NovelToon NovelToon

Mafia Story Kembalinya Anak Tak Berguna

Eps.1 Pergi dari rumah

...Happy Reading...

...🦅...

Malam itu Sagara baru saja pulang, setelah merayakan hari kelulusannya bersama teman-temannya di sebuah kafe.

Ketika tiba-tiba saja Gerald -Papa Sagara, menyambutnya dengan kemarahan yang sangat besar hingga membuat dirinya tak bisa berkutik.

"Saga, dari mana saja kamu ... malam begini baru pulang?!" tanya Gerald tajam.

“Nongkrong bareng temen,“ jawab Saga dingin.

Seperti biasa, Saga tidak terlalu peduli dengan sang Papa. Dia pun sudah tau kalau Geral menunggunya seperti ini, pasti ia akan mendapat kemarahan dari Papanya itu.

Karena, biasanya Gerald tak pernah memperdulikannya, ia hanya akan perduli pada sang Kakak Fandy.

“Heh, anak kurang ajar! Kalau ngomong sama orang tua yang sopan!“ bentak Gerald tak terima.

Sagara mengerinyitkan alisnya ketika melihat Viana-Mama Sagara, memandangnya dengan tatapan kekecewaan.

'Ada apa ini?' batin Sagara bertanya-tanya.

Sagara melangkah menghampiri sang Mama yang duduk di kursi ruang tamu.

“Ada apa Ma?” tanya Sagara lembut, ia berjongkok di depan Viana.

Tes...

Satu tetes air mata jatuh dari manik indah Viana.

Sagara semakin panik melihat ibunya menangis.

“Lihat ini!” Gerald melempar beberapa foto pada muka Saga.

Saga langsung mengalihkan perhatiannya pada sang papa.

“Dasar anak tak tau di untung! Aku menyekolahkanmu bukan untuk jadi seorang brandal!” amuk Gerald.

Saga memungut dan melihat satu per satu foto yang telah membuat Viana menangis dan Gerald sangat marah padanya, masih dalam keadaan berlutut di depan Viana.

Tangan Saga mengepal kuat ketika melihat foto-foto tersebut.

Disana jelas terlihat kalau dirinya sedang tidur bertelan*ng dada, dengan seorang perempuan di sampingnya yang tertutup selimut sampai ke dada, seolah-olah perempuan itu juga sedang tak memakai busana.

Di dalam foto itu, terlihat seakan Saga dan perempuan itu sudah melakukan hubungan terlarang.

“Mam, aku bisa jelasin, ini semua gak sesuai dengan apa yang kalian pikirkan.“ Saga mencoba menjelaskan.

“Apa lagi yang bisa kau jelaskan, hah! Semua bukti ini sudah jelas!“ Gerald semakin murka.

"Aku memberimu uang bukan untuk membeli seorang jal*ng dan membuatmu menjadi seorang lelaki brengs*k!" teriak Gerald menunjuk tepat di wajah Sagara.

“Dasar anak tak tau diri! Bisanya cuman bikin malu orang tua!“

Gerald mencengkram kerah baju Saga, ia mengangkat Saga sampai berdiri kembali.

Duakh ....

Gerald memberikan satu pukulan yang cukup keras pada rahang Saga, hingga membuat sudut bibirnya pecah dan mengeluarkan darah.

“Pah, aku bisa jelasin Pah. Ini semua fitnah!“ sanggah Saga mencoba untuk menjelaskan dengan nada pelan, ia masih menghargai kedua orang tuanya itu.

Sagara juga tau kalau Gerald memang mempunyai temperamental yang cukup tinggi, dan ia juga sudah terbiasa menerima amarah dari sang Papa.

“Fitnah kau bilang? Mana buktinya kalau semua ini fitnah hah?!”

“Pah, aku gak seperti itu!” nada bicara Saga mulai naik, ia tak terima kalau kedua orang tuanya salah paham hanya karena sebuah foto.

“Buktikan! Jika memang semua ini salah!“ sentak Gerald menunjuk foto yang berserakan di atas lantai.

“Aku tak mau punya anak menjijikan seperti dirimu, sebaiknya kau pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali sampai kamu bisa membuktikan semua ini “

Saga kaget, ia langsung menatap Gerald tak percaya.

Apa ini Papanya sendiri mengusir dirinya...?

“Mas, jangan begitu Mas, walau bagaimanapun Saga tetap anak kita.“ Viana akhirnya bersuara setelah sejak tadi hanya mampu melihat semua kemarahan suaminya dengan berderai air mata.

“Jangan berani kau bela anak kurang ajar ini, aku sudah muak melihat ulah yang di perbuat olehnya !” tunjuk Gerald pada Saga.

Viana langsung menutup mulutnya, takut semakin menambah kemarahan sang suami.

Saga mengepalkan kedua tangannya, melihat Viana di bentak oleh Gerald.

Dia paling tidak suka melihat Mamanya di sakiti oleh orang lain, meskipun itu Papanya sendiri.

 “Sekarang juga kau pergi dari rumahku, dan jangan berani kau bawa sepeserpun uang yang sudah ku berikan padamu!“

“Baik kalau begitu, aku akan pergi dari rumah ini, dan aku akan kembali untuk membuktikan kalau semua ini tidak benar!“ Saga ikut terbawa emosi.

“Ini, ku kembalikan semua barang-barang yang sudah kau berikan padaku, aku akan pergi dari rumah ini dan mulai sekarang aku bukan lagi anak darimu!”

“Jika suatu hari nanti kita bertemu, anggap saja kita tidak saling mengenal “ucap Saga dengan wajah yang memerah.

“Saga, kamu mau kemana, Nak. Jangan begini, Papamu cuman sedang emosi.“ Viana mencoba membujuk Saga.

Saga menaruh dompet dan ponsel juga tasnya di atas meja.

“Mam, Saga pamit ya. Mama jaga diri baik-baik,“ ucap Saga menggenggam kedua tangan Viana.

Viana menggeleng cepat, airmata sudah mengalir deras di pipinya.

“Jangan tinggalin Mama, Saga,“ lirih Viana.

“Maaf Mam.“ hanya itu yang keluar dari mulut Saga, kemudian mencium punggung tangan Viana lama.

Satu tetes air mata jatuh dari manik hitam milik Saga, cepat ia menghapusnya sebelum mengangkat wajahnya.

Tersenyum hangat untuk sang Mama, lalu berdiri dan berjalan pergi keluar dari rumah itu tanpa menoleh ke belakang sekalipun.

'Aku tak akan pernah melupakan perbuatan kalian, aku akan kembali untuk memperlihatkan kebenaran pada kalian dan membuktikan kalau aku bisa sukses dan melebihi kalian semua,' gumam Sagara dalam hati sambil berjalan keluar dari rumah besar itu, rumah yang sudah ia tinggalin sejak lahir.

Rumah yang menjadi saksi setiap sakit hati Sagara, ketika selalu tak mendapat perhatian dari sang Papa, yang hanya sibuk membanggakan sang Kakak sampai dia tak bisa melihat keberhasilan dari Sagara.

Ingatan Sagara kembali pada masa dirinya masih sekolah dasar.

Flash back

Sagara pulang dengan sangat riang, dia baru saja mendapatkan peringkat satu di kelasnya. Sedangkan sang Kakak yang berjarak empat tahun lebih besar darinya belum pulang karena acara kelulusannya.

"Mama, Saga dapet juara satu!" teriak riang Sagara begitu ia masuk ke dalam rumah besar tersebut.

"Saga, tidak boleh teriak-teriak gitu sayang kalau di dalam rumah," ucapan lembut dari seorang wanita cantik yang sedang menuruni tangga, membuat senyum Sagara kian bertambah lebar.

"Ma, liat, Ma! Aku dapat juara satu!" dengan antusias Sagara membuka raport di tangannya.

"Waah anak Mama memang hebat! Selamat ya sayang." Viana memeluk Sagara lembut dengan senyum yang mengembang.

Anak berusia delapan tahun itu sangat gembira, berharap nanti sang Papa akan memuji keberhasilannya kali ini.

Tidak seperti tahun lalu, Sagara mendapat kemarahan dari Gerald karena ia hanya bisa mendapatkan peringkat tiga.

Sore hari pun tiba, Sagara dengan antusias menghampiri sang Papa dengan membawa raport sekolah di tangannya.

Namun, tanggapan dari sang Papa ternyata tak sesuai dengan apa yang di harapkan oleh Sagara.

"Hem" Gerald hanya berdehem dan mengabaikan keberadaan Sagara.

Di saat bersamaan Fandy turun dari lantai dua.

"Selamat ya Fan, kamu mendapatkan juara sekolah." senyum Gerald mengembang dengan pelukan hangat pada anak pertamanya itu.

Ada rasa sakit yang tiba-tiba menghantam ke dalam hatinya.

"Saga, seharusnya kamu bisa seperti Kakak kamu. Lihatlah dia mendapat peringkat pertama di sekolah dengan nilai hampir sempurna!" ucap Gerald dengan bangga nya.

Sagara hanya melihat semua itu dengan penuh kekecewaan, ia hanya mengangguk dan memilih pergi ke dalam kamar.

Flash back off

...🦅...

...Jangan lupa kasih dukungannya ya.....

...🦅...

...Like, coment, vote dan hadiah juga boleh......

...Terima kasih......

...🙏😊😘...

Eps.2 Hujan

...Happy Reading...

...🦅...

"Mau pergi lagi, Nak Saga?" tanya Satpam yang berjaga di gerbang rumah.

"Iya Pak, tolong jagain orang rumah ya Pak," ucap Sagara mengulas senyum tipis.

"Baik, Nak Saga." Satpam yang sudah bekerja selama sepuluh tahun itu, tampak mengerutkan kening bingung sambil membuka gerbang untuk anak majikannya.

"Aku pergi dulu ya, Pak. Sampai jumpa!" ucap Sagara lagi sebelum dirinya berjalan keluar dari rumah.

Satpam itu hanya bisa melihat punggung Sagara yang tampak mulai menjauh dari rumah itu, kemudian menutup pintu gerbang kembali.

Malam yang gelap tanpa ada satupun bintang di langit, menjadi saksi seorang Sagara yang kini harus hidup seorang diri.

Dalam setiap langkahnya ia mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu...

Flash back

Malam itu Saga sedang menghadiri pesta ulang tahun salah satu teman sekelas nya di sebuah hotel.

“Hai Saga,” ucap seorang gadis cantik yang merupakan primadona di sekolahnya.

Saga hanya menganggukan kepala samar, tanpa mau menjawab sapaan dari gadis idaman suruh lelaki di sekolahnya itu.

“Hai Citra!” bukan Saga yang berbicara, melainkan dua orang remaja di sebelahnya.

"Hai!" acuh Citra.

Citra, most wanted di SMA Taruna Bangsa, sekolah elit yang hanya berisi anak orang-orang kaya.

Citra sangat menyukai Saga, dia selalu berusaha untuk mendekati Saga dengan berbagai cara.

Sifatnya yang manja, egois dan sombong membuatnya tak mau di kalahkan oleh siapapun.

Termasuk dalam hal lelaki, semenjak Citra menyukai Saga, ia tak pernah membiarkan satu gadis pun mendekati Saga.

Sifat itu juga yang membuat Saga memanfaatkan Citra untuk membuat para gadis, memilih mundur tanpa dia harus bertindak.

Citra tidak pernah perduli dengan sikap dingin Saga, ia masih saja menempel seperti perangko, lebih tepatnya benalu pada Saga.

Roman dan Luis-teman Saga, hanya saling lirik, sudah biasa dengan pemandangan di depannya.

Saga memang menjadi salah satu lelaki yang selalu di gilai oleh para gadis di sekolahnya.

Jadi mereka tidak pernah heran kalau gadis sekelas Citra, bisa tergila-gila pada teman dingin mereka itu.

“Mau kemana loe?” tanya Roman saat melihat Saga berdiri.

“Toilet,"jawab Saga singkat.

“Eh.. itu Mico manggil kalian tuh.“ tunjuk Citra pada Mico, teman mereka yang berulang tahun malam ini.

Reflek, kedua teman Saga itu menoleh pada Mico yang kebetulan juga sedang melihat ke arah mereka.

“ Kita ke sana dulu “ ucap Luis sebelum pergi.

Citra mengangguk...

Tanpa sepengetahuan Roman dan Luis, Citra memasukan sesuatu pada minuman mereka bertiga.

Dan tak lama kemudian Saga kembali dari toilet bersamaan dengan Roman dan Luis.

“Dari mana kalian?” tanya Saga.

“Itu tadi kata Citra si Mico manggil kita, jadi kita samperin. Eh, ternyata kaga!“ gerutu Roman duduk kembali lalu meminum minuman nya.

Saga hanya mengangguk acuh lalu duduk kembali.

“Minum dulu, Sa.“ Citra menyodorkan gelas minum Saga.

Saga menerimanya lalu meminumnya tanpa menaruh curiga sedikitpun.

Beberapa saat kemudian Raka dan kedua temannya merasa pusing dan tak lama kemudian mereka bertiga sudah tak sadarkan diri.

Citra menyunggingkan sebelah bibirnya, ia mengambil ponselnya kemudian menghubungi seseorang.

“Mereka sudah siap.“ ucapnya pada seseorang yang ia hubungi.

Pagi harinya, Sagara terbangun di sebuah kamar hotel dengan pakaian yang sudah berantakan.

Remaja itu bergegas memakai kembali semua pakaiannya dan pergi dari tempat itu.

Ia tak melihat siapapun lagi di kamar itu.

Flash back off

.

Saga berjalan keluar dari komplek perumahan mewah, tempat rumahnya berada.

Hari sudah semakin malam, suasana jalanan komplek semakin sepi, dengan sebagian penghuni sudah istirahat.

Saga baru saja sampai di jalanan depan komplek, tetapi ia tak juga menemukan taksi atau tukang ojek yang lewat.

Saga memutuskan untuk berjalan lagi ke persimpangan jalan depan yang terlihat lebih ramai, ia berencana untuk pergi ke rumah Roman atau Luis.

Si*l!“ umpat Saga, ketika hujan deras tiba-tiba saja turun.

Saga berlari lebih cepat lagi, agar bisa cepat mencapai persimpangan jalan, yang berjarak cukup jauh.

“Taksi!” teriak Saga ketika melihat taksi di arah seberang jalan.

Tanpa melihat kiri dan kanan Saga langsung menyebrang jalan, menuju taksi yang sedang berhenti.

 

BRAK....

 

.

 

Di tempat lain, tepatnya di sebuah mobil yang melaju dengan sangat cepat menerobos lebatnya hujan, seorang pria paruh baya sedang gusar sambil terus melihat arloji mahal di pergelangan tangannya.

“lebih cepat lagi Max, kalau tidak kita bisa ketinggalan pesawat,“ ucap Lelaki paruh baya itu.

“Ini sudah cepat, Tuan,“ jawab pria yang lebih muda sambil kembali menambah kecepatan laju mobil yang ia kendarai.

Lelaki paruh baya itu,baru saja menghadiri acara bisnis di negara ini dan sekarang dirinya harus segera kembali ke negara asalnya.

Tiiin...tiiiinn....

 

BRAK....

 

CKIIITT.....

Suara benturan dan juga roda yang bergesekan dengan aspal karena pengereman mendadak, terasa mencekam di bawah guyuran air hujan yang semakin deras.

“Ada apa Max?” tanya pria paruh baya.

“Se-sepertinya Sa-saya menabrak orang Tuan “ gugup lelaki muda yang bertugas menemani bos nya selama di negara ini.

“Coba kamu lihat dulu!“ perintah pria paruh baya itu.

“Ba-baik Tuan.“ dengan segera pria muda itu langsung keluar dengan memakai payung, untuk melindungi ya dari guyuran hujan.

Pria paruh baya di dalam mobil itu terlihat memijat pangkal hidungnya, sambil menghembuskan napas kasar.

“Astaga!” seru pria muda yang di panggil Max itu, ketika melihat seorang remaja lelaki memakai seragam SMA, tergeletak di samping mobilnya dengan bersimbah darah dan penuh luka.

“Hey, bangun!” Max menggoyangkan tubuh remaja yang tergeletak di hadapannya.

“To-tolong,” gumam lirih lelaki berseragam itu sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

Max langsung berbalik dan mengetuk kaca mobil belakangnya.

“Tu-Tuan, saya menabrak seorang anak SMA!“ lapornya pada bosnya itu.

Lelaki paruh baya itu terlihat melihat arlojinya kemudian mengusap wajahnya kasar, sambil menghembuskan napas cepat.

“Bawa kemari, kita bawa dia ke rumah sakit dulu.“ perintah Lelaki paruh baya itu setelah melirik sekilas kondisi korban yang di tertabrak oleh anak buahnya.

“Baik, Tuan!“ Max langsung membawa dan merebahkan anak SMA itu di kursi samping pengemudi.

Setelah selesai merebahkan korban tertabrak tadi ia langsung menjalankan mobilnya ke rumah sakit terdekat.

.

.

“ Bagaimana kondisi nya ?” tanya pria paruh baya itu kepada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi anak yang menjadi korbannya beberapa jam yang lalu.

“ Cedera di kepalanya cukup parah. Kaki dan tangan juga terdapat cedera tulang, kondisinya saat ini masih kritis, kami akan membawanya ke ruang ICU untuk memantau kondisi pasien sampai stabil kembali “ jelas dokter yang menangani korban kecelakaan tadi.

“ Baiklah, lakukan yang terbaik untuknya dok, semua biaya nya akan saya tanggung “ ucap Lelaki paruh baya itu.

Ia duduk di kursi tunggu dengan pikiran berkecamuk. Entah mengapa dia mau menolong dan di repotkan oleh anak itu. Padahal biasanya ia akan bersikap acuh dan tidak peduli dengan nasib orang lain, apa lagi ini hanya seorang anak yang baru saja ia temui.

Hari sudah menjelang pagi, penerbangannya pun harus di undur karena sudah pasti ia terlambat.

Semua jadwalnya berantakan hanya karena satu anak kecil yang tiba-tiba saja menjadi korban dari anak buahnya.

“Ah... Brengsek!” umpat lelaki paruh baya tersebut, mengacak kasar rambutnya.

...🦅...

...🦅...

...TBC...

...🙏😊😘...

Eps.3 Rumah sakit

...*Happy Reading...

...🦅*...

“Bagaiman Max?” tanya lelaki paruh baya itu di dalam sambungan telponnya.

“Belum ada perubahan Tuan, anak ini masih belum membuka matanya," jelas Max, melihat seorang anak yang mungkin baru berusia tujuh belas tahun masih terbaring tak sadarkan diri sejak dua minggu yang lalu.

“Hm... kabari saya terus perkembangannya," ucap dingin lelaki paruh baya itu.

“Baik Tuan," jawab Max sebelum bosnya itu mematikan teleponnya.

.

Max terkejut, ketika ia baru saja sampai di lorong, tempat kamar dimana remaja yang di tabraknya itu di rawat, kini terlihat banyak dokter dan perawat yang berlarian.

Max semakin mempercepat langkahnya, dalam hati ia sudah takut terjadi sesuatu dengan anak itu.

Selama dua minggu ini, ia sendirilah yang mengurus anak itu, hingga tanpa di sadari muncul rasa aneh di dalam dirinya, saat ia dekat dengan anak itu.

Walaupun anak itu tidak bisa apa-apa, dia hanya terbaring tak berdaya, di atas brangkar rumah sakit.

Selama dua minggu ini, Bosnya juga sudah mencari siapa sebenarnya anak yang di tabrak oleh Max, tetapi, semua itu selalu mendapat jalan buntu, tidak ada yang tau identitas anak itu  hingga akhirnya sang Bos menyuruhnya untuk menjaga anak itu.

BRAK...

Semua orang yang sedang berada di dalam ruangan, otomatis mengalihkan perhatiannya pada Max yang masuk dengan sangat kasar, hingga terdengar benturan kerasa antara pintu dan dinding.

Perlahan Max berjalan menghampiri brangkar tempat seseorang terbaring di sana.

“Bagaimana keadaannya?” tanyanya, tanpa mengalihkan pandangan pada anak remaja, yang sudah membuka mata dan berbalik menatapnya tajam.

Perasaan Max begitu lega saat ia dapat melihat, ternyata remaja yang ia tabrak ternyata sudah sadar.

“Kondisinya sudah stabil, Tuan. Hanya saja sepertinya dia mengalami amnesia karena cedera otak yang di alami," jelas dokter yang baru saja selesai memeriksa keadaan anak remaja itu.

“Amnesia?" Max mengerutkan keningnya.

“Iya, Tuan. Dia mengalami hilang ingatan–"

“Sampai kapan?” Max langsung memotong penjelasan dokter itu.

“Kami tidak bisa memprediksi kapan ingatannya kembali, hanya saja biasanya kalau dia di dekatkan dengan masa lalunya, itu bisa membantu proses penyembuhannya," jelas dokter kemudian.

Max mengangguk, walau ia masih sedikit bingung.

“Baiklah, kalian boleh keluar." Max duduk di samping brangkar.

“Kamu, ingat namamu?” tanyanya menatap mata remaja di depannya.

Remaja itu menggeleng tanda tidak mengingatnya. Tatapannya terlihat bingung dengan alis bertaut.

“Kakak siapa?” tanya Remaja itu kepada Max.

“Aku? A–aku orang yang membawamu ke sini," gagapnya menunjuk dirinya sendiri.

“Lalu siapa namaku? Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya remaja itu lagi.

“Emh, Aku–” Max menceritakan kejadian malam  di mana Max tak sengaja menabrak remaja itu sampai sekarang.

"Jadi dia yang menabrakku malam itu. Siapa dia? Apa dia salah satu pesuruh orang itu?" batin remaja tadi berkecamuk.

Sagara... ya, remaja yang di tabrak oleh Max malam itu adalah Sagara, dia sebenarnya tidak hilang ingatan, Saga hanya berpura-pura, ia takut kalau yang menolongnya kemarin adalah orang yang selama ini terus berusaha melenyapkannya.

“Lalu mana bos Kakak itu? Aku ingin berterima kasih karena dia telah merawat ku selama ini," ucap Saga penuh selidik.

“Bosku sedang berada di kantor, selama ini akulah yang menjagamu di sini," cebik Max tidak terima.

" elama ini aku yang merawatnya, kenapa sekarang Bos yang mendapatkan ucapan terimakasih?" pikir Max mengumpat.

“Oh iya, terimakasih, kakak sudah mau merawatku," ucap Saga memberikan cengiran kuda pada Max sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Dia baru sadar kalau orang di hadapannya ini sedang dalam mode iri kepada Bos nya sendiri.

“Iya-iya ... jangan panggil kakak lah, geli aku dengernya," ucap Max dengan expresi geli di wajahnya.

“Terus aku harus panggil siapa? Om?” Saga mengangkat satu alisnya.

“Enak saja, memang kapan aku menikah dengan bibimu! Lagian saya belum se-tua itu," gerutu Max

“Panggil Max saja, jangan panggil yang lain!" peringat Max

“Baiklah," angguk Sagara patuh.

“Sekarang kamu butuh apa? Biar aku siapkan," tanya Max.

“Emh ... boleh tidak kau bawa aku ke luar, aku bosan terus berada di sini," keluh Sagara.

“Dasar anak ini! Kau baru saja sadar setelah dua minggu koma terus sekarang langsung mau keluar, ck ... ck ... ck ....” kesal Max.

“Entahlah ... tapi, aku tak suka saja berada di ruangan ini, terasa pengap," keluh Sagara, mengedikan bahunya acuh.

“Baiklah ... tunggu di sini, saya tanya dokter yang merawatmu dulu," ucap Max yang langsung di angguki oleh Sagara.

Sepertinya dia bukan salah satu anak buah orang itu, gumam Sagara dalam hati, melihat Max yang berjalan keluar dari ruangannya.

Tapi, lebih baik aku berpura-pura seperti ini sampai aku merasa aman dari si brengsek itu, gumamnya lagi di dalam hati.

Beberapa menit kemudian Max kembali lagi dengan mendorong sebuah kursi roda.

“Ayo, dokter sudah memperbolehkanmu keluar. Tapi, hanya di taman sekitar sini saja." Max membantu Sagara, untuk duduk di kursi roda dengan benar.

Keluar dari kamarnya, Sagara mengerinyitkan alisnya bingung.

Kenapa suasana di sini seperti bukan di negara kelahiranku? Orang-orang juga berbicara menggunakan bahasa yang berbeda, batin sagara.

“Max, ini di mana?" tanya Sagara bingung.

“Ini di negara A, Bos terpaksa membawamu ke sini karena dia memang bertempat tinggal di sini dan semua pekerjaannya ada di sini," jelas Max.

“Hah! Bagaimana bisa?!" kaget Sagara, tak sadar ia berteriak cukup kencang, sampai orang yang ada di sekitarnya mengalihkan pandangannya pada mereka berdua.

“Pelankan suaramu, jangan bertingkah seperti seorang gadis," desis Max tajam.

“Hehe ... maaf," cengir Sagara, akhirnya mereka berdua sampai di taman rumah sakit, Sagara tampak sangat menikmati suasana hari itu.

Baguslah kalau aku sekarang jauh dari mereka. Tapi, bagaimana aku bisa bertahan hidup di negri orang, tanpa ada orang yang aku kenal dan tanpa uang sepeser pun?" pikir Sagara.

Lebih baik aku terus berpura-pura seperti ini, Aku tidak mau kembali ke negara itu sebelum aku sukses dan bisa mengungkapkan semua kebenaran yang selama ini terjadi kepadaku, batin Sagara, setelah lama berpikir.

"Ayo, sebaiknya kita segera masuk, kamu sudah terlalu lama berada di luar," ucapan Max langsung menyadarkan Sagara.

"Ah ... iya, Max. Terima kasih, sudah mau membawa aku ke luar," ucap Sagara

"Tidak masalah, saya senang kamu bisa sadar kembali. Selama ini saya merasa sangat bersalah karena telah menyebabkan kamu seperti ini," jawab Max, sambil terus mendorong kursi roda Sagara masuk kembali ke dalam rumah sakit.

Sagara tersenyum lalu mengangguk.

Setelah Sagara sadar, Max masih setia untuk mengurusnya dan menemani setiap hari Sagara di rumah sakit.

Max bahkan menginap di ruangan yang sama dengan Sagara, hingga akhirnya mereka semakin dekat.

...🦅...

...🦅...

...TBC...

...🙏😊😘...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!