NovelToon NovelToon

Aku Seorang Sampah

PROLOG

Seperti halnya sampah ... tak berguna, tanpa harga, tanpa eksistensi, Lin Mu tak diterima di mana pun.

Saat pepatah mengatakan; ‘Bermimpilah dalam hidup, jangan hidup di dalam mimpi’.

Lagi-lagi, Lin Mu hanya menyikapi kalimat bijak kesekian yang didengarnya itu tanpa minat, di antara wajah rapuh berhias getir senyumannya. Dua bait kalimat yang tak ada beda baginya, di saat bahkan napasnya tak ingin didengar oleh siapa pun.

Hidup memang terkadang sepahit itu.

Di kampus, Lin Mu adalah pemuda malang yang diremehkan semua orang. Terlebih oleh sosok seorang wanita cantik yang melalui perjanjian dua marga, kini berstatus sebagai tunangannya. Sebut saja dia, Du Xiaoyue.

“Sungguh tidak berguna!”

Tak terhitung jumlahnya, kalimat makian itu dilontarkan Xiaoyue acapkali bertemu dengan Lin Mu. Seperti halnya mantra berulang yang berisi tujuan menghancurkan.

Dan dengan sikap dingin yang tentu saja malah membuatnya terlihat semakin bodoh, Lin Mu hanya mampu diam, menerima tanpa perlawanan yang berarti. Meskipun hatinya jelas memberontak.

Pertunangan itu bukan dia yang menginginkan. Namun entah mengapa, Xiaoyue selalu menempatkannya seolah dialah yang bersalah.

Dan memang salah!

Kelemahan dalam dirinyalah, penyebab semuanya menjadi salah!

__

 Di rumah, orang-orang tamak mengincar warisan keluarga yang bahkan belum tentu jatuh ke tangan Lin Mu. Dan lagi-lagi, Lin Mu ditandainya sebagai satu ranjau yang harus dimusnahkan, mengingat magnet harta keluarga Lin yang cenderung lebih kuat tertarik kepadanya.

Orang tuanya meninggal lebih awal, tak ada lagi yang bisa diandalkan Lin Mu. Bahkan tidak untuk sekedar menyamangati ketika pergi ke sekolah, atau setidaknya bercokol ringan di meja makan. Lin Mu benar-benar sendiri. Putus asa pada dunia dan kehilangan keinginan untuk tetap hidup.

“Jika ingin menyalahkan, salahkan saja karena Tuan Besar ingin memilihmu.” Kalimat penutup Lin Yifu, paman kedua dari keluarga Lin, sesaat sebelum pria berjanggut tebal itu mendorongnya tanpa ragu dari ketinggian lantai tiga bangunan megah yang merangkul mereka dalam bentuk Keluarga Besar Lin tersebut. Dalam sekejap, tubuh Lin Mu menukik naas menyongsong bagian paling dasar halaman bangunan, ditandai suara berdebam beberapa detik setelahnya.

Tindakan yang manis hanya demi segenggam harta warisan. Sungguh ironi!

***

“Pasien sudah sepenuhnya kehilangan karakteristik vital tubuhnya. Dia sudah diputuskan meninggal dari segi kedokteran.”

Pernyataan meyakinkan seorang dokter pria yang menangani Lin Mu di rumah sakit, saat pemuda itu berada di ruang operasi usai kecelakaan terencana Lin Yifu menimpanya.

Namun ya ....

Terkadang waktu memutuskan yang tak sejalan dengan rencana. Lin Mu belum terdaftar di garis takdir kematiannya untuk saat ini. Sebentuk roh datang menjelajah dimensi, melanjutkan kisahnya yang memang belum selesai.

Malam hari pasca kegagalan operasi, seperti kilat-kilat yang berkumpul saling membelit, membentuk cahaya runcing yang menusuk tepat di bagian tengah--antara dada dan perut Lin Mu yang telah terbujur kaku di atas brankar perawatannya, membuat sepasang mata pemuda naas yang telah dinyatakan mati itu, seketika terbuka.

Chang Kunzi, orang nomor satu di dunia kultivasi, yang mati karena dijebak masuk ke dalam tubuhnya. Pria itu hidup kembali dengan menggunakan identitas Lin Mu.

 

Pertama; Sebagai mahasiswa Universitas Donghai.

“Sampah selamanya adalah sampah!” hina Xiaoyue dengan sorot mata tajam penuh kebencian, ketika lagi-lagi ia harus bertemu tatap dengan Lin Mu di halaman kampus. “Aku tidak akan pernah memenuhi janji pernikahan kita,” lanjut wanita itu menegaskan.

“Janji pernikahan?” Lin Mu menatap Xiaoyue tidak dengan sorot rapuh seperti biasanya. Lebih terlihat santai, namun juga sedikit arogan. “Sekali pun kamu memohon padaku, aku juga tidak akan menikahimu!”

Dihentak keterkejutan, menanggapi itu, sepasang mata Xiaoyue melebar seketika. “Kamu ...?”

Keterkejutan yang sama juga menimpa salah seorang teman sekelas Lin Mu.

Dengan tema; ‘Tidak menghindar lagi’.

“Kamu mempermainkanku?” Pemuda pemilik rambut gondrong dengan warna keemasan itu, sudah berdiri bersilang lengan, tepat di depan meja yang ditempati Linmu di dalam perpustakaan kampus. “Apa kamu percaya, aku bisa membuatmu cacat hanya dalam sekejap saja?”

Namun ya ....

Siapa sangka, Lin Mu si bodoh itu bangkit dari tempatnya, bukan untuk menghindar dan melarikan diri seperti sebelumnya. Dicengkramnya kerah baju pemuda berambut pirang keemasan di depannya, laju menjungkalkannya dengan sekali hentak.

“Jika kamu terus menjeratku dengan tidak jelas begini, aku akan membuatmu cacat dengan tanganku sendiri!” Kata-kata Lin Mu terdengar tegas, menekan, juga menakutkan.

Siapa pun yang mengenalnya tidak akan percaya, jika pemuda yang berdiri gagah dengan tangan terkepal di kedua sisi tubuhnya itu, adalah sosok seorang Lin Mu si pecundang. Termasuk pemuda berambut emas yang baru saja menerima ganjaran tangan Lin Mu atas perbuatannya.

Kedua; Chang Kunzi bertubuh Lin Mu, diundang bergabung ke dalam Klub Baolong yang misterius dan kuat di China.

Diawali oleh seorang wanita bermata merah, dengan rambut ungu terang yang dipangkasnya pendek nyaris menyerupai anak laki-laki. Dia tersenyum miring dengan kedua tangan berkacak pinggang, menatap Lin Mu cukup terkagum dalam pertemuan mereka siang itu. “Apakah kamu ingin bergabung dengan Klub Baolong?”

Lin Mu lantas menjawab tanpa keraguan sedikit pun, “Demi sebuah perubahan hidup, aku rasa itu menarik!”

Hasilnya ....

Partisipasi pertama dalam tugasnya di Klub Baolong, Lin Mu berhasil mengalahkan musuh dengan sangat mudah. Gerak tangkas lihai ditunjukkannya seolah hanya memukul seekor tikus pencuri keju di meja makan.

Ketiga; Lin Mu mengenal Luo Bingyun, gadis cantik dengan rambut panjang, putri sulung dari sebuah keluarga keturunan China di luar pulau.

Keempat; Lin Mu berbagi villa dengan Song Yuru, seorang Konselor kampus dengan wajah cantik yang memukau.

Kelima; Polisi wanita bernama Wang Xiqing, juga mendapatkan sapaan tangan hangat Lin Mu. Wanita aparat hukum itu menerima pertolongan pemuda itu, ketika seorang perampok menyeretnya dalam lingkar bahaya yang mengancam keselamatan.

Keenam; Lin Mu menjalani janji pernikahan dengan Qing Lan, sosok wanita yang dikenal dingin semua orang di kampusnya. Hanya karena Lin Mu melihat seluruh bagian tubuh tanpa busana wanita itu, ketika keduanya melakukan penyatuan kekuatan dalam memurnikan qi di lembah alam roh.

***

Jiwa Chang Kunzi yang merapat dengan raganya, membuat Lin Mu benar-benar mencapai apa yang tak pernah dicapai oleh Lin Mu si pecundang dengan tingkat kelemahan di bawah garis merah itu.

“Tunggu saja, sampai aku mendapatkan semua kekuatanku kembali dan melampauinya. Suatu hari, kalian semua akan merangkak di bawah kakiku!”

Tidak akan hanya berakhir di angka enam. Kekuatan itu akan membawanya kembali ke puncak keemasan, tanpa siapa pun mampu menghitung seberapa banyak kemenangan digenggamnya.

“Karena aku ... Chang Kunzi!”

Episode 1

Universitas Donghai, gedung pengajaran area A.

Suara ricuh seperti biasa menguasai ruangan, di mana Li Mu tengah sibuk berkutat dengan angka-angka di lembar tugas yang dikerjakannya.

Entah kenapa ....

Otaknya sama sekali tak mendapati titik konsentrasi yang bisa membuatnya menyelesaikan perhitungan dalam tugasnya tersebut dengan cepat.

Atau mungkin ... bukan itu alasannya!

"Kenapa sesulit ini?" gumam Lin Mu seraya memegangi kepalanya dengan telapak kiri tangannya. Sedang tangan lainnya masih rapat menjepit bolpoint yang sama sekali tak tergores membentuk jawaban di helai gawainya itu walau setitik.

Angka-angka dengan rumus limit, turunan, dan integral itu terlihat seperti benang kusut yang sulit diurai. Berputar merayang, hingga membuat kepalanya terasa ingin meledak. Menghadapi soal-soal yang bahkan cukup mudah bagi orang lain, namun begitu membingungkan bagi Lin Mu.

Apa yang salah darinya?

Kenapa ia tak seberuntung orang lain?

Di tengah kesusahannya, suasana tenang di sekitarnya tiba-tiba berubah menjadi gaduh, seiring suara berdebam yang berasal dari hentak lebih dari satu pasang kaki, mengudara membentuk irama gothic yang membuat semua orang di sekeliling bertingkah layaknya cacing kepanasan.

Tak lain adalah Du Xiaoyue, lengkap dengan kawan-kawannya.

Porsi tubuh tinggi semampai, disponsori sehelai gaun cantik sebatas lutut berwarna abu dengan kerah kriting dihiasi pita merah ditengahnya, menambah poin kecantikan Xiaoyue menjadi lebih dari sekedar cantik. Ia terlampau mempesona.

Didampingi empat dayang di belakangnya, katakan saja seperti itu. Gadis-gadis yang merupakan teman-teman satu server dengan Xiaoyue itu terlihat memukau dengan busana-busana yang sudah jelas bukan dibeli dari pasar kumuh di ujung perbatasan kota.

Mereka berjejer di belakang sang putri--Xiaoyue, persis pasukan berani mati, yang sebenarnya mereka pun sudah pasti takut mati.

Tampang gadis-gadis seksi itu menggambarkan jiwa-jiwa belanja yang kental. Akan sangat konyol membicarakan kematian di saat uang keluarga mereka bahkan terasa sulit untuk dihabiskan.

"Bukankah orang yang berjalan paling depan itu ... adalah Du Xiaoyue, murid tahun pertama itu?!" Seorang mahasiswa yang menduduki deretan kursi paling ujung, pemilik sepasang alis mirip karakter animasi Shin Chan, berseru terkejut.

"Kau benar!" Satu kawannya yang duduk di sampingnya menimpal. "Dia cantik sekali. Pantas saja dia dianggap sebagai wanita tercantik dari Universitas Donghai begitu masuk sekolah."

"Mungkin saja dia berbakat!"

Lalu terdengar lainnya menyergah, "Sekarang adalah kelas terbuka untuk anak tahun kedua, untuk apa anak baru tahun pertama datang kemari?"

Suara saling timpal antar para pria penghuni kelas semakin ricuh tak terkendali. Atau lebih tepatnya, tak ada yang mengendalikan.

Begitu kira-kira keadaannya.

Di saat semua orang memusatkan perhatian mereka pada sosok-sosok cantik yang baru saja memasuki ruangan, Lin Mu masih bergeming dalam posisi--di antara kesulitan yang tak juga menemukan titik penyelesaian.

Entah ia tak mendengar, atau sengaja menutup telinga--tak peduli, Lin Mu tak menggubris apa pun di sekitarnya.

"Xiaoyue, apakah dia orang yang punya janji pernikahan denganmu itu?" Gadis berambut merah di samping Xiaoyue bertanya ingin tahu. "Sungguh biasa saja!" lanjutnya memberi komentar.

Xiaoyue menanggapinya dengan ekspresi sinis. "Sekali pun aku tidak memiliki suami seumur hidupku, aku juga tidak akan menikah dengan orang seperti dia!"

Langkah kaki Xiaoyue dan kawan-kawannya terhenti beberapa jarak di depan meja di mana Lin Mu berada. Diamati mereka, Lin Mu yang masih diam merunduk menatap lembaran memusingkan dalam penjagaan kedua lengannya.

Gadis berambut merah terlihat maju mendekat ke arah Lin Mu. Dengan tubuh sedikit dibungkukkan, sepasang telapak tangannya ia taruh di atas meja tepat di samping kertas berisi soal matematika yang tengah digeluti Lin Mu.

"Hey, kami beberapa orang ingin duduk di sini. Kamu pindah ke belakang!" titahnya sungguh songong sekali.

"Bukankah masih ada banyak tempat." Lin Mu menyahut datar tanpa mengangkat wajahnya sedikit pun.

"Kami ingin duduk di sini!" hardik si rambut merah itu lagi. Lalu sejurus tatapnya jatuh pada kertas yang terdampar naas di hadapan Lin Mu. "Perhitungan kalkulus yang sesederhana itu pun, tidak bisa dihitung dengan baik. Masih tidak tahu malu duduk di barisan pertama!" katanya penuh cemooh. "Aku nasihati kamu untuk sedikit lebih tahu diri. Pergi cari sudut lain, dan tetaplah di sana!"

Entah stok kata di mulutnya memang habis, atau hanya tak ingin berdebat, Lin Mu terdiam tak menanggapi sama sekali.

Sedang di posisinya, Xiaoyue menatapnya dengan ekspresi dingin yang maknanya cukup sulit dideskripsikan.

Bolpoint yang sedari tadi terjepit di sela jari jemarinya, erat digenggam Lin Mu. Jika isi hatinya dituangkan dalam sebentuk kata, mungkin akan berbunyi; kurang ajar!

Ya, tapi itu jelas hanya perumpamaan, ketika bahkan deru napasnya pun tak ingin turut campur memberi pembelaan untuknya.

Lalu sebuah telapak tangan menghentak pundaknya dari belakang. Lin Mu spontan menoleh ke arahnya.

Seorang pemuda dengan rambut acak-acakan, memperingatkan, "Wanita cantik sudah mengatakannya. Kamu cepat minggir! Jangan diam dan menghalangi di sini!" Pemuda itu berseru memerintah.

Sejenak saja Lin Mu menatapnya, lantas tanpa lagi berpikir, ia memasukkan alat-alat tulisnya ke dalam tas yang tersampir di samping kursi yang didudukinya. Mengangkat diri, lalu pergi menyongsong pintu keluar tanpa sepatah kata pun.

Namun tepat ketika langkahnya mensejajari tubuh Xiaoyue, gadis itu melontarkan hujatannya dengan suara dan tatapan sinis senada, "Memang sampah!"

Lalu ditimpal tak kalah tajam oleh di gadis berambut merah, "Orang seperti ini bisa masuk ke Universitas Donghai. Apakah sekarang syarat perekrutan mahasiswa baru sudah melonggar?"

"Asalkan aku sudah membatalkan janji pernikahan ini, aku juga malas memedulikan di mana ia bersekolah!" Xiaoyue menyahut dengan senyuman puas.

 

Seperti tengah mendukung perasaannya, suasana jalanan nampak lengang dan sunyi. Lin Mu Berdiri di tepian jalan menunggu taksi yang entah kapan akan melintas.

Bayangan ekspresi penuh kebencian yang ditunjukkan Xiaoyue beberapa saat lalu, juga dua kata menohok yang diucapkan wanita itu, menguasai isi kepala pemuda itu saat ini.

Memang sampah!

Memang sampah!

Memang sampah!

Bagi Lin Mu, makna yang terkandung di dalam kalimat itu tak sesederhana jumlah kata yang tersusun dalam barisnya. Membutuhkan lebih dari sekedar dua kata untuk menenangkan gemuruh di dada Lin Mu terhubung efek yang dihasilkannya.

"Janji pernikahan ini, jelas-jelas dibuat oleh kakekmu. Ini juga bukan salahku," gumam Lin Mu dengan telapak tangan mengepal geram. Sosok Xiaoyue seperti pisau kecil dengan bilah tipis. Goresan sederhana, namun berdampak cukup besar setelahnya.

Kesiur napasnya dihembuskan Lin Mu cukup berat. "Lupakanlah! Lebih baik aku pulang ke rumah untuk melihat kakek lebih dulu," gumamnya memutuskan. "Tidak tahu bagaimana dengan kesehatan kakek sekarang," lanjutnya dengan muram durja tentu saja.

Sebuah taksi berwarna kuning menyala, telah berhenti tepat di hadapannya. Lin Mu lalu masuk dan melaju membawa serta segenap perasaan kacaunya.

Episode 2

Villa Keluarga Lin.

Bangunan bergaya Eropa yang terdiri dari empat lantai banyaknya. Memiliki dua pilar tegak yang menjulang di bagian depan, dari mula lantai dasar hingga berujung di puncak lantai keempat tingginya. Luas keseluruhan areanya mungkin mencapai setengah dari luas lapangan bola di Manchester. Terlalu megah untuk ukuran sebuah villa.

Pintu kembar dengan dua handle yang saling bertemu di tengahnya itu, telah tertangkap pandangan Lin Mu mulai dari beberapa jarak. Ia baru saja turun dari taksinya.

Kini kakinya telah berdiri tepat di depan pintu bercat coklat dengan ukiran klasik itu.

Telapak tangannya terulur untuk mendorongnya, namun ....

"Suara Paman Pertama, Paman Kedua, juga Bibi, sedang bertengkar," gumam Lin Mu, menghentikan geraknya spontan. Wajahnya nampak mengernyit teriring perasaan yang ... entahlah!

Tapi akan sampai kapan ia berdiri di sana? Mendengarkan perselisihan yang sebenarnya tak ingin ia dengar.

Setelah beberapa saat, mengalahkan rasa tak nyamannya, Lin Mu akhirnya memaksakan diri untuk masuk ke dalam villa. Dari sekian meter jaraknya, ketiga orang yang terdiri dari paman dan bibinya itu terlihat serius membicarakan suatu hal.

Linmu menyongsong ketiganya dengan ekspresi dingin tanpa semangat.

"Lin Mu, sudah pulang? Kakekmu melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. Sebentar lagi akan pulang. Nanti turunlah untuk makan bersama!" ujar Bibi Lin Rong.

"Umm ... aku sudah tahu. Kalau begitu, aku ke kamar dulu," sahut Lin Mu seadanya saja.

Ekspresi tak sedap ditunjukkan Lin Yitai, paman pertamanya. Ketika ia berjalan melewati bagian belakang sofa di mana pamannya itu terduduk dengan cangkir berisi teh di tangannya.

"Bocah tengik ini, semakin lama semakin tidak ada aturan! Dia bahkan tidak menyapa setelah bertemu senior."

Paman keduanya, Lin Yifu, menanggapi, "Untuk apa masih memedulikan hal ini sekarang." Lalu melanjutkan dengan seringai licik juga suara yang dipelankan, "Lagi pula hidupnya sudah tidak lama lagi."

.....

Waktu makan malam.

Lin Mu nampak bersimpuh di hadapan seorang pria berusia lanjut yang terduduk di atas sebuah kursi roda di depan tungku perapian.

Pemuda itu bahkan masih mengenakan pakaian yang sama saat pulang dari universitas tadi.

"Kakek, aku Lin Mu. Besok dan lusa aku libur. Aku bisa baik-baik menemanimu."

Wajah renta dengan banyak kerutan itu terlihat lesu. Tatapannya nampak lurus ke depan, entah membentur apa. Tak sedikit pun ia tergoda untuk menatap paras rapuh anak muda di hadapannya tersebut. "Umm, baik." Hanya sesingkat itu ia menanggapi.

Lin Mu tentu sedih karena hal itu. Kepalanya masih tertunduk, seolah tak ingin memperlihatkan gambaran ekspresinya pada si kakek. "Sejak ayah dan ibu meninggal, Kakek terus seperti ini. Tidak tahu apakah masih bisa disembuhkan atau tidak," ujarnya terselip nada putus asa.

Di saat yang sama, sebuah seruan mengalihkan perhatian Lin Mu.

"Lin Mu, ayo kemari makan!" Dialah Bibi Lin Rong.

"Baik," sahut Lin Mu singkat saja.

Dalam beberapa menit, semua sisa keluarga Lin, lengkap berada di meja makan.

Lin Mu mengambil posisi di samping Lin Yitai, berseberangan dengan Lin Yifu.

"Jika dibicarakan ...."

Kalimat yang akan dilontarkan Lin Yitai sontak terpotong, ketika secara cepat Lin Rong menyergahnya, "Belakangan rumah lelang akan melaksanakan sebuah kegiatan. Aku masih belum mengambil alih rumah lelang secara resmi. Jadi saat bekerja, pastinya sedikit tidak leluasa." Seraya menyumpit makanan yang terhidang di hadapannya.

"Kita lakukan serah terima," imbuh Lin Yitai kembali. "Belakangan ini, biarkan aku saja yang mengurus rumah lelang."

Namun Lin Yifu dengan santai menyela, "Karena tidak leluasa, Kakak Pertama jangan mengurusnya lagi. Lebih baik, biarkan aku saja yang mengurus rumah lelangnya. Aku juga bisa membantu menyelesaikan masalah Kakak Pertama." Dalam pandang tak kasat mata, bibir pria dengan brewok di sekujur dagunya itu, menampilkan seringai mengerikan yang tak siapa pun menyadari.

Sepasang sumpit yang digunakan Lin Mu terdengar berkeretak menimpa meja. Pemuda itu menaruhnya di samping mangkuk nasinya yang nampak kosong. "Aku sudah kenyang. Aku kembali ke kamar dulu," ujarnya tiba-tiba bangkit dari duduknya.

Tak ada yang menyahut. Bahkan setelah Lin Mu mulai melangkah jauh meninggalkan mereka.

Semua masih sibuk dengan pembicaraan serius bertema rumah lelang yang sepertinya sama sekali tak menarik minat Lin Mu untuk turut bergabung di antaranya.

Lin Yitai bangun dari tempatnya, terpancing. "Serahkan padamu? Aku sudah melakukan banyak hal untuk rumah lelang! Atas dasar apa menyerahkannya padamu?!" Dengan telunjuk lurus teracung pada Lin Yifu, pria berkacamata itu berseru tak setuju.

"Kamu juga ingin mengambil rumah lelang! Jaga dengan baik wilayah kecilmu saja, jangan memikirkan tentang warisan lagi!" Lin Yifu keras membalas, juga tak terima dengan hardikan Kakak pertamanya itu tentu saja.

Di serambi luar kamarnya, seolah menelan sesuatu yang pahit, Lin Mu memasang ekspresi sedih. Kedua paman dan Bibinya sibuk memperdebatkan warisan, di saat bahkan ia tak mengerti apa pun tentang hal itu.

"Ayah, Ibu ... kalian pergi terlalu cepat," gumamnya getir. Kaleng minuman bersoda yang digenggamnya pun turut merasakan kesakitan akibat dicengkramnya terlampau kencang--cukup geram dengan keadaan. "Kalian tidak melihat tampilan keluarga Lin yang sudah retak saat ini," lanjutnya menyesalkan. Telapak kanan tangannya erat terkepal, mewakilkan perasaannya yang mungkin telah mencapai titik paling menyedihkan dalam hidupnya saat ini.

"Lin Mu!"

Panggilan itu berhasil mengalihkan perhatian Lin Mu. Secara spontan ia menghela kepalanya ke belakang--tipis saja.

"Kamu memikirkan ayah dan ibumu lagi?" Dialah Lin Yifu, paman kedua Lin Mu di silsilah keluarganya.

Merasa tak begitu suka, Lin Mu kembali membalik wajahnya ke depan. "Ada hal apa Paman Kedua mencariku?" tanyanya dengan suara datar.

"Tidak apa-apa. Hanya melihat kamu belum makan, lalu sudah langsung naik. Aku kira terjadi sesuatu padamu, lalu datang melihatmu ke sini."

Pria brewok dengan rambut gondrongnya itu sudah berdiri tepat di samping Lin Mu.

"Terima kasih, Paman Kedua. Aku baik-baik saja," jawab Lin Mu seadanya.

"Lin Mu, ayah dan ibumu pergi lebih awal, Sungguh sangat disayangkan," tutur Lin Yifu seolah bersedih. "Kami empat bersaudara, tapi hanya ayahmu yang mempelajari kemampuan dari Tuan Besar. Sayangnya dia selalu terobsesi dengan akademis. Dia hanya mengerti caranya menikmati nilai budaya dari barang antik."

Sejenak diam untuk sekedar mengambil napas, Lin Yifu lantas kembali melanjutkan, "Bagaimana pun keluarga Lin adalah keluarga yang besar. Tidak sedikit orang di luar sana yang menunggu untuk diberi makan. Dia sudah mengalami kerugian yang sangat banyak ketika memimpin keluarga beberapa tahun itu. Namun Tuan Besar bersikukuh ingin dia yang mengambil alih bisnis keluarga."

Telapak kanan tangan Lin Yifu beranjak naik, lalu mendarat terentang di punggung bagian atas keponakannya. "Bicara begitu banyak, sebenarnya Paman Kedua hanya ingin memberitahu satu hal ...." Sesaat ia terdiam. Lampu-lampu di seantero kota diabsen sepasang matanya yang bergulir ke sana dan kemari. "Manusia jangan melakukan apa pun yang melampaui batas kemampuannya. Kalau tidak, itu akan sulit untuk menyelesaikannya."

Lin Mu sontak menghela wajahnya menoleh pria itu, dengan kening berkerut-kerut. "Paman Kedua, apa maksud perkataanmu ini?!" tanyanya tak cukup paham.

Namun tanpa diduga Lin Mu, telapak tangan Yifu yang menempel dipunggungnya, dengan cepat bergerak mendorong tubuhnya ke depan, hingga ...

"Aaaarrggghh ...!!" ... terjatuh dari ketinggian balkon lantai tiga yang semula dipijaknya. Lalu mendarat keras di halaman lantai paling dasar bangunan megah itu.

Darah segar yang berasal dari tubuh naas Lin Mu, terciprat ke segala arah di sekitar tempatnya terjatuh.

Dari atas ketinggian, Lin Yifu menatap tubuh keponakannya dengan seringai puas berbalut kemenangan. "Maksudku ... kamu akan memilki akhir yang sama dengan ayahmu!" Ia kemudian berteriak memanipulasi keadaan.

"GAWAAAATTT!! LIN MU TERJATUH!!!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!