"Aku tidak mencuri Ibu. "
"Aku sungguh tidak mencuri. " Vanya terus saja menangis saat di pukuli oleh Ibunya.
"Paak, paaak. "
Sarah yang merupakan Ibu Vanya terus saja memukuli anaknya.
Tangan besar itu memukuli bahu bagian bawah Vanya dengan sangat keras.
"Ibu.. ini sakit." Air mata Vanya tidak henti-hentinya keluar membasahi pipi Vanya.
"Vanya mohon, tolong hentikan Ibu." Vanya terus saja menangis saat dia dipukuli oleh Ibunya.
"Sakit?"
"Sakit kau bilang ha? "
"Hatiku lebih sakit dari pukulan ini. "
"Kau benar-benar menghancurkan hatiku. "
"Keberadaanmu menghancurkan hidupku. " Ibu Vanya yang bernama Sarah pergi ke kamarnya untuk mengambil sebuah sapu lidi.
"Paak, paak. "
Dia kembali memukuli Vanya menggunakan sapu lidi.
"Kenapa kau tidak mati saja ha? "
"Hidupmu merupakan sebuah aib bagiku."
Sarah masih tetap memukuli Vanya.
"Ibu," Vanya Berusaha melihat wajah ibunya yang begitu brutal.
"Ini sangat sakit. Ini sakit sekali Ibu."
Tapi sarah tetap saja memukuli Vanya.
"Aw. "
"Sakit Ibu. " Vanya terus saja menangis.
Tetapi Ibunya tidak menghiraukan tangisannya.
"Ayah" Vanya mulai memanggil ayahnya.
"Ayah. " Vanya sesedukkan memanggil ayahnya.
Gadis kecil itu terlihat tidak sanggup dengan siksaan yang diberikan oleh Ibunya.
"Vanya mohon, pulanglah Ayah."
" Vanya tidak sanggup lagi. " Vanya memanggil-manggil Ayahnya yang sedang berada di luar kota di dalam hatinya.
"Anya mohon Ayah, pulanglah. " Vanya kemudian dengan suara pelan memanggil Ayahnya, yang kemudian hal itu didengar oleh Ibunya.
"Ayahmu tidak akan pulang hari ini. Dia sedang sibuk dengan istri pertamanya. "
Sarah terus saja memukuli Vanya. Sejenak dia menghentikan siksaan itu.
"Apakah kau mencuri HP itu? " Sarah bertanya kepada Vanya.
"Tidak Ibu, Vanya tidak mencurinya. "
"Jika kau tidak mencurinya kenapa HP itu berada di tanganmu? Kenapa Prima menuduhmu mencuri?"
" Kau benar-benar pembohong seperti Ayahmu. " Sarah kembali memukuli Vanya.
"Paaak. "
"Ah, sakit Ibu." Vanya merintis kesakitan karena terus saja dipukuli oleh Ibunya.
"Jika kau terus saja tidak mengakuinya. Ibu akan menguncikanmu di dalam kamar mandi ini. Kau tidur saja di dalam kamar mandi ini bersama tikus. " Sarah menutup pintu kamar mandi itu dengan keras, lalu menguncinya.
"Ibu, tolong jangan di kunci. "
Vanya meminta ibunya agar jangan menguncikannya di dalam kamar mandi itu.
Vanya berusaha memohon kepada Ibunya, meskipun dirinya dihiraukan oleh ibunya.
"Biarkan Vanya keluar Ibu."
"Di sini sangat gelap. Vanya takut kegelapan. " Vanya mengeluh kepada Ibunya, sambil melihat ke sekelilingnya.
Vanya pun kemudian menggedor-gedor pintu itu.
"Ibu. "
"Tolonglah Ibu. "
"Tolong bukakan pintu ini Ibu. "
"Vanya mohon Ibu. "
"Vanya sangat takut."
"Percayalah. Vanya benar-benar tidak mencuri."
"Tolong percaya sama Vanya Ibu. " Vanya terus saja memohon kepada Ibunya agar di bukakan pintu kamar mandi itu.
Kemudian terdengarlah suara Ibunya dari luar.
"Ibu sudah pernah bilang kepada kamu. jangan pernah mencuri Vanya."
"Jangan sekali-sekali mengambil milik orang lain. Karna milik orang lain itu bukan milik kita. "
"Meskipun kita ini miskin, kita tidak boleh mengambil milik orang lain. Ibu sudah merasakan bagaimana rasanya."
"Kamu itu benar-benar membuat Ibu malu. " Vanya mendengar Ibunya yang sedang marah-marah dari luar.
"Tapi Vanya benar-benar tidak mencuri Ibu. "
"Vanya tidak mencurinya. " Vanya berusaha menjelaskan kepada Ibunya Bahwa dia tidak pernah mencuri.
"Jangan berisik lagi."
"Kamu Tidur saja di dalam kamar mandi itu. " Sarah menyuruh Vanya untuk tetap tidur di dalam kamar mandi itu.
Gadis kecil yang malang itu hanya bisa pasrah sembari mengeluh di dalam kamar mandi yang gelap itu.
"Kenapa Ibu menghukumku seperti ini?"
"Apakah dia begitu sangat membenciku? " Vanya berbicara pelan. Air matanya terus saja mengalir membasahi pipinya.
Tiba-tiba perut Vanya berbunyi.
"Kruuuk. "
Vanya pun memegang perutnya.
"Ah, Vanya lapar sekali. "
Gadis mungil yang malang itu merasakan perutnya yang menusuk-nusuk karena dia merasa sangat lapar.
"Kruuk, " Perut Vanya terus saja berbunyi.
Vanya pun memanggil Ibunya.
"Ibu. "
Tetapi tidak ada sautan dari luar.
"Ibu" Vanya kembali memanggil Ibunya. Namun tetap saja tidak ada sautan dari luar.
"Ibuuu, Vanya lapar sekali. Vanya hanya makan satu kali dalam hari ini"
Yah, karena gadis kecil itu cuman makan saat sarapan pagi saja sebelum pergi ke sekolah hari itu.
"Vanya belum makan siang dan belum makan malam Ibu. " Vanya kembali mengeluh kepada Ibunya.
Tiba-tiba terdengarlah suara ibunya yang sembari berteriak.
"Kau mati saja,"
"Kau tidak usah makan hari ini. " Bu Sarah berteriak begitu keras dari luar dan dia tidak akan membiarkan Vanya makan hari itu.
"Tapi Bu,"
"Vanya lapar sekali."
" Tolong biarkan Vanya untuk makan Bu." Vanya memohon kepada Ibunya agar di izinkan untuk makan. Dan berharap, ibunya membukakan pintu untuknya.
"Tolong bukakan pintu ini Ibu. " Vanya menggedor-gedor pintu kamar mandi itu.
"Ibuuu. " Tapi Ibunya tidak menyaut dari luar.
"Ibu. " Vanya terus saja memanggil Ibunya.
"Ibu, Vanya mohon. "
"Tolong bukakan pintu ini. " Vanya terus saja menangis.
Tiba-tiba pintu kamar mandi itu di bukakan oleh Ibunya. Dia datang dengan membawa sebuah sapu lidi.
Vanya sangat kaget pada waktu itu.
Ditambah lagi, dia melihat Ibunya membawa sebuah sapu lidi.
Diwajah itu sangat jelas, bahwa Ibu Vanya sedang menyimpan rasa benci yang mendalam kepada Vanya.
Sarah menatap Vanya dengan tatapan begitu benci.
"Apa kau bilang? " Sarah bertanya kepada Vanya.
"Aku lapar Bu. " Vanya menjawab dengan suara yang agak gemetar.
Gadis mungil yang polos itu terlihat begitu ketakutan melihat kedatangan Ibunya.
"Lapar?"
"hah, " dengan cepat Sarah memukul Vanya dengan sapu lidi.
"Paaak. " Hal itu di ulang oleh Sarah berkali-kali.
"Paaak.. "
"Paaak. "
"Ini sangat sakit Ibu. " Vanya menyentuh lengan dan kakinya yang telah di pukul oleh Sarah.
Lengan dan kaki itu terlihat memerah.
Sejenak Sarah pun berhenti.
Dia menatap gadis mungil itu tanpa ada rasa kasihan.
Vanya pun mengeluhkan rasa sakitnya, meskipun sang Ibu tidak memperdulikannya.
"Ini sangat sakit," Vanya meringis kesakitan.
Lalu Sang Ibu mengeluarkan suaranya sembari bertanya.
"Apa kau masih lapar? " Sarah bertanya kepada Vanya dengan membesarkan kedua bola matanya.
Vanya hanya diam ketakutan. Dia hanya menatap wajah ibunya sebentar dan kemudian menundukkan kepalanya.
"Bagus," Sarah menganggukkan kepalanya.
"Kau sudah mengerti rupanya. " Sarah pun tersenyum sinis.
Ia keluar dengan membanting pintu kamar mandi itu, lalu menguncinya kembali dari luar.
"Kenapa Ibu sangat membenciku? " Vanya berbicara pelan, air matanya terus saja mengalir membasahi pipinya.
"Kruuuk. " Perut Vanya kembali berbunyi.
Vanya memegang perutnya.
Tak lama kemudian suara perutnya kembali berbunyi.
"Kruuuuk. "
Kepala Vanya terasa sakit dan dia merasa seperti ingin muntah karena terlalu lapar.
Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Tapiii.... " Vanya pun menghapus air matanya.
"Ah Vanya, tolong jangan menangis lagi. " Vanya berusaha menghapus kembali air matanya yang terus mengalir membasahi pipinya.
Vanya pun melihat ke arah keran.
Dia berfikir untuk meminum air keran saja untuk mengobati rasa laparnya.
"Vanya minum air keran saja. Mungkin dengan meminum air keran Vanya bisa mengobati rasa lapar ini. " Vanya berusaha berdiri untuk mengambil air minum ke sebuah keran itu.
Dia mengambil gayung dan menampung air yang mengalir dari keran itu.
Dengan wajah sedih, Vanya meminum air itu dengan menggunakan gayung.
*Semoga hari ini cepat berlalu Tuhan, Vanya ingin segera keluar dari tempat ini.
Bersambung*...
Bagi teman-teman yang baru membaca novel ini, tolong berikan masukan dan idenya ya.
soalnya Author masih tahap belajar dalam menulis.
Pada pagi hari, Vanya di siram oleh Ibunya dengan menggunakan air.
"Ei, bangun. " Sarah membesarkan bola matanya kepada Vanya.
"Kau enak-enak tidur ya. Sekarang Kau bersiap-siaplah untuk pergi ke sekolah. " Sarah menyuruh anaknya untuk pergi ke sekolah.
Namun sepertinya Vanya tidak ingin pergi ke sekolah.
"Vanya tidak ingin pergi ke sekolah Ibu. " Vanya dengan lemas mengatakan kata-kata itu.
Gadis mungil itu terlihat pucat.
"Apa kau bilang? " Sarah langsung mengambil air dengan gayung dan menyiram Vanya berkali-kali.
"Kau masih tidak mengerti ya. "
"Dasar, anak tidak tau diri. Anak pembawa sial. " Sarah mengatakan kata-kata kasar itu kepada Vanya.
"Ibu, ini sangat dingin. " Vanya mengeluh sambil menangis kembali.
"Dingin sekali Ibu. " Vanya terisak-isak menangis.
"Kalau begitu, pergi ke sekolah. " Sarah melemparkan gayung yang hampir mengenai kepala Vanya.
Sarah keluar dari kamar mandi itu dengan membanting pintu.
"Ibu benar-benar menyiksaku. " Air mata Vanya terus saja mengalir. Ia membuka baju, menyiram badannya dan menyabuni badannya secara perlahan.
Hampir seluruh badan Vanya luka-luka dan membiru.
Setelah selesai mandi, Vanya memakai seragamnya. Vanya pun mendekati Ibunya dan berniat untuk meminta uang.
"Apa lagi? " Sarah berteriak kepada Vanya.
"Vanya minta uang jajan Bu. " Vanya yang kaget menjawab pertanyaan Ibunya.
"Kau duduk dan makanlah. " Sarah tiba-tiba menyuruh Vanya untuk makan.
Vanya dengan wajah takut terus saja memperhatikan wajah Ibunya.
"Apakah Ibu benar-benar menyuruhku untuk makan? " Vanya bertanya-tanya di dalam hatinya.
"Kenapa kau masih berdiri di sana?" Sarah kembali meneriaki Vanya.
"Duduk dan makanlah. " Suara Sarah semakin mengeras.
Vanya duduk dan mulai mengambil makanan. Tangan mungilnya gemetar dan air matanya bergelinangan dimatanya karena tidak sanggup menahan tangisnya.
Vanya pun menyendok nasi goreng dengan hati yang terasa hancur.
"Vanya, kamu harus makan banyak-banyak. Kamu tidak boleh sakit. " Vanya berbicara di dalam hatinya.
dia berusaha untuk menguatkan dirinya.
Setelah makan, Vanya mendekati Ibunya.
"Ibu, " Vanya memanggil Ibunya.
Sarah menatap Vanya dengan tatapan tajam. Dia pun kemudian melemparkan uang jajan ke wajah Vanya.
"Uang jajanmu minggu ini akan di potong. " Sarah berdiri dan menyambut saudara Vanya yang bernama Aldi.
Sedangkan Vanya memungut uang yang diberikan oleh Ibunya di lantai.
"Aldi, Sayang. " Sarah mendekati anaknya.
Aldi ini merupakan saudara kedua Vanya. Vanya memiliki Ayah yang berbeda dengan Aldi.
"Sayang, ini jajanmu ya Nak. Ibu melebihi jajanmu. Rajin-rajin di sekolah ya Sayang. " Sarah mencium kening Aldi.
Saat melihat itu, hati Vanya beribu hancur.
Ibu lebih menyayangi Bang Aldi dari pada aku. Apakah aku seburuk itu di mata Ibu?
Air mata Vanya sudah mengalir ke pipinya.
Tiba-tiba saudara pertama Vanya yang bernama Dendri datang. Dia juga berbeda Ayah dengan Vanya. Saat ini Dendri tidak lagi bersekolah, dia di DO di sekolah karena terbukti menggunakan Narkoba.
"Ibu, aku minta uang. " Dendri meminta uang kepada Sarah.
Sarah dengan segera memberi Dendri sejumlah uang.
Dia mengambil uang di dalam kantongnya.
Saat itu Dendri melihat ke arah Vanya.
"Apa kau liat-liat? " Dendri membesarkan bola matanya menatap Vanya.
Air mata Vanya terus saja mengalir dan dia pun menundukkan wajahnya agar tidak melihat dendri.
Kemudian Vanya pun berpamitan kepada Ibunya untuk pergi ke sekolah.
"Aku pergi ke sekolah Ibu. " Dengan hati hancur, Vanya berpamitan kepada Ibunya. Namun Ibunya tidak menjawab pamitan Vanya.
Sarah acuh tak acuh dan kemudian ia duduk untuk melanjutkan kegiatannya membaca sebuah majalah.
....
Setibanya di sekolah, Vanya datang terlambat. Vanya pun di hukum oleh Bu Guru untuk berdiri selama satu jam pelajaran.
Pada waktu itu, satu jam pelajaran adalah 35 menit.
Ketika istirahat, Vanya berjalan sendirian membawa makanan yang baru saja dia beli. Vanya berniat untuk memakan makanan itu di sebuah pondok.
Tiba-tiba Vanya di senggol oleh seseorang. Vanya terjatuh dan makanan itu juga ikut terjatuh.
"Eh, kalau jalan liat-liat dong. " Prima menatap jijik ke arah Vanya.
"Kau menjatuhkan makananku Prima. " Vanya berbicara pelan.
"Apa? aku tidak mendengarmu. " Prima pura-pura tidak mendengar.
Dia berdiri dengan kedua tangan di bawah dadanya.
"Kau bicara apa? bisakah bicara lebih keras lagi. " Prima seolah-olah mengejek Vanya.
"Kau menjatuhkan makananku Prima. " Vanya menaikan volume suaranya, hal itu membuat nafas Vanya agak sesak.
"Oh, makananmu jatuh. Ya udah bersihin gih. " Prima pergi begitu saja meninggalkan Vanya.
"Kau benar-benar manusia yang tidak mempunyai hati nurani Prima. " Vanya secara perlahan membersihkan makanannya yang terjatuh.
Ternyata Prima berjalan ke arah teman-teman sekelas Vanya.
"Kau tau tidak, Vanya itu mencuri HP Gameku." Prima mempromosikan hal itu kepada teman-teman sekelas Vanya.
"Benarkah? " Salah satu teman Vanya menanggapi.
"Aku tidak menyangka, ternyata Vanya seperti itu ya. Dia seorang pencuri. " Salah satu di antara mereka menunjuk ke arah Vanya.
"Iya, aku benar-benar tidak menyangka. "
"Wajahnya begitu polos, tapi ternyata dia adalah seorang pencuri. "
Mereka pun mendekati Vanya yang sedang melamun. Saat itu Vanya menatap makanannya yang telah terjatuh.
Aku makan apa lagi ya? Aku tidak mempunyai uang lagi untuk membeli makanan.
Vanya dengan sedih menatap makanan yang telah ia pungut.
"Hai Vanya, apa yang kau lakukan? " Prima menegur Vanya.
Vanya menatap Prima.
"Apa yang Kau tatap? apa Kau ingin mencuri HP Gameku lagi? " Prima memutar-mutar HP Gamenya.
"Ih, dasar Vanya pencuri. "
"Iya, aku tidak menyangka kalau Vanya seorang pencuri. "
Beberapa orang di antara mereka mengomentari Vanya.
"Iya, dasar Vanya pencuri. Kau tidak tau malu ya Vanya? seharusnya kau tidak usah pergi ke sekolah. Berenti sekolah saja. Kalau aku jadi dirimu, aku akan bunuh diri saja. " Prima merangkai kata sambil tertawa sinis.
"Dasar anak pelakor, anak tidak tau diri, jelek, miskin dan bodoh. " Prima mulai mengucapkan kata-kata kasar.
Kemudian Prima kembali mendorong Vanya.
"Kau minta maaf sambil bersyujud ya kepadaku." Prima beserta teman-teman lainnya tertawa.
"Haha, sepertinya dia bersyujud kepadamu. "
"Iya, dia bersyujud kepadamu Prima. "
"Haha. Dasar Vanya bodoh. "
Beberapa di antara mereka mulai menghina Vanya.
Hati Vanya sangat mengutuk perbuatan Prima.
Kau benar-benar gadis kejam Prima, kau jahat.
Vanya mengempalkan kedua tangannya.
"Hei anak pelakor, berdirilah. Aku sudah memaafkanmu. " Prima menyuruh Vanya untuk berdiri.
Vanya dengan cepat berdiri dan mendorong Prima.
"Ah, sakit. " Prima mengeluh dan di bantu oleh teman-temannya.
"Kau benar-benar keterlaluan Prima. "
"Kau dengar Prima, aku tidak mencuri HP Gamemu. HP Gamemu tertinggal di dalam laci, jadi aku membawakan HP itu ke rumah dan Aku berniat mengantarkan HP itu ke rumahmu. Tapi aku penasaran dengan HP itu karena kau tidak mengizinkanku untuk meminjam HP itu meskipun sebentar. Kau benar-benar sepupu yang kejam. " Vanya benar-benar emosi saat itu.
"Gara-gara kau, aku di hukum oleh Ibuku. " Vanya memperlihatkan luka-lukanya kepada Prima.
"Kau benar-benar sepupu yang jahat dan tidak punya hati nurani. " Vanya mulai memaki Prima.
Bersambung...
"Vanya, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu jahat sekali. " Dua orang guru menghampiri Prima, mereka melihat dengan jelas bahwa Vanya telah mendorong Prima.
"Dia mendorongku Buk. " Prima merengek kepada Bu Guru.
Bu Guru memeriksa tubuh Prima untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. Ternyata pada waktu itu, tubuh Prima tidak tergores sedikit pun.
"Vanya, Prima ini sepupu kamu. Kenapa kamu mendorong Prima?" Bu Guru yang bernama Bu Ema bertanya kepada Vanya.
"Dia yang mendorongku duluan Buk, dia membuat makananku terbuang. " Vanya menunjuk Prima.
"Lihatlah makanan ini. " Vanya memperlihatkan makanannya yang kotor.
"Dia juga membeberkan kepada teman-teman lain bahwa aku mencuri HP Gamenya. Aku tidak mencuri sama sekali. Dia mengatakan aku pencuri dan anak pelakor. " Dengan mata berlinang Vanya menceritakan semuanya kepada Bu Ema. Hal itu di saksikan oleh beberapa Teman Vanya yang mendukung Prima.
Seorang Guru sebelah Buk Ema terlihat berbisik ke telinga Buk Ema. Dia merupakan Guru olahraga yang bernama Buk Yaya.
Setelah itu, Buk Yaya mulai menceramahi Vanya.
"Dia hanya mengatai kamu, tidak membuatmu terluka atau pun mati. " Bu Yaya dengan bodohnya berkata seperti itu karena dia lebih menyayangi Prima yang merupakan siswi juara di dalam kelas.
Dengan paksa Bu Yaya menarik tangan Vanya yang membiru.
"Ah, sakit Buk. " Vanya mengeluh kepada Bu Yaya.
"Jangan manja deh kamu, gini aja kok sakit. " Bu Yaya membesarkan bola matanya.
Dengan terpaksa Vanya hanya diam menahan sakitnya dan harus ikut bersama Bu Yaya ke dalam kantor.
....
"Sekarang jelaskan apa yang terjadi?" Bu Ema bertanya kepada Vanya terlebih dahulu.
"Prima mendorongku terlebih dahulu Buk. Dia mengatakan aku pencuri. " Vanya menjawab pertanyaan Bu Ema.
"Benarkah Prima? " Buk Ema bertanya kepada Prima.
"Aku tidak sengaja menyenggol Vanya, Buk. " Prima menjawab pertanyaan Buk Ema.
"Kau berbohong, kau sengaja menyenggolku sehingga aku terjatuh dan makananku juga ikut jatuh. Aku tidak punya uang untuk membeli makanan lagi. Gara-gara kau aku dimarahi oleh Ibuku sehingga tubuhku seperti ini. " Vanya memperlihatkan luka di tubuhnya termasuk tangannya yang membiru.
Bu Yaya yang melihat hal itu hanya terdiam tanpa berkata apapun.
Begitu juga dengan Bu Ema yang lumayan kaget melihat tubuh Vanya yang membiru dan banyak luka.
"Emang apa yang di lakukan Prima, Vanya? " Bu Ema bertanya kepada Vanya.
"Dia menuduhku mencuri HP Gamenya, sehingga Ibuku mempercayainya dan menghukumku seperti ini. " Vanya terlihat tegas mengatakan hal itu.
"Kamu kalau bicara yang sopan Vanya. " Bu Yaya mulai ikut campur.
"Kamu pantas mendapatkannya karena kamu anak durhaka, lihat saja gaya bicaramu. " Bu Yaya menyudutkan Vanya.
Saat itu Vanya hanya terdiam.
Lalu Bu Ema bertanya kepada Prima.
"Apakah benar yang dikatakan Vanya, Prima. ? "
"Mmm, tapi Vanya memang mencuri HP Gameku Buk. Aku melihat dengan mata kepalaku. Saat itu aku datang ke rumahnya mengantarkan sup buatan Nenek. Aku melihat dia sedang memainkan HP Gameku. Aku langsung merebut HP Game itu dan membawa sup yang aku bawa tadi pulang lagi. Dia benar-benar seorang pencuri. " Prima menatap Vanya dengan tatapan tidak suka.
"Sebelumnya dia pernah ingin meminjam HP Gameku kepadaku. Tapi Ibuku tidak mengizinkannya Buk, makanya aku tidak meminjamkan kepada dia. Aku yakin dia dendam kepadaku, sehingga dia mencuri HP Gameku. Vanya itu adalah seorang yang sangat pendendam. " Prima berusaha menyudutkan Vanya.
"Vanya, Prima sudah ada buktinya. Kamu memang mencuri HP Gamenya. " Bu Ema mulai menyimpulkan.
"Tapi aku benar-benar tidak mencurinya Buk, Vanya bersumpah. Vanya bukan seorang pencuri seperti yang dikatakan Prima." Vanya berusaha membela diri.
"Kalau kamu tidak mencuri, kenapa HP Games itu berada di tanganmu?" Bu Ema kembali bertanya kepada Vanya.
Saat itu Vanya hanya terdiam.
"Kenapa kamu diam? berarti kamu benar-benar mengambil HP Games Vanya?" Bu Ema sekarang mulai menyudutkan Vanya.
"Tidak Buk, aku menemukan HP itu di dalam laci Prima. Aku mengambil HP itu dan berniat mengembalikannya kepada Prima. Tapi aku penasaran dengan HP itu karena aku belum pernah mencoba HP Game itu. Ibuku tidak mau membelikanku HP Game itu. Jadi aku menggunakan kesempatan untuk mencoba HP yang berada di tanganku untuk sementara. " Vanya menundukkan kepala ke lantai.
"Itu tandanya kau memang pencuri Vanya. " Bu Yaya menyimpulkan.
"Kalau kau berniat mengembalikan HP itu, pasti kau kembalikan. Bukan mencobanya! " Bu Yaya menatap Vanya dengan tatapan tidak suka.
"Sudah jelek, bodoh, pencuri lagi. " Bu Yaya mengatai Vanya dengan suara pelan. Hal itu masih terdengar oleh Vanya dengan jelas.
Saat itu hati Vanya terasa hancur. Dia merasa seperti orang yang telah di injak-injak. Harga dirinya saat ini tidak ada lagi.
"Aku kira semua guru sangat baik, ternyata tidak semua guru yang mempunyai sifat baik. " Vanya berbicara di dalam hatinya.
"Vanya, sekarang kamu minta maaf kepada Prima. " Bu Ema menyuruh Vanya untuk meminta maaf kepada Prima.
"Tapi aku tidak melakukan kesalahan Buk. " Vanya tidak mau meminta maaf.
"Lakukan saja permintaan Ibuk, setelah itu keluarlah dan pulang lebih awal. " Bu Ema menyuruh Vanya untuk pulang lebih dulu.
Dengan terpaksa Vanya meminta maaf kepada Prima.
"Maafkan aku Prima. " Vanya meminta maaf dan menyulurkan tangannya.
"Iya. " Hanya perkataan itu yang keluar dari mulut Prima.
"Kamu boleh keluar Vanya. " Bu Ema menyuruh Vanya untuk keluar.
Vanya pun keluar dari tempat itu. Vanya sangat heran, kenapa ia di usir begitu saja sedangkan Prima masih berada di dalam. Vanya pun merasa penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
"Buk, Vanya itu memang pencuri. Di tambah Ibunya seorang pelakor. Ibunya merebut suami orang lain. Makanya hasilnya seperti Vanya. " Prima berusaha menjelek-jelekkan Vanya. Meskipun sebenarnya, dilubuk hati terdalam ada rasa kasihan terhadap Vanya.
"Benar Bu Ema. Saya juga mendengar hal itu. Makanya saya sangat membenci Vanya. " Bu Yaya bersekongkol dengan Prima. Dia sangat membela Prima, karena wajah Prima lebih cantik dari pada Vanya.
Sedangkan Vanya ini memiliki kulit yang hitam dan berbadan kurus seperti anak yang tidak terurus.
Saat itu Vanya mendengar semuanya. Vanya memperlihatkan wajahnya ke kantor dan menatap mereka yang sedang membicarakan dia.
Air mata Vanya mulai mengalir. Ia dengan wajah sedih menghapus air matanya.
"Yah, mereka semua sama saja. " Vanya berbicara di dalam hatinya.
Ketiga orang itu hanya terdiam melihat Vanya.
"Terima kasih hinaanya. " Vanya agak berteriak, lalu pergi dari kantor dan berlari ke kelas untuk mengambil tasnya.
Aku akan katakan ini semua kepada Ayah. Aku ingin pindah dari sekolah ini.
Vanya berlari pulang sambil menangis.
Vanya membuka pintu dan masuk ke dalam kamarnya. Saat itu saudaranya yang bernama Aldi ada di rumah dengan teman-temannya. Mereka semua telah cabut dari sekolah dan memilih menonton flm di rumah Aldi.
Vanya membanting pintu dengan keras.
"Apa yang di lakukan bocah itu? " Aldi pergi ke kamar Vanya.
Dia mencari gadis mungi itu, yang ternyata sedang duduk di tepi kasur.
Aldi mendekati Vanya dan dia langsung menampar Vanya. Membuat darah mengalir dari bibir Vanya.
Air mata Vanya semakin deras keluar.
"Sudah puas? "
Vanya masih terlihat santai meskipun air matanya terus saja mengalir.
"Sudah puas hah? " Vanya berteriak kepada Aldi.
Aldi kembali memukul Vanya sehingga membuat Vanya terjatuh. Dia juga menjambak rambut Vanya.
"Kau ingin mati ha? " Aldi bertanya sambil menarik rambut Vanya.
"Bunuh saja aku, aku berjanji akan mengatakan semuanya kepada Ayah. " Dengan suara lantang Vanya mengatakan hal itu kepada Aldi.
Aldi menatap wajah Vanya.
"Coba saja kalau kau berani. " Aldi mengancam Vanya.
"Aku tidak peduli lagi. aku sudah lelah dengan semua ini. " Vanya tidak peduli lagi dengan apa yang di ucapkan Aldi.
Aldi pun keluar dari kamar Vanya dan dia membanting pintu kamar Vanya dengan sangat keras.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!