NovelToon NovelToon

Berbagi Cinta: Complicated Love

BAB 01. Kembali

Eve harus kembali ke negara K setelah diusir oleh keluarga besarnya 8 tahun silam akibat kemalangan yang menimpa keluarga besar Adwitiya yang merenggut nyawa Fahim Adwitiya dan istrinya Anna Bagaswara akibat kecelakaan mobil.

Eve yang saat itu berusia 17 tahun harus kembali menjadi seorang anak yatim piatu ketika kedua orang tua angkatnya meninggal dunia yang hendak menjemput Eve ke sekolahnya setelah Eve selesai mengurus berkas kelulusannya.

Keluarga besar Adwitiya yang memang sejak awal tidak menyukai keberadaan Eve yang diangkat oleh Fahim Adwitiya dan Anna Bagaswara sebagai anak mereka semakin menjadi memperlakukan Eve dengan mengusirnya dari rumah dan mengirim Eve untuk kuliah di luar negeri agar Eve tidak mengambil hak waris yang diberikan Fahim dan Anna kepada Eve anak angkat mereka.

Selama 8 tahun lamanya Eve tinggal di negara L seorang diri tanpa adanya sanak ataupun saudara selama menempuh dan menyelesaikan pendidikannya hingga ia bergelar sebagai dokter bedah. Bahkan tidak pernah sekalipun keluarga Adwitiya menelpon dirinya untuk sekedar menanyakan kabar ataupun datang ke acara lulusan Eve. Beruntungnya Eve menerima beasiswa secara penuh atas kecerdasan yang ia miliki dan harta peninggalan Fahim dan Anna untuk Eve yang tidak diketahui oleh keluarga besar Adwitiya hingga Eve tidak mengalami kesulitan ekonomi selama berkuliah di negara L untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Beberapa hari yang lalu saat Eve baru saja selesai dengan shift malamnya, Eve mendapatkan telepon dari keluarga Adwitiya yang menyuruhnya untuk segera pulang ke negara K. Eve yang saat itu merasa sangat senang dan berpikir bahwa keluarga Adwitiya sudah menerima dirinya dengan sepenuh hati dan menyesali perbuatan yang telah mereka lakukan kepada dirinya.

Saat ini Eve sedang berada di dalam pesawat, sejak duduk di bangku pesawat senyum merekah di bibir Eve tidak pernah sulut saat membayangkan betapa ia sangat disambut nanti ketika sampai di negara K.

“Aku tidak sabar.” Ucap Eve dengan senyum manisnya, Eve berjanji dengan dirinya ia akan menjadi anak yang manis dan berbakti kepada keluarga besar angkatnya serta membuat mereka merasa sangat bangga akan gelar dan prestasi yang diraihnya selama ia menempuh pendidikan.

“Ibu ayah, Eve merindukan kalian sebentar lagi Eve akan bertemu kalian maafkan Eve selama 8 tahun ini tidak berkunjung ke makam kalian.” Ucap Eve penuh kerinduan sambil memandang layar ponsel yang menampilkan potret Eve, Fahim dan Anna yang menjadi wallpaper di ponsel Eve. Bahkan di layar laptop Eve juga menampilkan potret kedua orang tua angkatnya.

“Eve tidak menyangka foto kebersamaan ini adalah foto terakhir Eve bersama ibu dan ayah.” Ucap Eve dengan lirih sambil mengusap air yang menganak di sudut matanya.

“Sepertinya paman dan bibi sudah berubah, mereka juga berbicara sangat lembut kepada Eve kemarin waktu di telepon bahkan mereka mengatakan sangat merindukan Eve dan meminta maaf kepada Eve. Hah Eve sudah tidak sabar untuk datang ke negara K.” Ucap Eve sambil melihat ke luar jendela yang menampilkan awan dan gelapnya malam.

Selama hampir 20 jam lamanya akhirnya pesawat yang membawa Eve dari negara L ke negara K mendarat juga di bandara. Eve memandang takjub terhadap perubahan di negara K selama ia tinggali.

“Selamat datang kembali Elakshi Feshika Adwitiya.” Ucap Eve kepada dirinya sendiri, langkah kakinya berjalan dan mendorong troli yang di atasnya ada dua koper miliknya tidak lupa pula tas ransel yang disandangnya ia letakkan di atas keranjang troli tersebut.

Memandang ke sekitar bandara untuk melihat siapakah yang akan menjemput dirinya ke bandara apakah itu paman dan bibinya. Kepalanya celingak celinguk mencari seseorang yang menuliskan namanya. Dengan penuh senyuman saat ia melihat tulisan namanya Eve menghampiri seorang pria yang sedang memegang banner atas namanya.

“Aku Eve.” Sapa Eve penuh dengan semangat sambil membuka kacamatanya untuk memperlihatkan bahwa benar ini adalah dirinya. Pria itu tertegun dan memasang wajah datarnya saat melihat Eve yang penuh semangat dan matanya yang berbinar. Tampak penampilan Eve sangatlah dewasa dan elegan wajah cantik serta kulitnya yang putih mulus dengan bibirnya yang merah delima terus memancarkan senyumnya tidak lupa dengan lesung pipi yang menambah kesan Eve yang manis. Tubuh tingginya proporsional hingga membuat pria tersebut mendengus kesal namun hal itu tidak disadari Eve.

“Seharusnya kamu tidak balik ke negara ini.” Ucap pria yang tak lain adalah anak dari paman dan bibinya Gulzar Adwitiya dengan dingin hal itu membuat senyum Eve luntur namun hal itu tidak membuat semangat Eve padam karena sebentar lagi ia akan segera bertemu dengan paman dan bibinya.

“Apakah kak Zee sudah menikah?” Tanya Eve dengan antusias untuk mengisi keheningan yang tercipta. Ia tau sepupunya Gulzar yang lebih tua darinya 1 tahun ini tidak banyak berbicara dan dingin termasuk kepada dirinya. Namun Gulzar tidak pernah memperlakukannya dengan buruk walaupun ucapan yang dilontarkannya sangat dingin dan pedas hal itu sudah biasa bagi Eve.

Gulzar tidak menjawab pertanyaan Eve ia hanya fokus menyetir. Eve yang tidak mendapatkan respon dari Gulzar memajukan bibirnya hal itu dapat Gulzar lihat dari ekor matanya. “Masih saja seperti dulu.” Gerutu Eve.

“Kamu juga masih sama seperti dulu, polos.” Gumam Gulzar dengan lirih, Eve menolehkan kepalanya dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Gulzar.

“Kak Zee berbicara apa?” Tanya Eve sambil melihat wajah tampan Gulzar dari jarak dekat untuk memastikan pendengarannya.

“Sepertinya kamu perlu ke dokter THT.” Ucap Gulzar dengan datar hal itu membuat Eve memukul lengan Gulzar yang sedang menyetir hingga membuat setir mobil berbelok sedikit.

Gulzar menatap tajam ke arah Eve, “kalau kamu ingin segera mati jangan ajak aku.” Ucap Gulzar dengan dinginnya.

Eve mencebikkan bibirnya mendengar perkataan Gulzar yang pedas dan tajam, “pantas saja kak Zee belum menikah sampai sekarang bagaimana mau menikah jika kak Zee tetap saja dingin. Yang ada perempuan akan takut untuk mendekati kak Zee.” Gerutu Eve.

“Tapi kamu sama sekali tidak takut kepada diriku walaupun aku dingin terhadapmu.” Ucap benak Gulzar menjawab gerutuan Eve. Tak lama kemudian suara dering ponsel Gulzar berdering hingga membuat Eve menoleh untuk melihat siapa yang sedang menelpon Gulzar.

“Halo sayang, apakah kamu sudah menjemputnya?” Tanya suara wanita di sana, Gulzar yang mendengarnya menganggukkan kepalanya tanpa sadar. Sedangkan Eve mengernyitkan dahinya melihat Gulzar yang tidak menjawab dan hanya menganggukkan kepalanya.

“Kak Zee dijawab bagaimana bisa orang di seberang sana melihat anggukan kak Zee.” Ucap Eve dengan jengah melihat wajah lempeng Gulzar.

“Ibu bisa dengar sendiri bukan.” Kata Gulzar

“Baiklah bawa Eve ke mansion segera keluarga Werawan sudah datang ke rumah. Hati-hati sayang ibu menyayangimu.” Ucap ibu Gulzar yang tidak lain adalah ipar dari ayah angkat Eve.

Setelah sambungan telepon terputus, Gulzar menginjak pedal dengan kuat dan setir mobil dengan kuat hingga membuat Eve yang duduk di sebelahnya merasa terkejut dan ketakutan. “Kak Zee, pelan-pelan bawa mobilnya aku takut.” Pekik Eve hingga membuat Gulzar tersadar akan apa yang ia lakukan.

“Kakak kalau mau mati jangan ajak-ajak aku. Aku masih belum menikah dan mempunyai anak yang lucu-lucu.” Ungkap Eve sedangkan Gulzar yang mendengar hal itu menginjak rem hingga kepala Eve terkantuk dasbor mobil.

“Awww.” Ringis Eve dan menatap tajam ke arah Gulzar yang sedang menatap dirinya seperti biasa datar dan dingin. “Kakak bisa menyetir nggak sih.” Pekik Eve dengan kesal.

“Perempuan tidak boleh berteriak seperti itu.” Ingat Gulzar dengan dingin kepada Eve yang memekik kesal kepada dirinya.

“Itu sangat berbahaya kak Zee, bagaimana nanti jika kita mengalami kecelakaan atau ada orang yang terkejut di belakang saat melihat kak Zee tadi yang mengerem mendadak.” Ucap Eve yang masih memasang wajah kesalnya, “minta maaf tidak kepada Eve.” Lanjut Eve sambil mengulurkan tangannya.

“Tidak mau, ini bukan salahku.” Ucap Gulzar dengan datar sambil melajukan mobilnya kembali yang sempat terhenti akibat aksinya yang mengerem mendadak hingga membuat jidat Eve memerah dan sedikit benjol.

“Lihat jidat Eve merah dan sedikit benjol.” Ucap Eve dengan kesalnya kepada Gulzar yang hanya meliriknya sekilas seperti tidak tertarik.

Mobil yang dikendarai Gulzar akhirnya memasuki gerbang rumah keluarga Adwitiya, “akhirnya aku kembali.” Ucap Eve dengan senyumnya yang merekah membuat Gulzar tidak terlihat sama sekali dengan Eve yang merasa sangat senang.

“Ternyata banyak yang sudah berubah, aku sangat merindukan kamarku.” Ungkap Eve dengan mata berbinarnya sambil berdiri di samping mobil sedangkan Gulzar menurunkan kedua koper Eve dan memberikan ransel milik Eve dengan cukup kasar kepada Eve hingga membuat sedikit tersentak karena ulah dari Gulzar.

“Lembut sedikit kenapa sih.” Gerutu Eve untuk kesekian kalinya sambil mamajukan bibirnya karena yang menjadi tersangka hanya diam dan datar.

Eve langsung melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah meninggalkan Gulzar yang menyeret kedua kopernya. Sebenarnya tadi ada pelayan yang ingin membantu untuk membawa kedua koper milik Eve namun hal itu dicegah oleh Gulzar karena ia masih bisa sendiri.

“Selamat datang kembali Nona.” Sapa pelayan tersebut dengan terharu sekaligus memandang sedih ke arah wajah dan mata Eve yang berbinar penuh kebahagiaan.

“Terimakasih bi Jum.” Ucap Eve dengan ramah sambil memberikan senyum manisnya. Sedangkan Gulzar hanya memandang datar dengan Eve yang tidak luput memberikan senyumannya sedari tadi.

Eve berjalan ke dalam rumah kakinya terhenti saat melihat paman dan bibinya yang melihat dirinya sudah ada di sini tersenyum dengan lega. “Paman bibi.” Panggil Eve dengan senyumnya saat melihat paman dan bibinya yang tersenyum kepada dirinya.

Bi Jum yang melihatnya memandang dengan sendu ke arah Eve yang harus kembali menjadi boneka kedua majikannya yang dipanggil Eve paman dan bibi tersebut. Bibi Jum memahami bahwa senyum yang diterbitkan oleh Tuan dan Nyonya itu hanyalah senyum yang penuh keterpaksaan dan lega karena semua akan berjalan lancar jika sudah ada Eve di sini sekarang.

“Sayang kamu sudah pulang.” Ucap ibunya Gulzar

“Iya bibi Bora, Eve sangat merindukan kalian.” Ungkap Eve penuh dengan haru melihat bahwa ia disambut dengan baik tidak pernah terpikirkan oleh Eve ia akan diterima dengan terbuka lebar dalam keluarga Adwitiya. Akhirnya keinginan dan harapannya terwujud. Sebagai basa basi bibi Bora memeluk Eve walaupun sebenarnya ia merasa enggan dan jijik kepada Eve. Namun karena ada tamu yang membantu perusahaan Adwitiya mau atau tidak mau ia harus berakting sebentar.

“Bibi juga sangat merindukanmu Eve sayang.” Balas bibi Bora dengan senyum paksaannya.

“Sayang duduklah perkenalkan dirimu.” Ucap ayah Gulzar bernama Tibra Adwitiya. Eve yang mendengar pamannya memanggil sayang membuatnya sangat senang.

Sedangkan Gulzar mengepalkan kedua tangannya saat melihat pemandangan yang sangat menjijikkan baginya. Eve baru menyadari bahwa tidak hanya paman dan bibinya di dalam ruang keluarga ada tamu ternyata yaitu sepasang pasangan paruh baya dan seorang perempuan yang sangat cantik dan elegan memberikan senyuman kepada dirinya.

“Perkenalkan saya Elakshi Feshika Adwitiya. Om dan tante boleh memanggil saya Eve.” Ucap Eve dengan lembut memperkenalkan dirinya kepada sepasang pasangan paruh baya tersebut dan perempuan di sampingnya. Namun mata Eve menangkap ada kursi kosong di sebelah perempuan tersebut tapi Eve tidak menghiraukannya.

“Ternyata Eve sangat cantik ibu, jadi mereka akan sangat cocok.” Ungkap perempuan yang dipuji Eve cantik dan elegan tersebut. Pasangan paruh baya tersebut memandang kagum dan haru ke arah Eve.

“Iya, Adya kamu benar.” Ucap wanita paruh baya tersebut dengan senyum yang tidak luput dari wajahnya. “Jadi, kapan kita akan menikahkan Eve dengan anak saya Jeng Bora.” Lanjut wanita paruh baya tersebut.

Eve yang mendengarnya terkejut dan memandang orang di sekeliling ruangan ini penuh dengan kebingungan, “maksudnya?” Tanya Eve yang masih belum mengerti.

“Gulzar sebaiknya kamu segera membawa adikmu ke kamarnya sepertinya ia sangat lelah.” Ucap bibi Bora melihat anaknya yang masih diam berdiri layaknya patung. Sedangkan Eve tidak mau namun ia terpaksa mengikuti Gulzar yang membawanya untuk segera masuk ke dalam kamarnya setelah mendengar hal perkataan Gulzar bahwa ia akan segera menjelaskan hal ini kepada Eve.

“Maafkan saya jeng Dhara, Eve memerlukan waktu istirahatnya setelah menempuh perjalanan yang cukup menguras tenaga. Saya tidak mau Eve sakit nantinya.” Ucap bibi Bora hal itu dimaklumi oleh pasangan paruh baya tersebut tapi tidak dengan Adya yang merasakan sesuatu yang janggal di dalamnya.

“Kak apa maksudnya tadi?” Tanya Eve yang meminta kejelasan mengenai perkataan yang dilontarkan wanita paruh baya yang baru ditemui Eve tersebut.

Gulzar memandang Eve dengan wajah datarnya dapat Gulzar lihat wajah dan mata berbinarnya tergantikan dengan kegelisahan dan kekhawatiran, “kak Zee jangan diam saja jawab pertanyaan Eve apa maksudnya?” Tanya Eve kembali sambil mengguncang badan kekar Gulzar.

“Kamu disuruh kembali karena untuk segera dinikahkan demi menyelamatkan perusahaan keluarga besar Adwitiya yang hampir bangkrut.” Jawab Gulzar dengan lancar dan dingin.

Eve yang mendengarnya menggelengkan kepalanya menatap tidak percaya akan apa yang telah ia dengar. Air mata Eve menganak di kedua matanya karena merasakan perasaan yang sangat kecewa dan sangat sedih ternyata paman dan bibinya membohongi dirinya.

“Kakak tidak bohongkan.” Tangis Eve sambil memegang dadanya sesak menerima kenyataan yang baru ia dengar, sedangkan Gulzar hanya memandang Eve dengan datarnya dan mengepalkan kedua tangannya karena kesal melihat Eve yang menangis. Gulzar pun meninggalkan Eve seorang diri di dalam kamarnya yang masih sibuk dengan tangisannya dan segera mengunci pintu kamar Eve dari luar.

“Ibu, ayah.” Tangis Eve dengan pilu sambil menelungkupkan kepalanya di antara kedua lututnya ketika mengingat bahwa ia akan dinikahkan dengan orang yang tidak dikenalinya dan dijadikan alat untuk urusan bisnis keluarga Adwitiya.

Semenjak kepulangan tamu yang mendatangi kediaman keluarga Adwitiya. Paman dan bibi Eve tidak datang ke kamar Eve karena mereka merasa malas berurusan dengan anak pungut seperti Eve tersebut. Mau atau tidak mau Eve harus menerima pernikahan ini mereka akan memaksa Eve nantinya karena tidak ada pilihan buat Eve. Seharusnya Eve bersyukur karena akan masuk ke dalam keluarga kaya dan terpandang nomor 1 di negara K tersebut walaupun pria yang akan menikahi Eve sudah beristri paman dan bibi Eve tidak akan peduli yang penting perusahaan Adwitiya tidak bangkrut.

*Bersambung*

BAB 02. Menikah dengan Dia

Eve tidak tidur semalaman memikirkan nasibnya yang dipaksa untuk menikahi orang yang tidak dicintainya. Menghela nafasnya karena kebodohannya sendiri karena tidak curiga dengan maksud paman dan bibinya di hari itu yang tiba-tiba menelpon dirinya setelah 8 tahun lamanya.

Gulzar benar bahwa Elakshi Feshika Adwitiya masih saja polos dengan pemikirannya akan mendapatkan perhatian dari keluarga Adwitiya bahkan ia baru bertemu dengan bibi Bora dan paman Tibra. Bagaimana nanti jika ia bertemu dengan keluarganya yang lain.

Eve tidak tau apa yang menjadi penyebab keluarga Adwitiya bisa mengalami kebangkrutan karena Eve sama sekali tidak mengerti tentang bisnis.

Pintu kamar Eve terbuka dan nampaklah seorang pria kekar dan wajah tampannya yang memakai pakaian setelan formal serta tas hitam yang di genggam. Mata keduanya saling memandang lain.

Dapat Gulzar lihat tidak ada lagi sorot mata berbinar dan wajah bersinar yang ia lihat waktu menjemput Eve. Kini hanya ada tatapan yang kosong, rambut yang acak-acakan, serta mata panda.

“Segera bersihkan dirimu, aku akan menunggu di sini sampai kamu turun.” Perintah Gulzar dengan dingin namun hal itu tidak digubris oleh Eve yang menyandarkan dagunya ke atas kedua tangannya.

Gulzar menghela nafas dengan kasar melihat Eve yang tidak bergerak sama sekali, “dengan kamu seperti ini tidak akan mengubah apapun karena kamu memang ditakdirkan tidak mempunyai pilihan.” Ucap Gulzar dengan tajam kepada Eve hingga membuat Eve kembali menangis. “Seharusnya kamu bersyukur bahwa sebentar lagi kamu akan bebas dari keluarga Adwitiya. Cepatlah mandi apa perlu aku yang menyeretmu.” Lanjut Gulzar dengan dingin dan wajah tak berekspresinya.

“Bibi Jum.” Panggil Gulzar dengan sedikit berteriak hingga membuat wanita paruh baya tersebut segera mendekat.

“Iya, Den Gulzar kenapa?” Tanya bi Jum.

“Bawa Eve ke kamar mandi dan mandikan dia, aku tunggu.” Perintah Gulzar yang langsung dituruti bik Jum dengan cepat.

“Ayo Non bersihkan diri Nona. Waktunya sarapan.” Ajak bi Jum sambil berusaha mengangkat tubuh ramping dan tinggi Eve namun bik Jum sangat kesusahan. Akhirnya Gulzar yang melihatnya melepaskan tas kerjanya dan meletakkannya di atas sofa kamar Eve lalu segera menggendong Eve ke dalam bak mandi dan mengguyur tubuh Eve dengan air dingin. Hal itu membuat Eve terkejut dan memandang dengan kosong ke arah Gulzar yang menatapnya dengan tajam.

“Dengar sudah aku bilang tidak ada gunanya kamu menolak atau melakukan hal seperti ini karena kamu akan tetap menikah dua minggu lagi.” Ucap Gulzar sambil memegang kedua pipi Eve dengan cukup kuat.

Bik Jum hanya diam menyaksi apa yang terjadi di antara Gulzar dan Eve dengan penuh prihatin. “Segera siapkan dia.” Perintah Gulzar kepada bi Jum setelah melewati pintu kamar mandi milik Eve.

“Ayo Non bibi mandikan, Den Gulzar benar bahwa Nona tidak akan mempunyai pilihan. Calon mertua Nona sangat baik bibi bisa melihatnya ini waktunya Nona untuk keluar dari keluarga ini.” Eve yang mendengarnya hanya diam sambil melepaskan tangan bi Jum yang hendak membuka bajunya.

“Biarkan Eve saja bi, bibi tunggulah di luar.” Pinta Eve dengan lirih.

“Tapi, Non.”

“Bibi jangan khawatir Eve tidak akan melakukan hal yang buruk. Bukankah Eve harus kuat benar apa kata kak Zee dan bibi seharusnya Eve bersyukur bahwa Eve akan keluar dari keluarga ini.” Ucap Eve dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Bi Jum tersenyum dengan sedih melihat kesabaran dan ketabahan yang dimiliki Eve.

Hampir 30 menit lamanya Eve pun siap dan hendak turun ke meja makan di mana para keluarga besar sudah menunggu Eve sedari tadi dengan di depannya Gulzar yang setia menunggu Eve untuk turun bersamanya.

Tatapan sinis dan tajam dilayangkan kepada Eve, “kenapa lama sekali sih jangan jadi putri di rumah ini kamu bukanlah siapa-siapa di sini dasar anak pungut.” Ucap sepupu perempuan Eve dengan tajam.

“Harsha jangan memulai.” Ingat Gulzar dengan tajam, “aku ingin menikmati sarapan dengan tenang.” Sepupu perempuan Eve bernama Harsha diam ketika mendengar suara Gulzar yang dingin.

Sedangkan paman Tibra dan bibi Bora tidak mempedulikan Eve yang baru saja datang tersebut mereka sibuk dengan makanan yang ada di dalam piring.

Semua orang memakan makanannya dengan tenang setelah semua anggota selesai suara bibi Bora menjadi pemecah kesunyian yang terjadi selama di meja makan tersebut. “Eve, hari ini kamu harus datang ke restoran X untuk bertemu dengan calon suamimu bersama istrinya.”

Eve yang mendengarnya menolehkan kepalanya ke arah bibi Bora ketika mendengar apa yang dikatakan bibi Bora barusan, “kamu tidak berhak membantah seharusnya kamu bersyukur kami masih bisa menerimamu dan mengakuimu sebagai keluarga dari Adwitiya dan kami menikahkanmu dengan orang terpandang dan terkaya nomor 1 di negara K ini.” Ucap bibi Bora tanpa mendengar jawaban dari Eve yang masih terkejut dalam diamnya dan tanpa merasa bersalah mengungkit status Eve di keluarga besar ini.

Di sebuah kamar sepasang suami istri sedang berdebat karena permintaan istrinya yang terus mendesaknya untuk kembali menikah dan bertemu dengan calon istri keduanya, “aku tidak bisa.” Ucap pria tersebut dengan tegas yang tidak lain adalah Nabastala Affandra Werawan.

“Kalau begitu aku tidak juga tidak bisa menjalani pengobatan.” Ucap sang istri bernama Adya Parabawa. Nabastala yang mendengarnya merasa frustrasi semua pilihan yang diberikan kepadanya sangat sulit.

“Kak aku mohon jangan seperti ini. Sudah Tala bilang jangan mendengarkan perkataan mereka yang terpenting aku, ayah dan ibu menerima kakak dengan apa adanya." Ucap Nabastala dengan memohon kepada Adya istrinya. Memang istrinya Nabastala 2 tahun di atasnya mereka menikah sudah 4 tahun lamanya.

Adya Parabawa divonis tidak akan pernah bisa mempunyai keturunan lagi atas apa yang dilakukannya dahulu yaitu aborsi. Aborsi yang dilakukan oleh Adya bukan hanya sekali melainkan sudah 7 kali hal itu dilakukan Adya karena cinta butanya terhadap sepupu Nabastala yang sudah tidak ingin Adya dan Nabastala sebut namanya. Adya yang saat itu merasa frustrasi dan depresi hendak ingin melakukan bunuh diri ketika ia mendengar dikemudian hari ia tidak akan bisa memiliki keturunan dari dalam rahimnya hingga membuat Nabastala yang sangat sayang kepada Adya dan di antara mereka sudah menganggap sebagai adik dan kakak akhirnya Nabastala meminta restu kepada kedua orangtuanya untuk menikahi Adya yang kala itu depresi berat.

Beruntungnya kedua orang tua Nabastala menyetujui hal itu walaupun ditentang besar oleh keluarga besar Werawan. Tapi, Nabastala dan kedua orangtuanya tidak peduli akan hal itu mengingat kelakukan yang dilakukan oleh sepupu Nabastala yang hilang entah ke mana itu. Dan semenjak itu juga hubungan keluarga besar Werawan terpecah belah.

“Tapi, aku yang tidak bisa menerimanya Tala. Kamu sudah berkorban sangat besar sekarang waktunya aku membalas budimu. Tidak selamanya aku bisa menemanimu Tala, ayah dan ibu juga sangat menginginkan cucu tolong mengertilah dan kamu memerlukan keturunan. Lagipula aku dan ibu sudah menjamin bahwa calon istrimu itu sangat baik budi pekertinya. Jadi, aku mohon kamu lakukan ya demi ayah dan ibu. Apa kamu tidak kasihan dengan mereka, hmmm.” Ucap Adya dengan wajah memelas sambil memegang kedua lengan Nabastala yang sedang memandang ke arah dirinya.

Nabastala segera memeluk Adya yang menangis, “aku sudah cukup bahagia dengan semua ini, aku tidak ingin kakak merasa tidak nyaman. Tapi, berjanjilah kakak harus melanjutkan pengobatan kakak.” Ucap Nabastala hal itu membuat Adya tersenyum penuh kesenangan di dalam pelukan Nabastala, “kakak senang sekarang?” Tanya

Nabastala dan dijawab anggukan penuh semangat oleh Adya. Rasanya Adya sudah tidak sabar memberitahukan kepada ibu Dhara bahwa akhirnya Nabastala setuju dengan menikah lagi.

Eve duduk dengan cemas sambil meremaskan kedua jarinya dan melihat ke arah pintu restoran untuk menunggu kedatangan sepasang suami istri sesuai di perintahkan oleh bibi Bora kepada dirinya. Eve berpikir apakah ada seorang istri yang mengikhlaskan suaminya untuk menikah kembali, kalau Eve tidak akan pernah mau dipoligami tapi kenyataannya sekarang ia tidak bisa mengelak semuanya sudah ditentukan tanpa

mendengar jawaban atau pendapat dirinya.

Eve menundukkan kepalanya melihat layar ponselnya sudah menunjukkan pukul 1 siang itu artinya sebentar lagi mereka akan bertemu. Kenapa Eve tidak bisa lari karena para pengawal selalu mengawasi Eve di setiap sudut restoran untuk berjaga-jaga bahwa Eve tidak akan melarikan diri.

Suara kursi bergeser ke belakang di depan seberang Eve hingga membuat Eve mengangkat kepalanya ke atas dan betapa terkejutnya wajah yang ia lihat adalah wajah pria di masa lalu. “Ba-ba-bagaimana bisa?” Tanya Eve dengan lirih lalu matanya beralih ke wanita di sebelahnya yang sedang tersenyum manis ke arah Eve.

“Hai Eve kita bertemu kembali. Kemarin malam kita tidak sempat berkenalan perkenalkan nama aku Adya Parabawa kamu boleh memanggilku kakak karena sebentar lagi kita akan menjadi keluarga.” Ucap Adya dengan penuh semangat dan cerianya.

Sedangkan pria di samping Adya menatap dengan tajam, dingin dan penuh kebencian kepada Eve. “Oh ya perkenalkan ini adalah Nabastala Affandra Werawan yang akan menjadi calon suamimu dan akan menjadi suamimu nanti dua minggu ke depan. Aduh aku sangat tidak sabar menantikannya tidak lama lagi aku akan ada teman mengobrol di rumah dan memasak barang.”

Eve memandang dengan penuh penyesalan kepada Nabastala yang sedang menatap dirinya yang penuh dengan kebencian. Eve tidak menyangka bahwa takdir mempertemukan mereka seperti ini, Eve memang berkeinginan untuk meminta maaf apa yang telah ia lakukan dahulu kepada Nabastala ketika ia akan kembali ke negara K ini. Namun, takdir berkata lain mereka dipertemukan dalam situasi dan kondisi seperti ini.

Adya menyenggol lengan Tala yang menatap tajam ke arah Eve untuk segera membuka obrolan, “maafkan aku.” Ucap Eve membuat Adya terdiam kebingungan sedangkan Tala terkesan tidak peduli dengan ucapan permintaan maaf wanita di hadapannya.

“Eve kamu tidak perlu meminta maaf semuanya sudah menjadi takdir aku sangat senang bisa bersaudara denganmu nanti.” Ungkap Adya, “aduh ada telepon aku permisi dulu kalian berbicaralah berdua dengan nyaman kemungkinan aku akan lama karena mau pergi ke toilet juga.” Ucap Adya dengan terburu-buru sambil menjauh dan tanpa mendengar jawaban Tala yang hendak menghentikan dirinya.

“Huh, selalu saja tiba-tiba.” Gerutu Nabastala yang didengar oleh Eve yang masih memandang Nabastala penuh dengan penyesalannya.

“Ternyata bukan hanya kamu yang menjijikkan keluargamu juga sama-sama menjijikkannya dengan dirimu.” Eve yang mendengarnya menggenggam tasnya dengan erat di bawah meja.

“Maafkan aku.” Ucap Eve dengan lirih.

“Dengar aku terpaksa menikahimu karena aku tidak mau istriku menghentikan pengobatannya jadi jangan bersenang hati dulu. Aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan tenang. Setelah istriku sembuh aku akan segera menceraikanmu. Kamu dan keluargamu yang menjijikkan itu tidak akan mendapatkan sepeser apapun dari keluarga Werawan." Belum menikah saja pria di depannya ini sudah mengatakan perceraian.

Setelah mengatakan hal itu Nabastala pergi meninggalkan Eve untuk menyusul Adya yang sudah pulang ke rumah kedua orangtuanya. Ia sangat memahami Adya bahwa tadi Adya hanya berpura-pura mengangkat telepon dan pamit pergi ke toilet.

“Apa kamu sebegitu membencinya. Kenapa semua orang dengan mudah menghakimi tanpa mendengar penjelasan dan mencari tau kebenarannya.” Ucap Eve yang menangis dalam diamnya.

Hari pernikahan Eve dengan Tala akhirnya tiba juga, pernikahan dilakukan dengan sangat mewah dan meriah. Semenjak bertemu di restoran baik Eve dan Tala tidak pernah bertemu kembali sedangkan untuk fitting baju pengantin Eve hanya ditemani oleh ibu Dhara dan Adya. Tala selalu beralasan bahwa ia sibuk jadi ia tidak sempat datang akhirnya Adya dan ibu Dara menyerah yang terpenting Tala menerima dan menyetujui pernikahannya dengan Eve.

“Eve kamu sangat cantik.” Puji Adya yang mendampingi Eve di kamar riasnya, “Tala pasti sangat beruntung memiliki istri secantik dirimu dan aku juga.” Ucap Adya yang penuh semangat. “Pengantin jangan memasang wajah tidak berekspresi seperti itu senyum yang cantik dan manis dong.” Lanjut Ayda dengan kedua jari telunjuknya

menempel di pipi Eve hingga membuat Eve mau tidak mau tersenyum.

“Iya, Nona yang dikatakan oleh Nona Adya benar bahwa Nona harus tersenyum di acara sakral ini.” Ucap bik Jum yang menatap ke arah Eve dengan sayang.

Pintu kamar rias Eve terbuka dan nampaklah dua perempuan sedang menatap Eve dan Adya dengan sinis, “malang sekali nasibmu Eve jadi istri kedua.” Ucap Harsha yang selalu mengejek Eve dari dulu.

“Kamu tau Harsha habisnya istri pertamanya tidak bisa memberikan keturunan pada keluarga Werawan. Kesalahannya dimasa lampau yang sering melakukan aborsi, beruntungnya kakak sepupu aku tidak menikahinya karena tidak buta dengan wanita yang ingin masuk ke keluarga Werawan. Siapa sih yang nggak ingin masuk ke keluarga terpandang dan terkaya seperti keluarga Werawan.” Ucapan pedas dilontarkan oleh

Geya Wirawan kepada Adya.

Namun Adya sama sekali tidak tersinggung karena itu adalah hal yang biasa baginya. Sedangkan Eve memandang ke arah Adya dengan tatapannya yang menyejukkan membuat Adya tersenyum senang karena ia tidak salah pilih memilih Eve untuk menjadi istri Tala selamanya.

“Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, semua manusia mempunyai kesalahan dan sering melakukan kesalahan hal itu adalah wajar yang tidak wajarnya jika manusia itu tidak sadar akan dosanya dan malah memberikan penilaian yang buruk terhadap orang lain. Berhati-hatilah Nona jika berbicara akan ada seleksi alam.” Ucap Eve dengan tenang sambil memandang ke arah cermin di depannya. Adya dan bik Jum yang mendengarnya mengulum senyum sedangkan Harsha dan Geya menatap Eve dengan kesal dan penuh kebencian.

“Lihat saja cepat atau lambat kamu akan ditendang langsung oleh kak Nabastala dan keluarga Werawan serta Adwitiya tentunya tidak akan menerima dirimu. Jangan berlagak sombong dulu kamu hanyalah istri kedua. Dasar anak yatim piatu.” Ucap Geya dengan pedas lalu berjalan pergi meninggalkan kamar rias Eve dengan Harsha yang mengikutinya.

“Jangan dengarkan ucapan Geya, dia tidak akan berani mengusikmu jika ada Nabastala serta ayah dan ibu terlebih ada aku karena aku akan selalu membelamu.” Ucap Adya dengan lembut.

“Terimakasih kak.”

Eve akhirnya keluar juga di kamar riasnya dengan Gulzar yang menggandeng tangan Eve untuk di bawa ke altar pernikahan di mana sang mempelai pria sudah menunggu.

Semua mata tamu undangan memandang takjub ke arah Eve yang sangat cantik dan memukau dengan gaun putih yang dikenakannya. Di atas sana Nabastala menghela nafasnya dan memandang ke arah istrinya Adya yang tersenyum memberikan semangat kepada dirinya.

Nabastala memandang ke arah Eve yang sudah berdiri di depannya, Gulzar mengulurkan tangan Eve ke arah Nabastala untuk diterima. Nabastala memandang datar ke arah Gulzar yang memandang datar juga dengannya. Hal itu tidak menjadi masalah bagi Nabastala karena itu bukanlah urusannya.

"Jaga dia." Ucap Gulzar lirih

Pengucapan janji suci pernikahan akhirnya selesai juga Eve dan Nabastala sekarang resmi menjadi suami istri. Tiba waktunya Nabastala harus mencium Eve dan tamu undangan bersorak ingin melihatnya.

“Jangan pernah berharap dengan pernikahan ini, ingat aku akan segera menceraikanmu setelah Adya sembuh.” Ucap Nabastala dengan kejam hal itu membuat Eve menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya. Nabastala mencium kening Eve sambil tersenyum palsu ke arah tamu undangan begitu juga dengan Eve.

*Bersambung*

BAB 03. Hanya Bisa Memandang

Pernikahan Eve dan Tala dilangsungkan secara meriah walaupun di antara keduanya sama-sama tidak mengharapkan pernikahan ini. Mereka hanya bisa tersenyum dengan terpaksa. Jika Eve melakukannya supaya orang tidak merasa curiga dengan pernikahan ini sedangkan Tala dipaksa karena Adya istrinya yang terus menyuruhnya tersenyum.

Di sudut lain ada seorang pria yang memandang ke arah pengantin baru tersebut dengan mata kosong dan dalamnya. Ingin sebenarnya ia membuat Eve melarikan diri tapi ia tidak punya kuasa untuk itu apalagi hatinya sangat terluka melihat Eve bersanding dengan pria yang sudah menjadi suaminya. Karena tidak kuat melihatnya akhirnya ia langsung pergi meninggalkan tempat tersebut untuk menenangkan diri sejenak.

Adya yang melihat Tala dan Eve di atas pelaminannya tersenyum sangat bahagia, “aku harap kalian akan menjadi keluarga selamanya.” Harapan Adya terhadap pernikahan Tala dan Eve.

Ibu Dhara dan ayah Davka ayah dari Nabastala tersenyum penuh bahagia melihat menantu mereka Adya yang sangat berbesar hati menguzinkan putranya Tala menikah kembali apalagi melihat tatapan berkaca-kaca Adya yang matanya terus memandang ke arah Eve istri kedua anaknya. Walaupun sebenarnya mereka tidak pernah mengatakan bahwa mereka menginginkan cucu kepada Adya dan Tala karena ingin menjaga perasaan dan

mental Adya tapi lihat apa yang dilakukan Adya demi Tala dan mereka sebagai mertuanya. Rasanya mereka sebagai orang tua merasa sangat bersyukur memiliki menantu sebaik Adya yang sudah mereka anggap sebagai anak sendiri.

“Sayang terimakasih karena kamu sudah berkorban sebesar ini demi Tala. Ibu sangat bersyukur memiliki menantu yang sangat baik hatinya.” Ucap ibu Dhara terharu sambil memegang tangan Adya yang duduk di samping kirinya.

“Ibu tidak perlu seperti ini. Adya sangat berterimakasih kepada ibu dan ayah yang menerima Adya apa adanya walaupun masa lalu Adya sangat buruk.”

“Menantu ayah jangan berkata seperti itu, semua manusia mempunyai masa lalu dan pernah melakukan kesalahan yang terpenting kamu sudah berubah. Ayah dan ibu tau bahwa kamu adalah orang yang baik hatinya.” Ucap Ayah Davka.

“Jangan buat Adya mewek dong ayah nanti maskara Adya luntur. Ibu dan ayah nggak mau kan lihat Adya kayak zombie.” Canda Adya hingga membuat ibu Dhara dan ayah Davka tertawa mendengarnya. Beginilah kehidupan mereka selama beberapa tahun belakangan ini walaupun mereka tidak mempunyai cucu yang meramaikan rumah tapi mereka mempunyai menantu yang sangat perhatian dan mencairkan suasana rumah menjadi lebih hidup.

“Apa ibu dan ayah tau bahwa menantu baru kalian pernah berkata seperti yang ayah katakan tadi kepada Adya ketika Geya mengusik Adya di kamar rias pengantin wanita.” Ucap Adya memberitahu dengan penuh semangatnya.

“Benarkah, menantu baru ibu memang yang terbaik membela menantu tertua ibu.” Ucap ibu Dhara terkekeh hingga membuat ayah Davka dan Adya tertawa mendengarnya.

Di atas pelaminan Tala sangat senang melihat istrinya Adya dan kedua orangtuanya tertawa bahagia entah apa yang diceritakan mereka tapi Tala sangat senang. Begitu juga dengan Eve yang memandang pemandangan tersebut merasakan hatinya sangat sejuk. Inilah yang ingin Eve harapkan dari dulu sebuah kekeluargaan dan kebersamaan yang kental tanpa menghakimi dan memandang rendah orang lain.

Acara pernikahan berakhir selesai ketika jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, kaki Eve sangatlah sakit dan pegal akibat memakai sepatu tinggi yang dikenakannya untuk menjadi ratu sehari tersebut.

Kini ia kembali ke kamar yang telah disiapkan oleh pihak hotel untuk pengantin baru dengan Tala yang berjalan di depannya tanpa ada suara. Jujur saat ini Eve sangatlah gugup apalagi ini adalah malam pertama mereka sebagai pengantin baru Eve merasa sangat lelah jika mereka harus melakukan ritual sebagai suami istri tapi jika suami dingin di depannya ini melakukan ia tidak bisa menolak karena itu adalah hak buat suaminya dan ia harus melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.

Kepala Eve terkantuk oleh punggung lebar dan kekar Nabastala karena ia memandang ke bawah saat berjalan dan sedikit melamun. “Maafkan aku.” Ucap Eve walaupun jidatnya sedikit sakit ketika ia menabrak punggung Tala. Permintaan maaf Eve tidak dihiraukan Tala walaupun tadi ia sempat berhenti memencet tombol pin pintu kamar mereka.

Dengan kakinya yang panjang Tala melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi setelah melepaskan jas pengantin yang dikenakannya di atas sofa. Eve hanya mengikuti ke mana arah Tala berjalan.

Dengan kakinya yang panjang Tala melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi setelah melepaskan jas pengantin yang dikenakannya di atas sofa. Eve hanya mengikuti ke mana arah Tala berjalan.

Menghela nafasnya dengan panjang melihat sikap Tala terhadap dirinya yang sangat dingin, Eve memungut jas yang dikenakan Tala lalu berjalan ke arah koper untuk menyiapkan baju buat Tala yang sedang membersihkan dirinya di dalam kamar mandi.

Mata Eve memandang ngeri melihat kelopak bunga-bunga mawar yang bertebaran rapi sehingga membentuk love tersebut. “Bagaimana bisa tidur jika kelopak bunga sebanyak ini. Kasihan sekali aku harus membersihkan kalian.” Ucap Eve yang berbicara dengan kelopak bunga tersebut.

Ketika Eve selesai dengan kegiatannya yang membersihkan kelopak bunga di atas tidur Eve dikejutkan dengan Tala yang keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya yang ramping sehingga otot perutnya yang berbentuk enam kotak itu terlihat belum lagi urat tangan dan bahunya yang lebar aura maskulin dalam diri Tala sangat menguar ke seluruh ruangan hingga membuat Eve menahan nafas ketika matanya melihat hal itu dan memalingkan wajahnya agar ia tidak melihat Tala saat ini.

Tala yang melihat reaksi Eve tidak mempedulikannya, langkah kakinya berjalan ke arah di mana Eve berada tapi bukan untuk menerkam Eve melainkan mengambil baju di atas tempat tidur yang telah Eve siapkan. Eve kembali terkejut karena dengan santainya Tala mengganti pakaian sedangkan di kamar ini masih ada dirinya.

“Apa dia sengaja? Dari dulu dia memang tidak tau malu.” Gerutu Eve dalam hati lalu Eve langsung cepat berjalan ke dalam kamar mandi untuk segera membersihkan dirinya. Eve berjalan ke arah di mana kopernya berada saat membukanya betapa terkejutnya Eve melihat isi kopernya.

“Siapa yang menggantinya, bukankah tadi aku memasukkan piyama kenapa bajunya kurang bahan seperti ini?” Tanya Eve dalam hatinya.

“Jangan pernah lagi menyiapkan apapun atau menarik perhatianku.” Ucap Tala dengan dingin setelah selesai berganti pakaian dan melihat Eve yang masih mematung di hadapan kopernya.

Eve tersentak kaget dengan lamunannya dan menoleh ke arah Tala yang sedang menatapnya dengan dingin, “aku hanya melakukan tugasku sebagai seorang istri.” Jawab Eve dengan berani padahal dirinya sungguh ketakutan melihat Tala yang menatapnya seperti itu. Tapi ia harus melakukannya sesuai dengan apa yang dikatakan Adya kepada dirinya.

“Istri.” Ucap Tala dengan senyuman sinisnya lalu Tala berjalan mendekat ke arah Eve yang masih diam di tempatnya. Eve yang melihat hal itu segera memundurkan langkahnya, Eve terjebak di antara Tala dan dinding kamar hotel ini. Ia baru menyadari bahwa Tala hanya memakai celana piyama saja tidak dengan bajunya. Eve menelan salivanya dengan susah payah melihat Tala yang sangat dekat dengan dirinya apalagi tatapannya itu membuat Eve sangat cemas, takut, khawatir.

“Jangan berharap, istriku hanyalah Adya Parabawa.” Ucap Tala dengan dingin, Eve melihat jakun Tala yang naik turun membuat Eve tidak mau menjawab perkataan Tala karena itu sangat bahaya buat dirinya. Walaupun sebenarnya hatinya sangat sakit tapi ini harus ia terima.

“Tunggu.” Ucap Eve mencegah Tala yang hendak berjalan menjauh darinya walaupun ia takut tapi ia harus melakukannya, “bolehkah aku meminjam piyamamu.” Pinta Eve dengan takut-takut.

“Terserah.” Jawab Tala hal itu membuat Eve kebingungan namun akhirnya ia mengambil piyama suaminya itu lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah hampir 30 menit lamanya Eve berendam sekaligus merilekskan otot-ototnya yang pegal. Eve keluar dengan memakai piyama kebesaran milik Tala. Eve terlihat seperti boneka yang sangat menggemaskan lengan baju yang digulung beberapa kali gulungan begitu juga dengan celananya. Sebenarnya Eve ingin sekali hanya memakai baju piyamanya saja namun karena ia merasa tidak nyaman apalagi sekarang ada Tala suaminya jadi ia tidak bisa bebas melakukan hal itu.

Di atas tempat tidur Eve melihat Tala yang tidur membelakanginya membuat Eve bernafas dengan lega setidaknya ia tidak melihat wajah dingin dan tatapan tajam menusuk itu dari Tala.

Eve tidur menyamping sambil melihat punggung Tala yang kokoh dan kekar tersebut. Matanya menatap dengan sedih dan penuh penyesalan namun semuanya sudah berlalu sekeras apapun berusaha kita tidak akan pernah kembali ke masa lalu.

Mata Eve berkaca-kaca mengingat bagaimana kejadian yang menimpanya dirinya baru-baru ini. Ternyata keluarganya masih belum bisa menerima dirinya sepenuhnya.

Andai kata dulu ia tidak menerima ajakan dari ayah dan ibu yang ingin mengangkatnya sebagai anaknya mungkin Eve tidak akan mengalami hal ini. Tapi disatu sisi Eve sangat bersyukur bahwa ibu dan ayah angkatnya sangat menyayangi dirinya walaupun kakak angkatnya anak kandung dari ibu dan ayahnya sangat membenci dirinya dan ia harus menerima dan mengganti risiko yang diperbuat oleh kakak angkatnya itu yang entah hilang ke mana.

Gelapnya malam tanpa adanya bulan dan bintang yang menemani tergantikan dengan matahari yang menampakkan dirinya di arah timur membuat Tala mengerjapkan kedua matanya ketika sinar matahari yang mencuri celah untuk masuk ke dalam kamar.

Dapat Tala lihat pemandangan di depannya yaitu wajah istri keduanya yang putih dan mulus dengan hidung yang mancung serta bibirnya yang merekah bak delima. Mata melihat ada bekas air mata yang mengering di wajah putih mulus tersebut. Mengacak rambutnya sambil menguap untuk membuat pikirannya kembali tenang untuk menyadarkan dirinya bahwa ini sudah pagi. Berjalan dengan pelan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tidak lama setelah itu Eve pun terbangun dari tidur dan mimpinya yang nyenyak ketika mendengar suara pintu kamar mandi ditutup. Melihat ke sampingnya ternyata sang suami sudah tidak ada di sebelahnya. Menyandarkan kepalanya sambil melakukan sedikit peregangan tangan dan kepalanya.

Selama hampir 1 jam lamanya Eve menunggu Tala keluar dari kamar mandi namun suaminya tersebut nampaknya masih betah di dalam kamar mandi. Karena sudah tidak tahan, Eve berjalan ke arah kamar mandi untuk mengetuk pintu. Namun belum sampai tangan Eve mengetuk pintu, Nabastala membukakan pintu kamar mandi tersebut hingga membuat tangan putih Eve berada di depan wajah Tala.

“Apa yang sedang kamu lakukan?” Tanya Tala dengan dingin dan wajahnya yang datar. Eve yang melihat Tala sekali lagi hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya segera tersadar.

“Maafkan aku.” Hanya itu yang bisa Eve keluarkan dari mulutnya seolah pikirannya hanya kosong begitu juga dengan otaknya pagi ini.

“Minggir.” Ucap Tala sambil menggeser badan Eve di depannya dengan kasar hal itu membuat badan Eve hampir terhuyung dan hampir saja ia tidak terjatuh karena berpegang pada dinding di samping pintu kamar mandi.

Eve yang melihatnya sangat terkejut melihat Tala yang mendorongnya dengan kasar, “kenapa dia menjadi sensitif, sebenarnya apa yang dilakukannya di dalam kamar mandi selama itu. Aku tau dia memang orang yang pembersih dan tidak suka kotor tapi apa harus ya mandi selama itu. Apa itu adalah kebiasaannya mandi selama itu?” Benak Eve bertanya-tanya mengingat bagaimana Tala dulu sangat pembersih dan mengaitkan dengan tingkah laku yang Eve ketahui itu. “Sudah lah jangan memikirkannya dari dulu dia memang selalu aneh.” Ucap Eve dengan dirinya.

“Kesayangannya Adya bawa istrimu ikut sarapan. JANGAN PERGI SENDIRI.” Ingat Adya pada pesannya hal itu membuat Tala mendengus kesal apalagi kalimat di ujungnya dengan huruf kapital tersebut.

Tala menunggu Eve dengan kesal saat melihat Eve keluar dari dalam kamar mandi padahal itu hanya lima belas menit bukan satu jam. Belum lagi ketika Tala melihat bagaimana rutinitas Eve yang wajib bagi perempuan yaitu skincare. “Jangan terlalu lama aku sudah sangat lapar. Gara-gara kamu Adya harus menyuruhku menunggumu.” Ucap Tala dengan dingin dan langsung pergi meninggalkan kamar dan berjalan ke arah ruang tamu di dalam kamar tersebut.

Eve yang mendengarnya segera bergegas memoleskan wajahnya sedikit dengan bedak dan memberikan pelembab bibir supaya bibirnya sehat dan terawat.

“Cie pengantin baru.” Goda Adya yang melihat Tala dan Eve berjalan bersamaan. Eve tersenyum malu dan canggung mendengar perkataan Adya sedangkan Tala memasang wajah dinginnya.

“Kesayangannya Adya kenapa wajahnya datar begini apa masih kurang semalam.” Goda Adya kepada Tala yang duduk di sampingnya sambil mencolek pipi Tala merasa gemas dan sangat senang menggoda suaminya ini. Sedangkan ibu Dhara dan ayah Davka tertawa mendengarnya keusilan Adya kepada Tala.

“Sayang ayo makan jangan dilihat kalau dilihat nggak bakalan kenyang.” Ucap ibu Dhara yang melihat ke arah Eve yang hanya diam memandang makanan di depannya.

“Eve kenapa kamu tidak mengambil makanan buat suamimu ambilkan ya aku sangat malas karena jari-jariku sedikit pegal.” Ucap Adya yang berusaha mendekatkan Eve dengan Tala. Dengan segera Eve melakukannya sedangkan Tala menatap khawatir ke arah Adya.

“Kenapa kamu tidak memberitahuku jika jari-jarimu sakit, apakah masih sakit?” Tanya Tala yang khawatir sambil memegang jari jemari Adya membuat Eve yang hendak mengambil nasi buat Tala terhenti namun ia melanjutkannya.

Adya yang diperlakukan seperti itu menatap ke arah Eve yang sempat terdiam, “aku tidak apa-apa kesayangannya Adya. Berhentilah memegang tanganku, aku harus makan.”

“Biarkan aku yang suapi tidak ada bantahan.” Ucap Tala dengan tegas hal itu lagi-lagi membuat Eve juga ingin merasakan perhatian lembut dari Tala. Sedangkan Adya memasang wajah memelasnya kepada Eve.

Eve yang melihatnya tersenyum dan mengisi makanan di piringnya untuk dirinya makan setelah selesai mengisi piring Tala dengan makanan.

Selepas sarapan kini Eve kembali sendiri ke dalam kamar hotel yang ditempatinya bersama dengan Nabastala. Sedangkan Tala ia tidak tau ke mana pergi suaminya tapi kata Adya tadi Tala pergi menemui sekretarisnya.

Satu jam lamanya Tala kembali ke dalam kamar dan melihat Eve yang sedang menonton saluran TV mengenai pengobatan herbal. Tala berjalan ke arah Eve dan memberikan map yang dibawanya kepada Eve.

Eve mengernyitkan dahinya dan melihat isi map tersebut menggigit bibirnya saat membawa keterangan di atas kertas putih dengan tinta hitam yang tergores rapi di dalamnya.

“Sesuai dengan surat kontrak itu kita hanya akan menikah selama kurang lebih dua tahun lamanya itu semua tergantung dari kesembuhan Adya. Tapi itu tidak akan lebih dari dua tahun. Jangan pernah mencampuri urusan pribadi masing-masing, aku hanya menganggap Adya sebagai istri sahku.” Ucap Tala dengan tajam dan dingin ia tidak mempedulikan ekspresi Eve yang sudah meneteskan air matanya.

“Segera tandatangani surat itu.” Dengan tangan gemetar Eve membubuhkan tanda tangannya walaupun hati dan pikirannya sama-sama tidak terima dan ingin menolak tapi lagi-lagi ia bisa apa. “Aku tidak akan pernah membuat hidupmu tenang.” Ucap Tala sambil memberikan cengkraman di wajah Eve yang sudah beruraian air mata dan menghempasnya dengan keras.

*Bersambung*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!