Queenze Agata, itulah namaku, sudah beranjak 23 tahun dan saat ini bekerja di Perusahaan milik kekasihku sendiri.
Saat ini tugasku adalah meminta berkas dari divisi lain.
"Ini buk, bilang sama Pak Damian agar menandatanginya" ujar Daren. Aku mengangguk, tangan kami tak sengaja bersentuhan tapi ya tak masalah sih.
Kan Damian tidak lihat-
"Nona Queenze Agata"
Astaga....kapan tuh bayi ada disini!? Aku menoleh perlahan ke arah Damian, senyum kikuk kuberikan saat melihat ekspresi dingin dan kakunya.
"Saya, Pak Damian" sahutku sopan dan berjalan ke hadapannya. Damian bersidekap dada, heleh Dami.
Sok merajuk, gak kusayang juga kamu guling-guling di lantai
"Kembali ke ruangan anda, sekarang"
Uuu dingin sekali, Damian kalau lagi cemburu makin ganteng loh. Ehe, serius aku tuh "Tapi Pak-"
"Tidak ada tapi, kembali sekarang" Perintahnya mutlak dan aku tak bisa menjelaskan apapun.
Serius, dia benar-benar gamau denger penjelasanku. Yaudalah, mending aku pulang duluan saja, aku segera berjalan melewatinya dengan cepat.
Wajahku ku ekspresikan sedatar mungkin. Lihat saja, aku ngambek dan bakalan blokir nomer kamu Damian.
Lagian, aku tak sengaja nyentuh tangan Daren kamu uda ngambul, dasar bayi gede. Ingin rasanya ku sentil ginjalnya.
Aku segera mengambil ponselku dan memblokir nomer Damian, padahal tadi kulihat nomernya sedang aktif. Pasti dia hendak mengirimkanku pesan.
"Huh, siapa suruh ngambul gajelas" Gerutuku sebal.
Dan yah, aku pulang duluan hari ini dan tak mau menemui Damian. Biar saja dia ngamuk, toh sekarang jika dia ngamuk tak akan ada lagi yang dia bunuh.
...........
Suara langkah kaki yang ringan terdengar, pemilik langkah kaki tersebut adalah Queen sendiri.
Dia memiliki tubuh yang tinggi semampai, berkulit putih bersih, hidung bangirnya, bibir semerah cherry yang indah.
Mata bulat indah bermanik coklat madu, rambut coklat gelap sepunggung yang bergelombang.
Kaki jenjang yang berbalut dengan celana jeans hitam, disertai kaus putih yang dimasukan ke celana. Dan cardigan berwarna cream elegan.
Polesan make up yang tipis, hanya menggunakan blush on di kedua pipi mulus sedikit chubbynya, maskara ringan, eyeliner segari, dan lipstick berwarna merah.
Make up yang sesuai dengan usianya, Queenze berjalan menuju meja makan. Menyapa ramah para peayan yang berlalu-lalang di sekitarnya.
"Selama pagi semua" sapanya hangat, menarik kursi yang bersebelahan dengan sang adik tampannya. Mom dan Dad nya membalas sapaannya dengan penuh kasih.
"Selamat pagi Agata"
"Pagi Princess"
"Pagi bagong"
Queenze melirik sinis Gerald yang tak lain adalah adik kandungnya, usia mereka hanya terpaut 1 tahun saja. "Kamu nih, kakak sendiri dipanggil bagong" tegur Andre selaku Kepala keluarga.
Gerald hanya memberikan senyum mengejeknya pada Queenze. Untung saja Queenze ini penyabar, jadi garpu ditangannya tidak melayang ke wajah tampan Gerald.
"Apa kegiatan kamu hari ini Gerald?" tanya Andini, Sang Ibu rumah tangga.
Gerald mengerutkan dahinya samar, kemudian menjawab "Mau nemui pasien baru. Pindahan dari Jakarta RSJ Center, kasihan sekali sih. Masih muda, ganteng tapi uda gila"
Queenze nampak tertarik mendengar ucapan Gerald "Memangnya dia kenapa?" kepo Queenze.
Gerald memotong daging steak di hotplannya, dan menusuknya dengan garpu. Lalu memasukannya ke dalam mulutnya.
"Pacarnya mati karena terkena tembakannya sendiri" cetus Gerald.
Queenze merasa prihatin, sudah jelas rasa cinta pemuda itu sangat besar pada kekasih mereka. Sampai mental dan batinnya terguncang "Kasihan sekali.." gumam Queenze seraya memasukan potongan wortel ke mulutnya.
"Kayaknya, si Dami kalau nanti kakak putusin, bakalan sama kayak si Alby itu deh. Jadi gila" Celetuk Gerald lagi. Queenze tak menjawab ataupun perduli, lagipula dia tak ada rencana untuk pisah dari Bayi gedenya.
Tidak untuk sekarang sebenarnya, tidak tau ke depannya bagaimana.
"Hubungan kamu dan Dami baik kan?" Tanya Andini, Queenze mengangguk. Tentu saja baik, tak pernah bertengkar terlalu lama, karena pastinya Dami akan merengek dan menangis seharian di rumahnya.
Dan membuat Tante Amira pusing tak terkira.
"Aku uda selesai, berangkat dulu ya Mom, Dad, Rald" Queenze berdiri setelah menyeka bibirnya menggunakan tisu, serta meminum susu hangatnya.
Menyalim kedua orang tuanya, kemudian mengecup singkat pipi kiri Gerald. Kemudian berjalan menuju pintu yang terhubung ke garasi, sebenarnya hubungannya sedang tidak baik.
Damian bertengkar dengannya kemarin, hanya karena masalah selepe. Queenze tak sengaja menyentuh tangan dari Ketua Divisi Lapangan, dan Damian melihat itu.
Dia mengamuk di dalam ruangannya, tak mau mendengarkan penjelasan dari Queenze.
Dia seolah tutup telinga dengan kebenaran yang ada, sampai akhirnya Queenze memilih untuk pulang lebih awal.
Mematikan ponselnya dari semalam, dan belum ada dihidupkannya hingga kini. Queenze masuk ke salah satu mobil sport yang terparkir disana.
"Apa aku lihat dulu ya..takutnya dia kumat" gumam Queenze.
Dia merogoh tas selempangnya dan mengambil ponsel Iphone 12 X Pro ber casing putih bening. Menekan tombol on/off nya dan menunggu beberapa menit.
Sampai ponsel itu hidup kembali, foto dirinya dan Damian yang sedang bermain di Tokyo Disney Land.
Dengan bando telinga kucing di kepala mereka, Damian mencium mesra pelipis Queenze, sedangkan Queenze tersenyum lebar yang manis.
"Aku tuh, gak bisa marah-marah terlalu lama sama kamu.." bisik Queenze seraya mengusap wallpapernya itu.
Sesaat setelah dia menghidupkan data, ribuan pesan masuk ke whatssapnya.
...My Dami💞....
Queen😭
Maaf😭😭
Dami salah Queen, hueeee maaf😭
Queen balas!!
QUEEN!
DAMI NANGIS NIH!
HUAAAAAA QUEEN GAK SAYANG DAMI LAGI!!
Queen...Queen..
Queen..maaf..
Queen Dami mohon...
QUEEN!
Dami janji, Dami gak nakal lagi😂😎
Alamaj salah emot:(
Queen maaf😭
Queen jangan gini dong..
Iya Dami salah..IYA-IYA DAMI SALAH!
Queen maaf ih!
Queenze tersenyum simpul, lucu sekali sih.
Ada ratusan panggilan masuk dari Damian, puluhan dari Mama Damian, belasan dari teman-tan Queenze. Queenze menscroll pesan dari Damian sampai dasarnya.
Dan matanya sedikit membola saat melihat foto yany Dami kirim. Tangan yang berdarah karena bekas sayatan.
...My Dami💞...
Queen lihat.
Darahnya banyak, hihi.
Pesan ity dikirim 20 menit yang lalu, Queenze menggeram kesal dan mengendarai mobilnya keluar garasi.
Dia harus segera ke Rumah Damian karena sepertinya, Bipolar dan Self harmnya sedikit kambuh.
"Aku lupa, kalau Damian itu mantan RSJ. Dia bisa bertindak lebih gila dari ini" Gumam Queenze.
Pegangannya pada stir mengerat, dia..hanya khawatir, jika Damian terus seperti ini.
Queenze tak akan pernah bisa lepas dari kehidupan Damian. Karena itu seolah sudah menjadi takdirnya harus terus berada disebelah Damian.
Tak tau sampai kapan, yang jelas itu lah takdir yang harus Queenze alami, demi kejiwaan Damian.
®^^®
Bersambung......
Queenze langsung masuk ke dalam Mansion beraksen eropa di depannya, setelah dia memarkirkan mobil kesayangannya terlebih dahulu.
Bik Ina yang melihat kedatangan Queenze lantas mendekat "Non, Tuan Damian ngamuk dari semalam. Terus dia ngunci kamar dan gak keluar sampai sekarang" lapor Bik Ina.
Queenze mengangguk paham, dia berlari cepat menuju lantai 2. Jika Damian sudah mengiris pergelangan tangannya sendiri, berarti dia benar-benar prustasi.
Di depan kamar Damian sudah ada Alisyah dan Ziyel. Wanita dan Pria berusia 56 tahun yang menjabat sebagai orang tua Damian, Damian sebenarnya tidak kekurangan kasih sayang.
Cuma yang menimbulkan bipolar dan self harmnya adalah adik nya sendiri. 14 tahun lalu setelah kelahiran Edgar, bocah tampan bermata biru muda, yang saat ini sudah berada di Akhirat sana.
Damian cemburu, dia tak suka dengan kelahiran Edgar. Maka dari itu dia sengaja meletakan bantal di wajah sang adik, sampai bayi malang itu meninggal.
Damian pernah masuk RSJ, itu disaat dia berusia 17 tahun. Saat ketika dia ditolak Queen untuk pertama kalinya, dia menggila dan sering menyakiti orang di sekitarnya.
Maka dari itu Alisyah dan Ziyel memasukannya kr RSJ. Tau bagaimana dia bisa sembuh kembali? ya karena Queenze mendatanginya dan menerima cintanya. Dan mereka mulai berpacaran.
Bisa dikatakan, jika Queenze masih belum 100% mencintai Damian. Tapi dia berusaha untuk memperlakukan Damian penuh cinta dan kasih sayang.
"Agata! Akhirnya kamu datang Nak. Kamu bujuk Dami nak, dia benar-benar diluar kendali. Kami takut dia kenapa-napa" Amira langsung menyerbu Queenze dengan permohonannya.
Queenze mengangguk singkat. Dia menghela napas panjang dan menenangkan diri, ini hanya Damiannya. Bukan orang jahat.
Queenze mengetuk pintu kamar Damian 2 kali. "Dami, ini Queen datang. Bukain dong" Ucap Queenze lembut. Mereka semua menanti apa yang akan terjadi.
Cklek.
Helaan napas lega terdengar, pintu sudah tidak terkunci lagi. Queenze membuka pintu kamar Damian dan langsung masuk, disaat seperti ini hanya Queenze yang bisa menenangkan Damian.
Setelah mengunci kembali pintu tersebut, Queenze menatap sedih suasana kamar Damian, berantakan, hancur seperti kapal pecah.
Dengan tubuh tegap Damian yang terduduk lemas di pinggir kasur, darah menetes dari pergelangan tangan kanannya.
"Dami.." Panggil Queenze lembut.
Damian yang semula menunduk kini mendongak, matanya sembab karena terlalu lama menangis. Bibir bawahnya berdarah karena Damian menggigitnya.
Seulas senyum manis terbentuk, dia merentangkan kedua tangannya pada Queenze.
"Queen~peluk Dami" serunya semangat dan bernada.
Queenze berusaha menahan air matanya, dia..kasihan. Hatinya juga terluka melihat keadaan Damian, yang semakin hari terlihat sangat bergantung padanya.
Dia berjalan perlahan, melewati pecahan kaca dengan hati-hati. Setelahnya membawa Damian masuk ke pelukan Queenze yang sangat Damian suka.
Damian tertawa bahagia, mendusel dan menghirup rakus aroma anggur yang menguar dari tubuh Queenze.
"Akhirnya Queen dateng, Dami rindu" bisik memelas yang terdengar tulus, membuat hati Queenze sakit.
Queenze mengelus kepala Damian dengan lembut, sesekali mencium pucuk kepalanya.
"Maafin Queen ya" lirih Queenze bergetar menahan tangisnya.
Dami yang menyadari itu lantas mendongak, dia menatap polos Queenze. Saat melihat air mata jatuh dari kedua mata indah kekasihnya, membuat Damian memajukan sedikit bibirnya.
Matanya menyendu, air matanya ikut tergenang. "Hiks..Queen jangan nangis..hiks..Dami..Dami nakal ya? Ma-maaf Queen..hiks jangan nangis..kumohon" isak Damian terbata.
Dia menangis di belahan dada Queenze, bahunya bergetar. Queenze segera mengatur pernapasannya agar tangisannya berhenti, dan mengelus punggung lebar Damian.
"Dami gak salah, uda ya sayang. Ayo aku obati tangan kamu, dan kita pergi kerja ya" Bisik Queenze.
Bahu Damian yang awalnya nampak tegang dan bergetar, kini merileks seiring elusan yang Queenze berikan.
Dami melepas pelukannya, dan menatap cerah Queenze "Obati tangan Dami ya pacar, hihi"
Queenze mendengus geli.
"Baik pacar" sahut Queenze seraya mengecup singkat dahi Damian. Sesaat dia teringat sesuatu.
"Kamu demam Dami, gausah berangkat kerja ya hari ini" Queenze menangkup kedua pipi Damian yang hangat.
Damian tak menggubris ucapan Queenze dan malah memegang tangan Queenze yang ada di pipinya.
Kemudian mengecup telapak tangan putih, halus nan bersih yang Queenze miliki.
"Gausah kerja ya, biar aku panggilin Dokter kemari" bujuk Queenze lagi. Damian berhenti mengecup, dia kini menatap tajam Queenze.
"Gak, aku gamau ketemu Dokter, AKU GAK GILA QUEEN! KAMU KOK GITU SIH!? AKU TUH GAK GILA!! JADI JANGAN PANGGIL DOKTER!" jerit Damian emosi dan sedikit takut.
Dia tak suka Dokter, dia benci. Itu mengingatkannya pada Dokter di RSJ nya dulu. Queenze segera menenangkan Damian.
"Sssh..oke, kamu gak gila Dami. Dan aku gak akan manggil Dokter, tenang ya sayangnya aku."
Queenze mengucapkan kalimat penenang, dan Damian kembali tenang.
Dia meletakan kedua tangannya diatas paha, sedangkan Queenze berjalan mengambil P3K.
Dan membawanya ke arah Damian, kemudian Queenze berlutut dan memandang lekat luka ditangan Damian.
Dia menahan napas sejenak, kemudian membersihkan luka itu menggunakan Alkohol.
Dia meringis membayangkan rasa sakitnya, tapi Damian malah tersenyum riang sambil memandang wajah Queenze.
"S-sakit gak?"
Damian menggeleng.
"Enggak sakit, lihatin wajah kamu ngilangin rasa sakitnya" pekiknya semangat. Tak lupa dengan senyum manisnya.
Queenze lagi-lagi merasa hatinya sakit, "Dami...seandainya Queen pergi..kamu..gimana?"
Pertanyaan yang sebenarnya, sudah Queenze tau jawabannya "Aku bakalan nyusul kamu~"
Queenze memandang lekat ekspresi lembut yang Damian berikan.
Bahkan jika aku mati, apa kamu tetap nyusulin aku Dami.
"Yakin mau nyusul aku?"
"Yakin dong, masa gak yakin sih."
Queenze tertawa pelan, dia mengecup telapak tangan Damian perlahan dan mengelus pipi chubby kekasih pertama dan satu-satu nya itu.
"Kamu udah mam belum?" tanya Queenze penasaran, Damian menggeleng dengan polosnya.
"Kok belum mam sih, nanti sakit tau."
"Biarin ah, ntar kan ada Queen yang ngerawat kalau Dami sakit, iyakan?"
"Haha iya deh iyaaaa."
Damian tersenyum sampai kedua mata indahnya membentuk eye smile yang indah, satu hal yang membuat Queenze jatuh cinta pada Damian adalah matanya yang indah.
"Mau mam kalau Queen suapin."
"Tangan kamu gak berfungsi lagi?"
Bibir Damian melengkung kebawah seketika, menyadari hal itu membuat Queenze buru-buru meralat ucapannya tadi.
"Enggak gitu maksud aku sayang, iya sini aku suapin ya."
Damia mengubah lengkungan tadi menjadi senyum yang indah. "Dasar." cibir Queenze.
Pandai sekali kekasihnya ini merubah ekspresi wajahnya dalam sekejap, cocok sekali kalau mau dijadikan aktor.
Selain tampan, pasti bayarannya besar karena skill akting Damian yang tak perlu diragukan lagi nantinya.
®^^®
Bersambung
Damian tak mau dirawat, dia memilih untuk tetap pergi bekerja. Queenze sudah memaksanya untuk tetap di Rumah, tapi Damian ini tipe Pria gila kerja.
Sakit tak akan menghentikannya untuk tetap pergi ke kantor. Keduanya berjalan dengan tenang di lorong lantai 60.
Seharusnya Queenze berhenti di lantai 59, tapi Damian mengukungnya dan memaksanya ikut ke lantai 60.
"Dami, kerjaan aku masih banyak sayang" bujuk Queenze hati-hati.
Dia bisa menghabiskan sehariannya yang berharga hanya untuk duduk dipangkuan Damian.
Pekerjaannya terbengkalai, memang sih Damian melarangnya untuk bekerja disini.
Damian meminta Queenze di rumah saja, belajar jadi istri yang baik.
Tapi sedari SMA Queenze terbiasa bekerja, jadi dia tak akan betah jika hanya berdiam diri di rumah. Damian berhenti berjalan dan menatap Queenze.
"Kamu jagain aku, aku kan lagi sakit" rengek Damian seraya mendusel di bahu Queenze, kemudian berdiri lagi dengan tegak.
Queenze menghela napas panjang, Damian imut sih. Tapi wajahnya terlalu macho.
Rahang yang tegas, alis rapi yang tebal, hidung mancung bagai perosotan, bibi tebal yang merah merekah.
Mata bermanik hitam pekat yang akan berbentuk bulat sabit disaat Damian tersenyum.
Dan rambut hitam lebatnya yang sangat nikmat untuk dijambak.
"Kamu kan uda aku suruh istirahat, kamunya aja yang maksa" gumam Queenze.
Damian merengut sebal, dia tak suka saat Queenze sensi seperti ini. Pasti lagi datang bulan.
"Kamu mah, bukannya aku disayang-sayang, malah dimarahin. Sedih aku tuh" rajuk Damian dramatis, Queenze mendengus geli dan memberikan 1 ciuman manis di pipi Damian.
Damian terpaku, pipinya merona dan dengan indahnya senyum manisnya terbentuk.
Matanya membentuk eye smile yang menawan. "Makasih sayang" bisiknya lembut seraya memberikan ciuman balasan di dahi Queenze.
Queenze mengangguk, mereka kembali berjalan bersama menuju ruangan Damian.
"Dami, kamu ada meeting 10 menit lagi" Ucap Queenze setelah memeriksa jadwal Damian.
Damian mengangguk, rangkulannya di pinggang Queenze mengerat. Dilihat dari sisi manapun, keduanya sangat serasi sekali, benar-benar pasangan yang menakjubkan.
Siapapun yang melihat mereka, akan merasakan rasa iri yang mendalam. Betapa goals sekali hubungan keduanya, padahal kenyataannya tak se goals yang mereka bayangkan.
...........
Ruang meeting terasa menyesakan, meeting bersama Laby's Corp tak berjalan lancar. Pasalnya Karyawan Damian yang bertugas untuk menyiapkan meeting, berganti.
Sehingga File yang sudah disusun dari jauh-jauh hari harus hilang.
Dan kerja sama yang hendak dijalin bersama Laby's Corp gagal.
"Nampaknya, Tuan Damian yang terhormat terlalu santai. Sampai tidak tau, jika file sepenting itu hilang"
Ucapan sinis dari Ceo Laby's Corp membuat harga diri Damian jatuh, apalagi Ceonya adalah wanita.
"Maafkan atas keteledoran kami, tapi hendaknya anda tak berbicara seperti itu Nona Arini" ungkap Damian berusaha tenang.
Padahal di dalam hatinya ingin sekali mencekik wanita itu. Queenze menenangkan Damian yang hampir emosi, sedangkan sekretaris Arini juga turut menenangkannya.
"K-kak Arini, jangan marah-marah Kak. Ingat kakak lagi hamil" bisik pemuda tampan yang imut di sebelah wanita tadi.
Wanita itu mendongak dan menunjukan wajah cemberutnya pada sang Sekretaris.
Dia berdiri, dan langsung memeluk Sekretarisnya. Tak perduli dengan karyawan D'S Corp yang masih ada di ruangan itu.
"Sean~aku mau pulang. gendong" rengeknya manja.
Pemuda yang dipanggil Sean itu tersenyum lembut, dan menggendong koala Istri cantiknya itu. Kemudian pamit.
"Maafkan perkataan bos saya, kami undur diri. Semoga dilain kesempatan kita bisa saling bekerja sama Pak Damian" pamitnya sopan.
Kemudian berjalan menuju pintu, para karyawan masih bisa mendengar gerutuan yang wanita di gendongan itu keluarkan.
"Aku mau makan puding, buatin ya" Mintanya lagi pada pemuda tadi.
Pemuda itu mencium pipi gembul wanita di gendongannya dengan lembut.
"Iya Kak, Sean buatin apapun yang kakak mau" Balasnya lembut sekali.
"Hihi, makasih suamiku~"
"Sama-sama...istriku.."
Pemandangan indah, disaat pemuda tadi merona saat mengatakan kalimat Istri. Nampak masih malu-malu dia tuh.
Setelah 2 sejoli itu keluar dari ruang meeting, hawa membunuh semakin pekat terasa. Mereka memandang takut ke arah Damian yang terlihat gelap dan suram.
Para karyawan tak ada yang beranjak dan bersuara satupun. "Maaf Pak" ujar salah satu karyawan yang memberanikan dirinya.
Damian menggeram emosi, dia menggebrak meja di hadapannya.
Brak!
"APANYA YANG MAAF!! BERESKAN SEGALA KEKACAUAN INI ATAU KALIAN SEMUA KU PECAT!!" teriak marah lalu beranjak pergi dari ruang Meeting dengan aura yang menyeramkan.
"Maafkan Pak Damian ya, dia sedang dalam mood yang buruk, dan juga dia kurang sehat hari ini" ucap Queenze lembut.
Karyawan menatapnya haru sekaligus segan.
"Ini juga salah kami Buk" tak enak hati yang lainnya.
Queenze tersenyum lembut lalu berujar.
"Bukan salah kalian kok, setiap manusia pasti punya kesalahan. Wajar saja ada masalah, kalau begitu saya permisi ya" Queenze kemudian menyusul langkah Damian.
"Betapa malaikatnya Buk Queenze, beruntung yang jadi sekretaris Pak Damian itu Buk Queenze. yakan semua" ucap salah satu karyawan Divisi keuangan.
"Ya kau benar, Buk Queenze bagaikan malaikat yang berada di sebelah Iblis" Mereka terlalu asik menggibahi Ceo sendiri
...........
Suara langkah kaki yang terasa membunuh, terdengar selama perjalanan mereka berdua menuju ruang CEO.
Damian membuka kasar pintu, dan masuk.
Dengan helaan napas kesal yang keluar, Damian menghempaskan tubuh tegapnya di kursi, lalu menatap Queenze yang berdiri di sebrang mejanya.
"Queenze..." cicitnya takut.
"Ada apa Damian?" sahut Queenze dengan lembut disertai senyuman manisnya.
"Kemari...Aku..pingin peluk" ucap Damian pelan, takut Queenze menolaknya karena dia ingat.
Jika Queenze selaku kekasih yang sangat dicintainya itu tidak suka pria pemarah dan bersumbu pendek.
Namun sialnya Damian adalah pria dengan tempramen yang buruk dan juga.
"Hiks..Queen gamau peluk Dami lagi"
Dia pria manja yang cengeng, dibalik wajah dingin dan angkuhnya, Damian tak ayal adalah pria yang manja.
Apalagi jika berhubungan dengan kekasih malaikatnya itu, melihat Damian mulai menitihkan air matanya, membuat Queenze hanya bisa menghela napas, lalu berjalan ke arahnya.
Memeluk erat seraya mengelus rambut hitam lebatnya.
"Apa yang aku katakan tentang pria pemarah" Ucap Queenze pelan namun Damian tau kalau gadisnya ini sedang menahan emosi untuk tidak memarahinya balik.
Ditambah datang bulan yang memperkeruh suasana.
"Kamu..hiks..kamu tidak suka pria pemarah.." Isak Damian terbata seraya mengusak wajahnya di daerah perut rata Queenze.
"Dan siapa tadi yang marah-marah" Ucap Queenze lagi membuat volume suara tangisan Damian bertambah.
"Aku sedang bertanya Dami"Ucap Queenze lagi.
"Hiks...Dami...hiks..tadi...Dami..hiks yang marah..marah.." isak Damian terbata.
Queenze menghela napas lalu mengangkat wajah kekasih tampannya dari perutnya, dan melihat jika wajah tampan itu sudah memerah dan dipenuhi air mata.
Queenze mengusap lembut air mata yang turun dari manik hitam Damian.
"Berarti Queenze gak suka sama Dami, karena Dami tadi marah-marah" Ucap Queenze yang bermaksud untuk bercanda.
Namun dianggap serius oleh Damian, dan kini Damian kembali menangis dengan kuatnya, untung pintu sudah dikunci dan ruangan ini kedap suara.
Queenze tertawa pelan melihat wajah yang tadinya dingin datar dan angkuh kini menangis seperti anak kecil yang ditinggal ibunya pergi ke pasar
"Haha, aku bercanda sayang, sudah jangan menangis dan ingat jangan diulangi lagi. Tidak semua orang sempurna dan tidak membuat kesalahan, jadi wajar jika tadi ada masalah. Lain kali jangan seperti itu ya" jelas Queenze memberi pengertian kepada kekasih manjanya ini.
Dan dijawab dengan anggukan. "Baik Queenze, Dami ngaku salah." lirihnya melas.
Damian mendongak, menatap Queenze dari posisinya, Bibirnya melengkung ke bawah disertai tatapan sedih bagai anak anjing dijalan.
Queenze gemas, dengan segera melayangkan ciuman di seluruh wajah Damian. Betapa dia sayang pada pria ini, tapi hatinya masih ragu jika dia mencintai Damian.
Semoga dia bisa mencintai Damian, sebelum semuanya selesai.
®^^©
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!