"Ibuuuuuuu,Ibuuuu bangun Bu, bangun Bu!! jangan tinggalkan Ita sendiri buuu, Ibu! Ibu !!"
"Tolooong.!! tolooong Om!! Om !! Om Felix." teriak Talita, Talita berlari kesana kemari mencari Ayah tirinya.
Baru setahun ini Talita di tinggalkan sang Ayah, ibunya menikah lagi. Dan sekarang pernikahan Ibunya sudah berjalan selama 6 bulan.
Ayah tirinya baik selama ini dan Talita sudah menganggap Om Felix sebagai pengganti ayahnya.
Mungkin alasannya agar keuangan mereka terbantu dengan kehadiran sosok ayah. Tapi sudah 3 bulan belakangan ini semenjak Ibu menikah, ibu sering bertengkar dengan Om Felix.
Talita mencari Om Felix di belakang rumahnya, tapi sosok suaminya ibunya tidak ada. Talita yang baru saja pulang sekolah, dia kaget mendapati Ibunya tergeletak di bawah ranjang tak berdaya. Terlihat sedikit darah keluar dari dahi ibunya.
Tanpa pikir panjang lagi Talita meminta bantuan tetangganya. Rumah Talita agak jauh dari pemukiman warga sekitar. Talita berjalan 15 menit ke rumah Pak Sobri tetangga Talita yang paling baik. Kadang Talita mencuci pakaian di rumah Pak Sobri jika istrinya memanggil Talita. Memang hanya saat di perlukan saja Talita bisa datang mencuci baju mereka.
"Pak Sobri tolong... tolong Ibuku pak, Ibuku sakit tapi tak ada yang membantuku membawanya ke Rumah Sakit, suaminya Ibu entah ada dimana," ucap Talita setelah bertemu Pak Sobri.
"Ayo, nak cepat!! kita bawa Ibumu ke Rumah Sakit,"
"Bu, Saya minta tolong. Jika Om Felix datang, katakan Ibu saya bawa ke Rumah Sakit Harapan Bangsa," ucap Talita kepada istri Pak Sobri.
"Iya nak, nanti Ibu sampaikan," ucap Ibu Mey, istrinya Pak Sobri.
Beruntung Talita punya tetangga yang baik hati selalu menolong Talita. Entah dimana keberaaan suami ibunya. Talita pun tak ambil pusing, yang terpenting sekarang adalah kesehatan ibu Talita saat ini.
Talita pun menyiapkan apa saja yang harus di bawa ke Rumah Sakit. Talita hanya membawa uang 300rb, uang jajannya selama ini di sisihkan.
Setelah sejam menempuh perjalanan, tibalah kami di Rumah Sakit Harapan Bangsa. Dokter dan Perawat segera memeriksa keadaan Ibu Talita. Kami tak di izinkan masuk ke dalam ruangan, kami hanya bisa menunggu di luar ruangan UGD.
Talita menunggu ibunya di luar ruangan dengan hati gundah gulana, khawatir akan keadaan Ibunya. Apa sebenarnya yang terjadi?, padahal pada saat Talita pergi ke sekolah Ibunya masih baik - baik saja.
Kenapa setelah Talita pulang sekolah Ibunya malah sakit yang Talita sendiri tak tau sakit apa.
Tak lama Dokter keluar dari ruangan UGD menghampiri Talita dan Pak Sobri.
"Keluarga pasien?"
"Iya Dokter, saya anaknya. Ibuku sakit apa ,Dokter? "
"Ibumu_" Dokter melihat Talita dengan tatapan kasihan.
"Katakan Dokter, Ibu saya sakit apa"
Dokter menarik nafas panjang sebelum melanjutkan.
"Sebenarnya Ibumu terkena serangan stroke seluruh badan dek, Akibat dari terbentur kepalanya menyebabkan pecahnya pembuluh darah resikonya sekarang ini semuanya anggota tubuhnya ibumu tak berfungsi lagi dengan baik,"
Seketika tubuh Talita pun lemas tak berdaya, Talita terduduk.
"Ibuuuuu, Ibuuuu..__" seketika air mata Talita menetes dipipinya, tangis pilu terdengar.
"Sabarlah, nak. Anggap ini cobaan hidupmu"
Pak Sobri memapah Talita untuk duduk di ruang tunggu. Dokter menyarankan agar Ibu segera di operasi tapi karena Talita tak punya biaya terpaksa Talita meminta Ibunya di rawat jalan saja.
Perawat pun menghampiri Talita dan menyodorkan kertas.
"Dek, silahkan urus pembayarannya di bagian administrasi,"
"Trima kasih, suster "
Talita menguatkan hatinya, iya tak boleh lemah, karena hanya dia yang bisa menjaga Ibunya nanti. Mau mengharapkan Ayah tirinya sungguh tak mungkin. Ini saja sampai sekarang tak ada kabar dan berita suami Ibunya.
Talita meletakkan kertas di keranjang yang di sediakan admin Rumah Sakit.
"Ibu Anna Marwah "
"Iya, mbak. Saya anaknya "
"Semua 1,5jt "
"Apa bisa saya kasih DP dulu mbak, nanti sisanya setelah kami pulang dari Rumah Sakit,"
"Adek, belum ada kartu BPJS ya,"
"Belum mbak, mungkin Ibu tidak punya biaya untuk di bayar tiap bulannya,"
"Kalo begitu adik bisa minta surat keterangan dari kelurahan untuk meringankan biaya pengobatan Ibumu,"
"Baik, mbak. Ini uang DP 300rb,"
"Sebentar, saya buatkan kwitansinya. Jika sudah ada surat dari desa bisa bayar setengah biayanya saja"
"Trima kasih, mbak,"
Talita menunggu mbak admin selesai membuat kwitansi pembayaran DP, setelah mendapat kwitansi Talita kembali ke ruangan UGD menghampiri Pak Sobri.
"Bagaimana nak, biayanya berapa semua,"
"Kata mbaknya 1,5jt tapi saya harus buat surat keterangan tidak mampu biar ada keringanan membayar biaya Rumah Sakit. Jadi hanya membayar 750rb saja. Tadi saya sudah bayar 300rb sisanya setelah Ibu keluar dari Rumah Sakit."
"Ini Ada Sedikit Uang, walau hanya 200rb biar untuk nambah pembayarannya" Pak Sobri menyerahkan uang kertar warna merah sebanyak 2 lembar.
"Trima kasih Pak, semoga rezekinya bapak lancar terus. Aamiin," Talita menerima uangnya. Sebenernya dia mau menolak tapi sekarang ini dia juga butuh uang lebih untuk perawatan Ibunya nanti.
"Sama-sama nak, kok Ayah Tirimu belum kelihatan juga, padahal sudah hampir malam hari,"
"Saya juga tidak tau Pak, semoga Om Felix punya uang buat menebus obat dan pembayaran Rumah Sakit nanti."
"Bapak pergi dulu, besok istrinya bapak yang akan menjaga ibumu biar kamu bisa mengurus surat di Kelurahan nanti,"
"Baik Pak, trima kasih sebelumnya bapak sudah banyak membantu saya,"
"Sama - sama nak, bapak sudah menganggap kalian bagian keluarga bapak kok,"
"Alhamdulillah, semoga kebaikan bapak di balas oleh Allah,"
"Aamiin"
"Assalamu'alaikum,"
"Waalaikumsalam."
Pak Sobri langsung keluar menuju parkiran mobil angkotnya. Pak Sobri hanya seorang sopir angkot. Beruntung punya tetangga seperti Pak Sobri yang mau rela hati meminjamkan tumpangan untuk membawa Ibunya Talita ke Rumah Sakit.
Selama ini hanya Pak Sobri dan Istrinya yang selalu membantu Talita Dan Ibunya setelah Ayahnya Talita meninggal. Istri Pak Sobri juga baik sekali. Talita kadang menyetrika kadang mencuci tapi tidak setiap hari hanya jika di panggil Ibu Mey saja. Jika Ibu Mey sibuk atau sedang tak enak badan pasti mengajak Talita kerja. Maklum penghasilan seorang sopir pasti tidak seberapa.
Talita saat ini hanya memikirkan Om Felix kemana perginya, sampai saat ini belum datang ke Rumah Sakit. Apa sampai saat ini belum juga pulang ke rumah.
Talita sedih memikirkan kehidupannya nanti,harus menjaga dan merawat ibunya atau bersekolah.
Talita harus memilih salah satunya, jika dia bersekolah siapa yang akan merawat dan menjaga Ibunya nanti. Tapi jika dia tidak sekolah pasti masa depannya yang dipertaruhkan karena hanya bermodal ijazah SMP.
Ijazah SMP kalo sekarang ini tak bisa kerja di toko bahkan nggak bisa di pakai untuk melamar pekerjaan di perusahaan - perusahaan besar.
Talita tidak mau putus sekolah tapi bagaimana dengan ibunya ??
Strokenya menyerang seluruh tubuh Ibunya, jika hanya separuh bisa saja berjalan tapi ini semuanya anggota tubuh ibunya tak bisa di gerakkan.
Talita semakin bingung memikirkan masa depannya dan kehidupannya bersama Ibunya nanti.
Mengharapkan Om Felix, suami dari ibunya tak akan mungkin, apalagi sudah 3 bulan ini terlihat Ibu dan Om Felix sering sekali bertengkar setiap malam.
Talita tidak pernah tau apa penyebabnya,kadang dia hanya menutup telinga dengan bantal jika mendengar pertengkaran mereka sampai akhirnya tertidur.
Talita semakin kalut, jika Om Felix tau kalo Ibunya sakit stroke. Apa nanti Om Felix tetap mau bertahan dengan Ibunya nanti??
atau langsung meminta pisah, dan itu bisa saja Menambah kesedihan Ibunya nanti.
Talita berdo'a semoga dia dan Ibunya bisa tabah menjalani hari-hari nanti dan Om Felix tetap bertanggung jawab dengan kehidupan mereka nanti ke depannya.
"Ya Allah_ berikanlah aku kesabaran, keikhlasan dalam menjalani hari - harimu. Ya Rabby... Semoga Om Felix cepat sadar dan segera datang ke Rumah Sakit, dan semoga Ibu bisa sembuh dan pulih seperti sediakala, Aamiin," Talita terisak entah sudah berapa banyak air matanya menetes membasahi pipinya. Matanya bengkak karena sedari tadi menangis.
Tak lama Talita tertidur disamping Ibunya.
TBC...
Pagi hari dokter datang memeriksa Ibunya Talita, Ibunya sudah di pindahkan ke ruangan Rawat Inap kelas 3 ekonomi.
"Dokter, apa ibuku bisa pulang_ maaf Dokter, saya tak punya biaya untuk kesembuhan ibu saya "
Dokter yang melihat Talita tersentuh hatinya,gadis belia yang tak punya biaya, memaksa Ibunya pulang padahal dokter tau kalo Ibunya butuh perawatan.
"Tunggulah ibumu sadar dulu, nak. Setelah itu kamu bisa ajukan perawatan di rumah Biar nanti saya buat surat rekomendasinya"
"Untuk biaya kamu tak usah khawatir untuk rawat inap biar saya yang tanggung biayanya," ucap Dokter sambil menepuk pundak Talita.
"Trima kasih banyak, Dokter. Semoga Allah membalas kebaikan Dokter,"
"Aamiin, saat Ini kondisi Ibumu sudah stabil dan hanya menunggu Ibumu sadar saja. Kamu yang sabar ya, nak"
"In syaa Allah saya sabar, Dokter,"
"Panggil Saya Dokter Andi,"
"Saya Talita Dokter, Trima kasih...Dokter Andi ,Dokter sudah mau membayar rawat inap Ibu saya, Saya tak bisa membalas budinya Dokter Andi_ tapi saya hanya bisa berdo'a semoga Allah selalu melindungi Dokter Andi_ di mana pun berada dan memberi berkah selalu pada Dokter," ucap Talita dengan menangis tersedu - sedu.
"Baiklah, jika ibumu sudah sadar, segera panggil saya atau perawat ya.. !?"
"Baik, Dokter."
Dokter pun keluar dari ruangan dan tak lama Ibu Mey datang, seperti janji Pak Sobri jika istrinya akan datang dan akan bergantian menjaga Ibunya Talita.
"Nak, ini ibu bawakan sarapanmu.. kamu semalam makan apa?" tanya Bu Mey.
"Saya_ saya makan - makanan yang di kasih dari Rumah Sakit, Bu." jawab Talita dengan malu.
Ya.. sekarang ini bukan malu yang di pentingkan. Mau beli makanan pun tak punya uang sama sekali.
"Ini_. sarapanlah setelah itu, kamu segera ke Kantor Walikota mengurus surat keterangan tidak mampu."
Tak terasa air mata Talita menetes. Talita terharu masih ada orang baik di sekitar Talita.
"Trima kasih Bu_, trima kasih," Talita memeluk Ibu Mey.
Saat ini hanya pelukan seseorang yang mampu menguatkan Talita.
Ibu Mey memeluk Talita erat dan membelai rambutnya Talita.
"Sabar, nak_ Ini cobaanmu, sekarang makanlah terlebih dahulu."
Talita melepaskan pelukan Ibu Mey dan segera mengambil rantang makanan yang di bawa Ibu Mey.
Talita Melihat Ibunya, Ibunya belum sadar juga. Om Felix Juga belum kelihatan batang hidungnya.
Talita segera memakan makanan yang enak di bawakan Ibu Mey. Talita harus cepat ke Kelurahan Setelah Itu ke kantor Walikota.Biasanya pasti banyak yang juga mengantri di sana.
Setelah memakan makanan yang di bawakan Ibu Mey, Talita mencuci rantangan di kamar mandi umum di kelas 3 ruang rawat inap Ibunya, setelah kembali dari kamar mandi, Talita bertanya pada Ibu Mey.
"Bu_ apa Om Felix belum pulang ke rumah?,"
"Sejak kemarin ibu menunggu di depan rumahmu, tapi sampai maghrib Ibu pulang kerumah. Om kamu belum datang juga. Pagi lagi_ Ibu ke rumahmu tapi masih belum kelihatan Om Felix juga. terpaksa Ibu langsung ke sini. Jika Om Felix sudah datang. pasti Ibu menyuruhnya datang membawakan makanan Ini_" jawab Ibu Mey.
"Kemana ya_ Om Felix," Gumam Talita dengan suara kecil tapi masih di dengar Ibu Mey.
"Ibu juga kurang tau, Nak."
Sesaat kami terdiam dan ternyata ada pergerakan tangan dari Ibu Anna, ibunya Talita.
Talita segera menghampiri Ibunya, memberi pijatan - pijatan ringan di tangan dan kaki Ibu Anna.
Mata Ibu Anna perlahan - lahan terbuka dan melirik Talita dan Ibu Mey. Mungkin Ibunya Talita kaget sudah ada di Rumah Sakit, ingin berbicara tapi sudah tak bisa lagi.
"Ibu_ Ibu.. Kita ada di Rumah Sakit. Kemarin Ibu pingsan. Makanya_ Talita membawa Ibu ke sini." Talita menerangkan perihal mereka kenapa ada di Rumah Sakit.
"a.. aa.. aa "(ada di mana) lidah Ibu Anna ingin berbicara tapi serasa sulit.
"Ibu_ tenang dulu. Ita panggilkan suster dulu ya."
Talita Melihat Ibu Mey.
"Bu_ Ibu tungguin ibu saya dulu ya, Bu. Saya mau panggil suster dulu,"
"Iya, Nak." jawab Ibu Mey.
Talita berlari ke ruang suster yang hanya berjarak tak terlalu jauh dari ruangan mereka.
"Suster, Ibu saya sudah sadar,"
"Oh, iya.Tunggu sebentar ya Dek."
Suster berambut pendek segera berdiri dan mengambil alat stetoskop dan lainnya.
Setelah itu mereka berjalan beriringan ke kamar Ibu Anna tempati.
Suster memeriksa keadaan Ibu Anna, memeriksa tensi darahnya, memeriksa nadi dan kondisi tubuh Ibu Anna.
"Bagaimana keadaan Ibu saya, suster..." tanya Talita tidak sabar.
"Sejauh ini sudah stabil, Dek."
"Alhamdulillah." ucap Talita dan Ibu Mey bersamaan.
Suster meninggalkan ruang rawat inap Ibunya Anna. Saat Ini Talita fokus merawat ibunya. Dia tak memikirkan sekolahnya dulu.
"Bu, tolong jaga Ibu saya dulu. Saya akan pergi mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu, dulu,"
"Ini uang naik angkotmu, nak."
Talita melihat Ibu Mey, Talita ingin menolak karena Ibu Mey terlalu banyak membantunya.
"Jangan di tolak, nak_ jarak Rumah Sakit ke desa kita agak jauh, tak mungkin kamu jalan kaki," Ibu Mey menyerahkan uang 50 ribu'an pada Talita. Dan Talita memasukkannya dalam saku celananya.
"Trima kasih, Bu,"
"Sama - sama, nak."
Talita mendekati Ibunya dan berkata.
"Ibu_ ibu sama Ibu Mey dulu ya. Talita mau ke kantor Kelurahan. Mau urus Surat Keterangan Tidak Mampu, biar bisa meringankan uang pembayaran Rumah Sakit ini, Bu."
Ibu Talita hanya mengangguk dan tak terasa air matanya menetes di pipinya, anaknya yang masih belia tapi harus berjuang untuknya. Ibu Mey yang melihatnya hanya menguatkan Ibu Anna.
Ibu Mey mendekati Talita dan menyakinkan Talita.
"Kamu jangan khawatirkan Ibumu, ada Ibu dan para suster di sini,"
"Iya, bu_ Ita pergi dulu. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikum salam." jawab Ibu Mey.
Talita berjalan menyusuri koridor Rumah Sakit,dalam pikiran Talita hanya bagaimana Ibunya bisa sembuh lagi jika tak di tangani Dokter.
Sampailah di tepi jalan raya, Talita menghentikan angkot menuju ke rumahnya terlebih dahulu untuk mengambil surat - surat penting yang di perlukan di kantor Kelurahan dan Kantor Walikota nanti.
"Depan, Pak." ucap Talita setelah melihat lorong yang menuju ke rumahnya.
Angkot pun menghentikan kendraannya dan sopir mengambil uang yang di beritakan Talita. Sisa uang kembalian 45rb Artinya hanya butuh 5 ribu untuk pembayaran dari Rumah Sakit ke rumahnya.
"Trima kasih, Pak" ucap Talita sambil turun dari angkot.
Talita segera menuju ke rumahnya.. tampak rumahnya sepi, artinya Om Felix belum kembali juga.
"Om Felix kemana sih, sudah 2 hari tak pulang ke rumah. Apa Om Felix tidak punya tanggung jawab sama Ibu sih " batin Talita dalam hati yang heran sampai hari ini Om Felix tidak pulang - pulang ke rumahnya.
Talita segera mengambil surat yang di perlukan dan berjalan ke kantor Kelurahan yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumahnya, setelah itu Talita akan menuju ke Kantor Walikota agar surat - suratnya lengkap. Setelah lengkap Talita akan menyerahkan pada administrasi Rumah Sakit agar bisa di proses sekaligus meminta Ibunya di rawat jalan saja.
Sesampai di kantor Kelurahan... beruntung belum banyak orang yang mengantri di kantor Kelurahan hanya 2 orang saja.
Talita duduk di pojokan sambil melihat apa sudah lengkat surat yang di bawa. Setelah 10 menit tiba lah giliran Talita.
Talita menyerahkan foto KTP Ibunya dan Kartu Keluarga.
"Ada yang bisa saya bantu, Dek," tanya petugas di Kantor Kelurahan.
"Ini kak, saya mau mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu. Surat ini untuk di pakai meringankan biaya Rumah Sakit Ibu saya, kak," jawab Talita.
"Oke sebentar ya, Dek,"
"Trima kasih, Kak."
Talita kembali ke tempat duduknya menunggu Surat Keterangan selesai di buat. Setelah itu dia akan kantor Walikota.
Butuh 30 Menit selesai suratnya di buat dan di serahkan pada Talita. Setelah itu Talita langsung ke kantor Walikota. Sama seperti di kantor Kelurahan, ternyata tidak ramai seperti biasanya sehingga surat yang Talita buat cepat selesai.
Dan akhirnya Talita kembali ke Rumah Sakit.
TBC....
*** Jangan lupa like, komentar, kritik, saran, vote dan beri hadiah di ceritaku ini ya readers...
Setelah perjalanan menuju ke kantor Walikota, Talita segera menuju ke Rumah Sakit kembali untuk melihat keadaan Ibunya.
"Assalamualaikum,"
Talita masuk ke ruangan dengan membawa secarik kertas.
"Wa'alaikum salam, nak," jawab Ibu Mey.
"Bu, saya ke bagian administrasi dulu ya, mau serahkan kertas ini,"
"Istirahat dulu nak, minumlah air terlebih dahulu. Kamu pasti sangat capek,"
"Tidak apa-apa, bu,"
Bagi Talita jika semua sudah bisa dia kerjakan, dia akan mengerjakannya. Bagi Talita lebih cepat akan lebih baik.
"Baiklah, nak. Pergilah."
Talita segera menuju ruangan administrasi dan ternyata Dokter Andi sudah menyelesaikan sisa pembayaran perawatan Ibu Anna, ibunya Talita.
"Alhamdulillah, uang 200rb ini untuk kebutuhan Ibu nanti."
Beruntung kemarin Pak Sobri memberikan Talita uang, jadi untuk pegangannya nanti.
Talita memasuki ruangan kelas 3 di mana Ibunya lagi di rawat dan ternyata Om Felix sedang berdiri di samping Ibunya.
Om Felix tampak Marah, Ibu Mey pun terdiam.
"Om, kenapa Om marah sama Ibuku," tanya Talita yang penasaran.
Bisanya dari kemarin Om Felix tidak datang, Begitu datang hanya buat keributan saja.
"Ibu kamu ini_ hanya bikin susah saja! kenapa kamu bawa Ibumu ke Rumah Sakit. Emang kamu punya biaya? hah..." bentak Om Felix
"Om, jangan khawatir semua biaya Ibu. Aku sudah mengurus pembiayaan ibu pakai SKTM dan Alhamdulillah ada Dokter yang mau membantu sisa pembayaran perawatan Ibu"
"huh... udah susah, malah bikin susah lagi!! kamu saja yang rawat Ibumu...aku tak perduli lagi kepada ibumu!!"
Om Felix langsung Pergi meninggalkan kami semua dan Ibu Talita hanya terlihat meneteskan air matanya.
Talita yang melihat Ibunya menangis segera mendekati ibunya.
"Bu... jangan dengarkan perkataan Om Felix. Ibu tidak menyusahkan siapa - siapa. Kalo soal merawat Ibu_ Talita akan selalu merawat Ibu karena itu sudah kewajiban Talita"
"aa.ii. aa.. uu," *(makasih anakku)*
"Trimakasih Ya Allah, kau menghadirkanku malaikat cantik seperti Talita, aku yang salah. Salah memilih pasangan hidupku" Gumam Ibu Anna, ibunya Talita dalam hati.
"Sudah, Ibu sebaiknya istrahat saja, Talita ada disini yang akan merawat Ibu"
Talita memeluk Ibunya dan tak terasa air mata Talita menetes di pipinya.
Tesss..
Talita segera menghapus air matanya.
Ingin sekali Talita menangis, tapi jika nanti di lihat Ibunya pasti ibunya juga akan sangat sedih.
Siapa lagi yang akan menguatkan ibunya jika bukan Talita sendiri.
Ibu Mey datang menghampiri Talita dan mengusap kepalanya.
Anak umur 16 tahun yang masih sekolah,sudah mempunyai beban hidup yang sangat besar. Harus bisa jadi tulang punggung dan sekaligus merawat Ibunya.
"Ibu, Trima kasih sudah mau menemani ibu saya. saya tak tau bagaimana jika tidak ada Ibu dan Pak Sobri,"
"Sama - sama, Nak."
Ibu Mey pamit pulang karena hari sudah sore. Ibu Mey juga harus mengurus suami dan anaknya. Jadi tak mungkin harus menemani Talita terus.
Talita duduk termenung melihat Ibunya yang sedang Tidur. Ada rasa sedih dan kecewa yang sangat dalam Talita.
Sedih karena Om felix datang hanya menyalahkan ibunya, kecewa karena mengapa ibunya bisa menikah dengan laki-laki yang tak bertanggung jawab sama sekali.
Andai... Ayah masih hidup.
Tak lama Dokter Andi masuk memeriksa keadaan Ibunya Talita.
"Bagaimana Dokter keadaan Ibu saya,"
"Sepertinya Ibumu sudah mulai stabil. Harusnya Ibumu di operasi,"
"Saya sebenarnya ingin juga Ibu sembuh Dokter, tapi saya benar-benar tak punya biaya"
"Kalau Begitu, besok sudah bisa pulang"
"Alhamdulillah, Terima kasih Dokter sebelumnya,"
"Sama-sama, nak."
Dokter Andi meninggalkan Talita bersama Ibunya.
Talita duduk disamping Ibunya dan Talita memegang tangan Ibunya.
"Ibu_ maafkan Talita, maafkan Talita ya bu_ harusnya Ibu dioperasi... tapi Talita tidak punya biaya, sedangkan Om Felix yang di harapkan tak mau tau, dan sekarang Om Felix tak tau ada di mana."
Talita terisak di samping ranjang Ibunya. Talita tak tau harus berbuat apa. Yang Talita sekarang ingin lakukan hanya merawat Ibunya sampai pulih dan sembuh.
Tak terasa Talita tertidur dalam posisi duduk dan sambil memegang tangan Ibu.
Ibu Anna terbangun,,, ingin sekali mengusap rambutnya Talita, tapi apa daya seluruh tubuhnya kaku. Hanya air mata yang menetes menandakan sebuah penyesalan yang teramat dalam.
Flashback On.
Hari itu Om Felix meminta uang pada Ibunya Talita. Setiap hari Om Felix hanya taunya meminta uang, meminta uang pada Ibunya Talita.
"Mana uang kamu, yang gajian kemarin!!" Bentak Om Felix pada Ibunya Talita
"Mas, kamu kan ojek. kok, tidak punya uang sama sekali. Uangku sudah kamu ambil sebagian, kamu kemanakan?? jangan bilang kamu main judi lagi!!!"
"Sudah habis, aku kalah taruhan. Cepat kasih uang sama saya lagi!! nanti kalo aku menang aku kasih uangku ke kamu lagi!!,"
"Aku sudah tak punya uang, mas."
Om Felix mengacak-ngacak lemari pakaian,mencari sesuatu yang bisa di jualnya.
"Mas, apa yang kamu lakukan!!! "
"Minggir!!! "
"Tidak mas, jangan ambil perhiasanku,"
"Minggir,,,!!!, aku bilang minggir.. minggir...!!! "
"Jangan mas, aku mohon... "
Ibunya Talita tetap berada di depan lemari pakaiannya.
"Jangan salahkan aku jika aku berbuat kasar padamu,"
"Jangan, aku mohon mas_ ini untuk kebutuhan Talita nanti,"
"Nanti aku ganti !!! kamu jangan pelit sama aku!!"
"Tidak mas, aku tak izinkan kamu mengambil perhiasanku,"
"Oke, baiklah !! aku minta baik - baik kamu tetap tidak memberikannya. Jangan salahkan aku jika aku berbuat kasar padamu".
Om Felix yang marah melihat Ibu Anna tetap berada di depan lemari segera menarik Ibu Anna agar menyingkir dari tempatnya.
Terjadilah tarik - menarik, karena tenaga Ibu Anna tak sebanding dengan om Felix akhirnya Ibu anna terjatuh, kepala bagian belakangnya terbentur ranjang setelah itu dahinya membentur lantai.
Ibu Anna pingsan seketika, Om Felix membiarkan Ibu Talita tetap terbaring lemah. Dia segera mengambil perhiasan milik Ibunya Talita. Lalu pergi meninggalkan rumah.
Uang hasil penjualan perhiasan hanya di gunakan untuk taruhan judi, sudah 3 bulan ini Om Felix punya kebiasaan buruk dengan bermain judi.
Padahal sebelum menikah dengan Ibu Anna,Om Felix sangat baik. Walaupun kerjaannya hanya ojek di pangkalan terminal. sudah 3 bulan ini Om Felix salah pergaulan.
Ya.. maklum lagi pandemi semua serba susah, apalagi ojek sekarang semua melalui aplikasi. Karena itu, Om Felix mencoba peruntungan dalam bermain judi padahal itu hanya merugikan diri sendiri.
Flashback Off.
Talita terbangun karena mendengar Ibunya Talita terisak, mengingat kejadian sebelum dia masuk Rumah Sakit.
"Ibu_ Ibu jangan sedih, ada Talita disini, Ibu jangan banyak pikiran dulu,"
"Ii.. uu.. eee.. iih" (ibu sedih) kata Ibunya Talita dengan terbata-bata dan tak jelas.
Tapi Talita tau kalo Ibunya sedih dengan keadaannya.
"Sudah... Ibu jangan sedih. Ibu semangat untuk sembuh saja ya,"
"iiaa.. akk" (iya, nak)
Talita memeluk Ibunya dan mencium seluruh wajah ibunya. Hanya itu yang bisa dilakukan untuk menguatkan hati Ibunya.
Tesss.. tess...
Talita segera menghapus air matanya, dia tak ingin Ibunya melihatnya menangis.
"Ini makan malamnya." seorang wanita paruh baya membawakan jatah makan malam.
Benar.. di Rumah Sakit ini setiap pasien mendapat jatah makan pagi, siang dan sore.
"Trima kasih, Bu." jawab Talita.
Di ruangan ini terdapat 6 ranjang pasien. Maklum Talita hanya bisa di kelas 3 ekonomi,berisi 6 pasien. Bagi Talita tak masalah asal Ibunya bisa sembuh dan pulih lagi.
"Ibu, makan dulu ya_ setelah itu minum obatnya lagi."
Ibunya hanya mengangguk dan Talita mulai menyuapi bubur dengan perlahan - lahan ke ibunya agar buburnya tidak tumpah.
TBC....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!