Puluhan tahun di Pulau Jawa, tepatnya didaerah gunung Slamet telah melewati kedamaian yang cukup panjang ketika sang legenda Joko Dwi Permana memimpin dunia persilatan diseluruh pulau Jawa.
Beliau yang terkenal dengan kebijaksanaannya serta tentunya memiliki ranah kultivasi yang sangat tinggi, dan memiliki dua senjata legendaris Geni Danyang serta Pedang Sangka Geni membuat dirinya dapat memimpin dunia persilatan dengan baik. Namun kedamaian tak bisa terus ada di Pulau Jawa. Bagaimanapun Joko Dwi Permana yang memiliki pusaka tingkat Dewa, ternyata berita tersebut sampai ditelinga Negeri China.
Para Kultivator Negeri sebrang yang terkenal ambisinya menguasai Dunia kini mulai menyiapkan pasukan mereka untuk memperebutkan dua pusaka milik Joko Dwi Permana.
Di Negeri China.
"Jendral Tapak Dewa! " ucap seorang Kaisar yang ternyata telah memimpin Negeri tersebut dengan kekuatannya yang tiada tanding.
"Yang Mulia! Hamba siap melaksanakan tugas..." balas hormat Jendral Tapak Dewa.
"Bagus... Ingatlah untuk tetap berhati hati." ucap Kaisar Yang Lin.
"Baik Yang Mulia..." ucap penuh hormat Jendral Tapak Dewa sambil menatap jutaan pasukannya yang siap menyerang pulau Jawa.
*****
Sedangkan di Pulau Jawa tepatnya dilereng gunung Slamet, seorang kakek tua berjubah putih kembali membuka matanya setelah puluhan tahun terpejam karena bermeditasi.
"Sepertinya pertumpahan darah akan segera terjadi di Gunung ini..." ucap tanpa daya Joko Dwi Permana yang ternyata memiliki gambaran Pulau Jawa kedepannya nanti.
Swuuuuush! Pedang Sangka Geni dan Geni Danyang muncul dikedua telapak tangannya, setelah itu kedua pusaka legendaris tersebut yang memiliki pemikiran sendiri seolah olah mengerti rencana Joko Dwi Permana.
"Suatu saat nanti jika aku mati aku harap kalian berdua menemukan tubuh yang cocok dan mengembalikan Pulau Jawa seperti sedia kala lagi." ucap Joko Dwi Permana kemudian membuat segel tangan dan memasangkannya kearah kedua Pusaka yang telah membuat namanya menjadi disegani di Pulau Jawa.
Karena merasa firasat dan gambaran yang ia dapatkan, dan akan mengubah Pulau Jawa menjadi lautan darah, Joko Dwi Permana memanggil lima muridnya yang telah menemaninya mengukir namanya disaat muda dahulu.
Tujuh hari berlalu dengan sangat cepat dibarengi dengan datangnya lima murid Joko Dwi Permana, mereka berlima berumur tiga puluh tahunan, meskipun masih terlihat muda, kekuatan dan ranah kultivasi mereka tergolong tinggi dari seusia pada biasanya.
"Hormat pada guru! " ucap kelimanya kompak.
" Heem Banyu, Arya, Wulan, Songko, Damar." panggil Joko Dwi Permana.
"Iya guru..." ucap kelimanya kompak.
"Aku membutuhkan bantuan kalian saat ini... Wulan, dan Damar, kalian berdua sampaikan pesanku kepada seluruh ketua Sekte, Kerajaan di Pulau Jawa ini..." ucap Joko Dwi Permana memberikan cincin ruang yang berisi gulungan surat yang sama untuk kerajaan dan sekte yang ada di Pulau Jawa.
Wulan melangkahkan kakinya menuju Joko Dwi Permana bersama Damar, setelah itu mereka berdua segera berpamitan dan melaksanakan tugas mereka. Sedangkan ketiga rekan mereka masih menunggu perintah dari Joko Dwi Permana.
"Untuk kalian bertiga aku harap kalian mau mengulurkan tangan untuk membantuku melawan Kultivator negeri sebrang." ucap Joko Dwi Permana menjelaskan semuanya panjang dan lebar.
Mereka bertiga heran dengan permintaan guru mereka yang bahkan mereka tanpa sedari seperti meragukan firasat Joko Dwi Permana. Joko Dwi Permana yang paham kemudian menjelaskan semuanya dengan jelas.
Satu bulan telah berlalu, kini Damar dan Wulan telah menyelesaikan tugasnya, kini mereka berada dikediaman milik Joko Dwi Permana sedang menyusun rencana mereka.
*****
Sedangkan kerajaan dan sekte yang telah menerima surat dari Joko Dwi Permana banyak yang meragukan firasat pendekar nomor satu di Jawa tersebut, ada juga yang percaya dan memulai memperketat pengawasan serta keamanan wilayah mereka.
Malam harinya, tepatnya kini bulan purnama.
"Banyu, Arya, Wulan, Songko, Damar... Jika guru mati malam ini... Ingatlah kalian berlima harus pergi bersembunyi dan mencari seorang bocah yang akan menerima dua senjata legendaris milikku."
"Gu-guru apa maksud anda..." ucap Banyu sangat terkejut.
Begitu juga dengan keempat adik seperguruannya, namun Joko Dwi Permana hanya menanggapinya dengan senyum hangat kearah mereka.
"Di dunia ini tidak ada yang abadi... Jadi kalian ingat semua pesanku yang telah aku berikan.." ucap Joko Dwi Permana.
"Ba-baik guru... " ucap kelimanya kompak hormat.
Dan benar saja, tiba tiba jutaan aura mendekat kearah lereng gunung Slamet, seketika tubuh mereka berlima bergidik ngeri dengan apa yang terjadi.
"Gu-guru ini..." ucap Wulan yang terkejut.
Joko Dwi Permana tersenyum mendengar suara Wulan yang seperti sedikit merasa gentar .
"Wulan jika kamu takut sekarang kamu lebih baik pergi dan memperingati kepada Kerajaan serta Sekte dipulau Jawa ini." ucap Joko Dwi Permana kemudian mengeluarkan dua senjata legendaris dan menyempurnakan segel yang telah menyegel kedua senjata tersebut.
Swuuuuung! Segel tersebut berdengung, Geni Danyang serta Pedang Sangka Geni mengambang didalam goa.
"Mari kita sambut tamu kita muridku.." ucap Joko Dwi Permana memimpin keluar dari kediaman goanya.
Kelima murid Joko Dwi Permana kemudian mengangguk dan berjalan keluar mengikuti Joko Dwi Permana menyambut tamu yang tak diundang.
Swuuuush! Swuuuush! Jutaan pasukan menggunakan jubah perang ala Kekaisaran China mengepung seluruh kediaman Joko Dwi Permana.
"Pendekar keluarlah serahkan dua pusaka yang kau sembunyikan itu! " ucap Jendral utama Tapak Dewa.
Joko Dwi Permana yang dibelakangnya terdapat lima murid kepercayaannya keluar dari Goa dan bersikap tenang melihat jutaan pasukan disekitarnya.
"Ternyata ada tamu yang jauh jauh datang ke Pulau Jawa ini..." sebelum melanjutkan ucapannya, Jendral Tapak Dewa memotong ucapannya.
"Brisik! Bukan itu maksud kami, sekarang cepat serahkan dua pusaka milikmu itu! " bentak Jendral Utama Tapak Dewa.
Swuuuush! Banyu yang nyatanya tidak terima gurunya dibentak oleh Jendral Tapak Dewa melesat kearahnya dan melancarkan serangannya menggunakan pedang yang selama ini menemaninya berpetualang.
"Huh sampah! " ejek Jendral Tapak Dewa menghindari serangan pedang Banyu dengan mudah.
Swuuuush! Dhuuuaaar! Tak berhenti disitu saja, Jendral Tapak Dewa melancarkan serangan tapak dari kehampaan yang membuat tubuh Banyu meluncur deras kearah tanah.
" Kakak Banyu! " ucap terkejut Arya, Wulan, Songko dan Damar.
Swuuuush! Joko Dwi Permana menghilang lalu menyelamatkan tubuh Banyu yang akan menabrak tanah dengan cepat.
"Banyu jangan gegabah..." ucap Joko Dwi Permana yang ternyata tidak dapat mengukur ranah Kultivasi Jendral Tapak Dewa trtsebut.
####
Cerita ini mengisahkan antara Pulau Jawa dengan Negeri China, jadi karena genre Fantasi, author akan menambahkan beberapa tokoh legenda asli dari pulau Jawa.
Tingkatan ranah kultivasi :
Kayu tingkat satu sampai lima.
Baja tingkat satu sampai lima.
Emas tingkat satu sampai lima.
Alam tingkat satu sampai lima.
Master Alam tingkat satu sampai lima.
Grand Master tigkat satu sampai lima.
Langit tingkat satu sampai lima.
Master Langit tingkat satu sampai lima.
Surgawi tingkat satu sampai lima.
Glory tingkat satu sampai lima.
Saints Glory tingkat satu sampai lima.
Catatan : Ranah kultivasi author samakan dengan Kultivator yang ada di Negeri China, karena takutnya otak author nantinya keserimbet.
Tingkatan senjata :
Rendah.
Normal.
Tinggi.
Dewa.
Tingkatan sumber daya :
Rendah.
Sedang.
Tinggi.
Dewa.
Elemen yang ada :
Api ( Merupakan elemen tertinggi.)
Air.
Angin.
Tanah.
Kayu.
Penyimpanan yang digunakan :
Cincin ruang.
Mata uang yang digunakan untuk membeli atau menukarkan barang adalah kristal jiwa.
Kristal Jiwa juga digunakan untuk memperkokoh pondasi jiwa pada setiap Kultivator, Pondasi Jiwa dapat diartikan sebagai kekuatan jiwa, fungsinya untuk melacak keberadaan aura maupun benda yang dapat dijangkau oleh kekuatan jiwa.
***
" Guru maafkan aku yang sembrono..." ucap Banyu merasa bersalah.
Joko Dwi Permana hanya tersenyum, setelah itu ia menatap hangat Jendral Tapak Dewa.
"Pendekar... Saya meminta maaf atas kelancangan murid saya ini... Dan untuk pusaka yang anda maksud benar benar tidak ada di sini ." ucap Joko Dwi Permana.
"Cihh! Apakah aku akan percaya begitu saja dan setelah itu aku akan pergi dari sini? " tanya sinis Tapak Dewa.
"Prajurit! Geledah isi yang ada didalam goa itu.." perintah Tapak Dewa.
Swuuuush! Swuuuush! Puluhan prajurit hendak memasuki goa, namun langkahnya dihentikan oleh Wulan yang melesat dan mengayunkan pedangnya kearah puluhan prajurit.
Dhuuuuaar! Seuliet energi Qi yang berasal dari tebasan pedang Wulan membuat kesepuluh prajurit tersebut meledak menjadi kabut darah.
"Lancang! Prajurit! Bunuh mereka semua! " teriak Tapak Dewa murka melihat seorang wanita berani membunuh pasukannya.
Swuuush! Swuuuush! Jutaan prajurit yang mengepung mereka berenam satu persatu melesat dan menyerang mereka. Namun sayangnya prajurit tersebut hanyalah semut dihadapan Joko Dwi Permana dan kelima muridnya, namun akan banyaknya lawan yang maju dan mencoba menyerang kearahnya terus mampu membuat perlawanan Joko Dwi Permana kewalahan bersama muridnya.
Tapak Dewa yang mengamati pertempuran dari atas langit terus menunggu keenam pendekar pulau Jawa yang melindungi dua pusaka Legendaris tewas, mungkin ia mampu mengalahkan mereka berenam dengan mudah, namun ia lebih suka melihat lawannya tersiksa dahulu baru mengalami kematian.
Bau anyir darah dan banjir darah terlihat digunung Slamet yang tadinya selalu damai kini menjadi sangat kacau, pertempuran yang menyebabkan ledakan dan banyaknya pohon yang hancur membuat hawa yang tadinya dingin menjadi sangat panas.
Pertempuran terus terdengar, hingga terlihat luka kecil ditubuh keenam pendekar Pulau Jawa yang terus membunuh Kultivator Negeri China dengan bringas. Mereka berenam terus berusaha melindungi keberadaan dua pusaka Legendaris sekuat mereka. Hingga tiba tiba sebuah tangan raksaksa muncul menabrak tubuh Joko Dwi Permana yang menyebabkan tubuh tua tersebut terpental dan menabrak dinding goa tempatnya bersemedi.
"Guru! " ucap Kelima muridnya yang kehilangan fokus kemudian sebuah pedang menempel tepat dilehernya.
"Jangan bergerak atau kalian semua mengalami kematian! " ucap Tapak Dewa bersuara lantang.
Banyu, Wulan, Damar, Songko dan Arya yang melihat gurunya terluka parah menangis sejadi jadinya. Berbeda dengan Joko Dwi Permana yang bangkit dan melesat menghalangi prajurit yang mencoba memasuki goanya.
"Sungguh keras kepala! " ucap Tapak Dewa kemudian kembali melepaskan serangan tapaknya kearah Joko Dwi Permana.
Dhuuuuaar! Dhuuaaar! Joko Dwi Permana kembali terpental dan terus memuntahkan darah merah dari bibirnya. Karena ia kini tak berdaya untuk berdiri, Joko Dwi Permana yang telah memasangkan segel pada kedua pusaka legendarisnya segera melepas segelnya.
"Carilah penerusku! " teriak Joko Dwi Permana kembali memuntahkan darah segar dari mulutnya.
Tak berhenti disitu saja, Joko Dwi Permana kemudian membuat segel penghancuran dirinya untuk bermaksud mengubur Kultivator Negeri China di Gunung Slamet. Namun tindakannya segera dihentikan oleh Tapak Dewa yang tiba tiba muncul tepat dibelakangnya dan menusukan pedang tepat dijantungnya.
"Gu-guru! " ucap mereka berlima sangat terkejut.
"Mu..." ucap terakhir Joko Dwi Permana akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Dhuuuuaar! Dhuuuuaar! Lima ledakan terdengar dari serangan Banyu, Arya, Wulan, Songko dan Damar membuat prajurit yang mengarahkan pedangnya keleher mereka meledak menjadi kabut darah.
Kelima murid Joko Dwi Permana mengamuk sejadi jadinya, namun terlihat Tapak Dewa mengabaikannya dan memasuki goa milik Joko Dwi Permana, sesampainya didalam Goa.
"Inikah dua pusaka yang Kaisar Yang Lin cari..." ucap Jendral Tapak Dewa tersenyum kemenangan melihat dua pusaka yang dicarinya akhirnya ia dapatkan.
Namun tiba tiba ia merasakan firasat buruk ketika Geni Danyang dan Pedang Sangka Geni tiba tiba bersinar dan menghancurkan segel yang mengekangnya.
Dhuuuuaaar! Swuuuush! Ledakan didalam goa terjadi, setelah itu kedua pusaka tersebut melesat dan menembus batu dinding goa lalu pergi dengan kecepatan cahaya kearah timur.
"Tiiiiiidaaaaaaaaaak! " teriak Jendral Tapak Dewa.
Dhuuuuuaaaaar! Amarahnya membuatnya mengeluarkan ranah kultivasi Glory tingkat tiga yang menyebabkan goa tersebut hancur. Aura pembunuh yang sangat kental menyebar dan menekan semua gerakan prajuritnya hingga kelima murid Joko Dwi Permana.
Swuuuush! Dhuuuuaar! Tapak Dewa yang marah besar karena gagal mendapatkan apa yang dicari Kaisar Yang Lin kemudian melepaskan tapak Dewanya kearah lima murid Joko Dwi Permana yang membuat Wulan, Damar, Songko dan Arya tewas seketika. Namun tidak dengan Banyu yang hanya terluka sangat parah serta tak sadarkan diri.
---------------------Lasmana Pandya---------------------------
Tepat dimalam penyerangan brutal pendekar Negeri China ternyata dibarengi dengan kelahirannya putra Raja Prabu Panca Driya. Namun sayangnya istri Prabu Panca Driya harus menghembuskan nafas terakhirnya saat berhasil melahirkan putra pertama mereka.
Kebahagiaan dan Kesedihan bercampur menjadi satu dikerajaan Sangsakerta. Prabu Panca Driya yang sedang menangisi istrinya tak sadar bahwa dua cahaya muncul dan memasuki tubuh bayinya yang baru lahir itu. Ditengah kesedihannya Prabu Panca Driya, tiba tiba seorang Jendral Kerajaan yang bernama Dimas Ageng berlutut dihadapan Prabu Panca Driya.
"Rajaku... Aku turut berduka cita atas kematiannya Dewi Sri. Namun..." ucap Dimas Ageng kebingungan mengatakan kejadian yang terjadi digunung Slamet.
Prabu panca Driya yang larut akan kesedihannya mencoba bersikap tegar untuk menghadapi Dimas Ageng yang ia angkat sebagai Jendral Kerajaannya.
"Katakanlah." ucap Raja Prabu Panca Driya.
"Guru besar Joko Dwi Permana telah tewas..." ucap pelan Dimas Ageng sambil memberikan giok kekuatan jiwa milik Joko Dwi Permana yang telah hancur.
"Gu-guru te-tewas! " ucap terkejut Prabu Panca Driya sangat terkejut mendengar hal tersebut.
Dimas Ageng hanya diam, sedangkan Prabu Panca Driya jatuh berlutut sambil menatap atap kamar istrinya dengan tatapan hampa, bingung, sedih karena kehilangan dua orang yang ia sayangi.
"Gu-guru... Istriku..." ucap Prabu Panca Driya.
"Dimas Ageng... Kerahkan pasukan dan periksa kediaman Guru Besar serta pastikan keberadaannya." ucap Prabu Panca Driya.
"Baik raja..." ucap Dimas Ageng keluar dari kediaman.
*****
Tujuh hari telah berlalu, Prabu Panca Driya yang telah menguburkan mayat istrinya kini sedang menimang anaknya, dan menunggu datangnya kabar dari Jendral Dimas Ageng.
" Rajaku..." ucap seorang prajurit memasuki kamar Prabu Panca Driya dengan tergesa gesa.
Perasaan Prabu Panca Driya yang mulai membaik kemudian menatap prajurit tersebut dengan heran.
"Ada apa? " tanya singkat Prabu Panca Driya.
"Raja... Gu-guru besar..." ucap Prajurit tersebut tidak bisa melanjutkan ucapannya.
Sontak Prabu Panca Driya menjadi heran karenanya.
"Katakan yang jelas..." ucap dingin Prabu Panca Driya tak ingin berkata keras karena anaknya sedang tertidur.
"Guru besar telah mati..." ucap Prajurit tersebut memberanikan diri.
Sontak mendengar hal tersebut, tiba tiba lutut Prabu Panca Driya bergetar dan ambruk jatuh berlutut sambil menimang anaknya yang belum ia berikan nama.
"Di-dimana mayatnya.." tanya Prabu Panca Driya yang benar benar tidak mengetahui siapa yang dapat membunuh pendekar nomor satu di Pulau Jawa itu.
"Di aula kerajaan Raja. " ucap Prajurit tersebut masih berlutut.
Dengan mencoba menguatkan mentalnya kembali, prabu Panca Driya kemudian berdiri dan berjalan keluar dari ruangannya menuju aula Kerajaan. Sesampainya, Prabu Panca Driya langsung memberikan bayinya kepada dayang yang ada didekatnya.
"Gu-guru besar..." ucap Prabu Panca Driya yang kemudian berlari kearah mayat Joko Dwi Permana.
Tubuhnya yang lemas, dan matanya yang sayu melihat kearah gurunya yang bahkan Joko Dwi Permana tak pernah menganggap dirinya sebagai murid, namun karena Joko Dwi Permana telah berjasa besar kepada Kerajaannya membuatnya memanggil Joko Dwi Permana dengan sebutan guru besar.
Air mata Prabu Panca Driya menetes, Jendral Dimas Ageng dan lima Jendral lainnya hanya diam dan menundukan kepala mereka. Setelah itu Prabu Panca Driya menatap Jendral Dimas Ageng dengan tajam.
"Dimas Ageng apakah kamu tau siapa pembunuhnya.." ucap dingin Prabu Panca Driya.
" Yang Mulia Raja Prabu Panca Driya... Hamba benar benar tidak mengetahuinya, hanya saja kami melihat ribuan mayat berkulit putih berserakan disekitar kediamannya. Dan ini plat salah satu diantara mereka." ucap Dimas Ageng menghampiri dan memberikan plat Kekaisaran Yang kepada Prabu Panca Driya.
Kraaaaack! Seketika plat tersebut hancur saat telah berada ditangan Prabu Panca Driya.
"Apa yang tertulis dari pesan guru besar ternyata benar apa adanya... Jika bisa mengulang waktu, aku pasti mengirim jutaan pasukan ku.." ucap sedih Prabu Panca Driya.
Prabu Panca Driya kemudian menatap seluruh petinggi kerajaan dan Jendral Kerajaannya dengan tatapan membunuh.
"Mulai sekarang jika melihat Kultivator dari Negeri seberang kalian harus menangkapnya hidup hidup! Jika mereka memberontak bunuh ditempat! " ucap Prabu Panca Driya dengan nada dendam disetiap ucapannya.
"Baik Yang Mulia Raja Panca Driya.." ucap mereka semua kompak.
Setelah itu Prabu Panca Driya yang melihat kekurangan satu murid dari Joko Dwi Permana menatap Jendral Dimas Ageng dengan tajam kembali.
"Jendral Dimas dimana mayat adik Banyu? " tanya heran Prabu Panca Driya.
"Yang Mulia... Beliau masih hidup, dan kini sedang ditangani oleh tabib kerajaan. " ucap Dimas Ageng hormat.
Mendengar jawaban Dimas Ageng, Prabu Panca Driya matanya berbinar. Kini ia memiliki salah satu petunjuk untuk mencari siapa pelaku pembunuhan guru besarnya.
"Sampaikan pesan pada tabib yang menyembuhkannya, jika adik Banyu dapat sehat seperti sedia kala maka tabib kerajaan akan mendapat hadiah satu juta kristal jiwa sebagai hadiahnya." ucap Prabu Panca Driya.
Dimas Ageng mengangguk, meskipun ia tahu satu juta kristal jiwa sangatlah mahal, namun keputusan Raja Prabu Panca Driya yang telah bulat membuatnya tak berani melawan.
Tiga hari masa berkabung dan pemakaman Joko Dwi Permana serta keempat muridnya dilakukan dikerajaan Sangsakerta. Hari keempat setelah berkabung, akhirnya Prabu Panca Driya yang telah memutuskan pemberian nama pada anaknya di aula kerajaan dilaksanakan.
"Anakku ini akan aku beri nama Lasmana Pandya, yang artinya bijaksana, tegas dan tentunya berani! Anakku ini juga akan menjadi saksi bahwa aku akan memerangi Kultivator Negeri seberang hingga titik darah penghabisan ku! " teriak penuh ambisi Prabu Panca Driya sambil mengangkat anaknya yang sedang tersenyum kearah petinggi Kerajaan dan Jendral Kerajaan.
"Hidup tuan muda Lasmana Pandya! "
"Hidup tuan muda Lasmana Pandya! "
Ucap para petinggi dan Jendral kerajaan yang menyetujui nama yang diberikan, namun ditengah kegembiraan mereka. Dua tabib yang merawat Banyu tiba diaula dan memberikan laporan mereka.
"Benarkah? " tanya Prabu Panca Driya penuh semangat.
"Yang Mulia, saat ini Banyu telah tersadar dan meminta hamba untuk mengabari Yang Mulia." ucap tabib tersebut.
"Baiklah... " ucap Prabu Panca Driya kemudian membisikan penasehat kerajaan untuk memberi hadiah sesuai apa yang ia janjikan empat hari yang lalu.
Setelah memberikan anaknya untuk dijaga oleh dayang Kerajaan, Prabu Panca Driya dan enam Jendral kerajaan termasuk Dimas Ageng segera menuju ketempat Banyu dirawat.
Sesampainya.
"Adik..." ucap Prabu Panca Driya langsung menghampiri Banyu.
Banyu yang ingin memberikan hormatnya kepada seorang yang telah ia anggap sebagai kakak seketika langsung dihentikan oleh Prabu Panca Driya.
"Adik tenanglah... Apakah kamu bisa menceritakan kejadian yan telah terjadi? " tanya Prabu Panca Driya tak sabar.
Banyu kemudian menceritakan semua yang telah ia lewati hingga membuat Jendral dan Prabu Panca Driya mengubah ubah reaksi wajah mereka.
"Apakah mereka sekuat apa yang kau bicarakan adik? " tanya Prabu Panca Driya mencoba untuk tidak percaya apa yang dikatakan oleh Banyu.
"Kakak ini kebenarannya.. Sebelum kematian guru, beliau memintaku dan keempat adik seperguruan untuk mencari bocah yang menerima takdir dua senjata Legendaris milik guru.... Tu-tunggu.." ucap Banyu terkejut tidak melihat keempat adik seperguruannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!