri.
Salahkah Clara berusaha mengejar cita citanya? Salahkah ia meminta bantuan sang kakak yang notabene nya adalah keluarganya, salahkah ia meminta bantuan kepada kakaknya yang hidupnya sudah mewah karna menikah dengan orang kaya, salah kah Clara mengharapkan bantuan dari orang yang satu satunya ia miliki di dunia ini?
Ya, semuanya berakhir sama. Kekecewaan, Clara tidak mendapatkan apapun meski ia mengemis, semuanya terasa memuakkan, cacian kakaknya pun membuat Clara hilang akal, tuntutan biaya kuliahnya pun juga membuat Clara bagai tercekik, Clara terlalu tertekan sehingga memilih jalan pintas yang Clara yakini suatu saat akan membawa petaka baginya.
Clara memilih untuk tidur dengan suami kakaknya sendiri, Damian Leonardus. Kakak ipar yang tidak punya hati, namun setidaknya memiliki uang yang banyak sehingga Clara rela harus bersembunyi, bermain kotor diranjang milik kakaknya dan juga kakak iparnya sendiri.
Clara menatap cek yang Damian letakkan di atas nakas, sudah jadi kebiasaan Damian meletakkan ‘upah’ Clara disana dan meninggalkan Clara begitu saja.
Miris memang, Clara akan dikunjungi tiap kali Damian tidak bisa meniduri kakak Clara. Mereka melakukannya diam diam tepat dikamar Clara, atau bahkan di hotel.
Merasa bersalah? Terkadang itu memang terbesit dihati Clara namun lenyap bersamaan dengan sikap kakaknya yang selalu menyakitinya, mengabaikannya, dan tidak pernah menyayanginya sebagai seorang adik.
Clara butuh uang dan juga salah kakaknya tidak bisa menjaga suaminya sendiri, salah kakaknya yang tidak bisa membuat suaminya hanya menyentuh dirinya. Salah kakaknya juga telah menyakitinya sehingga ia sudah tidak merasakan lagi rasa perduli kepada kakak satu satunya itu.
Clara bangkit dari ranjang, ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Mungkin saat ini Damian sudah kembali ke kamarnya dan tidur memeluk kakak Clara.
Clara melangkah lunglai menuju kamar mandi, ia akan membersihkan tubuhnya dari bekas bekas kegiatan kotornya bersama kakak iparnya sendiri.
Dalam rintikan shower Clara berpikir, sampai kapan ia akan terus seperti ini? Sampai kebutuhannya terpenuhi dan ia sudah tidak membutuhkan lagi uang dari Damian? Tapi kapan hari itu datang?
“Ah dia lagi, dia memang anak kesayangan para dosen di kampus ini.”
Clara mengikuti arah pandang Josephine yang memandang sosok laki laki tinggi dengan wajah tampan yang disukai banyak wanita—Marvel Orlando.
Clara buang muka, ia malas melihat kearah laki laki itu. Clara tidak benci dengan Marvel, Clara hanya iri dengan kehidupan laki laki itu. Ya.. Clara akui bahwa ia sedikit jengkel dengan laki laki itu.
Clara jengkel lantaran Marvel adalah anak orang kaya, ia mampu membayar biaya kuliahnya lalu kenapa ia justru menerima beasiswa yang kampus mereka berikan? Seandainya Marvel menolak maka mungkin Clara lah yang akan menerimanya, dan Clara tidak akan perlu menjual dirinya kepada kakak iparnya sendiri.
Clara sudah tidak bisa ambil cuti kuliah terus menerus hanya karena ia tidak bisa bayar biaya kuliah, Clara ingin cepat lulus dan mengejar karir yang ia impikan dan pergi jauh dari kehidupan kakak dan kakak iparnya.
“Hah lihatlah dia sombong sekali, dia mengusir setiap orang yang duduk satu meja dengannya.” Josephine berkomentar melihat tingkah Marvel, Clara mau tak mau kembali menoleh kebelakang untuk melihat Marvel yang tengah mengusir seorang wanita yang mencoba untuk makan satu meja dengannya.
“Kita tidak perlu membahas dia ataupun memperhatikan dia, tidak ada untungnya.” Clara kembali menyibukkan diri dengan jus yang ia miliki.
Josephine mengangguk membenarkan perkataan Clara, “Oh ya, kau ada pekerjaan paruh waktu hari ini?”
Clara menggelengkan kepalanya, “Aku sudah keluar dari semua pekerjaan paruh waktu ku, aku akan fokus kuliah.”
Josephine menatap Clara dengan pandangan penuh selidik, ia mendadak curiga lantaran Clara selalu mengeluh tidak punya uang jika tidak berkerja, lalu dari mana Clara akan mendapatkan uang untuk keperluan kuliahnya?
“Kau tidak melakukan hal aneh demi uang kan Ra?”
Mendengar pertanyaan Josephine itu Clara nyaris saja tersedak, namun ia mencoba untuk mengendalikan dirinya, ia tersenyum palsu. “Melakukan apa? Haha, aku tidak melakukan apa apa, hanya saja kakak ku memutuskan untuk membayar segala biaya kuliah ku. Ia sudah mau mengerti permasalahan ku sekarang.”
Clara berbohong, jelas saja ia berbohong, tidak mungkin kan ia mengatakan yang sebenarnya kepada Josephine. Sebaik baiknya Josephine kepada dirinya pasti Josephine akan membencinya jika ia tahu kebenaran itu, mana ada orang yang mau memiliki sahabat seperti dirinya, selingkuhan dari kakak iparnya sendiri.
“Syukurlah kalau begitu, kalau begitu sore ini kau mau ikut dengan ku ke toko buku?” Josephine tersenyum manis, berharap senyumannya itu bisa membuat Clara luluh dan mau ikut dengannya. “Aku ingin membeli buku dari penulis favorit ku, kau tahu aku sudah menunggu buku itu tersedia di toko buku sangat lama sekali, sialnya aku tidak bisa ikut PO sebelumnya karna baru memiliki uang sekarang.”
Clara tertawa melihat kepolosan Josephine, ia mengangguk. “Iya aku akan ikut dengan mu.”
Clara meninggalkan Josephine yang sibuk dengan buku yang ingin ia beli, Clara melangkah melihat lihat buku yang ada disana. Clara tidak tertarik membaca novel ataupun buku hiburan lainnya, ia mencari buku buku yang bisa menambah ilmunya, Clara ingin maju, ia berharap ia bisa kaya suatu saat nanti sehingga ia tidak akan diremehkan orang lain lagi.
Pandangan Clara terjatuh pada buku bisnis, mungkin ia perlu banyak belajar tentang bisnis. Ia hendak mengambil buku tersebut namun gerakan tangannya terhenti ketika ia melihat ada tangan lain berhasil mengambil buku itu lebih dulu dibandingkan Clara.
Clara menoleh kearah sosok itu dan mengernyitkan alisnya, “Kau?” Clara menunjuk kearah laki laki itu, ia tidak menyangka akan bertemu dengan Marvel di toko buku ini, melihat wajah Marvel saja Clara sudah emosi rasanya.
“Hei, aku melihat buku ini lebih dahulu!” Clara tidak terima, ia ingin merampas buku tersebut dari Marvel namun ia kalah cepat dan kalah tinggi dari Marvel.
“Jangan bersikap kekanakan, kau bisa meminta kepada penjaga toko, mereka pasti memiliki buku seperti ini lagi. meski di rak habis bukan berarti tidak ada satupun buku ini lagi yang disimpan oleh penjaga toko.”
Clara mendengus mendengar perkataan Marvel, kenapa laki laki itu terdengar menceramahinya? Seharusnya Marvel lah yang meminta buku kepada penjaga toko bukan dirinya, Marvel kan laki laki seharusnya ia mengalah kepada perempuan!
Clara ingin menghentikan laki laki itu dan mendebatnya namun Clara tersadar bahwa ia tidak boleh cari gara gara dengan laki laki itu, Marvel adalah kesayangan orang orang di kampusnya jika ia cari gara gara dengan Marvel sama saja dengan cari gara gara dengan seluruh mahasiswi dan mahasiswa di kampus.
Clara bisa menjadi korban bully kedepannya jika ia melakukan hal itu, Clara hanya bisa memandang punggung laki laki itu dengan segenap rasa dongkol dan rasa iri.
Seandainya saja Clara berada di posisinya, semuanya pasti akan terasa indah bukan?
Clara terkejut ketika ponselnya tiba tiba saja bergetar, Clara merogoh saku celana jeans nya dan melihat ada pesan masuk dari Damian.
From : ATM Berjalan
Kau dimana? Ke kantor ku sekarang!
Clara menghela nafas membaca pesan tersebut, ia tidak membalas pesan tersebut dan memilih mengantongi kembali ponselnya dan menghampiri Josephine.
Ia harus cepat cepat mendatangi Damian, Damian itu tipikal laki laki yang tidak mau menunggu lama, jika Clara terlambat dayang maka Damian akan mengoceh panjang lebar dengan tatapan sinis nya, membayangkannya saja Clara sudah gelisah.
“Josephine, kau sudah selesai? Maaf aku ada urusan mendadak, aku harus buru buru.”
Clara melihat Josephine yang tengah membayar buku yang dibelinya, Josephine terlihat cemberut sesaat menerima uang kembalian dan menatap Clara kecewa.
“Kau ini bagaimana, kau sudah berjanji untuk menemani ku. Padahal setelah ini aku ingin mengajak mu ke cafe, aku masih ingin mengobrol dengan mu.”
“Kita masih bisa melakukannya lain waktu, maaf kan aku ya. Aku benar benar ada urusan mendadak.” Clara tidak bisa melakukan apa apa selain meninggalkan Josephine, ia tidak bisa melawan Damian dan menolak permintaan Damian. Clara sudah berjanji akan menuruti semua perintah Damian demi uang.
Lagi lagi karena uang, uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.
Clara menaiki lift dengan ragu ragu, Clara takut sekali menuju ruangan Damian. Ia hanya seorang adik ipar, seharusnya adik ipar apalagi perempuan tidak seintens ini kan berhubungan dengan kakak iparnya?
Clara takut orang orang akan curiga termasuk para karyawan Damian, belum lagi besar kemungkinan Kakak Clara datang mengunjungi suaminya itu, bukan kah kakaknya nantinya akan bertanya tanya mengapa Clara datang ke kantor suaminya?
Clara memang tidak begitu merasa bersalah kepada kakaknya tentang berselingkuh dengan suami kakak nya itu hanya saja Clara masih punya malu, ia malu jika suatu saat nanti ketahuan.
Clara tersenyum ketika ia melihat sekretaris Damian yang dengan sigap berdiri menyambut kehadiran nya. Jackson balas tersenyum dan mempersilahkan Clara masuk kedalam ruangan Damian tersebut.
Memasuki kantor Damian dan Clara mendapati laki laki itu tengah menghisap rokoknya dengan santai tak lupa kakinya yang dengan sombongnya diangkat diatas meja.
Clara tidak bisa komplain, Damian bisa melakukan apapun yang ia mau bahkan jika Damian ingin berguling guling dilantai saat ini pun itu semua terserah pada Damian, Clara tidak bisa melarang. Status Clara disini hanya sebagai alat pemuas nafsu Damian dan Damian sebagai pusat uang Clara.
“Kenapa kau lama sekali?” Damian bertanya tanpa memandang Clara, ia sibuk menyundut rokoknya itu ke asbak, memastikan rokoknya itu mati sebelum akhirnya ia menoleh kearah Clara dengan wajah datarnya.
“Ah aku bersama dengan teman ku sebelumnya jadi aku agak terlambat kemari.” Clara agak canggung, ia tidak pernah berbicara atau benar benar berbincang dengan Damian, hubungan mereka hanya sebatas hubungan fisik selama seminggu ini.
Clara sendiri tidak tahu kenapa Damian memintanya datang kemari, “Ada apa kau meminta ku datang kemari?” Clara menyuarakan isi pikirannya.
Clara memperhatikan Damian yang bangkit dari posisi duduknya, Clara agak canggung ketika Damian melangkah mendekatinya, entah apa yang ingin Damian lakukan.
“Kenapa kau bertanya apa alasan aku meminta mu kemari, apa kau ini bodoh?” Damian menangkap pipi Clara, ia menyelipkan anak rambut yang dengan nakalnya menutupi wajah Clara.
Clara menahan nafasnya ketika Damian mendadak mendekatkan wajahnya, “Aku membayar mu bukan untuk mempertanyakan tugas mu, kau tahu sendiri bukan berapa banyak uang yang aku keluarkan untuk mu?”
Clara melangkah mundur seketika, ia tahu Damian sudah mengeluarkan banyak uang untuknya dan Clara juga baru mengetahui apa maksud Damian menyuruhnya kemari.
“Ma-maksud mu kau mau kita melakukan nya disini? Di kantor mu?”
Clara menggelengkan kepalanya, semoga saja Damian tidak mengiyakannya, semua itu tidak mungkin. Mereka tidak bisa melakukannya disini, bagaimana jika ada yang memergoki mereka nantinya? Itu semua berbahaya.
“Kalau bukan disini lalu dimana lagi, salah mu sendiri datang terlambat dan aku sudah tidak punya waktu lagi untuk sekedar keluar mencari hotel.”
“Jangan gila kau Damian bagaimana bisa kita melakukannya disini, bagaimana jika ada yang datang?” Clara menatap horor kearah Damian, ia mengelak ketika Damian hendak mencium nya.
“Tenanglah aku sudah meminta sekretaris ku untuk berjaga agar tidak ada orang yang bisa masuk tanpa seijin ku.” Damian kembali mencoba untuk mencium Clara namun Clara sekali lagi mengelak, Damian berdecak tak senang melihat penolakan Clara.
“Ba-bagaimana jika ada yang mendengar, lalu bagaimana jika kakak ku datang? Jackson tidak akan bisa mencegah Kak Diana untuk masuk kan, dia istri mu.” Clara masih saja memberikan alasan alasan, tentu saja Clara terus mengelak, tempat ini bukanlah tempat yang bagus untuk melakukan itu, Clara tidak mau melakukannya disini.
“Berhenti membuat alasan alasan Clara, jika yang kau takutkan adalah desahan mu akan terdengar oleh orang diluar kau tidak perlu takut, ruangan ku ini kedap suara. Kau mau menjerit hingga pita suara mu lepas pun tidak akan ada yang mendengar.” Damian dengan kasar menarik dagu Clara, “Jangan buat alasan lain, aku membayar mu bukan untuk membantah ku.”
Damian dengan kasar mendorong Clara, memaksa Clara bersandar di meja kerja membelakanginya. Damian tidak memperdulikan permohonan Clara ataupun bujukan bujukan Clara untuk melakukannya di hotel terdekat.
Clara keluar dari ruangan Damian dengan langkah tertatih, Clara merasa kasihan terhadap dirinya sendiri, ia harus buru buru pergi dari ruangan Damian setelah apa yang Damian lakukan padanya, bukan karna Clara takut berlama lama disana melainkan karena Damian mengusirnya, Damian sendiri yang memintanya untuk segera pergi.
Clara merasa Damian begitu tidak punya hati, bagaimana bisa Damian tidak memberikannya waktu sejenak saja untuk mengumpulkan tenaga?
Clara mencoba untuk melangkah tanpa menimbulkan kecurigaan, Clara harus segera pergi, ia harus segera kembali kerumah dan membersihkan dirinya.
Damian melirik pintu ruangannya yang kembali tertutup setelah kepergian Clara, Damian mengusap wajahnya kasar. Ia merasa dirinya tidak terkontrol, Damian tidak tahu kenapa ia meminta Clara untuk melayaninya di kantornya. Damian bukan tipikal laki laki ceroboh yang tidak pikir panjang tapi entah kenapa ia tidak bisa mengontrol dirinya.
Maksud Damian awalnya meminta Clara datang ke kantornya lantaran Damian baru mengetahui bahwa tunjangan kuliah Clara selama ini tidak pernah di biayai oleh kakaknya dan Damian baru menyadari bahwa alasan Clara mau melayaninya adalah karna untuk biaya pendidikannya.
Awalnya Damian ingin bertanya kepada Clara apakah uang yang ia berikan cukup untuk menunjang kebutuhan pendidikan dan kebutuhan sehari harinya, hanya saja melihat Clara justru membuat Damian hilang kendali, belum lagi karna keterlambatan Clara, Damian tidak bisa menolerir kesalahan sekecil apapun, sikap perfeksionis nya itu sudah mendarah daging.
Damian mendesah ketika mengingat bahwa ia lupa memberikan uang kepada Clara lantaran ia terburu buru menyuruh Clara pergi dari ruangannya, Damian merasa kasihan namun juga kesal dalam waktu bersamaan tiap kali ia melihat Clara.
Damian kasihan lantaran Clara rela menjual tubuhnya demi biaya pendidikannya namun Damian juga kesal karena tiap kali melihat Clara ia teringat dengan istrinya, dan juga kesalahan kesalahan yang istrinya buat kepadanya.
Tiap meniduri Clara, Damian selalu berpikir bahwa kakak beradik itu sama saja, sama sama pengkhianat. Yang satu mengkhianati suaminya, yang satunya lagi mengkhianati kakaknya.
Damian meraih ponselnya yang tergeletak di meja kerjanya, ia mengirimkan nominal uang ke rekening Clara, ia tidak ingin berhutang kepada wanita itu, sudah seharusnya Damian membayar setelah memakai.
Setelah berhasil mengirimkan sejumlah uang ke rekening Clara, fokus Damian beralih pada pesan masuk dari nomer Istrinya—Diana.
From : Diana
Dam, sore ini aku mendadak ada jadwal operasi, kemungkinan aku tidak bisa pulang malam ini. Maaf ya.. ♥️
Damian membaca pesan itu dengan wajah datar, Damian tahu pesan itu berisikan kebohongan Diana yang kesekian kalinya, Damian tidak bodoh. Damian tahu bahwa Diana bukannya ingin melakukan operasi melainkan menghabiskan malam indah dengan selingkuhannya yang sama sama berprofesi sebagai dokter itu.
Damian sudah mengetahui bahwa Diana berselingkuh jauh hari, tepat di hari kedua setelah pernikahan mereka. Namun Damian masih belum bisa mengambil keputusan, Damian ingin sekali memutuskan hubungannya dengan Diana namun Damian tidak bisa bercerai begitu saja, Damian tidak ingin berita perceraiannya akan menjadi bumerang bagi keluarga besarnya, Ibu Damian sangat menyayangi Diana dan juga Ibu Damian dalam kondisi yang tidak sehat, Damian tidak ingin ibunya kenapa kenapa.
Lagi pula Damian tidak akan diam saja dan terima begitu saja menjadi korban, Jika Diana bisa berselingkuh maka sama dengan dirinya, ia juga bisa berselingkuh bahkan mungkin lebih menyakitkan karna berselingkuh dengan adik dari Diana sendiri.
Mengingat hal itu saja sudah membuat sudut bibir Damian terangkat, baginya perselingkuhan memang sepatutnya dibalas dengan perselingkuhan juga.
“Kau dari mana saja?!” Diana menatap sinis Clara yang baru saja masuk ke dalam rumah, “Kau makin hari makin sering berkeliaran, jangan berulah dan membuat ku malu!”
Clara mendelik sebal, “Urusi saja urusan mu. Kau tidak pernah perduli kan kepada ku maka terus saja bersikap tidak perduli!”
Diana menatap Clara berang, ia melangkah mendekati Clara dan dengan kencang menarik rambut adiknya itu.
“Berani beraninya kau melawan ku! Kau harusnya sadar kau itu berhadapan dengan siapa! Kau ini tinggal dirumah ku, aku bisa saja mengusir mu dari sini!”
Clara tidak gentar sama sekali dengan ancaman Diana, “Aku tidak takut kau mengusir ku, karena ini bukan rumah mu ini rumah Damian. Dan juga aku bingung kenapa kau terus saja memperlakukan aku seperti ini, aku meragukan kalau kau ini benar benar kakak ku, benar kah bahwa kita memiliki darah yang sama?!”
Diana menghempaskan hambatannya dengan kencang hingga Clara sedikit terhuyung kebelakang, “Kita memang sedarah, tapi sejak kau lahir di dunia ini aku tidak pernah menganggap mu sebagai adik ku. Setelah kehadiran mu kasih sayang ayah dan ibu berkurang, bahkan kau juga mengambil segala sesuatu yang seharusnya jadi milik ku! Maka dari itu aku tidak akan pernah membiarkan kau bahagia, liat saja aku akan membuat Damian mengusir mu dari rumah ini. Karna Damian adalah suami ku dan dia pasti akan mendengarkan apa saja yang aku katakan dan yang aku minta!”
Diana pergi begitu saja, meninggalkan Clara yang menatap bahu kakaknya itu dengan penuh dendam.
Suami yang kau bilang akan mendengarkan semua yang kau katakan dan semua yang kau minta itu bahkan tanpa sepengetahuan mu sudah tidur dengan ku.
Aku bukan orang lemah, aku tidak akan membiarkan manusia licik seperti mu menghancurkan ku. Jika salah satu diantara kita harus menderita maka aku akan memastikannya bahwa bukan aku yang akan berada di posisi itu.
Aku sudah tidak mau lagi berada di posisi itu, tidak.
Clara melirik ponselnya, ia mendapat pesan dari Damian yang telah mengirimkan sejumlah uang ke rekeningnya, Clara menghela nafas dan berbaring di ranjang memandang kosong ke langit langit kamarnya.
Clara berpikir, sampai kapan ia harus melakukan ini semua? Semuanya sungguh sangat membebani nya secara mental maupun juga fisik.
Ponsel Clara kembali berbunyi, sebuah pesan masuk dari Josephine, Clara mengerutkan alisnya membaca pesan dari teman nya itu.
From : Josephine
Ra, setelah dari toko buku tadi aku mampir ke cafe, aku bertemu dengan Marvel Orlando. Kau tahu apa yang sangat mengejutkan ku? Dia menghampiri ku hanya untuk meminta nomor telepon mu! Sejak kapan kalian saling kenal?
Clara bingung lantaran ia sendiri tidak dekat dengan Marvel, lagi pula sebelumnya saat di toko buku juga Clara dan Marvel justru bertengkar karena sebuah buku. Hubungan Clara dan Marvel tidak baik dan juga tidak buruk buruk sekali.
Kenapa juga Marvel meminta nomernya ke Josephine? Apakah ada sesuatu yang ingin Marvel katakan melalui pesan? Tapi jika ada yang ingin Marvel sampaikan bukankah Marvel bisa menyampaikannya nanti di kampus mereka? Kenapa juga harus meminta nomor segala.
Clara mendesah merasa pusing dengan segala pemikiran pemikiran dikepala nya, Clara butuh istirahat. Ia bangkit dari ranjangnya dan memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu.
Salah satu sudut bibir Damian terangkat membentuk seringai ketika ia melihat video yang dikirimkan oleh orang suruhannya yang sudah Damian perintahkan untuk membuntuti Istrinya, Diana.
Benar dugaannya, operasi dan semacamnya itu hanya alasan saja. Diana memang benar benar kembali berselingkuh dibelakangnya untuk yang kesekian kalinya.
Damian jijik dan muak melihat semua pengkhianatan yang Diana lakukan, ia merasa menyesal karena pernah jatuh hati dan bahkan menyesal pernah bertemu dengan Diana.
Damian berpikir memangnya apa yang kurang darinya sehingga Diana berselingkuh seperti ini? Damian memiliki segalanya, kehidupan mewah, tubuh yang atletis, wajah yang tampan, bahkan sebelumnya Damian juga memberikan cinta nya lalu apa yang membuat Diana bisa melirik laki laki lain disaat disampingnya ada laki laki yang begitu sempurna?
Damian kembali meletakkan ponselnya itu, ia malas untuk lanjut menonton video itu lebih lama lagi. Ia merasa jijik melihat perselingkuhan istrinya meski ia sendiri juga berselingkuh. Tapi Damian juga tidak akan begini seandainya Diana tidak mengkhianatinya.
Damian melirik jam tangannya, pekerjaannya sudah selesai namun Damian malas untuk pulang kerumah. Entah kenapa Damian merasa malas untuk kembali berhadapan dengan Clara.
Diana mematikan ponselnya, ia tidak ingin ada gangguan seperti telepon masuk dan semacamnya, Diana ingin fokus berduaan dengan Thomas, kekasih gelapnya.
Gila memang, tapi Diana tidak bisa memungkiri bahwa Diana lebih bahagia bersama dengan Thomas dari pada dengan suaminya Damian.
Memang benar bahwa Diana tidak bisa lepas dari Damian karna Damian lah sumber uangnya, namun Diana juga tidak lepas dari Thomas. Thomas adalah cintanya, Diana tidak bisa meninggalkan Thomas demi Damian.
Diana memilih main belakang dari pada ia harus melepaskan salah satunya, Diana ingin memiliki keduanya.
Katakan lah ia serakah, Diana tidak perduli dibilang serakah, wanita tidak tahu diri, atau semacamnya. Diana hanya mengejar kebahagiaannya sendiri, masa bodoh bila ada yang tersakiti olehnya.
“Hei Ana, uang di rekening ku mulai menipis. Kau harus mengirim lagi secepatnya!”
Diana mengalihkan pandangannya kearah Thomas yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada, Diana tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban. Tentu saja ia akan mengirim uang lagi kepada Thomas, apapun yang Thomas minta pasti akan Diana berikan, asalkan Thomas terus berada disisinya sebagai kekasihnya.
Marvel menatap ponselnya ragu ragu, ia bingung haruskah ia menelepon Clara atau tidak, ia sudah susah payah meminta nomer Clara ke teman wanita itu, rasanya sia sia jika Marvel tidak jadi menghubungi Clara namun disatu sisi juga Marvel merasa canggung dan malu.
Marvel Orlando, anak bungsu dari Sebastian Orlando itu sudah sejak lama menaruh hati kepada sesosok wanita bernama Clara itu, hanya saja Marvel bukan tipikal laki laki yang bisa menunjukkan perasaannya begitu saja.
Marvel sebelumnya bersyukur bisa bertemu dengan Clara di toko buku, ia sudah merangkai kata kata untuk mengajaknya berbincang hangat, bahkan membahas buku yang mereka sukai namun yang keluar dari bibirnya saat itu justru berlawanan dengan apa yang sebenarnya ingin ia katakan.
Marvel merutuki kebodohannya, kelemahannya dalam menghadapi orang yang ia suka. Kenapa susah sekali rasanya melakukan hal apa yang hatinya ingin kan? Kenapa hati dan bibirnya tidak pernah sejalan?
Marvel mendesah berat dan memijit pelipisnya, Marvel tidak berani untuk menghubungi Clara untuk sekedar minta maaf atas perilakunya di toko buku sebelumnya.
Pengecut, ia benar benar pengecut.
Marvel berdiri tepat disamping kelas Clara, ia sengaja menunggu Clara keluar dari kelas untuk mengajak wanita itu bicara, Marvel tidak bisa terus terusan menjadi pengecut kan?
Marvel meraba dadanya, jantungnya berdetak kencang karna gugup. Sebentar lagi kelas Clara akan selesai. Dalam hati Marvel merangkai kata kata yang sekiranya akan ia gunakan untuk menyapa Clara.
Marvel khawatir ia akan terlihat seperti orang bodoh nantinya, Marvel menggenggam erat sebuah buku yang ingin ia berikan kepada Clara.
Marvel mencoba untuk mengendalikan dirinya sesaat beberapa mahasiswa dan siswi mulai berhamburan keluar dari kelas tersebut, Marvel menegakkan tubuhnya sesaat ia melihat Clara keluar dari kelas tersebut bersama dengan teman temannya.
“Clara..” Sapa Marvel pelan namun dapat menghentikan langkah Clara yang hendak melewatinya begitu saja.
Marvel bisa mendengar banyak pasang mata yang melihat kearah mereka dan mulai berbisik bisik.
“Ya? Kau memanggil ku?” Clara menatap bingung kearah Marvel, Clara semakin bingung ketika laki laki itu dengan tiba tiba menyodorkan sebuah buku kepadanya.
“Terimalah buku ini, ini sebagai ucapan maaf ku karna sudah kasar sebelum nya kepada mu, aku seharusnya mengalah kemarin.”
Clara mengangguk mengerti, ia tidak pernah berpikir bahwa seorang Marvel Orlando akan melakukan hal seperti ini. Clara ingin menolak buku tersebut namun Clara tidak enak hati jika harus menolaknya, itu pasti akan mempermalukan Marvel belum lagi banyak orang yang memperhatikan mereka.
Clara memutuskan untuk menerima buku itu, ia tersenyum berterima kasih. “Kau seharusnya tidak perlu repot repot, aku baru saja ingin membeli bukunya hari ini.”
Marvel ikut tersenyum, ia menggaruk tengkuknya pelan. “Maaf sekali lagi, aku harap perilaku ku sebelumnya tidak membuat mu benci ataupun tidak ingin berteman dengan ku.”
Clara menggelengkan kepalanya, mana mungkin ia berani memusuhi bintang kampus? Jika Clara begitu yang ada ia bisa dibenci oleh seisi penduduk kampusnya itu.
“Ah iya, terima kasih bukunya tapi aku harus segera pergi.” Clara tidak nyaman berada di dekat Marvel, belum lagi semua mata memandang kearahnya dengan penuh penasaran, sungguh itu membuat Clara benar benar merasa tidak nyaman.
“Oh. Baiklah, sampai ketemu lagi.”
Clara hanya mengangguk canggung sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Marvel, Clara sungguh merasa Marvel terlihat aneh. Kenapa juga laki laki itu mendadak ramah kepadanya? Menyesal? Semuanya terdengar aneh bagi Clara.
“Sebenarnya apa hubungan mu dengan Marvel?” Josephine yang berada tepat disebelah Clara bertanya, sejak tadi ia bungkam namun Josephine kali ini ingin tahu kenapa sahabatnya itu mendadak terlihat dekat dengan Marvel.
Clara menoleh kearah Josephine dan menggelengkan kepalanya, “Kami tidak ada hubungan apa apa.”
Josephine berdecak tak puas dengan jawaban Clara, “Aneh rasanya kalian tidak punya hubungan apa apa tapi Marvel bisa seramah itu kepada mu. Kau juga tau sendiri kan bahwa Marvel itu laki laki yang paling susah di dekati di kampus ini?”
Clara tau hal itu tapi rasanya tidak perlu membesar besarkan hal sepele, “Kau dengar kan kalau dia hanya ingin minta maaf kepada ku, jangan melebihi lebihkan nya. Aku tidak ingin jadi bahan gosip nantinya, aku tidak ingin kegiatan belajar ku terganggu.”
Josephine hanya bisa mengangguk mengiyakan perkataan Clara, ya mau bagaimana lagi. Josephine tau betul bahwa Clara bukan tipikal wanita yang suka terlibat dengan laki laki yang mengundang gosip, apalagi Josephine juga mengetahui bahwa Clara mungkin saja masih dendam kepada Marvel perihal beasiswa.
“Malam ini kau bisa kan temani aku pergi ke suatu tempat? Sebelumnya kau sudah menolak karena ada urusan aku harap kali ini kau tidak akan memberikan alasan lagi untuk tidak ikut dengan ku.”
Clara hanya berdeham, menolak pun ia tidak tega lantaran Clara sudah cukup jarang pergi bersama dengan Josephine. Sebelumnya terhalang oleh pekerjaan paruh waktunya, kemarin karna Damian dan sekarang? Clara juga tidak punya alasan untuk menolak permintaan sahabatnya itu.
“Memangnya kita akan kemana?”
Bukannya menjawab Josephine justru mengedipkan matanya dan tersenyum jahil, “Lihat saja nanti malam.”
Senyum Josephine semakin melebar ketika ia melihat mobil Ayah nya sudah menunggunya di ujung sana. “Aku pulang lebih dulu ya, Ayah ku sudah datang. Kau masih ada kelas? Kalau tidak ikut saja dengan kami, Ayah ku akan mengantar mu sampai ke rumah.”
Clara menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku harus mampir ke suatu tempat dulu sebelum pulang, kau pulang lah duluan. Hati hati.” Clara melambaikan tangan nya kepada Josephine yang mulai melangkah jauh meninggalkannya, dalam hati Clara merasa iri. Iri karna Josephine bisa merasakan diantar jemput oleh ayahnya sementara Clara sendiri, ia tidak pernah merasakannya.
Clara kebingungan ketika Josephine membawanya, kesalon, memaksanya untuk menurut. Di dandani sedemikian rupa dan di paksa mengenakan pakaian yang indah namun tidak pernah terpikirkan dibenak Clara sebelumnya untuk mengenakan dress mahal seperti itu.
Clara menatap pantulan dirinya di cermin, ia tidak menyangka tampilannya bisa berubah drastis hanya dengan make up dan pakaian mahal.
Clara melirik Josephine yang masih menatap penampilannya dari atas hingga kebawah, “Memangnya kau mau mengajak ku kemana sehingga harus berdandan seperti ini?”
Josephine tersenyum lebar, ia menyelipkan anak rambut Clara, “Aku akan membawa mu ke acara ulang tahun sepupu ku, kau ini kurang pergaulan. Sudah saatnya kau menikmati hidup mu dan bersenang senang.”
Clara terdiam, benar apa kata Josephine. Ia memang kurang pergaulan. Kapan terakhir kali ia pergi ke pesta ulang tahun teman nya? Clara tidak ingat pernah melakukan hal itu karna setiap kali ada yang mengundangnya Clara tidak pernah datang, Clara tidak punya baju gaun bagus.
Clara ingat dulu ia sempat ingin meminjam pakaian kakaknya namun ia justru berakhir dipukuli oleh kakaknya itu.
“Hei kenapa kau melamun? Kau tidak suka aku ajak ke acara sepupu ku?” Josephine mendesah berat, “Ini bukan acara kekanakan kok, sepupu ku merayakan ulang tahunnya bersamaan dengan perayaan anniversary pernikahannya.”
Clara menggeleng, “Bukan itu maksud ku, aku hanya merasa canggung.”
“Kau tidak perlu canggung atau memikirkan apapun, hanya nikmati malam ini.”
Clara menganggukkan kepalanya, tersenyum kearah sahabatnya itu.
Clara bahagia, kali ini untuk malam ini, Clara tertawa melihat sepasang suami istri si pemilik acara yang bercanda gurau dan bersikap romantis di depan para tamu undangan.
Clara di tinggalkan sendiri, Josephine sedang berkumpul dengan keluarga besarnya sebentar. Clara juga tidak terlalu mempermasalahkan nya, Clara cukup menikmati acara dan hidangan yang ada.
Baru saja Clara ingin mengambil minuman lagi karena minumannya yang sebelumnya sudah habis, gerakannya itu terhenti ketika lengannya ditahan oleh seseorang.
Clara terkejut ketika ia menoleh dan mendapati bahwa orang yang menghentikannya itu adalah Marvel Orlando, laki laki itu lagi. Tapi bagaimana bisa Marvel berada disini?
“Clara, aku tidak menyangka kita akan bertemu disini.” Marvel tersenyum manis namun Clara justru merasa canggung, “Kau datang dengan siapa ke sini?”
Clara gelagapan, “A-aku datang dengan Josephine, kebetulan pemilik acara ini sepupunya.”
Marvel mengangguk anggukan kepalanya mengerti, “Ah, Kalau aku datang kemari dengan Kakak ku. Kebetulan kakak ku rekan bisnis dari pemilik acara ini.”
Clara hanya bisa mengangguk canggung, ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Ia bahkan tidak bertanya apa apa tapi Marvel sudah menjelaskannya lebih dahulu.
“Clara.”
Tubuh Clara menegang, Clara panik. Ia panik bukan karna panggilan tersebut, jika saja yang memanggilnya adalah Marvel ataupun Josephine maka Clara tidak akan sepanik ini.
Namun nyatanya itu bukan suara dari keduanya, Clara tahu benar itu suara siapa.
“Maaf anda siapa ya?”
Clara bisa mendengar bahwa Marvel bertanya kepada laki laki tersebut, Clara dengan hati hati mendongak kan kepalanya, dan benar saja tebakannya. Laki laki itu adalah Damian.
“Clara, ikut dengan ku.” Damian dengan kasar menarik tangan Clara, Marvel hendak menghentikannya namun Damian terlalu cepat. Marvel ingin mengikuti kemana Damian membawa Clara pergi namun lagi lagi terhenti karena kakaknya yang dengan tiba tiba saja memaksanya untuk ikut menyapa si pemilik acara.
Sial.
Clara meringis kesakitan ketika Damian mendorong bahunya hingga membentur kaca mobil.
Damian menatap jijik kearah Clara, “Oh jadi uang yang ku berikan kepada mu selama ini kurang sehingga kau menjajakan tubuh mu ke orang lain?!”
Clara menggelengkan kepalanya cepat, “Tidak, ini semua tidak seperti yang kau pikirkan. Dia bukan siapa siapa dia hanya teman satu kampus dengan ku.” Clara panik, Marvel bukan siapa siapanya, jangan kan bermain dengan Marvel dibelakang Damian, berteman dengan Marvel saja Clara tidak.
Damian berdecih, “Kau pikir aku percaya? Kau saja berani menjual tubuh mu kepadaku lalu bukan tidak mungkin kalau kau juga bisa menjual tubuh mu itu ke orang lain.” Damian mengusap wajahnya kasar, “Terserah padamu jika kau mau menjual tubuh mu itu ke orang lain, tapi aku tidak sudi harus berbagi dengan orang lain. Kau bisa menghabiskan uang orang lain, aku akan berhenti mengirimkan uang ke rekening mu dan juga pergilah dari rumah ku, aku tidak bisa melihat wanita murahan dan menjijikan berkeliaran di depan mataku.”
“Damian.. aku bersumpah aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Marvel, aku tidak mungkin melakukan hal itu. Melakukannya dengan mu saja sudah menyiksaku apalagi harus melakukannya dengan orang lain lagi. Aku bukan wanita seperti itu.” Clara menyatukan kedua telapak tangannya, berusaha membujuk Damian untuk percaya kepadanya. “Bagaimana cara ku untuk menunjukan kepadamu bahwa aku tidak pernah melakukan itu ataupun berniat melakukannya.”
Clara menatap Damian dengan wajah penuh air mata, ia memperhatikan Damian yang terdiam namun tidak lama kemudian Damian menarik sudut bibirnya membentuk sebuah seringai.
“Berlutut.” Damian menatap Clara dengan pandangan menghina, “Berlutut dan memohonlah maka aku akan mempercayai mu.”
Clara tersentak, ia ingin menolak dan berteriak namun ia tidak bisa. Ia tidak punya pilihan lain, ia masih membutuhkan Damian.
Masih dengan air mata yang bercucuran Clara menekuk kakinya, berlutut di depan Damian. “Maafkan aku, Aku mohon percayalah kepada ku. Bahwa aku tidak melakukan apapun.”
Damian hanya tersenyum sinis melihat ketidak berdayaan Clara.
Mereka berdua tidak menyadari bahwa tak begitu jauh dari mereka ada Marvel disana yang menyaksikan adegan pertengkaran mereka itu dengan penuh tanda tanya dan keterkejutan.
Ada apa ini sebenarnya?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!