NovelToon NovelToon

All My Heart

Episode 1

“Kelas 10-3,” kata In Hyeong pada dirinya sendiri.

Cha In Hyeong, seorang gadis berumur 16 tahun yang berhasil masuk ke sekolah nomor satu di Busan, Busan International School. Dan tiba hari di mana In Hyeong akan menjadi murid SMA untuk pertama kali. Tatkala begitu bersemangat, ia pun datang lebih dulu dari siswa lainnya.

“Kita di kelas yang sama?”

Mendengar suara seseorang menyapanya, seketika In Hyeong mengerjap cepat dan mengalihkan pandangan pada anak laki-laki yang telah berdiri di sampingnya.

“Aku, Jang Yon Bin,” kata Yon Bin seraya mengulurkan tangan.

Dengan ragu dan sedikit canggung In Hyeong membalas uluran tangannya.

“Cha In Hyeong.”

Segera, ia melepaskan jabatannya dan Yon Bin pun hanya bisa menahan senyum geli melihatnya.

“Apa kau ingin ke kelas bersama?” tawar Yon Bin.

“Oh, ya. Tentu.”

Sedetik kemudian, keduanya sudah melangkah beriringan menuju ruang kelas 10-3 yang terletak di lantai dua. Selama berjalan, In Hyeong tampak takjub memperhatikan sekitar sekolah sementara, tatapan Yon Bin terfokus padanya dengan kening berkerut.

“Apa kau belum pernah kemari?”

“Oh, pernah. Waktu mendaftar,” sahut In Hyeong.

Mendengar jawabannya, kening Yon Bin pun semakin berkerut.

“Aku perhatikan dari tadi kau terlihat sangat riang, seolah baru pertama kali menginjakkan kaki ke sini. Bukankah kita sudah berkeliling saat perkenalan lingkungan sekolah?”

“Oh, itu. Hehe.. saat itu aku sakit. Jadi, tidak bisa masuk dan ini pertama kalinya aku melihat ke dalam lingkungan sekolah,” kata In Hyeong yang sempat tertunduk malu.

Dan Yon Bin hanya bisa tersenyum seraya menggeleng melihat tingkahnya.

“Ini kelas kita,” kata Yon Bin.

Di depan salah satu ruang kelas dengan papan kecil bertuliskan 10-3 yang tergantung, Yon Bin mempersilahkan In Hyeong masuk lebih dulu. Dia memilih tempat duduk di pojok kelas dekat jendela sedangkan, Yon Bin tanpa pikir panjang langsung mengambil tempat di belakangnya.

Sesaat kemudian, In Hyeong sudah berdiri di belakang pagar beton depan kelas mereka. Sejenak dia memperhatikan para siswa di depan kelas sebelah yang terlihat akrab. Tatapannya tampak kosong sampai seseorang menepuk pelan pundaknya dan membuat ia tersentak.

“Hai, aku Oh Min Ah. Kau?”

Gadis bernama Oh Min Ah itu menyapa dengan sangat ramah hingga membuat ia merasa linglung. Keningnya pun sesaat berkerut melihat Min Ah yang berbadan kecil dan hanya memiliki tinggi tidak lebih dari pundaknya itu.

“Manis,” ucapnya tanpa sadar.

“Apa?” tanya Min Ah dengan suara yang sedikit melengking.

“Oh! Tidak apa-apa. Aku Cha In Hyeong. Salam kenal,” ujar In Hyeong cepat.

Tidak peduli dengan segala kebingungannya, Min Ah pun tampak fokus memperhatikan para murid lain yang mulai berdatangan dari lantai dua. Beberapa lama keduanya terdiam dan sesaat In Hyeong sempat melihat ke dalam kelas. Dilihatnya sebuah tas ransel biru pastel terletak di samping tempat duduknya.

“Tas biru itu milikmu?” tanya In Hyeong memberanikan diri.

“Iya. Tas ungu itu milikmu, kan?” sahut Min Ah riang.

“Iya. Dari mana kau tahu?” tanya In Hyeong linglung.

“Hanya kita bertiga yang baru tiba di kelas ini,” sahut Min Ah.

“Oh. Kau kenal Yon Bin?” tanya In Hyeong penasaran.

Seketika Min Ah menatapnya lekat.

“Anak yang duduk di belakangmu?”

“Iya.”

“Tidak,” sahut Min Ah seraya menggeleng cepat, “kupikir dia temanmu,” tambahnya dengan kening berkerut.

“Bukan. Hanya tadi sempat berkenalan sebelum masuk kelas. Aku bertemu dengannya di depan papan pengumuman. Aku tidak memiliki teman yang satu sekolah denganku saat aku di kelas tujuh dulu. Bagaimana denganmu?”

“Mmm… aku punya. Tapi, dia di kelas yang berbeda denganku,” kata Min Ah.

Tenang beberapa detik kemudian, keduanya telah kembali larut dengan pemandangan lapangan sekolah yang semakin ramai. Sampai…

“In Hyeong, bel masuk belum berbunyi, kan? Ini sudah hampir pukul 9.00,” kata Yon Bin yang tiba-tiba sudah berdiri di sisi In Hyeong sambil melihat jam tangannya.

Bersamaan keduanya menatap Yon Bin yang tampak serius memperhatikan sekitar lapangan seolah mencari seseorang.

“Kurasa sebentar lagi berbunyi,” sahut In Hyeong bingung, “apa kau menunggu seseorang? Kau terlihat sedikit gugup,” tambahnya.

Segera, Yon Bin melempar pandangan pada In Hyeong yang seketika menghindarinya. Dan Min Ah yang ikut menyaksikan pun menjadi salah tingkah tatkala Yon Bin melempar senyum pada mereka.

“Kalian berdua manis. Bertemanlah dengan baik,” ucap Yon Bin seraya tersenyum geli sebelum kembali memperhatikan setiap sudut lapangan.

DRIIIIIIIIIIIIING…

Bruuum…

Bersamaan dengan bel masuk, deru sepeda motor auto merah pun terdengar memenuhi penjuru sekolah. Setiap pasang mata memperhatikan sesosok siswa yang datang sangat terlambat itu. Namun, diantara keramaian dan tatap fokus para siswa, In Hyeong sesaat melirik Yon Bin yang tampak mengukir senyum penuh arti.

Dan usai siswa tersebut memarkirkan motornya, rasa penasaran semakin memenuhi siswa lainnya dan membuat pandangan In Hyeong terhalang. Dia pun akhirnya ikut naik ke sebuah kursi panjang tempat Min Ah berdiri sedari tadi.

“Sebenarnya dia siapa?” tanya Min Ah tanpa sedikitpun melepaskan pandangan.

“Tidak tahu. Kita lihat saja,” sahut In Hyeong

Siswa yang mencuri perhatian itu perlahan membuka helmnya dan memperlihatkan wajahnya yang begitu putih dengan hidung mancung serta rahang tegas. Tidak dipungkiri jika seluruh siswa saat itu langsung berdecak kagum karenanya.

Tatap tajamnya langsung mengarah pada Yon Bin sudah memperhatikannya sedari tadi. Tetapi, tidak ada komunikasi dari keduanya, hanya tatapan mata yang bisa mereka mengerti dan segera, siswa tersebut melangkah santai tanpa mempedulikan pandangan sekelilingnya.

“Kau kenal di... kyaaa…”

BRUK!

“IN HYEONG!”

WUAAA…

Belum selesai kalimatnya, tiba-tiba In Hyeong terjungkir ke depan dan berguling di atap lantai satu. Tanpa sadar Yon Bin berteriak diikuti teriakan ricuh para siswa lainnya yang juga terkejut melihat dia yang kini tengah bergelantungan di ujung atap.

“Jin Ho! Bantu aku!” teriak Yon Bin.

Siswa yang baru tiba itu pun seakan tak acuh beberapa saat sampai Yon Bin meneriakinya. Dia menatap datar Yon Bin yang terlihat panik dan begitu mengharap bantuannya.

“Jin Ho, cari matras atau sejenisnya!” kembali Yon Bin memerintah sembari perlahan melangkahi pagar.

Tenang, siswa bernama Jin Ho tersebut tidak sedikitpun bergerak. Dia hanya memandangi Yon Bin yang telah melangkah dengan hati-hati ke ujung atap.

“HEI! JOON JIN HO! CEPAT!” bentak Yon Bin yang tampak habis kesabaran.

“Yo, Yon Bin, to, tolong aku,” ujar In Hyeong yang mulai terisak.

“Hei, kalian jangan hanya berdiri? Bantu cari matras!”

Bentakan Yon Bin seketika membuat seluruh siswa di lantai dua berlarian panik ingin mengerjakan perintahnya. Sementara, Jin Ho tetap tidak bergeming.

“Yon, Yon Bin, hati-hati,” kata Min Ah gugup.

“Joon Jin Ho, apa yang kau lakukan?! Bantu aku?!” untuk kesekian kalinya Yon Bin berteriak.

“Entah aku yang mesum atau kau yang sudah tahu.”

Mendengar suara serak Jin Ho yang khas mengucapkan pernyataan yang aneh, seketika seluruh sekolah senyap.

“Kalau aku menolongnya, itu kerja berat. Pertama, aku berlari ke sana kemari mencari matras. Kedua, aku harus membuka jas sekolahku lebih dulu. Ketiga, aku wajib menutupi kakinya yang hanya tertutupi rok pendek menuju ke UKS. Kenapa? Karena dia tidak mengenakan dalaman lain kecuali CD hitamnya.”

“Kyaaa…”

BRUK!

“Akh!”

Sontak penjelasan Jin Ho mengejutkan semua orang, tidak terkecuali In Hyeong yang spontan melepas pegangannya. Tubuhnya jatuh menghentak kepala Jin Ho dan membuat mereka seketika tak sadarkan diri.

Episode 2

In Hyeong masuk kelas dan melihat Yon Bin sudah duduk di bangku kemarin bersama Jin Ho di sampingnya. Tampak dia begitu santai bersandar dengan mata tertutup serta kedua kaki yang bersilang di atas meja sembari mendengarkan musik melalui headphone dan mulutnya tampak bergerak mengunyah permen karet.

Melihat In Hyeong yang heran dengan sikapnya, Yon Bin pun menghentikan kegiatan belajarnya dan tersenyum geli.

“Dia memiliki cara belajar yang sedikit berbeda,” tegur Yon Bin.

Pandangan In Hyeong seketika teralih pada Yon Bin yang masih tersenyum manis padanya.

“Oh! Terima kasih atas bantuanmu kemarin,” kata In Hyeong canggung, “dan selamat karena kau terpilih menjadi ketua kelas kami,” tambahnya.

“Bukan aku yang menolongmu tapi, Jin Ho,” sahut Yon Bin tulus.

“Tapi, setidaknya kau yang lebih berusaha. Mmm.. maaf, dibanding temanmu ini,” jelas In Hyeong seraya tertunduk dengan perasaan tak nyaman.

“Setidaknya dia menjadi pengganti matras paling nyaman,” ujar Yon Bin dengan senyum mengejek.

“Iya,” sahut In Hyeong sembari mengangkat kepalanya , “terima ka…”

Seketika In Hyeong bungkam tatkala melihat Jin Ho tiba-tiba melepaskan headphone-nya dengan kasar. Dia membuka mata dan menurunkan kedua kakinya, lalu menatap tajam In Hyeong yang sontak kembali tertunduk. Sementara, Yon Bin menepuk pelan pundaknya sambil tersenyum.

“Kau sudah bangun? Kenalkan, ini In Hyeong. Yang kemarin kau tolong.”

Mendengar suara Yon Bin yang begitu tenang, segera In Hyeong mengangkat wajahnya dan menatap Jin Ho yang hanya menunjukkan ekspresi datar.

“Ha, hai, terima kasih yang kemarin, ya,” kata In Hyeong sedikit takut.

Tidak ada reaksi dan sedikitpun dia tidak mempedulikan In Hyeong yang kini tampak linglung. Alih-alih membalas sapaannya, Jin Ho malah berdiri dan menatap Yon Bin yang masih terlihat tenang.

“Pelajaran pertama Tata Krama dan Ilmu Sosial. Aku pergi, kau urus sisanya. Pelajaran selanjutnya aku akan masuk,” perintah Jin Ho datar.

Dan tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Jin Ho untuk In Hyeong. Bahkan saat berpapasan dengan Min Ah yang baru tiba, dia juga tidak bereaksi dan tetap melangkah santai keluar dari kelas dengan ranselnya.

“Dia mau pergi ke mana?” tanya Min Ah heran.

“Aku juga tidak tahu,” sahut In Hyeong seraya berbalik menatap Yon Bin, “kenapa kau diam saja? Kau, kan, ketua kelas. Dan kalaupun dia memang memiliki otak yang jenius, dia juga tidak bisa bertindak semaunya.”

“Jin Ho paling tidak suka dengan pelajaran Ilmu Sosial.”

“Kenapa? Apa karena gurunya?” tanya In Hyeong dengan kening berkerut.

“Bukan karena guru. Tetapi, karena hal lain.”

“Hal lain bagaimana maksudmu?” tanya Min Ah penasaran.

Namun, belum sempat Yon Bin menjawab, bel masuk berbunyi dan guru pun datang di saat yang sama. Beberapa jam kemudian, pelajaran pertama berlalu, disusul pelajaran kedua dan berlanjut ke pelajaran ketiga. Sampai tiba waktu istirahat tepat pukul 12.00 siang.

“Hoaahmm… seperti neraka. Aku mengantuk sekali.”

Mendengar keluhan salah seorang teman mereka, In Hyeong pun tersenyum sebelum kemudian, berbalik melihat Yon Bin yang tengah sibuk membereskan buku-buku pelajarannya.

“Kau bilang, dia tidak suka pelajaran Ilmu Sosial. Tapi, kenapa pelajaran Bahasa Korea dan Matematika dia tidak masuk juga?”

“Iya, sebenarnya dia ke mana?” tanya Min Ah yang tampak kesal.

“Aku bilang, dia tidak suka pelajaran Ilmu Sosial bukan bilang, kapan dia akan kembali, kan?”

“Tetapi, setidaknya di hari pertama belajar, dia harus menampakkan wujudnya,” omel In Hyeong.

Mendengar celotehan kedua teman barunya itu, Yon Bin hanya melempar senyum geli.

“Aku lapar. Ayo, ke kantin,” ujar Yon Bin seraya beranjak dan mengusap kepala In Hyeong.

Dengan perasaan kesal akibat rasa penasaran yang tak terjawab, mereka akhirnya memutuskan untuk bungkam sambil mengikuti langkah Yon Bin. Dan diantara baris keramaian para siswa lainnya, In Hyeong yang terfokus dengan gilirannya untuk mengambil makanan pun tidak menyadari jika Min Ah telah berpindah barisan ke pojok kantin untuk mengambil makanan yang berbeda.

“Min Ah, aku jadi kesal. Entah kenapa ini tidak adil. Guru Jung juga tidak marah karena absennya Jin Ho. Memangnya dia siapa? Anak Presiden? Kenapa bisa seenaknya tidak masuk pelajaran. Mungkin dia jenius tapi, setidaknya dia gunakan otaknya untuk bersikap baik. Terlebih dia seperti anak yang suka memanfaatkan teman. Lihat saja Yon Bin tetap membelanya walaupun dia sal… akh!”, seketika In Hyeong memekik dan berbalik marah usai kepalanya dipukul cukup kuat dari belakang, “hei, Oh Min... Joon Jin Ho…”

Bersamaan dengan celotehannya yang terputus, seluruh pasang mata pun tertuju pada In Hyeong yang tanpa sadar membentak dan seketika bungkam tatkala melihat sosok tinggi dengan tatapan dingin di hadapannya.

Sosok yang tak lain adalah Joon Jin Ho itu terlihat memegang sendok dengan posisi cukup tinggi dan tidak di pungkiri dialah yang memukul kepala In Hyeong menggunakan benda tersebut. Namun, menyaksikan para murid serta guru di kantin menatapnya heran, In Hyeong pun hanya bisa membungkuk beberapa kali sambil meminta maaf.

Sampai keadaan kembali seperti semula, In Hyeong baru bisa melihat Jin Ho yang masih memandanginya dengan ekspresi datar.

“Apa?! Kau memang berdosa, kan?!” bentak In Hyeong dengan mata melotot, “membolos di hari pertama belajar. Apa kau tidak kasihan pada orangtuamu, mereka membayar hanya untuk membiayai sekolah dan gaya hidup harianmu. Kau pikir kau sia… akh!”

Lagi, In Hyeong memekik dan kali ini, Jin Ho melayangkan benda tersebut ke bibirnya. Seakan tidak memberi kesempatan untuk In Hyeong melawannya, ia pun langsung menukar sendok miliknya dengan milik In Hyeong dan lalu melangkah lebih dulu mengambil makanan.

Sementara, In Hyeong yang tidak memiliki banyak waktu, mau tidak mau bergegas ikut mengambil makanan di samping Jin Ho yang tampak tidak berdosa.

“Lain kali gunakan mulutmu hanya untuk mengunyah makanan. Sayang jika kau gunakan untuk mengeluarkan seluruh isi otakmu yang tidak penting. Setidaknya bagus, aku tidak menuntutmu karena hampir mematahkan leherku. Cukup aku yang melihat, lain kali gunakan dalaman. Dasar mesum.”

Penjelasan Jin Ho yang berbisik padanya sebelum pergi sontak membuat In Hyeong terbelalak dan bungkam menahan amarah dengan wajah merah padam. Dan sejak kejadian hari itu, tidak sedikit pertengkaran yang selalu terjadi diantara mereka.

Bahkan tim kreatif kelas 10-3 pun kacau akibat perbedaan pendapat tentang dekor kelas untuk memperingati ulang tahun sekolah dan membuat mereka bertengkar hebat. In Hyeong sendiri hampir menangis berusaha menutupi rasa malu serta kesalnya karena bentakan Jin Ho di hadapan teman-teman sekelas.

Episode 3

“Haaa…”

Seolah telah melalui hari yang berat, sore itu sepulang sekolah In Hyeong memutuskan untuk bermain ke Pantai Haeundae. Dia menghela napas cukup keras usai memandangi langit.

“Kau sering kemari?”

Sontak In Hyeong menoleh ke belakang dan dilihatnya Jin Ho yang masih mengenakan seragam sekolah berantakan melangkah mendekatinya. Dengan kening berkerut dia melempar pandangan sinis pada Jin Ho yang saat itu mengenakan kacamata hitam.

“Apa yang kau inginkan?” tanya In Hyeong ketus.

Dengan sigap dia menghadap In Hyeong dan melepaskan kacamata lalu mengulurkan tangan hingga membuat kening In Hyeong semakin berkerut.

“Kau ingin menghipnotisku melalui jabatan tanganmu?” tanya In Hyeong datar.

Mendengar pertanyaan In Hyeong, dia pun menghela napas dan menarik kembali uluran tangannya sebelum kemudian, duduk bersila di atas pasir.

“Tidak ingin duduk?” tanyanya.

Tidak ada respon dan hanya tatapan sinis yang In Hyeong tujukan padanya. Namun, Jin Ho tampak tidak peduli dan dengan sekali sentakan dia menarik tangan In Hyeong yang langsung terduduk di sampingnya.

“Hei!” teriak In Hyeong kesal.

“Ini pertama kalinya,” ucap Jin Ho tak peduli.

Dan untuk kesekian kali, kening In Hyeong berkerut. Rasa penasaran pun perlahan menyelimutinya dan mulai terfokus pada Jin Ho yang tengah memandangi bentangan laut Pantai Haeudae yang semakin terlihat kemerahan karena bias cahaya matahari senja.

“Ini pertama kalinya,” kembali Jin Ho mengulang kalimatnya, “aku lahir di Seoul dan besar di Paris. Selama di sana, aku tinggal bersama Nenek dan kedua kakak perempuanku yang sedang melanjutkan studi. Sementara, orangtua kami berusaha keras mendirikan sebuah perusahaan di Seoul untuk menghidupi anak-anaknya. Tidak sia-sia, saat aku lulus sekolah dasar, perusahaan Ayah berkembang pesat. Kami pun bisa kembali berkumpul di Seoul. Tahun ajaran baru, kami pindah ke Busan karena Ayah ingin mendirikan perusahaan cabang di sini. Selama empat tahun berlalu, ini pertama kalinya aku ke Pantai Haeundae,” tambahnya panjang lebar.

“Apa kau sakit?” tanya In Hyeong.

“Aku minta maaf atas semua hal yang sudah kulakukan selama dua bulan terakhir. Aku iri melihat Yon Bin bisa dengan mudah mendapatkan teman,” kata Jin Ho sembari tersenyum sinis.

“Jadi…kau juga ingin berteman denganku?” tanya In Hyeong menyelidik.

“Aku hanya penasaran makanya mengikutimu sampai kemari.”

Merasa dipermainkan tatkala mendengar jawabannya, In Hyeong pun langsung beranjak dan seketika membuat Jin Ho ikut berdiri.

“Kenapa? Aku belum selesai bicara,” ujar Jin Ho heran.

“Katakan, sebenarnya apa maumu?” tanya In Hyeong ketus.

“Mmm.. aku hanya ingin meminta maaf atas kejadian yang kulakukan selama ini. Aku tahu, aku salah. Tapi, jujur saja setiap kali melihat wajahmu, aku selalu merasa kesal,” jelas Jin Ho sembari memijat-mijat tengkuknya.

“Haaa…” hela In Hyeong cukup keras, “kau ini sebenarnya ingin meminta maaf atau mengajakku berdebat? Kalau niatmu hanya ingin membuatku marah, sebaiknya jangan menggangguku. Aku juga tidak suka dengan anak sombong sepertimu,” tambahnya yang lalu berbalik.

Namun, baru akan melangkah, Jin Ho dengan sigap menahannya dan membuat dia seketika menatapnya penuh kekesalan. Pandangan sinisnya langsung tertuju pada tangan Jin Ho yang masih menggenggam erat lengannya dan segera, Jin Ho yang tersadar pun segera melepasnya.

“Ma, maaf, aku hanya ingin seperti Yon Bin. Berteman denganmu,” kata Jin Ho cepat.

“Ha?!”

“Ayo, aku rasa sudah saatnya pulang.”

Membisu dan pasrah adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan In Hyeong detik itu. Dibiarkannya Jin Ho menggenggam erat tangannya dan menuntun dia melangkah pergi dari Pantai Haeundae.

-----------

Hari itu Kamis, 1 November 2007, Guru Bae Ryu Joon, wali kelas 10-3 terlihat memasuki kelas bersama dua siswa kembar. Semua mata tertuju pada mereka tidak terkecuali, In Hyeong yang tampak terpesona dengan kedua siswa laki-laki tersebut.

“Anak-anak, hari ini kita kedatangan dua teman baru. Silahkan perkenalkan diri kalian,” kata Guru Bae.

Melihat kedua siswa baru tersebut, Jin Ho hanya tersenyum sinis seraya mengeluarkan komik dari ranselnya dan di saat yang sama, salah satu dari siswa itu pun mulai berbicara.

“Selamat pagi. Aku Goo Yong Hwa. Murid pindahan dari Seogang High School, daerah Kota Gwangju, Provinsi Jeolla Selatan. Mohon bimbingan kalian semua,” kata Yong Hwa sembari tersenyum ramah.

Mendengar nama Seogang High School disebutkan, hampir seluruh siswa dan siswi dalam kelas mereka menunjukkan ekspresi takjub. Lagi, tidak terkecuali In Hyeong yang hanya bisa meneguk ludah.

Reputasi Seogang High School yang bisa dikatakan sangat memuaskan itu selalu berhasil mencetak siswa yang luar biasa karena terkenal dengan kedisiplinannya dan hanya diperuntukkan bagi anak-anak pilihan.

Namun, dibalik seluruh kekaguman mereka, ada dua anak lain di pojok kelas yang sama sekali tidak peduli. Kedua siswa itu tak lain adalah Joon Jin Ho yang sudah asyik membaca komiknya bersama Yon Bin.

“Aku Goo Yong Hae, murid pindahan dari sekolah yang sama. Mohon bimbingannya,” kata Yong Hae datar.

“Baiklah, ada yang ingin ditanyakan?” tanya Guru Bae.

Dan salah satu gadis di kelas mereka yang bernama Seung Moon Rye pun mengangkat tangan dengan penuh semangat.

“Aku hanya ingin tahu, bagaimana cara kami membedakan kalian?”

Seluruh kelas langsung mengiyakan pertanyaan Moon Rye. Kecuali, lagi-lagi, Jin Ho dan Yon Bin yang sedikitpun tidak berminat dengan dunia orang lain.

“Kami kembar identik dan memang sedikit sulit membedakan di awal. Tetapi, semakin lama aku yakin kalian akan menemukan perbedaannya,” jelas Yong Hwa ramah.

“Kenapa tidak mengenakan kalung atau gelang? Jadi, kami bisa lebih mudah membedakan kalian,” tanya Min Ah tiba-tiba.

Namun, belum sempat pertanyaan Min Ah terjawab, Jin Ho langsung mengangkat kepala...

“Guru Bae, bisa kita mulai pelajaran sekarang?”

Sontak seluruh kelas menyoraki Jin Ho yang hanya membalas teman-temannya tersebut dengan tatapan dingin. Dan alih-alih marah, Guru Bae hanya bisa menggeleng dan berusaha menenangkan para muridnya.

“Sudah, tenang semua,” tegur Ryu Joon penuh kesabaran, “dan kalian berdua, bisa duduk di belakang Jin Ho dan Yon Bin. Bapak keluar dulu, sebentar lagi guru jam pertama akan masuk. Jadi, jangan ribut. Silahkan melanjutkan perkenalan di jam istirahat. Selamat pagi,” tambahnya yang kemudian berlalu pergi.

Dan setelah beberapa jam yang membosankan bagi para murid yang penasaran akan sosok teman baru mereka. Tibalah jam istirahat dan tidak seperti biasanya, Jin Ho kali ini menarik In Hyeong lebih dulu ke kantin.

“Kau ini kenapa?” tanya In Hyeong ketus.

“Duduk di sini, aku akan ambilkan makananmu,” perintah Jin Ho yang lalu pergi.

Walau kesal tetapi, In Hyeong tetap menuruti perintahnya dan menunggu sampai Yon Bin serta Min Ah ikut bergabung makan siang bersama mereka.

“Menurut kalian mana yang lebih tampan? Yong Hwa atau Yong Hae?” tanya Min Ah di sela acara makan mereka.

“Aku lebih suka Yong Hwa. Dia kelihatan lembut dan dewasa,” kata In Hyeong riang.

“Tapi, Yong Hae juga keren,” puji Min Ah sembari tersenyum sipu.

Menyaksikan sikap keduanya, Jin Ho pun hanya melirik sinis.

“Berhentilah mengagumi hal yang tidak akan membuat kalian cerdas. Menganggap mereka layaknya Pangeran Berkuda Putih, dekat denganku dan Yon Bin saja cukup sudah membuat kalian di musuhi hampir setengah sekolah. Apalagi anak-anak pesolek itu,” celoteh Jin Ho.

Ucapan Jin Ho dengan ekspresi datar yang sedikitpun tidak memandang mereka membuat In Hyeong tiba-tiba menarik baki tempat makannya.

“HEI!” teriak Jin Ho tanpa sadar.

“Kenapa?” tanya In Hyeong dengan rahang menguat.

“Hei, apa yang kau lakukan?” tanya Min Ah setengah berbisik, “apa kau tidak lihat sekarang seluruh orang di sini melihat ke arah kita,” tambahnya.

Tetapi, sama sekali In Hyeong tidak bergeming. Dia tetap menatap dingin Jin Ho yang juga melakukan hal sama.

“Joon Jin Ho, jaga sikapmu,” bisik Yon Bin.

Sontak, Jin Ho menatap tajam Yon Bin yang membalas tatapannya dengan tenang.

DUK! DUK! DUK!

Terdengar suara bola memantul cukup kuat lalu menggelinding dan berhenti tepat di bawah kaki Jin Ho yang langsung memandang kesal sosok di depan pintu kantin.

“Bertandinglah dengan anak baru itu. Kau dan Yon Bin.”

Sosok perempuan tomboy yang begitu jauh dari kata cantik sebab wajahnya yang terlihat sangat tampan seketika membuat seluruh pasang mata berpindah melihatnya, tidak terkecuali Yong Hwa dan Yong Hae yang sedari tadi memperhatikan keributan mereka. Perlahan siswi tomboy itu menghampiri Yong Hwa dan Yong Hae yang duduk tak jauh dari tempat Jin Ho.

“Aku, Kang Goo Hee. Ketua pengurus inti klub basket di SMA ini,” kata Goo Hee memperkenalkan diri, “aku sudah melihat profile kalian. Jadi, aku ingin kalian mengikuti pertandingan percobaan melawan mereka,”

tambahnya seraya tersenyum penuh arti pada Jin Ho.

Sementara, Yong Hwa menatap Jin Ho dengan tatapan yang begitu tenang. Yong Hae tampak melihatnya dengan sinis dan dingin.

“Apa yang aku dapatkan kalau berhasil mengalahkannya?” tanya Yong Hae datar.

Senyum pun terukir di wajah Goo Hee yang kemudian ikut memandangi Jin Ho.

“Kau dapatkan seluruh kepopuleran yang dia miliki,” ucap Goo Hee.

“Tapi, kami tidak butuh itu,” sahut Yong Hwa dengan senyum riang yang seketika membuat Goo Hee melihatnya.

“Kami ingin gadis berkucir kuda itu. Kami ingin dia bersama kami selama di sekolah dan sedikitpun anak di sampingnya tidak boleh mendekat.”

Mendengar pernyataan Yong Hwa yang terdengar begitu riang membuat Jin Ho melangkah cepat menghampirinya.

“Kalian benar-benar ingin gadis itu?” tanya Jin Ho dingin.

“Sangat,” sahut Yong Hae tak mau kalah.

“Baik. Kita bertanding two on two dan keluarkan darah dari setiap lubang yang ada di tubuhku. Tapi, asal kalian tahu, belum pernah ada yang mendengar seorang Joon Jin Ho kalah,” jelas Jin Ho dengan rahang menguat.

Mendapati reaksinya, Yong Hwa yang tenang pun berdiri dan menatap lekat matanya.

“Kalau kami bisa lakukan itu, apa kau akan benar-benar menepati janji?” tanya Yong Hwa seraya mendekatkan wajahnya ke telinga Jin Ho, “kau… tidak pantas untuk gadis baik sepertinya. Terlalu brutal,” bisiknya seraya tersenyum mengejek.“

“Kalau kalian tidak bisa melakukannya. Jangan coba-coba lagi mengajukan diri ke klub basket dan keluar dari sekolah ini di hari yang sama,” tantang Jin Ho.

“Kami terima,” ujar Yong Hae sembari berdiri membalas tatapan amarahnya.

Senyap. Tidak ada lagi perbincangan lainnya dan kantin terdengar ramai seperti tidak terjadi apa-apa. Hanya rasa khawatir tersisa tatkala In Hyeong melihat punggung Jin Ho yang melangkah cepat keluar dari kantin.

-----------

Tiba hari yang di nantikan seluruh siswa juga pengajar Busan International School. Dan ketika peluit dibunyikan, terdengar jelas sorak sorai para gadis yang mendukung masing-masing idola mereka.

Baik Jin Ho, Yon Bin, Yong Hae ataupun Yong Hwa tidak sedikitpun terganggu dengan riuh para pendukung mereka. Sementara, papan skor mati dan skor hanya dihitung menggunakan sepasang alat yang di pegang oleh Goo Hee serta wakil ketua klub basket, Joong Kyu Joon.

Pertandingan penuh emosi itu berlangsung selama dua jam dan tepat pukul 4.00 sore semua selesai. Suasana seketika sunyi saat Goo Hee melangkah ke tengah lapangan dan tampak tersenyum bersama alat hitung yang dibawanya.

“Mungkin aku tidak mengutarakan tentang keinginanku minggu lalu. Tapi, melihat hasil pertandingan kalian, aku ingin kalian berempat menjadi tim inti untuk pertandingan antar sekolah tahun depan,” jelas Goo Hee riang, “hasilnya seri,” tambahnya.

Mendengar pengumuman dari Goo Hee sontak seluruh penghuni Busan International School tertegun.

“Aku tidak terima apapun! Aku lebih memilih keluar dari sekolah daripada harus satu tim dengan mereka berdua!” teriak Yong Hae.

BUK!

WAAA…

Jin Ho tiba-tiba memukul kuat wajah Yong Hae yang langsung tersungkur seketika membuat seluruh siswa berteriak. Dan melihat saudara kembarnya dipukul tanpa sebab, Yong Hwa pun berniat untuk membalas namun, Yon Bin lebih dulu menghalangi dan memukulnya. Sedangkan, Goo Hee yang masih terlihat santai berusaha melerai mereka dibantu dengan para anggota klub basket lainnya. Cukup lama sampai perkelahian itu berhasil dihentikan dan In Hyeong yang merasa sudah cukup tenang pun berlari bersama Min Ah menghampiri Jin Ho juga Yon Bin.

“Jin, Jin Ho, kau tidak apa-apa? Aku bantu bersihkan lukamu, ya,” tawar In Hyeong sedikit takut.

“Aaaarrgghh…”

Teriakan amarah serta tangannya yang ditepis cukup kuat oleh Jin Ho saat akan membersihkan darah di dahinya membuat In Hyeong sontak terduduk akibat hilang keseimbangan. Bergegas Min Ah yang sedari tadi tengah membersihkan luka di wajah Yon Bin pun membantunya

“Kau tidak apa-apa?” tanya Min Ah.

“Tidak. Aku baik. Terima kasih,” kata In Hyeong seraya tersenyum getir.

Melihat Jin Ho yang masih dipenuhi amarah sama sekali tidak mempedulikannya, In Hyeong hanya bisa terpaku dan diam memandangi dia yang kini melangkah pergi bersama tas ranselnya.

“Kalian pulanglah,” perintah Yon Bin sembari meraih tas ranselnya.

Pandangan In Hyeong sempat tertuju pada Yong Hae dan Yong Hwa yang sudah dibantu hampir setengah gadis sekolah. Sejenak dia menghela napas pelan sebelum akhirnya beranjak dan melangkah pergi bersama Min Ah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!