NovelToon NovelToon

Berbagi (Beban) Cinta

IZIN MENIKAH

"Aku ingin menikah lagi, Diah!" Ucap Mas Ruli tiba-tiba pada Diah yang masih sibuk mengupas bawang untuk bumbu sambel goreng ati yang rencananya akan Diah masak malam ini.

"Mas Ruli bercanda?" Tanya Diah seraya tertawa kaku dan menganggap ucapan Mas Ruli barusan sebagai sebuah kelakaran.

Meskipun ini pertama kalinya Mas Ruli mengucapkan kalimat itu dan suami Diah itu juga bukan tipe orang yang suka berkelakar. Tapi apa salahnya, Diah berprasangka baik dulu?

"Aku serius!" Ucap Mas Ruli lagi yang langsung membuat hati Diah mencelos.

Pisau tajam di tangan Diah yang kini ia pakai untuk mengiris bawang, seolah ikut mengiris hatinya.

"Tapi kenapa, Mas?" Tanya Diah. meminta penjelasan Mas Ruli.

Karena kalau ditilik dari segala aspek, rumah tangga Diah dan Mas Ruli termasuk adem ayem dan jarang sekali ribut.

Apalagi Diah dan Mas Ruli yang kini sudah dikaruniai sepasang anak kembar, membuat bahtera rumah tangga mereka semakin lengkap.

Apa memang yang kurang dari Diah?

"Aku merasa bosan dan aku itu butuh suasana yang baru, Diah!" Ungkap Mas Ruli yang akhirnya membeberkan alasannya ingin menikah lagi.

"Bosan?" Diah tertawa kecut.

Kalau memang mas Ruli merasa bosan dengan pekerjaannya, bukankah dia bisa ambil cuti dulu?

Lalu kalau Mas Ruli bosan di rumah, bukankah dia bisa rekreasi, jalan-halan, atau memancing seharian seperti hobinya belakangan ini?

Toh Diah juga tak pernah menghalang-halangi Mas Ruli kalau suaminya tersebut ingin me time di hari Minggu?

"Aku itu butuh tantangan baru, Diah! Butuh seseorang yang bisa memuaskan aku," lanjut Mas Ruli dengan raut wajah yang terkesan lebay.

"Jadi menurut Mas, Diah nggak bisa memuaskan Mas Ruli selama ini, begitu?" Sergah Diah dengan nada bicara yang sudah meninggi.

"Bukan seperti itu, Diah Apriani! Justru karena aku itu kasihan sama kamu, makanya aku pengen menikah lagi," ujar Mas Ruli yang justru malah membuat Diah menjadi bingung.

"Kamu itu kan selalu repot di rumah. Dari pagi membuka mata sudah sibuk sama urusan dapur dan sumur. Lalu kadang harus memasak untuk pesanan katering juga."

"Sedangkan aku itu juga butuh kamu perhatikan, Diah! Aku juga mau kita berperang di atas kasur itu sampai pagi seperti waktu kita pengantin baru dulu."

"Tapi melihat kamu yang selalu kelelahan menjelang tidur,aku jadi tidak tega. Makanya aku ingin menikah lagi itu, agar kewajibanmu sebagai istri itu bisa kamu bagi dua dengan istri keduaku nantinya," tutur Mas Ruli panjang lebar yang benar-benar membuat Diah ingin menghunuskan pisau di tangannya saat ini ke leher sang suami.

Tepat di pembuluh darah yang menyembul di leher suami koplak-nya tersebut!

"Diah akan berhenti menerima pesanan katering kalau begitu! Agar Diah bisa memuaskan Mas Ruli!" Ucap Diah berapi-api seraya membanting bawang di genggamannya.

Kalau saja Diah saat ini sedang menggenggam cabe rawit, sudah Diah raupkan cabe itu ke wajah Mas Ruli agar suaminya ini segera diberi kesadaran dan kewarasan.

"Lagipula, dulu Diah menerima katering ini juga atas persetujuan Mas Ruli dan demi masa depan si kembar. Biar kita bisa nabung, beli rumah, punya tabungan di hari tua, bantu-bantu penghasilan Mas Ruli yang dulu sempat kolaps!" Diah mengeluarkan semua uneg-unegnya.

"Lalu kenapa sekarang, setelah Mas Ruli diangkat jadi HRD di pabrik, punya posisi dan jabatan bagus, gaji besar, Mas Ruli malah pengen menikah lagi?" Lanjut Diah yang masih merasa emosi dan tak terima.

"Yo, jangan begitu, Diah! Langganan kamu kan udah banyak, sayang kalau tiba-tiba kamu berhenti menerima pesanan katering."

"Dulu saja kamu dan aku yang nyari pelanggan sampai jungkir balik," ujar Mas Ruli yang seakan sudah kehilangan otak dan pikirannya.

"Itu tahu! Lalu kenapa sekarang Mas Ruli malah mau menikah lagi? Apa Mas Ruli tak lagi menghargai Diah ini sebagai istri?" Cecar Diah dengan nada berapi-api yang siap meledak.

"Seperti kataku di awal tadi, Diah! Aku butuh suasana baru dan tantangan baru! Daripada aku tak terpuaskan di rumah karena kamu kecapekan,lalu aku jajan dan selingkuh di luar sana, kena penyakit dan dosa."

"Kamu mau aku seperti itu?" Jawab Mas Ruli yang seakan tak kehabisan alasan.

"Pokoknya keputusanku sudah bulat, Diah!" Mas Ruli sudah merengkuh kedua pundak Diah sekarang.

"Aku akan menikah lagi!" Ucap Mas Ruli tegas yang terasa seperti sebuah petir yang baru saja menyambar tepat di relung hati Diah.

"Tega kamu, Mas!" Cicit Diah yang hatinya sudah serasa diiris sembilu.

"Besok aku akan membawa calon istri keduaku ke rumah dan mengenalkannya kepadamu," janji Mas Ruli sebelum pria itu berlalu ke arah kamar mandi meninggalkan Diah yang masih meradang.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Jangan lupa like biar othornya bahagia.

MENGADU PADA MERTUA

Diah menurunkan standart motor matic-nya, setelah motor terparkir di halaman rumah Bu Eni, ibu kandung Mas Ruli sekaligus mertua Diah.

Naura yang berdiri di bagian depan motor turun terlebih dahulu, sedangkan Naufal turun belakangan karena harus menunggu sang Bunda menurunkannya. Naura dan Naufal adalah anak kembar Diah dan Mas Ruli yang tahun ini genap berusia empat tahun.

"Assalamualaikum!" Sapa Diah sebelum masuk ke pintu depan yang memang tidak tertutup.

"Walaikum salam!"

"Eh, Mbak Diah." Lusi yang merupakan adik kandung Mas Ruli langsung menyambut kedatangan Diah dan si kembar.

"Ibu ada, Lus?" Tanya Diah to the point.

Diah memang berniat melaporkan pada sang ibu mertua kelakuan Mas Ruli yang berniat untuk menikah lagi tanpa memikirkan perasaan Diah, Naura, dan Naufal.

"Ibu masih arisan PKK, Mbak. Mungkin sebentar lagi pulang," jawab Lusi yang sudah asyik bermain bersama Naura dan Naufal.

"Mas Ruli nggak ikut kesini, Mbak?" Gantian Lusi yang melontarkan pertanyaan pada Diah.

"Belum pulang," jawab Diah sekenanya.

"Bukannya hari Sabtu cuma masuk setengah hari, ya, Mbak? Atau mungkin Mas Ruli pergi sama calon istri barunya-" Lusi membungkam mulutnya dengan cepat.

Diah langsung mengernyit minta penjelasan.

"Eh, maaf, Mbak! Lusi keceplosan," lanjut Lusi merutuki dirinya sendiri.

"Kok kamu malah sudah tahu, Lus?" Tanya Diah menyelidik.

Meskipun sekarang hati Diah rasanya sedang tak karuan, tapi Diah tetap harus menggali informasi dari adik kandung Mas Ruli ini.

"Iya soalnya kemarin lusa Mas Ruli membawanya ke rumah dan mengenalkannya pada Ibu dan Lusi," jawab Lusi sedikit berbisik.

Terang saja,cerita Lusi langsung membuat Diah terdiam dan tertegun. Sudah sejauh mana sebenarnya Mas Ruli menjalin hubungan dengan wanita itu?

"Emang benar, mbak Diah sudah setuju Mas Ruli menikah lagi?" Tanya Lusi selanjutnya merasa kepo.

"Mas Ruli yang bilang begitu?" Diah malah balik bertanya pada adik iparnya tersebut.

"Iya. Kata Mas Ruli, mbak Diah manut saja pada keputusan Mas Ruli." Jawab Lusi sebelum gadis tujuh belas tahun tersebut kembali sibuk bermain bersama si kembar.

Hhh!

Bisa-bisanya Mas Ruli berkata seperti itu. Padahal baru semalam Mas Ruli menyampaikan niat konyolnya itu pada Diah dan mereka langsung bertengkar hebat.

"Masih muda orangnya, Mbak! Umur dua puluhan kayaknya. Dandanannya menor dan kelihatannya menthel," celetuk Lusi lagi memberikan penilaian terhadap calon istri muda Mas Ruli.

Ya iyalah gadis menthel!

Kalau gadis baik-baik, mana mau diajak nikah sama laki-laki yang sudah punya anak istri.

Diah memilih untuk tak menanggapi celetukan Lusi, dan wanita itu memilih untuk pergi ke dapur, memeriksa tudung saji apa sudah ada makanan atau belum.

Ada oseng-oseng pare dan telur dadar di dalam tudung saji.

Sementara di bak cucian piring, ada dua piring bergelimpangan yang sepertinya belum sempat dicuci oleh Lusi. Diah segera mencuci piring dan sendok kotor tersebut, lalu lanjut mengangkat jemuran di belakang rumah yang sudah kering.

Saat Diah membawa jemuran yang sudah kering ke ruang depan, rupanya Bu Eni sudah pulang dari arisan PKK.

"Diah! Kapan datang, Nduk?" Sapa Bu Eni dengan ekspresi wajah hangat seperti biasa.

Diah sebenarnya bukan menantu kesayangan Bu Eni, tapi hubungan Diah dan Bu Eni memang tidak perang dingin seperti mantu dan mertua pada umumnya. Hal itu karena Diah yang pandai mengambil hati Bu Eni dan juga Lusi.

"Baru saja, Bu," Jawab Diah seraya mencium punggung tangan sang mertua.

Sesaat, Diah menjadi ragu untuk bicara pada Bu Eni tentang Mas Ruli yang hendak menikah lagi. Sepertinya Diah malah yang akan kena omel dari Bu Eni kalau ia mengadukan kelakuan Mas Ruli.

"Banyak pesanan, ya? Sampai suami tidak diperhatikan dan kurang kasih sayang," tanya Bu Eni tiba-tiba yang terdengar sebagai sebuah sindiran di telinga Diah.

"Alhamdulillah, rezekinya si kembar ada aja setiap hari, Bu," jawab Diah merendah.

"Tapi kamu itu sebagai istri mbok ya yang pinter bagi waktu. Jangan mentang-mentang orderan banyak, lalu melupakan kewajiban sebagai seorang istri."

"Suami tidak diperhatikan, tidak di penuhi kebutuhannya. Sekarang kalau suamimu ingin nikah lagi, ya kamu tidak usah mengeluh!" Cerocos Bu Eni yang seakan sudah tahu tujuan Diah datang ke rumah ini.

Hebat sekali memang mertua Diah itu.

Diah belum bicara apapun, tapi dia sudah bisa menebak isi hati dan pikiran Diah.

"Mas Ruli sudah cerita, ya, Bu?" Tanya Diah akhirnya berusaha meredam emosi dalam hatinya yang sebenarnya sudah siap untuk meledak.

"Sudah! Ruli sudah cerita semuanya. Dan yang salah disini memang kamu!"

"Jadi terima saja kalau Ruli akan menikah dengan Siska minggu depan-"

"Minggu depan, Bu?" Sela Diah yang merasa kaget dengan informasi yang disampaikan oleh Bu Eni.

"Iya, minggu depan! Apa Ruli belum bilang ke kamu?" Bu Eni melempar tatapan menyelidik ke arah Diah yang hanya geleng-geleng kepala.

"Bukankah lebih cepat lebih baik? Biar Ruli juga ada yang mengurus dan memperhatikan!" Sambung Bu Eni lagi yang benar-benar membuat Diah kehilangan kata-kata.

"Ruli pasti akan bersikap adil pada kamu dan Siska! Jadi tidak usah khawatir."

"Gaji Ruli juga lebih dari cukup jika dibagi dua antara kamu dan Siska. Asal kamu tidak belanja atau membeli barang yang aneh-aneh!" Cerocos Bu Eni panjang lebar yang hanya membuat Diah terdiam.

Ya, ya, ya!

Dimana-mana memang anak kandung yang selalu benar dan menantu yang selalu disalahkan.

Dulu saja, saat Diah belum membuka usaha katering, Bu Eni selalu menyindir Diah sebagai menantu tak berpenghasilan yang selalu menghabiskan uang suami. Sekarang, giliran Diah sudah bisa cari uang sendiri, Diah lagi-lagi dituduh sebagai istri yang tak perhatian ke suami hingga sang suami kurang kasih sayang dan akhirnya mencari kasih sayang dari gadis yang lebih muda lalu ngadi-adi pengen menikah lagi.

Serba salah memang jadi menantu!

"Si, Lusi!" Panggil Bu Eni selanjutpada sang putri bungsu yang masih asyik bermain bersama si kembar.

"Iya, Bu! Ada apa?" Tanya Lusi yang bergerak menghampiri sang ibu.

"Kamu telepon Mas Ruli, suruh ajak Siska ke rumah sini saja mumpung Diah dan anak-anak ada disini. Udah selesai belum yang nyari seserahan."

Deg!

Mendengar Bu Eni yang menyebut kata seserahan, mendadak hati Diah merasa nyeri.

Ternyata memang sudah sejauh itu hubungan Mas Ruli dengan perempuan bernama Siska yang entah dikenal Mas Ruli dimana.

Lusi baru saja mengambil ponselnya dan hendak menghubungi Mas Ruli, saat suara sepeda motor masuk ke halaman rumah Bu Eni.

Itu adalah motor Mas Ruli dan suami Diah itu terlihat membonceng seorang gadis.

"Itu Mas Ruli sudah pulang, Bu!" Celetuk Lusi yang hanya membuat Diah mematung.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Jangan lupa like biar othornya bahagia

CALON ISTRI KEDUA

Diah masih mematung dan membisu seraya menatap ke arah jendela rumah, memperhatikan Mas Ruli yang turun dari motor bersama seorang gadis berusia dua puluhan yang dandanannya lumayan menor menurut Diah dan rambutnya lurus tergerai seperti baru saja di smoothing di salon.

Jadi itu yang namanya Siska, calon madu Diah.

"Wah, panjang umur!" Celetukan Bu Eni langsung bisa membuyarkan lamunan Diah.

Wanita tiga puluh tahun itu bergegas menarik lengan Lusi dan membawa adik iparnya tersebut ke sudut ruangan.

"Kamu ajak Naufal dan Naura main di belakang rumah atau di kamar dulu, Lus!" Pinta Diah seraya berbisik pada Lusi.

"Iya, Mbak," jawab Lusi yang langsung mengangguk paham.

"Ini, nanti kalau rewel kamu belikan jajan di tempatnya Budhe Parmi, ya!" Diah menyelipkan selembar uang dua puluh ribuan di tangan Lusi dan buru-buru menyuruh sang adik ipar untuk membawa Naufal dan Naura.

Beruntung, kedua anak kembar Diah itu adalah anak-anak yang penurut.

Lusi, Naufal, dan Naura sudah masuk ke dalam kamar. Diah segera kembali ke ruang tamu untuk menyambut pasangan calon pengantin baru yang baru saja tiba.

Wajah Mas Ruli terlihat berseri-seri seperti pemuda yang baru saja kasmaran. Sedangkan wajah wanita bernama Siska itu lebih terlihat pongah dan langsung memandang remeh pada Diah saat tatapan keduanya tak sengaja bertemu secara sekilas.

"Assalamualaikum!" Mas Ruli mengucapkan salam dan langsung mencium punggung tangan Bu Eni, diikuti oleh Siska yang melakukan hal yang sama.

"Walaikum salam," jawab Bu Eni nyaring dan Diah yang hanya menjawab dalam hati.

"Dapat, Rul? Seserahannya?" Tanya Bu Eni to the point sambil melirik ke arah tas kresek besar yang dibawa oleh Ruli.

"Alhamdulillah, dapat, Bu!" Jawab Ruli masih dengan wajah yang berseri-seri.

Sementara Diah hanya diam seraya menatap bergantian pada Mas Ruli dan Siska yang masih berdiri di dekat pintu masuk.

"Kenapa cuma berdiri? Ayo masuk dan duduk!" Ujar Bu Eni yang langsung mempersilahkan dua calon mempelai itu untuk masuk dan duduk.

"Lus! Lusi!" Bu Eni memanggil Lusi, sepertinya hendak menyuruh putri bungsunya itu untuk membuatkan minuman.

"Lusi sedang momong Naufal dan Naura, Bu. Biar Diah yang buat minum," tukas Diah setelah berulang kali menarik nafas panjang.

Tak ada jawaban dari Bu Eni dan Diah bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan minuman untuk Mas Ruli dan Siska.

Baru saja Diah mengaduk teh di gelas agar gulanya segera larut, Mas Ruli sudah menyusul ke dapur dan menghampiri Diah.

"Kamu kesini ngapain, Diah?" Tanya Mas Ruli menyelidik.

"Main, silaturahmi, memang nggak boleh aku main ke tempat ibumu, Mas?" Jawab Diah dengan nada malas.

Diah masih kesal pada suaminya tersebut.

"Nggak berniat mengadu pada Ibu soal pertengkaran kita semalam, kan?" Tuduh Mas Ruli to the point.

"Mau mengadu apa memangnya? Bukannya Ibu juga udah seneng dan bahagia mau punya mantu baru yang lebih muda, lebih cantik dan lebih bisa memperhatikan anak kesayangannya!" Sergah Diah dengan nada bicara sinis.

"Diah!" Panggil Bu Eni dari depan karena Diah yang mungkin terlalu lama membuatkan minum untuk calon mantu Bu Eni.

Bagaimana tidak lama, kalau Mas Ruli malah mengajak Diah berdebat di dapur.

"Iya, Bu!" Jawab Diah seraya membawa nampan berisi tiga gelas teh hangat ke ruang tamu. Diah menyajikannya dengan sopan ke atas meja.

"Ini mbak Diah istrinya Mas Ruli,ya, Bu?" Tanya gadis centil bernama Siska itu pada Bu Eni.

Nada bicaranya terdengar dibuat-buat.

"Iya. Kenalan dulu! Kan mau jadi kakak adek." Jawab Bu Eni seraya terkekeh.

"Saya Siska, Mbak!" Siska mengulurkan tangannya ke arah Diah dan mengajak Diah untuk berjabat tangan sebagai tanda perkenalan.

Mas Ruli juga sudah kembali dari dapur dan ikut bergabung di ruang depan.

"Diah." Jawab Diah tanpa ekspresi.

"Terima kasih, ya, Mbak Diah! Karena sudah mau menerima saya sebagai bagian dari keluarga," ucap Siska yang nada bicaranya masih terkesan dibuat-buat demi cari muka di depan Bu Eni dan Mas Ruli.

Hhh!

Apa Mas Ruli tak salah pilih calon istri?

Gadis ini kelihatannya masih manja dan labil.

Apa kabar kalau nanti Mas Ruli yang juga manja dan labil tinggal serumah dengan gadis ini?

Ah, tapi Itu bukanlah urusan Diah. Toh itu sudah menjadi keputusan Mas Ruli dan Bu Eni juga sudah setuju. Jadi semuanya, ya biar Mas Ruli yang merasakan saja nanti.

Diah melambaikan bendera putih saja dan cukup jadi penonton.

"Semoga nanti kamu betah, ya! Jadi istrinya Mas Ruli," jawab Diah sedikit tersenyum sinis.

"Diah! Apa maksud kamu bicara seperti itu?" Tegur Bu Eni dengan nada galak.

"Maaf, Bu. Tapi Diah hanya bicara apa adanya," Sergah Diah mencari pembenaran.

Selama lima tahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama Mas Ruli, tentu saja membuat Diah hafal di luar kepala tentang sifat dan watak suaminya tersebut.

"Kamu saja yang tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Ruli. Kenapa malah mencari-cari kekurangan Ruli?" Bu Eni tak mau kalah membalas sindiran Diah.

"Sudah, Bu!" Ruli mencoba melerai istri dan ibunya yang berdebat. Sementara Siska hanya diam dan masih saja memasang senyuman palsu.

Ah, sudahlah!

Terlalu banyak drama di ruangan ini.

"Insya Allah, Siska betah kok, Mbak. Jadi istrinya Mas Ruli. Kami sudah mengenal cukup lama dan saling memahami," ujar Siska yang seolah sedang pamer kedekatannya dengan Mas Ruli.

"Sudah kenal berapa tahun memang?" Tanya Diah menyelidik.

"Empat bulan, Mbak! Dan Mas Ruli langsung ngajakin ke jenjang yang lebih serius," jawab Siska yang tentu saja langsung membuat Diah ingin tertawa terbahak-bahak. Namun Diah mencoba untuk menahannya dan memilih tersenyum saja pada Siska.

Baru empat bulan kenal dan bilang sudah kenal luar dalam.

Lihat nanti kalau sudah menikah dan melihat watak asli Mas Ruli. Apa masih bakal bilang udah kenal luar dalam.

"Siska umur berapa?" Tanya Diah selanjutnya pada calon madunya tersebut.

"Sudah, Diah! Kami kok jadi ceriwis semua-semua ditanyakan begitu!" Tegur Bu Eni dengan raut wajah tidak senang.

"Diah kan hanya bertanya, Bu! Biar bisa akrab juga dengan Siska. Kata Mas Ruli kami tidak boleh bertengkar atau musuhan," jawab Diah mencari alasan dan pembenaran.

"Diah benar, Bu! Biarkan Diah ngobrol akrab sama Siska. Malah bagus kalau nanti Siska juga akrab sama Naura dan Naufal," timpal Mas Ruli membenarkan alasan Diah.

"Siska ini masih dua puluh satu tahun, Diah!" Ujar Mas Ruli lagi menjawab pertanyaan Diah yang sebelumnya tentang umur Siska.

"Oh," Diah membulatkan bibirnya dan mengulas senyum di bibirnya.

Masih daun muda.

Sepertinya suami Diah itu memang sedang masuk ke tahap puber kedua hingga mencari daun muda yang katanya membuat tertantang dan bisa memuaskannya hingga pagi seperti saat dulu masih pengantin baru.

Perasaan dulu saat Diah dan Mas Ruli masih pengantin baru juga tidak pernah lembur sampai pagi. Baru dua ronde saja, suami Diah itu sudah jatuh terkapar.

Apalagi sekarang, di umurnya yang tak lagi muda masih mau lembur sampai pagi.

Nggak takut encok memangnya?

Tangisan Naura dari dalam kamar akhirnya memaksa Diah untuk undur diri dari hadapan suami, mertua, serta calon madunya tersebut. Sepertinya Lusi sudah kewalahan menghadapi Naura dan Naufal yang sebenarnya memang tak betah dikurung lama-lama di dalam kamar.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Jangan lupa like biar othornya bahagia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!