Selain wajah cantiknya, tidak ada lagi yang tersisa dari seorang Mia kecuali hanya kebodohannya.
Anak haram yang di bodoh, tidak pernah bersekolah ini tidak disenangi kehadirannya di tengah tengah keluarga Kuncoro yang ternama.
Ibu nya adalah kekasih Gani Kuncoro jauh sebelum Ayah nya menikah dengan Tiara atas perjodohan kedua orang tua mereka. Ibu nya meninggal dunia setelah melahirkan nya dan semenjak itu Mia di serahkan pada Ayah nya yang lalu membawa nya ke dalam keluarga Kuncoro.
Gani juga memiliki dua anak perempuan dari pernikahan nya dengan Tiara. Satu bernama Jihan dan satunya lagi bernama Yuri.
Gani memohon kepada Tiara agar mau menerima Mia.
Tiara memang menerima nya tapi memperlakukan Mia dengan sangat tidak baik.
Sejak kecil, Mia diperlakukan seperti budak. Tidak jarang Mia dipukuli dan dihina oleh ibu tiri dan kedua adik nya.
Gani , tentu saja tau perlakuan mereka. Tapi dia tidak juga membela Mia dan pura pura tidak tahu saja. Sebab jika dia membela Mia yang ada hanya berujung pertengkaran. Tiara memegang kendali penuh atas diri Gani karena merasa kekayaan mereka adalah dari keluarga nya.
Suatu hari,
Perusahaan mereka bangkrut dan ada di ambang kehancuran.
Sekali lagi, Mia harus menjadi tumbal dari perlakuan tidak baik mereka. Mia harus bersedia menikah dengan pria cacat demi menyelamatkan perusahaan keluarga nya.
Garra Mahendra,
Satu satunya pewaris tunggal keluarga Mahendra. Keluarga terkaya nomor satu di negeri itu. Pria cacat yang hanya bisa berbaring di kasur, mengalami sakit lumpuh sejak dua tahun yang lalu tanpa penyebab yang jelas setelah kematian Kedua orang tua nya akibat kecelakaan.
Kini Garra tinggal bersama nenek dan kakeknya dan juga paman serta bibi dari keluarga ayah nya dirumah utama milik nya. Sementara keluarga ibu nya hanya lah orang kampung biasa yang tidak punya apa apa.
Rumor yang beredar, Tuan muda Garra bukan hanya lumpuh, tapi tidak dapat bicara dan tuli.
Dan Wasiat dari Bastian Mahendra, ayah dari Garra Mahendra pemilik sah seluruh harta kekayaan keluarga Mahendra, bahwa seluruh harta kekayaan nya akan jatuh ke tangan putra semata wayang nya setelah putranya menikah.
Lalu Paman Garra yang bernama Abraham itu, membuat sebuah pengumuman. Siapa yang mempunyai anak gadis dan bersedia menikah dengan keponakan nya maka akan mendapatkan bayaran yang tinggi.
Mendengar pewaris tunggal keluarga Mahendra, jelas banyak sekali yang tergiur, tidak peduli meskipun pria yang sedang dicarikan istri itu bukan lah pria normal, melainkan pria cacat yang hanya bisa terbaring di kasur saja.
Banyak sekali yang berdatangan untuk mengajukan diri, tapi semua tidak lulus seleksi.
Abraham sendiri, sengaja mengorek informasi secara detail dari setiap gadis yang mengajukan diri untuk menjadi istri keponakan nya. Karena dia benar benar harus memilih gadis yang terbaik dan patuh untuk menjadi pendamping calon pewaris tunggal keluarga Mahendra.
Hingga suatu hari,
Gani Kuncoro datang bersama istrinya menemui Abraham dan menawarkan Putri mereka.
Sebelum menerima nya , jelas saja Abraham sudah mencari tau tentang info detail putri mereka tanpa sepengetahuan mereka terlebih dahulu dengan bantuan sekretaris pribadi Garra.
***
Di dalam ruangan besar sebuah kantor, sepasang suami istri itu terdengar sedang memohon dengan nada yang begitu memelas dan ini untuk yang kedua kali nya mereka datang.
"Tolong lah kami Tuan! Putri kami bisa menjadi istri yang baik dan patuh untuk keponakan anda yang cacat itu. Saya berani jamin Tuan!" Ucap Tiara sambil menarik lengan Gani Kuncoro suaminya untuk memberi kode agar suaminya ikut memohon juga.
"Kenapa anda begitu yakin Nyonya?" Tanya Tuan Abraham, selaku pemimpin sementara perusahaan Mahendra Group.
"Karena kami mendidik putri kami dengan baik dari kecil, hingga putri kami menjadi gadis yang patuh dan tidak akan membantah kami." sahut Tiara berapi api.
"Baiklah, dua hari lagi kami akan melamar putrimu dan kalian akan mendapatkan imbalan seperti apa yang sudah kami janjikan." Jawab Abraham.
"Terimakasih Tuan. Terimakasih.!" Jawab Tiara dengan mata berbinar sambil melirik suaminya yang hanya diam tanpa sepatah kata pun itu.
"Pergi lah kalian, dan persiapkan putri kalian dengan baik." Ucap Abraham.
Sepasang suami istri itu pun mengangguk, dengan membungkuk mereka berdiri dan melangkah keluar dari ruangan kantor yang megah itu.
"Sepertinya usaha kita akan berjalan lancar." Ucap Sintia, wanita yang sedari tadi memang berada di dalam ruangan itu. Wanita yang tidak lain adalah istri Abraham sendiri.
"Ya, kau benar. Ternyata kau pintar, tidak sia sia kau menjadi istri seorang Abraham." Sahut Abraham tersenyum ke arah Sintia.
Sementara itu, sepasang suami istri tadi yang sudah berada di kediaman milik mereka terdengar sedang berbincang serius di kamar nya.
"Apa yang kita lakukan ini sudah keterlaluan Bu! Selama ini, kita tidak pernah menyayangi Mia dengan baik, dan sekarang malah akan menikahkan dia dengan pria cacat!" Keluh Gani.
"Dengar ya? Sudah untung aku menerima anak haram itu di rumah ini. Menikah dengan pria cacat tapi pewaris tunggal perusahaan Mahendra Group. Siapa yang sanggup menolak hah? Mia akan mendapat kekayaan dan nama terhormat. Lalu kita? Bisa menyelamatkan perusahaan mu yang bangkrut itu. Sudah saatnya Mia berkorban demi kita. Jangan hanya aku yang berkorban untuk dia, anak haram mu itu!" Teriak Tiara pada suami nya.
Gani hanya diam saja mendengar ucapan istrinya, untuk membantah ia tidak punya keberanian karena apa yang diucapkan istri nya itu memang benar kenyataan, meski di dalam hati nya terselip rasa tidak tega pada Mia putri nya. Walau bagaimanapun juga, Mia adalah anak dari wanita yang sangat dia cintai.
***
Mia meremas kedua tangan nya di bawah meja, gadis itu menggigit bibir nya setelah ibu tirinya selesai berbicara padanya di depan ayah nya yang juga ikut membenarkan ucapan istrinya.
"Bisakah kau melakukan ini demi kami Mia, anggap saja ini sebagai balas Budi mu pada kami yang sudah mengurusmu hingga sebesar ini?" Ucap tajam Tiara penuh penekanan.
Tidak ada yang bisa dilakukan Mia selain hanya mengangguk. Pembelaan nya pun sudah pasti tidak berguna dan hanya akan sia sia tanpa bisa menyelamatkan dirinya.
Mia tau, ini bukan perjodohan melainkan penjualan atas dirinya. Tapi Mia bersedia. Demi bisa dianggap keluarga, demi bisa membantu keluarga yang sudah mau menerima anak haram seperti dirinya. Meski Mia sadar, ini adalah awal sebuah penderitaan yang mungkin kedalaman nya tidak bisa diperkirakan oleh nya.
Balas Budi! Balas Budi!
Kau harus membalas Budi pada kami Mia!
Suara itu terus terngiang ngiang di telinga nya.
Kedua orang dihadapan nya tersenyum senang, tidak peduli tetesan kristal bening yang sejak tadi sudah meleleh di pipi gadis yang duduk hadapan mereka itu.
'Apa peduli mereka padaku! Toh selama ini aku hanya anak haram yang tidak diinginkan kehadirannya.'
'Baik lah, mungkin dengan begini, mereka akan senang. Dan aku bisa memulai hidup baru tanpa hinaan dari mereka!'
Mia berdiri, kaki lemah nya melangkah menuju kamar sempit nya.
Ia berdiri di depan kaca. Bercermin menatap bayangan dirinya sendiri.
'Terlalu tidak pantaskah aku untuk hidup dengan keluarga ku? Ibu… Kenapa kau tidak membawa ku serta Bu? Mungkin itu lebih baik daripada hidup ku selama ini'
Mia mengusap wajahnya. Inilah wajah bodoh nya yang malang. Wajah yang mungkin sebentar lagi akan hilang dari mata mereka yang memandang jijik padanya.
Mia membaringkan diri di kasur buruk nya. Mencoba memejamkan mata. Dan esok hari dia sudah harus bersiap menunggu neraka berikut nya.
Kau pasti bisa ! Kau akan baik baik saja Mia!
Pagi hari,
Mia sudah bangun sejak subuh tadi. Tapi dia masih enggan untuk keluar kamar. Tidak seperti biasanya saat subuh menyapa , Mia sudah ada di dapur tenggelam dengan semua kesibukan dapur dan rumah dengan segala antah berantah nya sampai sore hari. Bahkan dia sering lupa untuk makan.
Semua kebutuhan seisi rumah Mia yang menyiapkan, tidak boleh ada pelayan yang diijinkan untuk membantu nya. Dan itu sudah menjadi peraturan sejak kecil bagi nya.
Tapi tidak untuk pagi ini. Mood nya hilang mendadak. Matanya sayu memandang kosong. Tak ada yang dipikirkan kecuali pernikahan nya yang akan di jelang besok.
Suara derap langkah terdengar. Pelayan keluarga Kuncoro masuk ke kamar Mia dan menghampiri.
"Nona Mia. Tuan Gani memanggil anda. Nona disuruh menemuinya sekarang."
"Ada apa?" Tanya Mia tanpa menoleh pada pelayan perempuan itu.
"Ada utusan dari keluarga Mahendra. Ingin menjemput Nona hari ini katanya." Jawab pelayan itu. Sambil berjalan meraih koper besar milik Mia.
"Apa yang akan kau lakukan dengan koper ku bi?" Mia bertanya ketika melihat itu.
"Nyonya Tiara menyuruh bibi untuk membantu Nona berkemas."
"Berkemas?"
"Hari ini, nona sudah harus tinggal di rumah keluarga Mahendra. Maafkan bibi Non. Hiks..hiks…!" Sang pelayan itu menangis , seketika berhambur memeluk Mia. Pelayan itu bernama bi Sumi, satu satu nya orang yang menyayangi dan peduli pada Mia selama ini.
"Sudah , sudah bi. Jangan bersedih. Aku akan baik baik saja." Mia menepuk nepuk lembut punggung pelayan itu. Berusaha menenangkan tangisnya.
Padahal hati nya sendiri saat ini sedang menjerit, hanya Mia berusaha untuk tidak menangis sedikit pun. Dia berjanji akan menunjukan pada semua orang jika pernikahan nya ini tidak akan membuat nya tertekan atau merasa menderita. Mia bertekad, dengan keluarnya dia dari rumah ini, maka penderitaan nya akan segera diakhiri dan akan membuktikan jika anak haram ini juga bisa berguna untuk keluarga nya.
Pelayan itu melepaskan pelukan nya, masih menangis, lalu melangkah membuka lemari. Mengambil beberapa baju milik Mia dan memasukkannya ke dalam koper.
"Bawa ini Non, siapa tau disana Nona membutuhkan nya." Bu sumi mengambil sebuah buku. Buku tentang pengobatan yang pernah ia beri kan pada Mia. Bi Sumi memasukan buku itu sekaligus di koper.
Mia menatap sedih. Tapi dia harus kuat.
Mia melangkah membuka pintu.
Di lihat nya dua saudara perempuan nya sudah berdiri di depan nya.
"Kau lambat sekali! Calon keluarga pengantinmu sudah menunggu mu. Tidak sabar untuk membawa mu menemui calon suami cacat mu itu." Sambut Yuri dengan ucapan yang menusuk telinga Mia.
Mia diam saja. Tidak mau melayaninya.
"Lihat lah Yuri. Belum apa apa dia sudah sombong. Mau jadi istri Pangeran cacat saja sudah berani sama kita. Aku ingin sekali mencekiknya." Tambah Jihan.
"Sudah biarkan saja. Sebentar lagi , anak haram itu akan pergi dari sini. Mata kita jadi tidak akan sakit lagi karena melihat nya." Sahut Yuri.
"Apa kalian sudah selesai? Kalau sudah, aku harus segera menemui ayah. Paham kan ayah dan ibu akan marah jika aku terlambat." Ucap Mia melangkah kembali, meninggalkan dua adik nya yang semakin kesal padanya.
"Dasar anak haram! Tidak tau diri!" Umpat Jihan.
Mia tidak mendengar, terus melangkah dan menghampiri orang tuanya yang sudah menunggu di ruang tamu.
Mia bisa melihat, dua orang asing didepan nya . Salah satu dari mereka menundukkan kepalanya seperti sedang menghormatinya.
Mungkin mereka yang akan menjemputnya? Perwakilan dari keluarga Mahendra.
"Sini sayang?" Ucap lembut Tiara ,menarik tangan nya untuk duduk di samping nya.
Mia menurut saja. Duduk dengan tenang. Padahal hati nya sudah tidak karuan. Jantung nya bergemuruh. Tangan nya sempat terkepal dan meremas lututnya sendiri.
Gemetaran tubuhnya, tapi Mia mencoba sekuat tenaga untuk melawan gamang nya.
"Perkenalkan. Beliau ini adalah Tuan Abraham. Paman dari calon suami mu. Dan yang di samping beliau adalah sekretaris pribadi Tuan muda Garra, calon suamimu. Namanya pak Ang." Tiara memperkenalkan nya dengan bangga pada Mia. Mia tersenyum menunduk kan kepalanya tanpa menatap dua pria di hadapan nya itu.
"Mulai hari ini, kau harus tinggal bersama mereka di rumah utama milik keluarga Mahendra. Karena besok adalah hari pernikahanmu dengan Tuan muda Garra." Ucap Tiara kembali, sambil mengelus lembut rambut Mia dengan penuh kasih sayang.
'Cih... sungguh sempurna sandiwaranya!'
Pikir Mia.
"Apa Nona sudah siap?" Tanya sekretaris Ang.
Mia masih tersenyum dan hanya mengangguk.
"Baguslah. Kalau begitu kita berangkat sekarang saja Tuan Ang." Ucap Abraham.
Sekretaris Ang mengangguk. "Silahkan Nona." Ucap nya pada Mia.
"Kami permisi dulu Tuan Gani,. Nyonya Tiara. Terimakasih atas kerjasamanya. Putri anda kami bawa .Dan ini , sesuai janji saya." Ucap Abraham meletakan sebuah koper di meja sebelum melangkah.
Mia sempat melirik koper tersebut, melirik wajah kemenangan Tiara dan senyum bahagia di sana.
'Itu pasti uang. Uang hasil penjualan diriku!'
Hati Mia menggumam. Entah kenapa terasa begitu pedih.
Harus begini kah cara nya membalas Budi mereka?
Bahkan Ayah nya tidak mengatakan apapun padanya saat langkah terakhirnya di rumah itu. Walaupun hanya sekedar ucapan selamat berpisah sekali pun.
Saat ini, mobil yang membawa Mia sudah melaju dengan cepat. Tidak ada percakapan sedikit pun di dalam mobil yang terisi tiga kepala itu.
Mia duduk di kursi belakang. Matanya menatap keluar kaca, memandangi pepohonan yang tinggi berjejer di pinggir jalan,pikirannya mulai melayang kemana mana.
Tidak sampai lama mobil itu berhenti di sebuah Rumah yang sangat besar dan megah.
Abraham turun lebih dulu dan melangkah begitu saja dengan sedikit terburu tanpa menunggu mereka.
Sekretaris Ang membuka kan pintu untuk Mia dan membawa nya melangkah masuk.
Kaki Mia terlihat gemetaran saat melangkah memasuki pintu. Gadis itu mengedarkan pandangan nya. Tampak rumah itu bak istana.
Sekretaris Ang membawa nya menaiki tangga. Dan berhenti di sebuah ruangan di mana di sana Tuan Abraham sudah duduk manis bersama istrinya.
Mia masih gemetaran, tapi ia mencoba untuk menyembunyikan nya.
"Duduk lah!" Suara nyonya Sintia, seperti memberi perintah.
Mia menoleh pada sekretaris Ang yang masih berdiri di samping nya. Pria dewasa itu mengangguk samar.
Mia melangkah dan duduk.
Sintia melemparkan sebuah kertas di atas meja tepat di depan Mia.
"Baca dan pahami, setelah itu tanda tangani." Ucap Sintia terdengar sama sekali tidak bersahabat.
Tangan itu masih sedikit gemetar untuk meraihnya. Lalu Mia membaca nya.
Surat perjanjian. Itu lah yang terbaca oleh Mia. Isi nya tidak lain adalah, mengenai sebuah perjanjian saat Mia sudah menjadi istri Tuan muda Garra nanti.
Perjanjian yang harus Mia sepakati dan peraturan yang harus ia patuhi.
Isi surat perjanjian itu di antaranya,
Mia tidak boleh ikut campur urusan keluarga Mahendra apapun itu.
Mia hanya perlu mengurus Garra dan menemaninya. Tidak harus melakukan apapun diluar urusan mengurus Tuan muda Garra.
Tidak boleh menemui siapapun tanpa ijin dari Nyonya Sintia atau Tuan Abraham. Karena saat ini tidak mungkin meminta ijin pada tuan muda. Jadi semua yang mengatur adalah Nyonya Sintia dan Tuan Abraham.
Di sini Mia hanya sebagai istri tanpa punya hak apapun atas kekayaan suaminya, jadi tidak boleh menuntut apapun. Dan yang terakhir, adalah semua urusan tentang Garra diserahkan pada Mia.
Mia membaca nya dengan teliti. Merasa heran dan merasa ada yang salah dengan surat perjanjian itu. Tapi dia tidak ingin ambil pusing.
Baginya, pernikahan ini hanyalah pernikahan di atas kertas, bisa dikatakan hanya sebatas jual beli. Dia tidak mungkin menuntut apapun.
"Apa kau paham?" Tanya keras Sintia.
Mia mengangguk, " Terima Kasih atas petunjuk nya Nyonya, kedepannya saya akan berusaha dengan baik dan tidak akan mengecewakan." Mia tersenyum, walaupun harus berpura pura, lalu meraih pena yang juga tergeletak di atas meja.
Dan Mia menandatangani surat itu.
Wanita di depan Mia itu tersenyum senang.
'Sungguh bodoh. Cocok sekali kau bersanding dengan mayat hidup itu.'
"Bawa dia ke kamar nya Ang, sore ini juga kita akan menikahkan mereka." Ucap Abraham.
"Hah!" Mia terkejut.
'Bukankah harus nya besok? Apa ini? Apa tidak perlu persiapan apapun jika orang kaya menikah?' Ucap polos Mia, tapi hanya dia saja yang mendengarnya.
bersambung......!!!
Sekretaris Ang melangkah memasuki kamar Garra.
Pria itu mendekati Tuan mudanya.
"Tuan muda."
Garra menatap nya. Masih dengan keadaan duduk bersandar di tepi ranjang besarnya.
"Apa anda sudah siap dengan pernikahan ini?" Tanya sekretaris Ang.
"Tuan, anda tidak perlu cemas. Sesuai yang anda inginkan. Saya sudah mengarahkan tuan Abraham untuk mengambil gadis itu. Nama nya Mia. Dia tidak akan mengecewakanmu." Kembali Sekretaris Ang berucap. Sementara Garra hanya tersenyum tipis.
"Gadis yang malang. Polos, tapi penuh ketulusan. Anda akan aman bersama nya. Dan Tuan Abraham kali ini telah menggali kuburan nya sendiri. Bersiaplah Tuan." Sekretaris Ang melangkah, kembali meninggalkan Garra yang hanya diam saja.
Semua orang tau, Garra bukan hanya lumpuh, bukan hanya bisu, tapi juga tidak dapat mendengar dengan baik lagi. Hampir semua saraf di tubuh nya rusak. Mayat hidup, julukan yang pantas untuk Tuan Muda pewaris tunggal Keluarga Mahendra itu.
Tapi tidak untuk sekretaris Ang, orang yang begitu setia pada keluarga Mahendra.
Yang terlihat menjaga jarak itu, namun sebenarnya selalu ingin melindungi nya dan berjanji akan terus melindungi Tuan muda nya sampai berhasil melewati masa sulit nya ini. Ang, selalu yakin, walaupun tidak dapat berbicara, tapi Tuan muda nya bisa mendengar dengan jelas. Terbukti, jika Ang berbicara, Garra bisa menanggapinya dengan baik.
Sementara di ruangan lain.
Mia sudah berada di kamar sementara nya. Dia juga tidak paham kenapa dia tidak dipertemukan dengan calon suaminya.
Hanya saja menurut beberapa pelayan yang melayani nya, Tuan muda Garra walaupun lumpuh dia tidak bisa sembarangan ditemui dan disentuh oleh siapapun. Hanya satu pelayan saja yang boleh melayani nya yaitu Bu Asri. Dan dua pelayan pria pilihan Tuan Abraham yang mendapat tugas untuk mengantarkan makanan dan keperluan tuan muda Garra ke kamar nya.
Dan,
Waktu itu benar benar tiba.
Sesuatu yang begitu menggetarkan hati Mia. Hal yang sebenarnya tidak diinginkan nya dan bahkan tidak pernah di impikan seumur hidupnya.
Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar sementara Mia.
"Nona, silahkan berganti baju dahulu. Saya akan menunggu di sini." Kata sekretaris Ang yang sudah berdiri di depan pintu bersama seorang pelayan wanita.
Mia hanya diam saja, dia tidak menjawab dan tidak mengangguk.
Pelayan wanita itu masuk ke dalam kamar nya dan sekretaris Ang menutup pintu.
Pelayan wanita itu tersenyum ramah ke arah Mia.
"Saya akan membantu Nona berganti." Ucapnya , sambil membawa sebuah kebaya putih di tangannya.
Mia hanya mengangguk.
Dan pelayan itu membantu Mia mengenakan kebaya itu. Tampak sederhana sekali, tidak seperti cerita cerita yang pernah Mia dengar dari Jihan atau Yuri, jika seorang konglomerat menikah akan mengenakan gaun bagus yang mahal. Belum lagi pesta nya akan di selenggarakan di gedung berbintang.
Ah, ini kan hanya pernikahan di atas kertas.
Mia sudah selesai berganti, balutan kebaya putih sederhana itu sungguh bisa merubah penampilan nya. Terlihat begitu anggun dan cantik dengan paduan make up tipis di wajahnya.
Pelayan wanita itu pun bahkan terpesona.
"Nona, kenapa kau begitu cantik hanya dengan kebaya seperti ini?" puji nya.
Mia hanya tersenyum getir.
"Nona, anda boleh memanggil saya kapan saja jika membutuhkan saya. Nama saya Bu Asri. Saya adalah pelayan Tuan Mahendra dan Nyonya Mahendra ketika beliau berdua masih hidup dahulu. Dan saat ini hanya saya satu satu nya pelayan yang Tuan muda Garra ijinkan untuk melayani nya. Semoga dengan kehadiran Nona, Tuan muda mau di layani oleh anda." Ucap pelayan itu memperkenalkan dirinya.
"Terimakasih bu." Jawab Mia.
"Ah, suara anda begitu merdu. Semoga Tuan muda akan menjadi lebih baik di tangan anda Nona." Ucap pelayan itu kembali.
Sebenarnya banyak sekali pertanyaan di otak Mia yang ingin ia tanyakan pada pelayan itu, tapi Mia berusaha menahan nya. Dia mengingat perjanjian itu. Tidak boleh mengurusi apapun di luar urusan tuan muda.
'Ah, baik lah. Aku tidak perlu tau apapun. Ah.. tapi??'
"Bu.. Sebenarnya. Ah, tidak bi, tidak jadi." Mia mengurungkan niat bertanya nya..dan kembali fokus dengan dandanan nya.
"Nona tidak perlu cemas, saat nya nanti Nona akan paham dengan sendirinya." Ucap Bu Asri, seperti tau apa yang ingin dikatakan Mia.
"Ini sudah selesai. Baiklah, kita bisa pergi sekarang." Ucap Bu Asri.
Mia mengangguk dan mengikuti langkah Bu Asri yang membuka pintu. Diluar, Sekretaris Ang masih setia menunggu dan segera mempersilahkan Mia untuk mengikuti nya.
Mereka memasuki sebuah kamar yang berukuran besar dan begitu mewah. Dengan sebuah ranjang yang besar juga.
Mia bisa melihat beberapa orang di sana, diantaranya Tuan Abraham ada di sana.
Lalu seorang Ustad, ah, bukan bukan! Lebih tepatnya seorang penghulu.
Mata Mia melirik seorang pria yang duduk di kursi roda. Wajahnya tampan, tapi terlihat muram dengan rambut ikal dan panjang tak terurus.
'Apakah dia calon suami ku?'
Mia tersentak ketika sekretaris Ang memanggil nya.
"Nona! Mari silahkan."
Mia melangkah sesuai petunjuk sekretaris Ang.
Kini mia duduk di sofa , tepat di depan Pak Penghulu, dan di sebelahnya pria berkursi roda tadi.
Suasana mendadak hening, seperti mencekam.
Mia seperti sedang menunggu.
'Apakah pernikahannya akan segera dimulai?'
'Bahkan Ayah tidak ingin hadir disini menjadi wali ku.' Keluh hati Mia.
Sesaat setelah semua terdiam, Penghulu pun memulai acara.
Perlu kita ketahui, seperti yang dijelaskan pada situs piss-ktb.com, cara ijab qobul orang bisu dalam akad nikah bisa dilakukan dengan isyarat, dengan syarat bila isyaratnya sharih (jelas), jika tidak sharih, dalam arti isyaratnya menimbulkan kinayah atau ia bisa menulis maka bila ia masih bisa mewakilkan ia harus mewakilkan dan jika tidak bisa mewakilkan maka ijab qabulnya boleh dilakukan dengan isyarat kinayah atau dengan tulisan karena darurat.
Masalah nya disini, Garra bukan hanya bisu tapi juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya, sebab itu , ijab qobul nya sudah pasti di wakilkan. Dan Sekretaris Ang yang di percayai untuk mewakilinya.
Seharusnya, hari ini menjadi hari terbahagia dalam hidup Mia. Momen yang paling berharga bagi nya, tapi semua itu tidak dirasakan oleh Mia.
Tidak ada orang tua Mia, tidak ada orang Garra. Tidak ada sanak saudara yang hadir untuk memberi restu mereka. Sungguh pernikahan paling menyedihkan.
Bahkan Mia sempat menangis ketika saksi mengucapkan kata sah! Garra sedikit melirik padanya seperti ingin mengusap air mata wanita itu.
Setelah acara selesai, satu persatu orang pergi meninggalkan kamar tanpa berbicara.
Tersisa sekretaris Ang saja.
"Nona! Mulai sekarang Nona sudah resmi menjadi Nona muda Mahendra. Jadi, Tuan Muda Garra sudah menjadi tanggung jawab Nona sepenuh nya. Semoga Nona bisa menjadi istri yang baik untuk Tuan muda. Dan jangan sungkan menghubungi saya jika anda membutuhkan sesuatu." Ucap sekretaris Ang.
"Baik Tuan, terimakasih." Jawab Mia.
Sekretaris Ang beralih menghampiri Garra.
"Tuan muda, selamat ya. Semoga Tuan muda senang dengan pernikahan anda. Saya pergi dulu." Ang pamit.
Kini hanya tinggal Mia dan Garra.
Hati Mia bergetar menatap Garra, dia sudah menjadi istri pria cacat di hadapan nya itu.
Seperti sedang bermimpi buruk. Tapi melihat keadaan Garra, hati Mia tersentuh. Pria calon pewaris tunggal itu, seperti tidak terurus.
Tiba tiba Mia terkejut, melihat Garra berusaha untuk bangun dari kursi rodanya dan hampir jatuh.
"Biar saya bantu Tuan." Mia cepat merengkuh tubuh pria itu dan kembali mendudukkan nya di kursi roda. Lalu mendorongnya ke tepi ranjang.
"Tunggu sebentar Tuan,Saya akan berganti dulu."
Garra hanya menatap sekilas kearah Mia.
'Manis sekali dia! Apakah dia mempunyai hati tulus seperti wajahnya?'
Mia segera pergi ke kamar mandi untuk berganti, setelah mengambil baju milik nya di dalam koper nya yang sudah ada di dalam kamar itu. Entah kapan mereka membawa koper nya ke situ. Mia pun tidak tau.
Bersambung…!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!