Mira, ibu muda beranak satu. Wanita yang cantik, lembut dan setia. Menikah diusia muda dengan cinta pertamanya, Nanda. Mereka pacaran dari SMA hingga kuliah. Semua orang menganggap cinta mereka adalah cinta sejati.
Begitu pula bagi Mira.
Cinta sejati yang berakhir bahagia. Setelah Nanda selesai kuliah, dia meneruskan usaha ayahnya. Mira ikut bekerja disana untuk membantu membangun usaha Nanda agar berkembang. Dan tak lama setelah itu mereka memutuskan untuk menikah.
Usaha Nanda makin besar dan terus berkembang pesat. Dia sekarang telah menjadi bos besar dengan kekayaan yang melimpah dan memiliki seorang istri, Mira wanita yang cantik dan pintar.
Mira memutuskan untuk berhenti bekerja ketika hamil muda. Tubuhnya agak lemah hingga takut mempengaruhi kondisi bayi dalam kandungannya.
Mira dan Nanda sangat bahagia dengan kehamilan Mira. Sebagai hadiahnya, Nanda membelikan sebuah rumah yang sangat mewah dan megah serta perabot rumah yang lengkap.
Rumah impian bersama.
Rumah masa depan. Yang akan menjadi saksi kebahagiaan dan keharmonisan mereka. Saksi cinta sejati.
Kehidupan indah yang diimpikan Mira, nyaris sempurna. Memiliki suami yang baik, tampan, kaya, dan tentu saja setia.
Perhatian Nanda yang sangat berlebihan terhadap Mira ketika Mira hamil, membuat Mira semakin tersanjung.
Melahirkan anak pertama, seorang bayi perempuan yang cantik. Bayi kecil itu diberi nama Kasih. Suaminya, Nanda sangat menyayangi Kasih. Setiap akan berangkat maupun pulang kerja, dia pasti akan selalu menyempatkan diri untuk sekedar menyapa bahkan menggendongnya.
Pergi bertamasya setiap 3 bulan sekali, adalah merupakan hal yang paling di sukai Mira. Tentu saja kemanapun Mira ingin pergi pasti akan dituruti Nanda.
Mira selalu berharap bahwa kebahagiaan yang dia rasakan saat ini tidak akan pernah berakhir.
Akan tetapi, Mira tidak pernah menyangka dan bahkan dia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari suaminya akan menghianatinya.
Kisah cinta sejati ini hanya bertahan lima tahun saja.
Suatu hari, sepulang kerja secara tak sengaja Mira menemukan sebuah nota pembelian sebuah cincin yang cukup mahal. Rasanya ingin sekali menanyakan hal itu pada suaminya, namun Mira takut jika suaminya marah dan menganggap dirinya wanita cemburuan. Bagaimana jika cincin itu akan diberikan kepadanya. Mira pun menahan rasa penasarannya.
Akhir pekan, Nanda mengajak Mira santai dirumah saja.
"Ma, papa ingin bicara sesuatu sama mama." Kata Nanda sambil duduk di kursi ruang keluarga.
"Ada apa pa. Kok serius banget."jawab Mira lalu duduk disamping suaminya.
"Ma, aku..." Nanda memegang tangan Mira.
"Papa, katakan saja pa. Mama siap mendengarnya." Mira tersenyum gembira. Dia mengira suaminya sedang menyiapkan kejutan manis untuknya.
"Ma, sebelumnya papa minta maaf. Papa ingin membawa seseorang menemui mama. Dan juga menemui ayah dan ibuku."
"Siapa dia, apa hubungannya denganku dan orangtua papa?"
"Dia, istri baru papa."
" Papa jangan bercanda." Kata Mira sambil melepaskan tangan suaminya.
" Papa sedang tidak bercanda, ma. Papa sudah menikah siri dengannya."
"Apa? Jadi papa sudah menikahinya?"
"Benar, ma."
Mendengar pengakuan suaminya itu membuat Mira tertegun, seolah jantungnya berhenti berdetak. Tatap matanya kosong dan tubuhnya terasa lemas. Diapun terjatuh tidak sadarkan diri dihadapan suaminya. Nanda sangat panik. Dia terus memanggil nama istrinya berharap Mira segera sadar.
Namun, usahanya tidak berhasil membangunkan istrinya.
" Bibi, cepat kesini." Bibi mei segera datang setelah mendengar suara Nanda yang terdengar panik. Bibi mei terkejut melihat nyonya mudanya pingsan.
"Tuan, kenapa nyonya tuan." Tanyanya panik.
" Tolong panggilkan dokter. Cepat bik."
"Baik tuan."
Bibi Mei segera menghubungi dokter Danu. Dokter Danu merupakan dokter keluarga Nanda. Sementara Nanda mengangkat tubuh istrinya dan dibawa kedalam kamar tidurnya.
Tak berapa lama, dokter Danu tiba dan segera memeriksa kondisi Mira.
" Bagaimana kondisi Mira dok?" Tanya Nanda.
" Ibu Mira sebenarnya baik-baik saja."
"Lalu kenapa dia bisa pingsan."
"Sebenarnya itu juga yang ingin saya tanyakan pada anda pak Nanda."
"Maksud dokter Danu apa." Nanda kaget mendengar perkataan dokter Danu.
"Ibu Mira sepertinya mengalami sesuatu tekanan mental yang sangat hebat yang tidak bisa diterimanya." Dokter Danu menjelaskan keadaan Mira pada Nanda.
Mendengar penjelasan dokter Danu, Nanda tertegun sambil memandangi tubuh istrinya yang masih belum sadarkan diri.
" Tapi pak Nanda tidak perlu khawatir, sebentar lagi pasti ibu Mira akan segera sadar. Ini vitamin untuk ibu Mira. Tolong berikan nanti kalau ibu Mira sudah sadar."
Dokter Danu menyerahkan beberapa lembar obat yang dikatakannya sebagai vitamin pada Nanda.
"Saya permisi dulu pak Nanda."
"Bibi Mei, tolong antar Dokter Danu."
"Baik Tuan.Silahkan Pak Dokter Danu."
Bibi Mei mengantar dokter Danu keluar.
Sementara itu Mira mulai sadar. Matanya terbuka perlahan. Tubuhnya masih terasa lemas. Nanda yang melihat istrinya sudah sadar, dia sangat gembira.
" Mama, mama sudah sadar? Syukurlah, tadinya papa takut sekali terjadi sesuatu pada mama."
Mira hanya terdiam mendengar perkataan suaminya. Namun di dalam hatinya Mira menangis saat teringat bahwa suaminya telah menghianati cintanya. Mira berharap itu semua hanya mimpi buruk yang akan segera berlalu pergi saat dia terbangun.
" Ma, ini minum obat dulu." Mira meminum obat
yang diberikan suaminya.
" Mama harus banyak istirahat, maafkan papa ma. Nanti kita bicarakan lagi masalah ini kalau keadaan mama sudah membaik."
"Mama ingin sendiri. Papa pergilah."
"Baiklah ma, istirahatlah.Papa tidak akan mengganggu."
Nanda pergi meninggalkan Mira yang mulai tak dapat menahan airmatanya.
Hati Mira benar-benar hancur berkeping tak bersisa. Ini bukan mimpi, ini kenyataan yang harus Mira hadapi. Tapi hati Mira tidak sekuat itu. Mira patah hati.
Saat Mira tenggelam dalam kesedihannya, sesosok gadis kecil berdiri dihadapannya. Dia adalah Kasih. Putri kecilnya yan baru berusia 4 tahun.
" Mama, mama kenapa menangis?" Tanya Kasih sambil memegang tangan ibunya.
" Sayang mama tidak menangis, sini peluk mama." Mira memeluk gadis kecilnya. Kekuatannya seakan kembali setelah setelah memeluk Kasih.
Dia memang harus kuat dan bertahan demi anaknya Kasih. Dia tidak boleh terlihat lemah dihadapan putrinya. Putrinya masih terlalu kecil untuk mengerti urusan orang dewasa. Dia tidak boleh salah bertindak. Dia harus siap menghadapi segala kemungkinan terburuk.
Semua yang dilakukan suaminya pastilah sudah dipertimbangkan semua akibatnya. Terlebih lagi suaminya tidak terlalu peduli dengan perasaan Mira. Artinya suaminya tidak hanya sekedar meminta izin dan restu dari Mira, akan tetapi dia sudah menentukan sikapnya untuk memaksa Mira setuju dengan pengaturan Suaminya.
Akan tetapi, Mira tidak ingin ditindas oleh siapapun termasuk oleh Nanda suaminya. Selama ini, dia tidak pernah berkata tidak pada putusan suaminya untuk semua hal. Haruskah kali ini dia akan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya?
Setelah keadaan Mira mulai membaik, Nanda mengajak Mira untuk kembali membicarakan tentang pernikahan sirinya.
Mira berusaha menyiapkan hatinya untuk mendengar hal yang pastinya akan bisa menyakiti hatinya.
Bagaimanapun Mira tidak bisa selamanya melarikan diri dari kenyataan. Mau tidak mau dia harus bisa menghadapi semua ini. Karena cepat atau lambat dia harus bisa membuat keputusan untuk hidupnya sendiri.
" Ma, papa tidak pernah berniat untuk menghianati mama. Ini benar-benar keputusan yang sulit bagi papa."
" Papa tidak perlu mencari pembenaran atas kelakuan papa."
" Mama, papa selalu mencintai mama. Mama tahu itu. Papa mempunyai kesulitan sendiri."
Nanda menghela nafas berat.
" Kesulitan apa pa. Mama ingin tahu kenapa kalian harus menikah?" Mira merasa kesal.
" Setahun lalu perusahaan papa mengalami krisis keuangan karena ada salah satu pegawai papa yang korupsi. Desy yang membantu papa menyuntikkan dana agar perusahaan tetap bisa beroperasi secara normal. Jika tidak ada dia, perusahaan bisa bangkrut." Penjelasan Nanda seolah mengagungkan wanita itu sehingga membuat Mira bertambah kesal.
" Desy, jadi namanya Desy. Papa sudah menikahinya selama setahun. Papa pandai sekali menyimpan rahasia ini dari mama sampai selama itu. Dan dia pasti cantik, kaya, berpendidikan dan mempesona. Seperti itukah dirinya ?"
" Ma, maafkan papa. Papa memang egois tidak memberitahu mama, percayalah ini demi kita dan semua karyawan perusahaan papa. Mereka tidak akan punya pekerjaan lagi. Bagaimana dengan keluarga mereka?"
" Suamiku memang pahlawan. Pahlawan semua karyawan papa. Sedang mama..." Mata Mira berkaca-kaca dan tak lama butiran air mengalir deras.
" Bukan begitu. Mama jangan marah. Papa hanya ingin membalas kebaikannya. Dia minta papa untuk menikahinya dan itu hanya nikah siri. Jika tidak ada dia kita tidak akan mungkin bisa tinggal di rumah ini lagi. Bukankah yang kulakukan ini juga demi mama dan Kasih."
" Cukup pa, aku tidak mau dengar lagi." Mira beranjak pergi meninggalkan Nanda.
" Mama mau pergi kemana?" Mira berhenti sejenak.
" Aku ingin menenangkan diri kerumah orangtuaku. Tolong kamu jaga Kasih anak kita baik-baik."
"Baiklah ma.Pikirkan baik-baik semuanya. Dua hari lagi papa jemput mama."
Lelah rasanya hati Mira melihat kenyataan hidup yang dialaminya. Langkahnya gontai dan dadanya sesak. Rasanya dia ingin berteriak sekencangkencangnya untuk melepas beban ini.
Sampailah Mira dirumah ibunya. Ibunya kaget melihat Mira datang dengan keadaan seperti itu. setelah mengajak Mira masuk, ibunya meminta Mira untuk menceritankan apa yang sebenarnya terjasi.
Tak ada pilihan lain bagi Mira selain memberitahu ibunya apa yang sedang terjadi dengan rumahtangganya. Setelah mendengar cerita Mira, ibunya tampak marah.
" Ibu tidak pernah menyangka Nanda akan memperlakukan anak ibu seperti ini. Lalu apa yang akan kamu lakukan Mira?"
" Aku ingin cerai."
" Apa? Cerai? " Ibunya kaget dengan keputusan Mira.
" Mira, jangan terlalu cepat mengambil keputusan. Sebenarnya ibu juga marah atas tindakan suamimu, tapi ingat, kamu tidak sendirian. Ada kasih, bagaimana dengan putrimu. Jika benar kamu bercerai, apakah kamu sanggup melihat putrimu besar tanpa ayahnya, terlebih lagi membesarkan anak tanpa suami sangat sulit. Ibu mohon pertimbangkan lagi keputusanmu untuk bercerai."
Nasehat ibunya cukup mampu membuat hati yang tadinya ingin bercerai kini menjadi bimbang. Dilain sisi ada egonya dan disisi lainnya lagi ada putrinya. Pertentangan batin di hati Mira semakin menambah pedih hatinya. Airmata ini tiada berhenti menetes.
Dua haripun telah berlalu. Nanda pergi menjemput Mira dirumah ibunya. Melihat kedatangan Nanda, ibunya Mira tersenyum getir.
" Nanda, kamu datang menjemput Mira?"
" Benar bu."
" Ibu sudah mendengar semua permasalahan kalian dari Mira."
"Bu, Nanda minta maaf atas tindakan Nanda." Kata Nanda agak gemetar.
" Ibu tidak ingin dan juga tidak akan ikut campur urusan rumah tangga kalian. Tapi ibu hanya mengingatkan, Mira juga punya hati yang akan merasa sakit jika kamu sakiti. Apa yang kamu lakukan ini sungguh sangat mengecewakan dan menyakiti hatinya."
" Nanda tahu Nanda salah. Nanda akan terus minta maaf pada Mira sampai dia memaafkan Nanda."
" Ya sudah.Itu Mira bawalah dia pulang."
Mira keluar dari kamar lalu pamit pada ibunya untuk pulang.
Sepanjang perjalanan, Mira hanya diam seribu bahasa. Nanda juga diam untuk menghormati sikap Mira. Mungkin kali ini Mira masih marah padanya. Yang terpenting Mira bersedia kembali pulang bersamanya.
Sampai dirumah, putrinya menyambut kedatangan Mira dengan senyum riangnya.
" Mama, Kasih kangen sama mama." Kasih memeluk ibunya dengan erat seolah takut mamanya meninggalkannya.
"Anak mama yang cantik, maafkan mama." Mira membalas pelukan putrinya dengan pelukan hangat.
" Mama jangan pergi lagi ya ma." Ucap Kasih pelan. Mira hanya mengangguk. Tak terasa airmata Mira menetes dan Mira berusaha menahannya. Dia tidak ingin putrinya melihatnya menangis.
Nanda yang sejak tadi memperhatikan istri dan anaknya yang saling melepas rindu, mendekati mereka sambil tersenyum.
" Kasih, ayo main sama papa. Mama baru saja pulang, biarkan mama istirahat."
Kasih melepaskan pelukannya.
"Baik pa."
" Kasih mau main apa?"
" Kuda-kudaan boleh ya pa?"
" Tentu saja boleh. Putri papa mau jadi pablawan berkuda."
" Hore..."
Mira semakin tak dapat menahan derai airmatanya melihat suami dan anaknya bermain dan terawa bersama.Mereka tampak bahagia, terutama Kasih putrinya.
Haruskah Mira memisahkan ayah dan anaknya hanya untuk keegoisannya? Merenggut tawa dan kebahagiaan putrinya? Sanggupkah dia melihat putrinya menangis karena merindukan ayahnya?
Pikiran Mira menjadi kacau dan hampir terjatuh ke lantai karena kakinya tiba-tiba lemas. Untunglah ada bibi Mei yang sejak tadi memperhatikannya segera menahan tubuh majikannya. Bibi lalu memapah Mira masuk kekamarnya untuk beristirahat.
Bibi Mei membantu Mira berbaring di tempat tidur.
" Nyonya..."
" Aku tidak apa-apa bik, pergilah kerjakan tugas bibi saja. Biarkan aku sendiri."
Bibi Mei melangakah pergi. Sebelum menutup pintu, dia melihat Mira dengan tatapan sedih.
Tapi tak ada yang bisa dia lakukan untuk bisa mengurangi kesedihan nyonya mudanya. Dia hanya seorang pembantu.
Mira masih saja menangis. Mata yang dulunya indah, kini terlihat bengkak.
Tak ingin masalah diantara mereka tak ada kepastian, Mira memutuskan untuk menerima pernikahan siri suaminya walaupun dengan berat hati. Sore itu, Mira mengajak Nanda untuk mengatakan keputusannya.
" Apakah mama sudah punya keputusan?"
Tanya Nanda sambil memandangi istrinya yang mulai terlihat tenang.
" Ya, Papa pasti sudah tidak sabar ingin mendengarnya kan?"
" Tentu saja ma. Kita tidak mungkin selamanya begini."
" Sebenarnya, mama ingin bercerai."
" Mama, papa tidak akan menceraikan mama." Nanda terkejut dengan jawaban Mira.
" Pada awalnya mama sakit hati dengan kelakuan papa. Wanita mana yang ingin dimadu.Tapi, semua sudah terjadi, nasi sudah jadi bubur, mama tidak dapat mengubah apa yang sudah terjadi." Meski Mira berusaha tegar, namun airmatanya tetap tak dapat ditahannya.
" Maksud mama, mama menerimanya? Mama sudah memaafkan papa?"
" Tidak, aku memaafkan papa bukan berarti aku menerima penghianatan yang papa lakukan. Lakukan apa yang ingin papa lakukan. Jangan melibatkan mama. Mama tidak ingin hal ini mempengaruhi pertumbuhan Kasih. Papa harus berjanji papa akan memperlakukan Kasih sama seperti sebelumnya."
" Tentu ma, mama tidak perlu khawatir. Kasih adalah putriku. Tentu saja aku akan menyayangi putriku."
"Mulai hari ini, mama tidak akan ikut campur lagi urusan istri mudamu."
"Baik ma. Tapi Desy ingin bertemu orangtuaku. Mama tidak keberatan kan?"
" Sudah mama bilang, mama tidak mau ikut campur urusan papa dan istri muda papa."Kata Mira kesal.
Nanda termenung, ternyata Mira belum sepenuhnya menerima pernikahan sirinya. Nanda juga tidak bisa menyalahkan ataupun memaksa Mira menerimanya.
Nanda menjemput Desy untuk pergi kerumah orangtua Nanda. Desy tampak bahagia karena keinginannya akan segera terpenuhi. Dia ingin mengambil hati mertuanya dan mendapat restu serta menjadi menantu yang di sukai. Desy sudah menantinya selama hampir setahun.
Kedatangan Desy disambut baik oleh orangtua Nanda. Sebelum kedatangan Desy, ternyata Nanda sudah menceritakan semua tentang pernikahan sirinya dan memohon kepada orangtuanya untuk menerima Desy sebagai menantunya.
Nanda memperkenalkan istri barunya secara resmi kepada orangtuanya.
" Ayah, ibu. Ini Desy istri baru Nanda."
Desy menyalami ayah dan ibu Nanda. Namun sang ayah tidak begitu senang dengan Desy, tapi juga tidak melarang pernikahan baru Nanda.
" Nak Desy, silahkan duduk nak. Jangan sungkan anggap rumah sendiri.Ini juga rumah Nanda suamimu."
" Ya bu terimakasih. Ini ada sedikit oleh-oleh dari Desy untuk ayah dan ibu." Ucap Desy sambil menyerahkan bungkusan yang berisi parfum dan perlengkapan make up pada ibu mertuanya.
" Darimana kamu tahu ibu suka merk ini dan ini juga parfum kesukaan ayahnya Nanda, betul kan pa?" Ibunya Nanda tampak gembira.
Sementara sang ayah mertua hanya tersenyum penuh misteri. Antara senang dan sinis.
Usaha Desy sudah bisa dibilang berhasil. Desy pun meluapkan kegembiraannya pada Nanda.
" Mas Nanda, kayaknya oramgtua mas Nanda sudah mulai suka dan menerima aku menjadi menantunya. Terutama ibu." Kata Desy sambil membersihkan make up.
" Kamu senang sekarang? Aku juga sudah banyak membantumu, jangan lupa itu."
" Tentu saja aku tidak akan pernah lupa seberapa besar usaha mas Nanda demi Desy agar bisa diterima dirumah ini."
Dedy tersenyum kearah Nanda yang bersandar di ranjang sambil membaca buku.
" Besok, aku tidak bisa temani kamu disini. Aku harus kerja, banyak pekerjaan yang belum aku selesaikan."
" Mas Nanda tenang saja, aku sudah ada janji dengan ibu mertua untuk berbelanja lalu belajar memasak. Ternyata ibu mertua jago masak ya mas."
" Baiklah aku tenang sekarang. Aku tidak ingin kamu merasa bosan selama disini."
" Tidak, aku sangat senang dirumah ini."
" Syukurlah."
Keesokan harinya, setelah Nanda pergi, Desy menemui ibu mertuanya.
"Ibu, bolehkah Desy bertemu mbak Mira?"
" Untuk apa kamu bertemu dengannya?"
" Desy ingin meminta maaf pada mbak Mira."
" Desy, kamu wanita yang baik. Tapi saat ini suasana hati Mira lagi tidak baik."
" Itulah sebabnya Desy harus bertemu dengannya."
" Begini saja, ibu akan menemui Mira dulu. Setidaknya ibu akan memastikan bahwa ketika kalian bertemu kalian tidak akan bertengkar."
" Baiklah, Desy menurut ibu saja."
" Pagi ini ibu akan pergi kerumah Mira dulu. Setelah itu baru pergi berbelanja."
Menantu dan mertua itu saling berpandangan dan saling tersenyum.
Kedatangan ibu mertua Mira kerumah Mira, membuat hati Mira agak curiga. Terlebih setelah kedatangan istri baru Nanda dirumah mertuanya. Dan benar saja, ibu mertuanya datang atas nama Nanda dan menantu barunya.
" Mira, kedatangan ibu kemari ingin meminta maaf atas kelakuan Nanda. Ibu tahu hatimu pasti sedih saat ini. Kecewa, marah semua campur aduk. Sebagai sesama wanita ibu mengerti keadaan kamu."
"Ibu tidak perlu meminta maaf atas kelakuan Mas Nanda. Dan terima kasih atas pengertian ibu pada Mira." Dalam hati Mira lega dengan sikap ibu mertuanya.Tapi...
" Ibu sudah bertemu dengan istri barunya Nanda, dia wanita yang baik. Sopan dan pengertian. Dia bukan wanita yang hanya menyukai uangnya Nanda, karena dia sendiri kaya. Dan yang terpenting dia mencintai Nanda."
Kata-kata itu memang halus, tapi cukup untuk membuat Mira meneteskan airmata.
" Benarkah bu." Suara Mira bergetar.
" Iya Mira. Jangan marah lagi baik pada Nanda maupun pada Desy. Kalau kamu mencintai suamimu, maka terimalah keputusannya. Istri yang baik harus menurut pada suami."
" Meskipun dia berbuat salah?"
" Meskipun dia berbuat salah. Kamu hanya wajib mengingatkannya. Tapi yang dilakukan Nanda bukan sebuah kesalahan, karena semua demi perusahaan, demi kamu dan anakmu."
Mira hanya terdiam.
" Ya sudah. Ibu pergi dulu. Pikirkam baik-baik perkataan ibu."
Ibu mertuanya melangkah pergi dengan tenang.
Hati Mira menjerit, dia ingin berteriak. "Aku juga manusia, aku bukan batu. Aku punya hati yang bisa sakit. Aku punya perasaan yang ingin dihargai."
Airmatanya tak dapat ditahannya lagi. Diapun berlari ke kamarnya lalu melemparkan tubuhnya diatas ranjang. Dia menekankan wajahnya diatas bantal agar suara tangisnya tak terdengar oleh putrinya.
Sementara itu, Desy pergi berbelanja dengan ibu mertuanya. Mereka tampak bahagia sekali.
Ternyata mereka mempunyai hobby yang sama yaitu berbelanja. Setelah bosan, mereka pulang kerumah.
Desy meminta ibu mertuanya untuk mengajarinya memasak makanan kesukaan Nanda. Desy ingin menyenangkan Nanda dengan memasak makanan kesukaannya.
Ibu mertuanya merasa senang dengan usaha Desy." Benar-benar wanita yang baik." Kata ibu mertuanya dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!