NovelToon NovelToon

Pesona Sang Primadona

PSP 1: Hidup Kembali

Sebuah mobil berwarna merah terpental dan berguling setelah menabrak pembatas jalan kemudian terjun bebas ke dalam jurang sedalam 10 meter. Wanita yang menjadi pengemudi mobil itu seketika meregang nyawa. Tubuhnya ikut tenggelam bersama mobil yang jatuh ke jurang yang langsung bermuara ke sungai.

Beberapa orang yang melihat kejadian itu berteriak histeris dan langsung berlarian menuju tebing dan melihat ke bawah jurang. Mobil berwarna merah itu sudah tak nampak lagi. Air sungai yang semula tenang, tampak bergelombang.

Wanita yang menjadi korban itu bernama Dona Putri Wijaya, berusia 25 tahun. Ia kabur dari rumah karena orang tuanya menjodohkan dirinya dengan seorang pria yang seumuran dengan Papa nya. Dona tak terima dirinya dijadikan korban demi menyelamatkan perusahaan Papa nya dari kebangkrutan.

Tiba-tiba mata Dona terbuka. Ia mendapati tubuhnya tengah berbaring di sebuah kamar yang tampak asing baginya. Dona merasakan sakit di kepalanya dan dengan perlahan ia mencoba untuk duduk. Matanya melihat ke sekeliling dan mendapati sebuah pigura yang menampilkan gambar seorang gadis belia dengan rambut panjang yang diikat tinggi dan mengenakan kacamata.

'Siapa dia?' pikir Dona.

Dona memijit pelipisnya, kepalanya terasa begitu sakit. Dina kembali mengingat kejadian kecelakaan yang dialaminya.

'Bukankah aku sudah mati?' pikir Dona lagi.

Lalu Dona menyadari bahwa ada yang berbeda dengan dirinya. Mulai dari warna kulitnya, kuku tangan, hingga rambut yang dipegangnya begitu berbeda dengan rambutnya.

"Sejak kapan aku punya rambut panjang? Dan kenapa kulitku menjadi begitu pucat dan kering?"

Dona kembali melihat ke sekeliling kamar yang berukuran 3X4 itu. Kamar yang ukurannya jauh berbeda dengan kamar aslinya. Kamar itu berlantaikan keramik putih polos tanpa corak apapun, dinding kamar yang berwarna krem agak kekuningan yang menambahkan kecerahan dalam kamar ketika malam hari. Di dalam kamar itu terdapat sebuah tempat tidur dengan menggunakan sprei berwarna ungu pink dengan gambar dedaunan, 2 buah bantal, 1 guling dan selimut coklat, tempat tidur yang tidak begitu besar dan kira-kira cukup untuk 2 orang saja.

Mata Dona kemudian beralih pada sebuah lemari yang terbuat dari kayu jati yang telah di cat warna coklat, sebuah lemari yang juga tidak terlalu besar. Ada sebuah box serta terdapat sebuah meja dan kursi, beberapa pigura-pigura, buku-buku, tempat pensil, majalah-majalah yang tertata rapi di atas meja.

Di dinding kamar itu juga terpasang sebuah foto kelulusan seorang gadis kecil di masa SD bersama dengan dua orang dewasa mengapitnya. Serta ada sebuah cermin yang lumayan besar, sebuah lukisan kecil dengan gambar rumah serta pemandangan dan ada sebuah kaligrafi dan juga terdapat sebuah kalender kecil.

"Sebenarnya aku ada dimana?" Ucap Dona lagi sembari kembali melihat sekeliling kamar dari tempat tidur.

Kamar itu memiliki 2 jendela yang di pasang teralis bermotif bunga yang menghadap ke luar rumah, sehingga tidak menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam kamar. Di dekat jendela terdapat sebuah meja rias yang kecil dan tidak terlalu besar. Di sebelahnya terdapat sebuah tape untuk mendengarkan musik yang dibawahnya terdapat box kecil yang berisikan kaset CD atau DVD.

Ada sebuah karpet berwarna merah tua bermotif polkadot. Di kamar itu juga terdapat sebuah kipas angin berwarna abu-abu. Terdapat boneka-boneka sekitar 4 sampai 5 boneka di tempat tidur dari berbagai ukuran dan berbagai macam boneka. Jendela itu juga memiliki gorden berwarna abu-abu dan hitam polos. Di atas meja belajar, lebih tepatnya di dinding terdapat sebuah tempelan foto-foto gadis yang sama dengan pakaian SMA nya.

Dona berusaha bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu yang terdapat sebuah tulisan 'Bathroom'.

"Kamar ini sangat rapi. Tapi bukan seleraku." Celetuk Dona.

Masuk ke dalam kamar mandi, Dona membasuh wajahnya dengan air dan sabun pembersih wajah yang tersedia. Meski bukan merk yang sesuai dengan yang selalu dipakainya, tapi Dona memutuskan untuk tetap mengenakannya dan berharap akan cocok dengan tipe kulit wajahnya yang sensitif.

Selesai membasuh wajahnya, Dona berjalan ke arah cermin. Seperti tersengat listrik, tubuh Dona bergetar hebat karena terkejut. Pantulan wajah yang terdapat di cermin bukanlah wajahnya. Melainkan wajah gadis yang ada di berbagai pigura yang menempel di dinding.

"Ke-kenapa bisa begini?" Ucap Dona.

Berulang kali ia mengucek matanya. Berharap bahwa dirinya tengah bermimpi. Dona menyentuh wajahnya sambil terus menatap cermin. Ia seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Aku pasti sedang bermimpi." Ucapnya seraya mencubit lengannya dengan keras.

Dona meringis karena merasakan sakit. Ia meliuk-liuk di depan cermin untuk melihat keseluruhan tubuhnya. Semuanya memang tampak berbeda. Tubuh Dona yang dulu ramping dan lebih tinggi dari tubuhnya yang sekarang. Tubuh Dona sekarang lebih berisi, dengan rambut yang panjang dan tinggi badan yang lebih pendek.

"Apa yang terjadi padaku? Apa aku mengalami operasi plastik?" Ucap Dona lagi.

Dona kembali melihat sekeliling, dan membuka lemari. Dia ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Dona mendapatkan sebuah kotak berwarna merah. Lalu dengan cepat membukanya dan mendapatkan dua lembar ijazah sekolah dasar dan menengah pertama.

Tertulis jelas dalam ijazah itu nama seorang gadis, 'Sabrina Dona Amelia', dengan tanggal lahir yang jauh berbeda dengan tanggal lahir Dona.

'Kenapa bisa jadi seperti ini?' pikir Dona.

Dona kemudian mendapati sebuah buku diary kecil dengan nama bertuliskan 'Diary Dona' di halaman depannya. Dona mulai membaca buku diary itu dari halaman pertama.

Sejak membaca halaman pertama, Dona sudah merasa kasihan pada si penulis diary yang memiliki nama yang sama dengannya itu. Gadis yang menulis diary ini merupakan gadis yang penuh dengan kesedihan. Dirinya sejak kecil selalu dibully oleh teman sebayanya.

Semua kesedihan tertulis jelas dalam setiap halaman di buku itu. Dari yang dapat dipahami Dona, gadis pemilik buku adalah gadis yang lemah. Tak bisa membela dirinya sendiri dan selalu saja mengeluh.

Dona kemudian beralih pada sebuah album foto kecil. Terdapat banyak foto yang memperlihatkan gadis yang sama dengan kacamata yang sama berpose dengan seorang gadis yang sebaya dengannya. Dona mengacak rambutnya dan berpikir keras dengan apa yang tengah terjadi padanya.

Dona merapikan kembali kotak itu dan duduk diatas tempat tidur. Jam dinding menunjukkan pukul 3 sore hari. Dona duduk dan mengikat rambut panjangnya dengan ikat rambut yang ada diatas meja kecil disamping tempat tidurnya. Ia kemudian mengambil cermin kecil yang terletak diatas meja lalu memandangi wajahnya.

Wajah yang tampak jauh lebih muda dan masih natural. Wajah yang lumayan cantik, namun terlihat seperti gadis yang sangat jauh berbeda dengan yang ada di foto.

"Kenapa bisa jadi begini?" Ucap Dona lagi.

PSP 2: Kenyataan

Ingatan Dona kembali pada saat sebelum kecelakaan. Dimana kedua orang tuanya dengan tega meminta dirinya untuk menikah dengan Pak Herbowo. Seorang pria paruh baya dengan tubuh gendutnya berdiri dihadapan Dona yang baru saja pulang setelah bertemu dengan teman-temannya.

"Kau harus menikah denganku demi melunasi hutang Papa mu. Kalau tidak kalian semua akan jatuh miskin." Ucap Pak Herbowo.

"Tidak. Aku tidak sudi menikah dengan pria tua sepertimu." Balas Dona.

Plakk....!!!

Pipi Dona memerah karena sebuah tamparan keras dari sang Papa yang mendarat di pipinya.

"Anak tidak tahu di untung. Papa sudah memberikanmu semuanya. Sekarang kau harus berkorban sedikit demi keluarga kita agar tidak jatuh miskin. Bukankah selama ini kau juga menikmati kekayaan yang Papa berikan." Teriak Pak Wijaya.

Dona terdiam, pipinya masih merah karena bekas tamparan. Matanya juga memerah dengan tatapan yang sangat marah.

"Hei... Kenapa kau menatap Papa mu seperti itu? Kau harusnya mengikuti kemauan Papa. Ini juga demi dirimu dan juga Mama. Bagaimanapun, Mama tidak mau jatuh miskin. Mama tidak mau hidup serba kekurangan." Ucap Bu Wijaya dengan menarik tangan Dona kasar.

Dona tertawa terbahak-bahak, dia menatap kedua orang tuanya penuh kebencian. Orang tua yang selama ini tak pernah ada untuknya. Orang tua yang selalu lebih mementingkan kekayaan dari pada hubungan keluarga. Bahkan sekarang kedua orangtuanya itu rela mengorbankan anak mereka yang satu-satunya untuk dinikahkan dengan pria hidung belang.

"Kalian berdua tak pantas disebut sebagai orang tua. Aku bahkan tidak memiliki apa yang disebut dengan Mama dan Papa. Sekali lagi aku katakan, aku tidak akan pernah mau menikah dengannya. Kalau mau, silahkan kau saja yang menikah dengannya." Ucap Dona sambil menunjuk sang Mama.

"Kurang ajar." Teriak Bu Wijaya yang hendak menampar Dona, namun dengan cepat di halau nya.

"Jangan pernah berani untuk memukulku lagi. Karena aku tidak akan tinggal diam." Ucap Dona serius.

Dona kemudian berlari keluar rumah hendak menuju mobilnya.

"Kenapa kalian membiarkan dia pergi? Dia bisa saja kabur?" Teriak Pak Herbowo.

"Gadis itu tidak akan kemana-mana. Lagipula dia tak akan bisa hidup miskin." Ucap Pak Wijaya.

"Aku tidak perduli. Cepat kejar dia sekarang juga, karena aku ingin segera menikahinya. Kalau aku gagal menikahinya, jangan harap kalian dapat sepeserpun dari kekayaan yang pernah kalian miliki ini."

Setelah itu, Dona pergi dengan mobilnya dan dikejar oleh beberapa pengawal Pak Herbowo hingga terjadilah kecelakaan yang merenggut nyawanya. Namun, ajaibnya Dona kembali hidup. Tapi, dengan tubuh dan wajah yang berbeda. Dengan identitas yang berbeda dan orang tua yang berbeda pula.

"Apa ini yang dinamakan kehidupan kedua?" Tanya Dona pada dirinya sendiri.

Tepat saat ia tengah fokus dalam lamunannya, pintu kamar terbuka dan menampilkan seorang wanita patuh baya mengenakan daster dengan membawa nampan dengan baskom berisi air hangat dan handuk kecil. Pandangan keduanya beradu, dan seketika nampan yang dipegang oleh ibu itu jatuh ke lantai.

"Do-dona..." Ucap Ibu itu terbata-bata dengan masih berdiri di depan pintu.

"Paaakk.... Bapaakkk.... Donaa Paakk.... Donaa..." Teriak ibu itu lalu menghambur ke arah Dona dan memeluknya.

Berulang kali wanita yang bernama Bu Nirwana atau Bu Nir itu, menciumi wajah Dona.

"Ya Tuhan, Dona. Kenapa tidak panggil Ibu nak..." Ucapnya berulang kali.

Dona diam mematung dan hanya bisa pasrah menerima perlakuan dari wanita yang merupakan Ibu dari pemilik tubuhnya kini. Tak lama terdengar langkah kaki yang berlarian menuju kamar Dona. Tampak seorang pria dengan perut buncitnya masuk ke kamar Dona. Wajah pria itu tampak meneduhkan bagi Dona yang pertama kali melihatnya.

Pria paruh baya bernama Pak Edi itu tampak meneteskan air mata saat melihat Dona.

"Akhirnya kamu sadar juga nak." Ucapnya seraya memeluk dan mencium kening Dona.

Dona tetap saja diam, karena memang dirinya tak mengerti dengan apa yang tengah terjadi.

'Siapa kedua orang ini? Dan apa hubunganku dengan mereka?' tanya Dona dalam hati.

Pak Edi dan Bu Nir mengusap air mata mereka dan duduk berdampingan menatap wajah Dona yang tampak bingung.

"Dona, kenapa diam saja nak? Apa ada yang sakit?" Tanya Bu Nir.

Dona menggeleng.

Sementara Pak Edi tampak mengerti dengan situasi yang terjadi. Ia menyadari bahwa ada yang berbeda dengan puterinya yang sudah koma selama 3 bulan ini.

"Nak, kamu kenal Bapak?" Tanya Pak Edi.

"Bapak ini bicara apa sih? Masa Dona gak kenal Bapak. Orang Bapak yang selalu gendongin Dona dari masih orok." Ucap Bu Nir.

Dona menggeleng dan membuat sang Ibu tertawa.

"Jangan bercanda dong nak. Masa kamu gak ingat sama Bapak mu yang ganteng mirip Dude Harlino ini?" Lagi-lagi Bu Nir yang bicara.

Lagi-lagi Dona menggeleng dan semakin membuat Bu Nir terbahak sambil memukul pundak suaminya.

"Pak, lihat kelakuan anakmu ini. Mau ngerjain kita dengan pura-pura lupa ingatan seperti di sinetron-sinetron itu Pak." Ucap Bi Nir.

Tawa Bu Nir seketika lenyap saat melihat sang suami terisak.

"Ada apa Pak?" Tanya Bu Nir.

"Coba Ibu lihat tatapannya Dona. Dia benar-benar tak ingat siapa kita Bu. Kecelakaan yang dialaminya 3 bulan lalu pasti sudah membuatnya lupa akan siapa kita." Ucap Pak Edi sedih.

Bu Nir menatap Dona yang masih saja menatap mereka berdua dengan wajah yang memang tampak bingung.

"Ya Tuhaaan. Pak, dosa apa yang sudah Ibu lakukan sehingga dapat cobaan seberat ini. Orang tua mana yang gak sedih Pak, lihat puteri semata wayang yang tidak ingat siapa orang tuanya." Kali ini Bu Nir berteriak dengan tangisannya.

"Sabar, Bu, sabar. Yang penting sekarang Dona sudah sadar. Perlahan kita akan membuat dia ingat tentang semuanya. Meskipun dia tetap lupa, setidaknya kita tetap memiliki dia dan akan terus menjaganya Bu." Ucap Pak Edi.

Dona merasa terharu saat melihat kedua orang yang dihadapannya ini menangis demi dirinya. Dona yang tak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tuanya di masa lalu, merasa begitu beruntung karena terlahir kembali dengan orang tua yang tampak sangat menyayanginya.

"Mmmm Pak, Bu. Meski aku tidak kenal siapa kalian. Aku akan berusaha jadi anak yang baik untuk kalian." Ucap Dona akhirnya.

Pak Edi dan Bu Nir lalu memeluk Dona bersamaan. Setelah itu Pak Edi mulai menceritakan apa yang telah terjadi pada Dona.

Dona akhirnya mengerti tentang apa yang terjadi. Sebuah keajaiban terjadi padanya. Dirinya terlahir kembali dan kebetulan terlahir sebagai seorang gadis muda yang juga bernama Dona. Dahulu Dona hidup sebagai orang kaya yang bergelimang harta. Namun, di kehidupan keduanya, Dona terlahir dari keluarga sederhana. Orang tua Dona yang saat ini, menjelaskan padanya, bahwa Dona sudah koma selama 3 bulan karena mengalami sebuah kecelakaan. Karena sudah tak memiliki biaya dan Dokter mengatakan sudah tidak ada harapan, Dona pun dirawat di rumah seadanya.

"Kalau boleh tahu sekarang tahun berapa?" Tanya Dona.

Dona tampak terkejut saat Pak Edi menjawab pertanyaannya. Karena yang terjadi adalah, kecelakaan yang dialami Dona dimasa lalu terjadi pada 30 tahun yang lalu.

'Apa itu artinya kedua orang tua kandungku di kehidupan sebelumnya masih hidup atau bahkan sudah meninggal?' tanya Dona dalam hati.

Bersambung....

PSP 3: Kembali ke Sekolah

Pak Edi dan Bu Nir sudah menjelaskan semuanya secara rinci pada Dona. Dona pun mulai mengerti dengan semua keadaan yang tengah dihadapinya.

"Pak, Bu. Apa Dona masih sekolah?" Tanya Dona.

"Lah, kamu kan baru masuk kelas 2 SMA nak. Memang sudah mau masuk sekolah?" Tanya Bu Nir.

Sebenarnya Dona di kehidupan sebelumnya sudah mengenyam pendidikan hingga mendapatkan gelar sarjana. Tapi bagaimanapun, di kehidupan yang dijalani nya saat ini dirinya masih gadis yang berusia 16 tahun. Jadi mau tidak mau Dona harus kembali mengenyam pendidikan SMA.

'Meskipun bosan harus mengulang semuanya dari awal, tapi aku harus mencobanya.' ucap Dona dalam hati.

"Nak, kamu kan baru sadar dari koma yang sangat panjang. Sudah banyak pelajaran yang ketinggalan. Bagaimana kalau kamu masuk tahun depan saja. Biar bisa mengulang pelajaran di kelas 2." Ucap Pak Edi.

"Nggak perlu Pak. Nanti aku bisa belajar biar bisa mengejar ketertinggalan aku." Balas Dona. "Kalau boleh, besok juga aku mau mulai ke sekolah." Lanjutnya.

Pak Edi dan Bu Nir saling tatap.

"Kamu yakin?" Tanya Bu Nir.

"Yakin." Jawab Dona.

Kedua orang tuanya pun setuju. Sore itu juga Dona mulai merubah penampilannya dengan memotong rambut panjangnya menjadi sangat pendek. Kacamata yang selalu menghiasi wajahnya tak lagi ia pakai.

Penampilan diri sedikit banyaknya bisa menggambarkan bagaimana dirinya, bagaimana kepribadiannya, bagaimana kesehariannya, bagaimana perilakunya, bagaimana sifatnya, bagaimana tutur katanya, bagaimana gambaran diri seutuhnya.

Bagi Dona, dengan melihat penampilan, seseorang bisa dengan mudah menilai bagaimana kepribadian dirinya. Tidak selalu benar tentunya, tapi setidaknya orang bisa dengan mudah menebak, bisa dengan mudah melihat dan merasakan nyaman ketika seseorang berada di dekatnya.

Walau penampilan diri terkadang menipu, namun setidaknya dengan melihat penampilan diri sekilas seseorang bisa dalam sekejap menentukan sikap bagaimana cara menghadapi orang lain.

Orang yang berpenampilan seadanya, jorok, bau badan tercium, tentu orang lain akan enggan untuk mendekatinya. Jangankan menginginkan bicara dan ngobrol nyaman dengannya, melihat saja mungkin orang lain sudah merasa enggan.

Setelah selesai dengan perubahan tampilannya, Dona keluar kamar untuk makan malam. Kedua orang tuanya terkejut melihat perubahan penampilan yang dilakukan Dona.

"Ya ampuun Dona. Kamu apain rambut kamu nak? Kenapa jadi seperti ini? Kemana rambut panjang kamu?" Ucap Bu Nir memutar kepala Dona.

Dona memang tampil dengan rambut pendek yang panjangnya hanya sebahu dengan poni yang menutupi keningnya. Bu Nir memegang rambut Dona berulang kali, sementara Pak Edi terlihat bingung dan tak dapat berkata apa-apa.

"Apa bapak tidak suka?" Tanya Dona.

"Suka. Bapak suka sekali. Dona jadi terlihat makin imut." Ucap Pak Edi akhirnya yang ikut berkomentar.

"Imut apanya Pak. Anak bapak ini malah terlihat seperti tokoh film kartun itu Pak. Ganti saja deh nama kamu sekarang jadi Dora bukan Dona lagi." Ucap Bu Nir terlihat frustrasi.

"Bu, coba lihat baik-baik. Justru anak kita kelihatan cantik loh. Bapak saja sampai pangling. Apalagi dia sudah tidak pakai kacamata. Malah buat bapak terlihat seperti sinetron korea yang suka ibu tonton itu. Sampai ketawa-ketawa dulu saat Dona masih kecil." Ucap Pak Edi.

Bu Nir melihat kemudian melihat Dona dengan serius. Matanya kemudian tampak berbinar.

"Benar kan bu. Dona itu sudah seperti Gem Candi yang dulu ibu eluh-eluhkan itu." Lanjut Pak Edi.

"Geum Jan Di, Pak." Protes Bu Nir.

"Iya iya, Jandi. Sama saja sama Candi." Balas Pak Edi.

"Apanya yang sama, beda Pak." Lagi-lagi Bu Nir protes.

"Khem.... Khem... Apa sudah boleh makan?" Ucap Dona yang langsung menghentikan ocehan kedua orangtuanya.

"Tentu saja nak. Ayo makan yang banyak. Lagipula kamu kan sudah 3 bulan tidak makan." Ucap Bu Nir seraya menaruh nasi dan lauk berupa tempe goreng dan gulai ikan ke dalam piring yang ada di depan Dona.

Dona menatap nasi yang sudah dicampur dengan lauk pauk di atasnya itu. Ia bingung bagaimana harus memulai. Sedangkan kedua orangtuanya sudah mulai lahap makan dengan menggunakan tangan.

'Gimana cara makannya?'

"Kenapa nak?" Tanya Pak Edi dengan mulut penuh makanan.

"Emmmm ada sendok gak bu?" Tanya Dona.

Bu Nir dan Pak Edi saling tatap dan melihat ke arah Dona bersamaan dengan pandangan yang membingungkan. Bu Nir baru saja mau bangun, namun dengan cepat Dona menghalanginya.

"Bapak sama ibu makan saja. Biar aku ambil sendiri." Ucapnya berjalan ke arah rak piring lalu mengambil sendok dan garpu serta satu buah mangkuk kecil, dan piring.

Dona kembali ke meja makan dan memasukan sepotong ikan dan kuahnya ke dalam mangkuk, lalu mengambil nasi secukupnya.

"Maaf bu, kalau mau nambah pakai yang ini saja ya. Belum aku sentuh kok." Ucap Dona sembari menyodorkan nasi dan lauk pauk yang tadinya disiapkan Bu Nir untuknya.

Dona mulai makan dengan perlahan, menyendok nasi dan mengambil potongan tempe dengan garpu. Sesekali mengambil kuah ikan dengan sendok dan menyeruputnya.

Bu Nir dan Pak Edi tampak bingung dengan apa yang mereka lihat. Karena dulu, Dona tak pernah makan dengan sendok, apalagi makan dengan begitu anggun dan rapi.

"Pak sepertinya anak kita jelmaan dari seorang bangsawan." Bisik Bu Nir.

"Husshh ngomong apa sih." Balas Pak Edi.

Tapi, dalam hati kecil Pak Edi sendiri timbul pertanyaan. Ada apa sebenarnya dengan puterinya. Setelah sadar dari koma, pandangan mata sang puteri memang sudah tampak berbeda. Caranya berbicara pun berbeda, begitu juga dengan caranya berpakaian.

*************

Pagi harinya, Dona memutuskan untuk kembali ke sekolah di SMA Pelita Harapan. Meski ia tak mengenal siapapun, tapi Dona berusaha menjalani hidupnya yang kini berbanding terbalik dengan kehidupannya yang sebelumnya. Pak Edi bersiap mengantar Dona ke sekolah dengan menggunakan motor legen kesayangannya.

"Ayo nak. Hari ini bapak yang antar. Karena sudah pasti kamu tidak ingat dimana kamu bersekolah." Ucap Pak Edi.

Dona yang sudah mengenakan seragam sekolah berjalan begitu saja melewati Bu Nir yang berdiri di depan pintu.

"Loh, kok nyelonong begitu saja. Gak salam dulu sama ibu?" Ucap Bu Nir.

Dona yang sudah berdiri di dekat Pak Edi terdiam.

"Ayo sana, salam sama ibu mu dulu." Titah Pak Edi.

Meski bingung, Dona kembali mendekati Bu Nir. Bu Nir kemudian menyodorkan tangannya, dengan ragu Dona menyambutnya lalu menciumnya.

'Ada apa ini? Kenapa aku merasa tenang setelah mencium tangan ibu?'

"Kenapa nak?" Tanya Bu Nir.

Dona menggeleng, Bu Nir lalu mengelus pipinya lembut.

"Belajar yang tekun ya nak. Kalau nanti kepalanya sakit atau kenapa-kenapa. Minta izin aja untuk pulang. Biar nanti bapak yang jemput." Pesan Bu Nir.

Dona langsung memeluk Bu Nir. Baru kali ini ia merasakan perhatian dari seorang ibu.

*******

Tiba di sekolah, Dona bertemu dengan sahabatnya Ayu, tapi karena Dona tidak mengenal Ayu, Dona pun mengatakan bahwa dirinya kehilangan ingatan.

"Kamu serius hilang ingatan?" Tanya Ayu dibalas anggukan Dona.

"Ya ampun. Untung kamu punya teman secantik aku yang tak mungkin bisa kamu lupakan ini." Ucap Ayu.

"Jujur saja, aku sebenarnya gak tahu siapa kamu. Tapi karena ada banyak foto kamu di kamar aku, jadi aku yakin kamu itu teman aku." Balas Dona.

"Bukan hanya teman. Tapi BFF. Best friend forever." Ucap Ayu. "Heran deh, kok bisa ya kamu lupa denganku, Ayu Mutia yang mempunyai paras ayu cantik jelita ini."

Dona menggelengkan kepalanya. Setidaknya ia memiliki seorang teman yang sepertinya tulus padanya. Tidak seperti sekumpulan wanita seusianya dulu yang menyebut diri mereka sebagai sahabatnya. Yang pada kenyataannya mereka semua mendekati Dona hanya karena status Dona yang anak orang kaya agar bisa sebanding dengan mereka.

Bersama Ayu, Dona berjalan masuk ke dalam kelas Semua teman sekelas nya menatap Dona dengan heran karena kini terlihat berbeda. Dan pada saat jam pelajaran di mulai, Dona merasa lucu karena ia kembali harus mengulangi bersekolah sebagai siswa SMA. Padahal kenyataannya di kehidupannya yang sebelumnya, Dona sudah menjadi Sarjana.

"Kenapa kamu senyum?" Tanya Ayu.

"Gak kenapa-napa." Balas Dona kembali menahan tawa.

'Takdir apa ini Tuhan?'

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!