NovelToon NovelToon

CALON IMAMKU

1

Suasana pagi yang selalu sama, di awali dengan pertengkaran, percekcokan dan amarah besar. Begitulah yang terjadi setiap pagi bahkan setiap hari jika kedua orang tuanya bertemu.

Hany Sakinah adalah anak tunggal dari pasangan Broto Setyo dengan Amalia. Hany Sakinah berasal dari keluarga yang sangat kaya raya. Kedua orang tuanya memiliki harta berlimpah dengan aset dan Investasi di setiap kota besar di seluruh negeri.

Ayah Broto seorang pengusaha sukses dengan kepemilikan harta milliyaran rupiah, sedangkan Amalia adalah seorang model cantik dengan berbagai usaha di bidang yang sama.

Kedua orang tuanya selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Dari pagi hingga petang masih saja berada diluar rumah untuk mencari nafkah, seolah hartanya yang tidak mungkin habis tujuh turunan itu tidak membuat mereka berpuas hati dan masih saja mencari keuntungan dari semua bisnisnya itu.

Hany Sakinah akrab disapa Hany tercatat sebagai siswi kelas XII IPA di salah satu Sekolah Favorit di kotanya. Hany adalah siswi yang cerdas dan pintar, tingkat kecerdasannya melebihi rata-rata siswa siswi lainnya. Hany selalu menjadi juara umum dikelasnya bahkan juara umum se-angkatannya.

Hany adalah gadis periang, ramah, baik dan lemah lembut. Aya, adakah sahabat karib Hany, sahabat yang selalu ada baik suka dan duka. Aya juga hampir sama seperti Hany, Aya juga berasal dari keluarga yang sangat kaya raya, keluarga memiliki showroom mobil terbesar yang tersebar di seluruh negeri.

Suasana di ruang makan semakin riuh, padahal hanya ada dua orang dewasa disana, ada Mama Amalia dan Papa Broto yang sedang beradu argumen. Hany keluar dari kamarnya dan sudah rapi dengan seragam sekolahnya, rok abu-abu selutut dengan baju seragam yang sedikit ketat. Tas ranselnya sudah berada di punggung Hany, pertanda gadis belia itu sudah akan berangkat sekolah.

Hany menuruni anak tangga rumahnya menuju ruang makan untuk ikut sarapan bersama kedua orang tuanya. Sebenarnya ada satu hal yang ingin disampaikan oleh Hany kepada orang tuanya tentang surat peringatan dari sekolah untuk mendatangkan salah satu dari wali murid pada hari ini tepat pukul sembilan pagi di ruang kepala sekolah.

Hany sudah duduk di kursi meja makan dan mengambil sepotong roti yang sudah di olesinselai cokelat kesukaannya dengan segelas susu putih full cream. Hany mulai memakan dan mengunyah roti tersebut.

Kedatangan Hany sama sekali tidak di pedulikan oleh kedua orang tuanya. Mereka tetap saja beradu argumen dan saling menunjuk satu sama lain.

Hany duduk seperti melihat tontonan gratis perdebatan kedua orang tuanya itu.

"Ekhemmm ..." Hany berdehem dengan sangat keras hingga suaranya terdengar memekakkan telinga kedua orang tuanya itu.

Mama Amalia dan Papa Broto menoleh ke arah Hany secara bersamaan. Menatap tajam ke arah Hany yang dengan tenang membalas tatapan kedua orang tuanya secara bergantian.

Hany melepas tas ransel dan mengambil amplop putih yang diletakkan di atas meja makan tepat di depan Papa Broto.

Papa Broto melotot menatap Hany dengan tajam.

"Apa ini Hany?" tanya Papa Broto dengan tegas.

"Papa kira itu apa? Buka saja, Papa pasti akan tahu isinya," ucap Hany pelan dan dengan wajah tenang.

Mama Amalia mengambil amplop itu dan membuka surat yang ada di dalamnya. Tertulis dengan huruf kapital dan tercetak tebal, SURAT PERINGATAN.

"SURAT PERINGATAN!! Apa ini Hany? Coba jelaskan pada Mama?" tanya Mama Amalia dengan suara keras.

Hany membuka topinya, lalu menatap Mama Amalia.

"Hany ketawan pihak sekolah sedang balapan liar di jalan baru bersama teman-teman," ucap Hany dengan tenang tanpa dosa.

"Apa!! Bikin malu keluarga saja!!" ucap Papa Broto dengan suara lantang sambil menggebrak meja dengan sangat keras.

Hany hanya terdiam dan menunduk. Rasa hormatnya kepada Papa Broto masih di kedepankan bukan sebagai anak durhaka yang kurang kasih sayang dan tidak memiliki adab dan akhlak yang tidak baik.

"Papa saja yang datang ke sekolah, Mama malu, apa kata orang, seorang model senior yang cantik, anaknya mendapatkan surat peringatan karena balapan liar?!" ucap Mama Amalia sambil meletakkan surat beserta amplopnya di meja makan.

Papa Broto mendengus kesal.

"Jangan harap Papa akan datang ke sekolah kamu, Hany! Papa itu sibuk, tidak ada waktu untuk mengurus hal-hal seperti ini," ucap Papa Broto dengan sangat tegas.

Papa Broto beranjak dari duduknya dan berlalu pergi meninggalkan menjadi makan menuju arah depan untuk berangkat ke kantor. Sedangkan Mama Amalia berpura-pura sibuk dengan ponselnya dan ikut beranjak dari kursi dan meninggalkan Hany di ruang makan itu sendirian.

Hany hanya menatap nanar kepergian kedua orang tuanya yang tidak pernah perduli pada dirinya.

Kedua kakinya menendang kaki meja berulang kali dengan sangat keras karena kesal.

Hany hanya menarik napas panjang dan mengeluarkan perlahan untuk menenangkan pikiran dan hatinya.

Langkah kakinya gontai menuju teras depan untuk segera berangkat ke sekolah.

"Non Hany?" panggil Mbok Yum pelan kepada Nona mudanya itu.

Hany menoleh ke arah Mbok Yum.

"Ada apa Mbok?" tanya Hany pelan kepada Mbok Yum.

"Maaf, tadi Mbok Yum tidak sengaja mendengar ucapan Tuan dan Nyonya yang tidak mau hadir kenm sekokah. Biarkan Mbok Yum saja yang datang ke sekolah untuk menemui kepala sekolah Nona," ucap Mbok Yum dengan pelan dan lembut.

Hany menatap ke arah Mbok Yum dengan mata berbinar.

"Mbok Yum benar mau datang? Ke sekolah Hany?" tanya Hany mengulang kembali.

Mbok Yum menganggukkan kepalanya pelan lalu tersenyum lebar.

"Itu juga kalau Nona tidak malu jika Mbok Yum yang datang ke sekolah," ucap Mbok Yum pelan.

Hany tersenyum manis.

"Hany senang Mbok Yum mau membantu dengan hadir ke sekolah menjadi wali murid bagi Hany," ucap Hany pelan menjelaskan.

"Mbok Yum itu sudah lama kenal dengan Kakek Bram. Kakek Bram selalu mengamanahkan untuk menjaga dan merawat Nona Hany dengan baik, karena Nona Hany adalah cucu satu-satunya Kakek Bram," ucap Mbok Yum menjelaskan dengan pelan.

"Jadi rindu Kakek Bram dan Nenek Inggit," ucap Hany pelan sambil mengerjapkan kedua matanya.

"Mbok Yum besok ijin pulang ke kampung, mau nengok rumah sekitar dua hari saja," ucap Mbok Yum kepada Nonanya.

"Iya Mbok Yum, nanti biar Hany ijinkan ke Papa dan Mama, lagi pula merek berdua sibuk, tidak ada waktu untuk mnegurusi hal kecil seperti ini," ucap Hany pelan.

"Terima kasih Non Hany. Nanti Mbok Yum ke sekolah jam berapa?" tanya Mbok Yum kepada Hany.

"Jam sembilan Mbok Yum, nanti minta diantar Pak Pardi ya," ucap Hany pelan menitah.

"Baik Non," jawab Mbok Yum pelan.

Hany segera ke sekolah menggunakan motor besarnya yang sudah di modifikasi untuk balapan.

2

Hany sudah mengendarai motor besarnya, motor yang selama ini menjadi sahabat karibnya dan selalu ada setiap dibutuhkan. Motor yang selalu memenangkan pertandingan balapan liar ini sering menjadi perbincangan kaum adam.

Suara knalpot yang khas pertanda motor tersebut kepemilikan Hany sang readers. Motor besar itu melaju sangat kencang dan berbelok memasuki parkiran sekolah yang berada di ujung gedung kosong.

"Hany!!" panggil Aya dengan suara keras dan berlari menghampiri Hany yang masih melepaskan helm full facenya.

Hany menoleh ke arah Aya yang masih berlari kencang ke arahnya.

"Aya?" jawab Hany lantang.

Aya berlari sekuat tenaga, hingga terengah-engah sampai di depan Hany.

"Mobil kemana?" tanya Hany pelan kepada Aya yang terlihat kusut tak karuan.

Aya mendengus kesal dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Mobil Aya di sita, ponsel juga, gara-gara surat peringatan itu," teriak Aya keras.

Aya adalah gadis baik dan manja, suaranya cemprengnya menjadi kekhasan gadis manja itu.

"Bobby mana? Gara-gara tuh anak pake cerita ke guru BK segala," ucap Hany kesal mengumpat salah satu sahabatnya.

"Eh, Hany, biar begitu Bobby itu banyak membantu si Hitam ini menang balapan, alhasil uang kita sudah terkumpul banyak untuk membuka usaha kafe," ucap Aya dengan mata berbinar.

Hany hanya mengangguk pelan dan melepas jaket kulit yang masih terpasang di tubuhnya.

"Yuk, ke kelas, Ayahmu datang Aya?" tanya Hany singkat.

"Bunda yang mau datang, Ayah sudah marah besar bisa-bisa Aya dipindahkan dari sekolah ini," ucap Aya pelan mengingat kejadian tadi pagi saat Ayahnya murka membaca surat panggilan dari sekolah.

Kalau bukan Bunda Angel sebagai penengah maka Ayah Dika pasti akan memindahkan anak semata wayangnya itu ke pesantren sesuai janjinya dahulu.

Hany hanya menyimak dan mendengarkan Aya yang terus saja berbicara kekesalannya tadi pagi tiada henti.

"Udah ngerjain tugas matematika belum? nyerocos aja dari tadi, gak cape apa?" tanya Hany pelan dan lembut kepada Aya.

Aya mendengus dengan kesal dan mengerucutkan bibirnya ke depan hingga maju beberapa sentimeter.

"Hany..." teriak Aya dengan suara cemprengnya.

Kelas XII IPA, kelasnya anak-anak pintar, kelas ini terkenal dengan siswa siswinya yang jenius. Kelas yang selalu membawa harum nama sekolah dalam lomba sains yang sering di adakan di kota itu.

Tepat jam sembilan pagi, Mbok Yum sudah datang ke sekolah dan menghadap kepada kepala sekolah untuk mendapatkan nasihat agar menjaga putrinya. Saat ini sudah kelas tiga agar tidak banyak bermain dan seharusnya lebih banyak belajar untuk menghadapi ujian nasional yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi.

Hany menunggu di depan ruangan kepala sekolah. Sudah setengah jam lamanya, Mbok Yum tidak keluar juga dari ruangan itu.

"Non Hany?" panggil Mbok Yum pelan.

Mbok Yum sudah keluar dari ruangan kepala sekolah lalu menemui Hany yang berdiri membelakangi pintu kantor kepala sekolah.

"Mbok Yum, gimana?" tanya Hany pelan, perasaannya ikut panik juga, secara gadis yang selalu mendapatkan gelar juara umum itu sekarang tersandung kasus balapan liar hingga mendapatkan surat peringatan dari sekolah.

"Besok lagi jangan diulangi Non. Non Hany sudah kelas tiga, jangan membuat onar, kasihan Papa dan Mama, Non," ucap Mbok Yum pelan menasehati.

Hany terdiam, awalnya melakukan balapan ini hanya sekedar hobby, namun lama-kelamaan menjadi suatu rutinitas yang harus dilakukan seiring namanya yang semakin tenar di dunia perbalapan liar.

Nama si Hitam pun kini menjadi trending topik di dunia perbalapan liar. Si Hitam dengan stiker hello kitty berwarna pink menjadi ciri khas yang sudah melekat.

"Iya Mbok Yum, Hany mengerti," ucap Hany pelan.

"Mbok Yum pamit Non, sekalian mau beres-beres untuk pulang nanti sore," ucap Mbok Yum pelan.

Hany menatap Mbok Yum seolah ingin bertanya seauatu

"Mbok Yum, boleh Hany ikut? Hany ingin bertemu dengan Kakek," ucap Hany dengan nada memohon.

Mbok Yum tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya pelan.

"Boleh Non, tapi Mbok Yum naik angkutan umum," ucap Mbok Yum pelan.

"Biar nanti diantar Pak Pardi, Mbok, atau Hany akan pinjam mobil ke Papa, mobil Hany yang disita Papa karena knalpotnya diganti dengan yang berisik," ucap Hany pelan menjelaskan.

"Baik Non, nanti Mbok Yum akan bicara pada Pak Pardi," ucap Mbok Yum pelan.

Mbok Yum berlalu pergi untuk kembali pulang, dan mempersiapkan diri serta berkemas-kemas untuk pulang ke kampungnya sore ini bersama Nona Mudanya.

"Hany, kemana aja?" tanya Aya pelan sambil menggandeng tangan Bundanya yang baru saja datang ke sekolah.

"Habis anter Mbok Yum," ucap Hany pelan.

"Ini Bunda Angel baru saja datang, jalanan macet," ucap Aya pelan menjelaskan.

Aya langsung mengantarkan Bunda Angel masuk ke dalam kantor kepala sekolah untuk bertemu dengan Kepala Sekolah yang telah memberikan SURAT PERINGATAN kepada beberapa siswa siswi yang terlibat dalam pertandingan balapan liar tersebut.

Siang ini, semua siswa-siswi dipulangkan lebih awal dikarenakan akan ada rapat guru yang membahas tentang lomba sains yang akan diadakan di kota ini.

Hany, Aya dan Bobby sudah duduk di kursi kayu tempat mangkal bakso yang ada di halaman sekolah.

"Hany, traktir gw ya," ucap Bobby setengah berteriak.

Hany hanya mengangguk pelan dan memesan tiga mangkok bakso.

"Hany mau ke kampung, ketemu Kakek Bram," ucap Hany pelan memberitahukan kepada kedua sahabatnya itu.

"Berapa hari, besok kan bukan waktu libur," ucap Aya kepada Hany.

"Sesekali kita butuh sesuatu yang tidak monoton, biar ada gairah hidup tersendiri," ucap Hany kepada kedua sahabatnya itu.

"Hany, balapan dulu yuk, siang ini ada tanding sama anak speed, hadiahnya lumayan, mau gak? kalau mau gw kontek nih si Ardian," ucap Bobby dengan sangat antusias.

Hany tampak berpikir keras, pikirannya mengikuti hawa nafsu pasti mau, tapi rasanya kok kayak gak enak dan malas buat tanding.

"Ikut aja Hany, kita kan selalu ada buat mendukung kamu, sebagai tim hore," ucap Aya pelan kepada Hany.

Hany menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Gak lah, males," jawab Hany singkat.

"Hadiahnya sepuluh juta, trek pendek, bukan yang jauh, cuma lima tikungan," ucap Bobby memberikan arahan agar joki kesayangannya ini mau ikut turun dalam balapan.

"Ikutan ya Hany sayang," ucap Aya dengan nada memohon. Kedua matanya dikerjakan agar memberikan kesan manja.

Hany mendengus kesal. Hany paling tidak bisa menolak permintaan seorang sahabat, walaupun itu kurang baik bagi dirinya.

"Oke Hany ikut turun, tapi cek motor Hany dulu ya Bobby setelah makan bakso," ucap Hany menitah.

"Siap bos cantik," ucap Bobby penuh semangat.

3

Ketiga sahabat itu sedang berkumpul di base camp, bengkel biasa tempat mereka bertiga nongkrong dan memodifikasi motor Hany agar semakin cepat dan terdepan.

Asep adalah orang kepercayaan Bobby untuk memodifikasi motor Hany, selama ini hanya Asep yang mengutak-atik agar motor besar tersebut bisa berlari kencang saat ditrek lurus untuk turun balapan.

Hany dan Aya duduk bersandar menunggu si Hitam yang masih dalam eksekusi orang-orang kepercayaannya.

"Kamu pasti menang seperti biasanya Hany, secara skill kamu itu keren dan sudah teruji," ucap Aya pelan sambil memakan rujak buah yang tadi dibelinya di jalan saat akan ke bengkel.

Hany hanya diam melihat keadaan disekelilingnya. Hari ini rasanya beda, hawanya seperti aneh tidak seperti biasanya.

"Bobby, acara jam berapa sih?" tanya Hany keras ke arah Bobby.

"Habis isya Han, kenapa? Gw udah deal lho, jangan dibatalin bisa kena pinalti kita," ucap Bobby pelan menjelaskan.

"Hany mau ke kampung Kakek Bram sama Mbok Yum, tapi kalau ada pinalti biarkan Hany maju dulu baru pulang," ucap Hany pelan sedikit ragu.

"Thanks ya Han, loe emang joki terbaik dan bertanggungjawab, kalau bete, tuh ada tempat nongkrong baru, Kafe Janji Mantan, katanya sih pemiliknya super duper ganteng kayak Arab," ucap Bobby pelan sambil menunjuk ke arah Kafe yang berada tepat di seberang bengkel Asep lalu terkekeh pelan.

Hany menganggukkan kepalanya pelan sambil menatap Kafe baru tersebut yang terlihat sangat elegan.

"Hany sama Aya pulang dulu aja, nanti kesini lagi, paling sore bisa ambil si Hitam, gimana Bob?" tanya Hany pelan ke arah Bobby yang masih membantu Asep memasang beberapa baut di motor besar milik Hany.

"Ambil habis ashar aja ya Han, mau Abang tes dulu motornya nyaman atau gak buat balap," terang Asep yang ikut menjawab pertanyaan Hany.

"Tuh, si Abang udah jawab, ini kunci mobil gw, bawa balik ya," jelas Bobby kepada Hany sambil melempar kunci mobil miliknya.

Hap ...

Tangkapan yang pas tepat di telapak tangan Hany.

"Aya, balik, mau ke rumah apa ke rumah Hany?" tanya Hany setengah berteriak.

"Mau pulang ke rumah aja, biar nanti malam di jemput Bobby aja," ucap Aya pelan masih mengunyah mangga muda yang terlihat asam itu, wajahnya jelek saat mengunyah buah asam itu, lidahnya juga berkecap-kecap tidak jelas merasakan keasaman mangga muda itu.

"Kenapa muka Aya meringis gak jelas gitu?" tanya Hany pelan kepada Aya sambil berjalan ke arah mobil Bobby yang terparkir agak jauh dari bengkel.

"Asem Han, Ya Allah, baru ini ngerasain yang begini," ucap Aya dengan suara manjanya.

Suara bising dari knalpot mobil Bobby membuat orang-orang disekitar yang terlewati melihat ke arah mobil tersebut. Mobil BMW yang sudah diceperkan hingga tidak bisa melaju dengan kencang, jika bukan dibtrek lurus tanpa polisi tidur, berkali-kali mobil itu harus mengesrek polisi tidur pada bagian bawah mobil.

"Rusak deh ini mobil Bobby, masuk ke perumahan kamu Aya," ucap Hany sambil terkekeh pelan.

"Loe itu emang ya Han, gw doain loe itu dapet ustad yang alim, biar loe gak bar bar begini, kayak apa loe kalau pake gamis dan hijab, secara rambut loe itu keren panjang, lembut, halus dan sedikit ikal," ucap Aya pelan yang masih terus berceloteh memuji Hany.

"Aamiin, Hany aamiinin ya dapet ustadnya," ucap Hany pelan lalu tertawa terbahak-bahak.

"Kejadian baru tahu rasa, hei Hany istri ustad, tapi Ustad siapa ya?" ucap Aya pelan menyadari kebodohannya.

"Nah itu, mana ada Ustad yang mau sama Hany, ustad itu ya nikahnya sama Ustadzah, bukan sama joki motor kayak Hany," ucap Hany pelan yang masih fokus mengendarai mobil.

"Kun fayakun," ucap Aya sambil tertawa terbahak-bahak.

Mobil Bobby sudah berada di depan rumah Aya.

"Mau mampir gak? Bunda habis masak enak kayaknya, nanti malam mau ada tamu, sahabat Ayah dari luar kota," ucap Aya pelan menjelaskan.

"Hany mau beres-beres biar nanti malam langsung pergi ke tempat Kakek Bram sama Mbok Yum," ucap Hany pelan.

Hany langsung menginjak gas mobil dengan kencang setelah mengantarkan Aya dan berpamitan untuk segera pulang.

Mobil Bobby memang paling enak dibawa melaju kencang.

Cit ...

Bunyi rem kaki yang diinjak dengan sangat mendadak dan sangat dalam membuat tubuh Hany terhuyung ke depan. Hany terkejut melihat seorang bocah yang menyeberang tanpa melihat kanan kiri, hingga mobil yang dikendarai Hany hampir saja menabraknya.

"Astagfirullah ..." teriak Hany didalam mobil dengan keras.

Jantungnya berdegup dengan sangat keras menatap bocah laki-laki itu yang sama terkejutnya seperti Hany hingga terjatuh ke jalan.

Satu orang Bapak mengetuk kaca jendela Hany dengan sangat keras.

Tok ...

Tok ...

"Turun!!" teriak keras seorang Bapak dari arah luar kaca jendela mobil.

Hany tidak takut hanya saja malas berdebat dan ujung-ujungnya pengendara mobil yang disalahkan.

Hany keluar dari mobilnya dan berdiri di samping mobil itu menatap ke arah bocah laki-laki yang terjatuh tadi.

"Lihat, itu anak saya jatuh, kamu anak ingusan sudah gaya bawa mobil, sekarang tanggung jawab!!" teriak Bapak itu dengan sangat keras.

Bapak itu menunjuk ke arah bocah laki-laki yang diakui sebagai anaknya dan berjalan menghampiri anak itu yang menatap ketakutan pada Bapak yang berkulit gelap dan besar itu, perawakannya seperti preman.

"Ada apa ini?" tanya seorang laki-laki bertubuh tegap, ganteng seperti keturunan Arab.

"Lihat gadis ingusan ini menabrak anak saya dan tidak mau bertanggung jawab malah akan kabur kalau tidak saya cegah," ucap Bapak itu dengan lantang.

"Ini adik saya, sejak tadi mobil saya terparkir disana, adik saya tidak menabrak anak Bapak, lihatlah anaknya juga tidak terluka. Jatuh karena kaget ada mobil datang dari arah berlawanan. Ini rekamannya juga ada, jadi Bapak tidak perlu memeras adik saya dengan modus bocah tersebut adalah anak Bapak, saya kenal dengan anak itu," tegas laki-laki itu.

Bocah laki-laki itu berdiri dan menyandarkan sepedanya, lalu menghampiri laki-laki yang ada disebelah Hany. Hany menatap laki-laki itu yang terlihat tegas dan dingin, tidak ada senyum yang terbit dari bibirnya.

"Assalamu'alaikum Pak Ustad," ucap bocah laki-laki itu sangat sopan.

"Waalaikumsalam Adi, pulanglah, kasihan ibumu pasti mencarimu, hari sudah mulai sore," ucap laki-laki itu dengan tegas.

Bapak berkulit hitam itu menatap bocah laki-laki yang bernama Adi dan laki-laki yang ada disamping Hany secara bergantian.

Satu tangannya menunjuk ke arah laki-laki yang ada disamping Hany, tanda semua ini belum berakhir, kita buat perhitungan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!