Namaku Dea Ananda, sejak umur 8 tahun aku sudah ditinggal untuk selama - lamanya oleh ibuku. Setahun sepeninggal Ibu, Ayah menikah lagi. Aku tinggal bersama nenek, sebelum Ibu meninggal pun kami sudah tinggal dengan nenek.
Saat kecil aku cukup nakal sehingga sering jadi bulan - bulanan nenek. Hingga suatu ketika Pamanku yang diluar kota datang membawa kedua anaknya pulang. Istri Paman meninggal secara mendadak karena serangan jantung. Ia menitipkan kedua anaknya pada nenek, setelah itu Paman menghilang tanpa kabar. Sifa dan Mas Rangga kedua sepupuku yang bernasib sama denganku. Kini kami bertiga di asuh oleh nenek yang sudah tak muda lagi.
Bagi sebagian orang transformasi dari anak - anak menjadi remaja itu terasa sangat singkat. Tapi tidak bagiku, aku merasakan waktu berjalan 2 kali lipat lebih lambat. Karena perjuangan ku yang banyak berurai air mata untuk tumbuh menjadi gadis remaja.
Kini umurku 17 tahun. Sekarang adalah tahun kedua ku di sekolah menengah atas. Saat menyelesaikan pendidikan ku di sekolah menengah pertama aku sempat berpikir untuk tidak melanjutkan pendidikan lagi. Tapi aku selalu disemangati Mas Rangga dan Sifa.
Aku memutuskan kembali membuka usaha ibuku. Saat awal liburan setelah aku ujian akhir SMP aku memulai kembali usaha ibu membuat kue. Dulu saat masih hidup Ibu mempunyai usaha rumahan membuat berbagai macam kue basah. Aku diam - diam menjual cincin peninggalan ibu untuk modal usaha, walaupun akhirnya nenek marah padaku.
Aku membuat aneka jajanan kue basah dan kemudian di antar ke warung - warung. Sejak memulai bisnis aku terpaksa bangun dini hari untuk membuat semua jajanan itu. Awal nya terasa amat sulit karena kebiasaan bangun tidurku yang sering kesiangan. Karena dorongan biaya pendidikan aku mulai terbiasa. Aku tak bisa mengharapkan uang dari ayah apalagi nenek. Makin ke belakang ayah makin jarang memberiku uang jajan. Bahkan kami juga jarang bertemu.
Seperti pagi ini aku baru terbangun jam 5, aku terburu - buru menyiapkan semuanya. Karena aku menyiapkannya sendiri, tak ada yang membantu. Bunyi berisik dari dapur membangunkan seisi rumah. Tanganku acap kali terpeleset ketika memegang peralatan dapur dan itu membuat kegaduhan.
" Kenapa kau berisik sekali pagi - pagi buta ini," nenek menghardik ku.
Aku tak menggubris perkataan nenek. Aku terus melanjutkan pekerjaanku.
Jam setengah 7 semuanya selesai. Dan aku belum mandi. Secepat kilat ku selesaikan urusan mandiku. Ku lihat Sifa sudah siap - siap mau berangkat sekolah. Sial..Kalau begini aku bisa ketinggalan angkot.
Lima belas menit waktu yang sangat mepet untuk persiapan ke sekolah. Aku juga harus mengantar kue - kue ini dulu. Ku kayuh sepeda butut ku dengan sekuat tenaga. Setidaknya butuh waktu 20 menit untuk menghantar kue - kue ini.
Selesai menghantar kue - kue itu aku kembali ke rumah mengambil tas sekolah ku. Dan benar saja aku ketinggalan angkot yang biasa lewat di depan rumah. Itu hanya satu - satu nya angkot yang mau menjemput penumpang ke jalan sempit sekitar tempat tinggalku.
Aku harus berjalan ke jalan utama untuk mendapatkan angkot. Aku tak bisa berjalan santai, karena itu memakan waktu sekitar kurang lebih 20 menit. Jadi kuputuskan untuk berlari.
Nafasku tersengal. Karena tenaga yang telah diforsir dari subuh aku tak kuat berlari walaupun hanya 10 menit.
Aku berdiri di tepi jalan menunggu angkot. Aku terus mengecek jam tangan ku memastikan aku bisa tepat waktu sampai di sekolah.
Tiba - tiba sebuah sepeda motor berhenti di hadapanku.
Aku heran kenapa dia berhenti di depan ku. Ku lihat dari celana yang dia pakai seperti nya dia juga seorang siswa SMA. Karena dia memakai jaket aku tak bisa lihat logo sekolah nya. Dia juga memakai helm yang menutupi seluruh wajahnya.
" Ayo naik,! Nanti kita bisa telat,"
" Naik,?Aku,?" Aku menunjuk diriku sendiri memastikan dia benar sedang bicara dengan ku.
" Iya, siapa lagi. Hanya kau yang berdiri disitu,"
Memang hanya aku seorang yang sedang berdiri di pinggir jalan. Aku hanya bengong.
" Cepat lah, apa lagi yang kau pikirkan,"
" Hah, " Aku masih bengong.
" Hei, kenapa bengong, ayo," Dia menarik tanganku.
" Hei apa kita sekolah di sekolah yang sama?" tanyaku
Dia hanya diam. Seperti terhipnotis aku menurut naik ke motornya. Dia memacu motornya dengan kecepatan penuh. Meliuk - liuk di jalanan yang ramai. Perutku jadi ngilu , tanpa ku sadari aku memeluk pinggang orang yang tak aku kenal ini.
Seperti kilatan cahaya kami sampai di sekolah di detik - detik satpam akan menutup pintu gerbang. Secepat kilat dia menerobos gerbang yang hampir tertutup itu.
Aku menjerit histeris. Hampir saja aku akan celaka jika dia sedikit saja meleset melalui gerbang itu
" Hai, kalian itu benar - benar kurang ajar," Satpam itu berteriak pada kami karena dia syok melihat ulah laki - laki yang membonceng ku ini.
Dia tak menghiraukan satpam itu mengomel. Dia terus memacu motornya sampai ke tempat parkir.
Aku lega. Aku sampai di sekolah dengan selamat. Hampir saja nyawa ku melayang gara - gara laki - laki ini.
" Terima kasih," Ku ucapkan setelah aku turun dari motor nya.
" Ya sama - sama"
Sebenarnya aku ingin langsung pergi tapi aku penasaran dengan wajah di balik helm itu.
" Kenapa masih berdiri disitu," Tanya nya
" Owh , Aku.. aku" Aku gelagapan.
" Hahahaha, apa lagi, kamu mau bayar ongkos ojek nya," candanya.
" Tidak, siapa namamu,"
" Namaku..."
Tak jelas kudengar apa yang dia katakan karena itu berbarengan dengan bel pelajaran pertama dimulai.
Aku tak sempat melihat wajahnya atau pun aku tak jelas mendengar siapa namanya. Aku harus buru - buru masuk kelas.
" Sampai nanti " kataku.
Selama jam pelajaran aku tak bisa konsentrasi. Pikiranku selalu tertuju pada laki - laki tadi pagi. Bagaimana dia tau aku juga murid di sekolah ini. Apa jangan - jangan dia mengenalku. Tapi aku tak terlalu akrab dengan siswa laki - laki. Siapakah dia?
" Kamu kenapa, "? tanya Sarah teman sebangku ku sejak kami kelas 1 saat kami duduk di kantin. Dia melihatku terus melamun.
" Entahlah aku juga bingung,"
" Bingung kenapa,?"
" Tadi pagi aku diantar cowok misterius, dan dia sepertinya juga murid disini tapi aku tak tau namanya,"
" Kenapa kau bisa diantar orang yang tak kau kenali,"
"Itu terjadi begitu saja,"
" Bagaimana dengan wajahnya," Gimana ciri - cirinya?"
" Aku juga tak tau wajahnya,"
" Apa...??? Mata Sarah terbelalak.
" Kenapa kau begitu terkejut,?"
" Kau tak tau wajah nya ,apa dia hantu atau semacamnya,"
Hahahahahaha. Aku tertawa cekikikan. Ekspresi sarah benar - benar mengocok perutku.
" Malah ketawa," Jadi benar dia hantu,"
" Bukan , aku tak bisa melihat wajahnya karena dia pakai helm" Aku menjelaskan kesalahpahaman ini.
" Astaga" Aku kira tadi kau bertemu hantu"
" Makanya jangan keseringan nonton Film horor, jadinya halusinasi mu itu tingkat tinggi."
" Apa kau tak menanyakan namanya?"
" Sudah"
" Terus"
" Aku tak mendengar nya dengan jelas"
Hahahahaha.. Kini giliran Sarah yang tertawa.
" Sudahlah, anggap saja dia pahlawan bertopeng, eh bukan pahlawan berhelm."
Kami tertawa dengan lelucon yang kami buat sampai perut kami sakit. Beberapa siswa juga menoleh karena tawa Sarah yang keras.
Saking penasaran dengan laki - laki tadi pagi, saat pulang sekolah aku pergi ke parkiran sekolah berharap bertemu dengan nya. Tapi sampai disana aku tak melihat motornya lagi. Seketika bulu kudukku merinding, bagaimana kalau Sarah benar, itu hantu bukan manusia.
Cepat ku tinggalkan tempat itu. Aku melihat Sarah berjalan keluar gerbang sekolah. Aku lari menyusulnya.
...----------------...
Hai,, ini karya ke tigaku,, semoga suka ya..
jangan Lupa dukungannya,,
Menjelang sore aku pergi menjemput nampan - nampan kue ku ke warung tempat aku menitipkan nya. Aku mengayuh sepedaku dengan santai,menikmati suasana sore nan cerah. Sepanjang jalan aku tak berhenti memikirkan laki - laki misterius itu. Kenapa dia tak membuka helm nya, setidaknya dia membuka kaca helmnya. Apa dia sengaja melakukannya,?Apa mata nya juling???? Atau mukanya penuh jerawat?? Bagaimana pun rupanya tetap saja aku penasaran.
Aku sampai di warung bu Ratih. Warung favorite ku menitipkan daganganku. Karena Bu Ratih orang nya ramah dan baik hati.
" Selamat sore bu, gimana kue nya habis kah?"
Aku menyapa bu Ratih yang sedang sibuk menata barang - barang di warung nya.
" Eeh, Neng Dea, Kayak nya ada sisa, coba neng cek " Bu Ratih menunjuk ke meja tempat biasa makanan di letakkan.
" Wah ,cuma sisa dua bu, " Mataku berbinar melihat dagangan ku hampir habis semua.
" Syukurlah neng, Rezeki anak sholehah," Tunggu sebentar ibu ambilkan duitnya dulu."
" Baik bu,"
Aku duduk di bangku panjang di depan warung bu Ratih sembari menunggu dia mengambil uang.
" Ini neng, duit nya"
Bu Ratih memberiku selembar uang 50ribu.
" Aku ngga ada kembalian nya bu, semua nya kan 40rbu"
" Kembaliannya buat kamu aja, itung - itung ibu sedekah,"
" Tapi hampir tiap hari lo uang selalu berlebih,"
" Ya udah, sisa 2 ini buat ibu aja"
Aku menyodorkan dua bungkus kue yang tersisa.
" Kamu juga, setiap berlebih selalu kasih ibu," Nanti rugi lo,"
" Hahahaha, mana ada rugi, ini aja uang nya kebanyakan,"
" Terima Kasih ya Dea,"
" Iya bu, sama - sama, Aku loh yang harus nya terima kasih sama bu Ratih."Kalau gitu aku permisi" Mau jemput nampan ke tempat lain dulu"
" Iya, hati - hati"
Itulah kenapa aku bilang warung bu Ratih warung favoritku karena selain dia ramah dia juga sering kasih aku uang lebih. Hehehehe.
Setelah warung bu Ratih, aku lanjut ke warung pak Indra dan yang terakhir warung Mbok Siti. Ini warung yang paling tak aku sukai. Sudah tempat nya paling jauh, mbok Siti orang nya juga judes. Ditambah lagi karena ini warung tempat ngopi jadi banyak bapak - bapak mata keranjang yang suka menggodaku. Tapi mau gimana lagi disini daganganku selalu habis. Dan yang paling bikin aku kesel, mbok Siti selalu kurang kasih bayaran. Kadang kurang seribu, dua ribu bahkan sampai 5 ribu. Dia selalu janji akan bayar kekurangan nya lain waktu tapi sampai sekarang belum juga ditepati.
" Habis mbok," tanyaku
" Tuh liat aja disana sendiri," Jawabnya dengan muka jutek.
" Permisi pak, aku mau ambil nampan nya," Kataku pada seorang bapak yang duduk di bangku di depan meja tempat aku mengambil nampan."
" Eeh, si neng cantik toh, pantesan tadi ada bau wangi"
Kata si bapak itu dengan mata genitnya.
Ya Ampun dasar tua - tua keladi,, padahal aku belum mandi. Bau acem gini dibilang wangi. Apa hidung nya kehilangan indra penciuman jadi tak bisa membedakan bau. Aku tak menggubris, selesai ku ambil nampan langsung ku temui Mbok Siti di dapur kecil tempat dia biasa membuat mie untuk pelanggan.
" Habis semua Mbok," Jadi semuanya 4O ribu."
" Bayar besok ajalah,"
" Ya jangan Mbok, aku lagi butuh duit nih,"
" Issh,, ya..yaaa.. tunggu sebentar,"
Mbok Siti membuka laci tempat dia menyimpan uang. Kenapa lama sekali, cuma ambil uang 40 ribu aja lama.
Setelah aku mulai jemu menunggu dia memberiku uang pecahan 2 ribu beberapa lembar. Aku harus menghitung dulu memastikan dia tak kurang kasih uang nya.
" Tumben pas mbok," kataku setelah dua kali ku hitung.
" Dasar, dikasih pas salah, dikasih kurang salah. " Ya udah besok nggak usah taruh kamu di sini lagi,"
" Ya jangan gitu dong mbok, maaf ..maaf mbok"
" Udah sana, pergi, nggak liat tu semua pada liatin kamu,"
Aku menoleh kebelakang, benar saja banyak bapak - bapak. Sejak kapan mereka jadi banyak gini, perasaan tadi cuma tiga. Apa mereka membelah diri,?.
Cepat - cepat ku tinggalkan warung Mbok Siti dari pada aku jadi bulan - bulanan bapak - bapak genit itu.
Aku juga heran kenapa setelah remaja aku jadi cantik dan bohay. Dan banyak dikagumi bapak - bapak, miris ya . Padahal waktu kecil, kulitku hitam di tambah lagi potongan rambut yang selalu pendek. Badan ku juga kurus seperti anak kurang gizi padahal makan ku selalu banyak.
Saat sedang asik mengayuh sepeda, ada sebuah motor matic melewati ku. Seketika jantungku berdebar motor itu sama dengan motor laki - laki misterius itu. Kenapa juga aku harus berdebar melihat sepeda motor yang mirip dengan punya dia, sepeda motor itu tidak cuma 1 diproduksi kan?? Aku bingung sendiri dengan perasaanku. Apa aku punya penyakit penyimpangan seksual? Seperti jatuh cinta pada benda mati. Aku merinding sendiri memikirkan nya.
Tiba - tiba motor itu berhenti tak jauh dari ku. Aku tambah berdebar, apa jangan - jangan itu memang dia.
Motor itu berbalik arah, dan berhenti tak jauh di hadapan ku. Terpaksa aku juga berhenti mengayuh sepedaku. Laki - laki itu turun dari motornya, wajahnya tertutup helm. Dia tak terlalu tinggi, badan nya juga sedikit berisi. Aku tak terlalu mengingat postur tubuh laki - laki misterius tadi pagi. Apa benar ini dia?
Semakin dekat jarak nya dengan ku semakin berdebar jantungku. Sekarang kami sudah berdiri berhadapan. Kemudian laki - laki itu membuka kaca helm nya. Sebuah bibir berkumis lebat tersenyum padaku.
Hampir saja aku menjerit histeris karena kaget.
" Permisi nak, bapak mau tanya boleh,?
" Ta...tanya apa pak,?" jawab ku terbata.
" Kenapa kamu kelihatan terkejut begitu, bapak bukan orang jahat"
" hhmmmm, maaf pak, tadi saya melamun," Aku menggaruk kepala ku yang tak gatal.
" Oowh, tak baik melamun sambil mengayuh sepeda nanti kamu bisa celaka."
" Hehehehe, bapak mau tanya apa tadi,"
"Hampir saja lupa, bapak mau tanya alamat ini. Dari tadi bapak putar - putar di tapi tak ketemu"
Bapak berkumis tebal itu menyerahkan secarik kertas padaku. Aku membaca tulisan yang tertera di situ.
"Ini dekat kok pak, bapak lurus aja terus nanti ada persimpangan bapak belok kiri, tak jauh dari situ ada warung bapak bisa tanya rumah pakde pada orang disana " Biasanya beliau dipanggil begitu disini."
" Terima kasih nak, " Bapak berkumis itu menepuk lengan ku.
" Ya sama - sama pak,"
Dasar, dia cari kesempatan untuk menyentuhku. Sambil menyelam minum air. Kenapa juga aku berharap kalau itu laki - laki misterius yang aku temui tadi pagi. Apa yang salah dengan otakku. Tau nama nya saja tidak apalagi wajah nya. Tapi suara nya itu membuat hati ku menghangat.
Semoga besok bisa bertemu dengan nya lagi. Semoga saja.
...----------------...
Like + Komentarnya man teman..
Rutinitasku setiap pagi selesai lebih awal jadi aku punya banyak waktu bersiap - siap ke sekolah. Ku rebahkan badan ku sebentar di sofa, tanpa sadar aku terlelap.
" Dea.. Dea,, bangun, apa kau tak sekolah," suara yang terdengar sangat jauh seperti aku sedang bermimpi.
Percikan air membasahi muka ku, seketika aku bangun. Aku masih setengah sadar ,ku lihat Sifa melambai - lambaikan tangan nya di depan mata ku.
Setelah nyawa ku terkumpul semua aku baru teringat tadi aku rebahan di sofa dan aku tertidur.
" Jam berapa sekarang," Tanyaku
" Jam setengah 8,"
" Apa,???? Mata ku membesar. Kulihat jam di dinding dan benar sudah jam setengah 8.
Aku berlari ke kamar mandi, ku cuci muka dan ku gosok gigi. Aku bergegas ke kamar memakai seragamku. Saat hendak keluar aku lihat Sifa masih santai duduk di sofa.
" Apa kau nggak sekolah, "
" Iya, " jawabnya singkat
" Kenapa masih duduk,?" Aku kebingungan dengan sikap Sifa.
" Karena masih jam setengah 7," dia menunjuk ke jam dinding.
Aku pun ikut melirik, benar masih jam setengah 7. Tapi tadi aku melihat jam setengah 8. Kenapa sekarang berubah.
" Hahahahahahahaha," tawa Sifa pecah.
Setelah mencerna semua yang terjadi baru aku mengerti. Kalau aku dikerjai habis - habisan.
" Kamu, !!!! kurang ajar, aku bahkan tidak mandi saking takut nya terlambat,"
Sifa mencibirku dan dia lari ke kamarnya. Aku duduk sebentar menenangkan jantungku yang berdetak 2 kali lebih cepat. Sial...bisa - bisanya aku tertipu oleh Sifa.
Ku buka kembali seragamku dan ku sempat diri untuk mandi. Setelah semua selesai aku menyusul Sifa ke depan rumah untuk menunggu angkot.
Tiba - tiba, laki - laki misterius itu terlintas di benakku. Apa aku naik angkot nya di jalan besar aja. Siapa tau bertemu lagi kan,?
" Hei mau kemana kau," tanya Sifa saat melihat ku melangkah pergi.
" Aku mau naik di jalan depan aja"
" Dasar bodoh, ngapain kau capek - capek jalan kesana kalau ada yang lewat sini,"
" Aku hanya ingin jalan - jalan sebentar, lihat lah langit yang biru dan udara yang segar bagus kan dinikmati sambil jalan kaki?"
" Terserah, kau memang aneh,"
Dengan riang gembira aku berjalan ke jalan besar. Saat sampai di tepi jalan besar aku berdiri persis dimana aku berdiri kemarin. Aku terus memperhatikan kendaraan yang datang dari arah utara.
Sudah dua angkot yang menuju ke sekolah aku lewatkan. Kenapa dia tidak terlihat juga dari tadi?? Sudah hampir 10 menit aku menunggu tapi yang ditunggu tak kunjung datang. Apa yang sedang aku lakukan sekarang? Apa aku sudah gila,?
Benar kata Sifa kalau aku ini aneh. Kenapa aku berharap akan bertemu dia lagi disini. Dia itu siapa? Bukan teman apalagi pacar. Tapi aku dengan sukarela berdiri di tepi jalan ini menunggunya.
Aku melihat sebuah angkot jurusan sekolah ku. Sudah aku putuskan aku tak akan menunggu lagi. Ku lambaikan tangan, dan angkot itu pun berhenti.
Saat kaki kiri ku sudah menaiki angkot, seseorang menyerukan namaku. Reflek aku menoleh dan ternyata dia. Orang yang aku tunggu.
" Hei neng, jadi naik nggak, " hardik sopir angkot itu karena aku masih bengong di pintu.
" Ngaak bang, aku dijemput teman" jawabku.
" Dasar, kenapa kau se stop tadi, menyusahkan saja," sopir itu memaki - maki ku.
" Maaf bang,"
Sopir itu tak berhenti mengomel, dan kemudian dia kembali menjalankan angkotnya, lalu pergi.
Dengan langkah ragu - ragu aku mendekati laki - laki itu.
" Hai, " sapaku saat sudah di dekatnya.
Kali ini dia membuka kaca helm nya. Sayang nya dia memakai masker . Jadi aku hanya bisa melihat sorot matanya yang teduh. Ada perasaan aneh yang kurasakan saat mata kami beradu.
" Kenapa tak jadi naik," katanya.
" Haah, apa?" Aku pikir...." Aku tak melanjutkan kata - kataku, terlalu aneh rasanya kalau aku bilang dia kan menjemputku.
" Kamu pikir apa,?" Kenapa tak diteruskan,"
Dia tersenyum, terlihat dari sudut matanya yang berkerut. Hampir saja jantungku meledak. Apa ini, apa aku jatuh cinta padanya???
" Hahahaha, kenapa diam saja,?
Tawanya sangat renyah terdengar di telingaku. Aku benar - benar mabuk karena nya. Bagaimana aku bisa menyukai seseorang yang baru sekali kutemui. Tidak..dua kali dengan hari ini.
" Aku pikir kamu memanggilku karena ingin pergi bersama" jawabku malu - malu. Dia hanya tertawa melihat aku yang salah tingkah.
" Tapi kau tau dari mana namaku," tanya ku saat menyadari tadi dia memanggil namaku. Bukan nya kita belum berkenalan.
" Itu, dari situ," Dia menunjuk ke name tag di seragam ku.
" Owh, " Aku kehabisan kata - kata.
" Jadi gimana, mau bareng,?" Kelamaan ngobrol nanti kita telat. Aku nggak mau dibilang kurang ajar lagi sama satpam"
Aku mengangguk pelan. Dengan jantung yang masih saja berdebar aku naik ke motor nya. Dia melajukan motornya dengan santai tidak seperti kemarin.
Benar, aku lupa menanyakan nama nya. Sudahlah nanti saja di sekolah. Aku takut dia tak konsentrasi mengemudi kalau aku ajak bicara. Hari ini aku tak memeluknya seperti kemarin.
Tapi kenapa dia pakai masker. Apa hanya untuk anti debu atau ada yang disembunyikan nya di balik masker itu. Misalnya kumis yang lebat atau gigi yang tonggos.
Astaga aku jadi teringat bapak - bapak kemarin yang aku kira dia.
Kami sampai di sekolah 10 menit sebelum bel. Dia memarkir motornya, dan aku masih berdiri menunggu nya. Menunggu dia melepaskan helm itu. Tapi dia tak kunjung membuka nya. Apa dia akan masuk kelas dengan helm itu. Oh iya aku harus tanyakan nama nya.
" kenapa masih berdiri, sebentar lagi bel loh," Dia lebih dulu bertanya.
" Hah, iya sebentar lagi,"
" Hah," Kamu nunggu apa,? Dia menatap intens ke bola mataku. Aku jadi salah tingkah lagi. Tangan ku sampai berkeringat dibuat olehnya.
" Nunggu teman," Aku beralasan.
" Disini, " katanya
" Iya, eh mungkin tidak,"
" Hahahahahaha," Kenapa kikuk begitu,"
Astaga kenapa dia banyak tertawa, apa dia tau aku sedang berperang dengan detak jantungku sendiri.
Apa dia tau tawanya itu membuat ku deg - degan.
Aku melihat jaket nya tidak dikancingkan. Aku berusaha mengintip nama di seragam nya. Tidak kelihatan , hanya dua huruf terakhir O dan N.
" Kamu lihat apa," dia heran melihatku terus menatap ke arah dadanya.
Aku ketahuan, jangan - jangan dia berpikir aku ini perempuan mesum. Usaha yang sia - sia. Apa susah nya menanyakan nama. Tinggal bilang siapa namamu?
" Siapa namamu, kemarin aku tak mendengar dengan jelas." Aku bertanya secepat kilat.
" Jadi itu yang tadi kau intip,"
Muka ku memerah, aku bisa merasakan hawa panas di wajahku. Aku mengangguk, tak mungkin mengelak lagi.
"Namaku Dion," D - I - O - N , Dion"
" Sudah jelas terdengar? Atau perlu aku ulangi?
" Tidak , Dion, namamu Dion."
Satu misteri terpecahkan. Sekarang aku tau namanya.
Kami berpisah di situ. Dia pergi dengan helm masih di kepalanya. Masih banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan. Mungkin lain waktu
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!