Tiga bocah cilik nampak sedang bermain di halaman sebuah villa. Saat itu keluarga besar mereka tengah berlibur bersama dan menyewa villa itu selama mereka ada di kota Jogjakarta. Beberapa nampak berkumpul di teras
sambil bercengkrama. Sebagian lain ada di dalam villa sambil menyanyi, sedangkan sebagian lainnya ada di kolam renang. Ketiga bocah cilik itu terlihat bahagia dan tak terusik dengan tingkah beberapa orang dewasa yang ada di dekat mereka.
Dua bayi laki-laki berusia lima belas bulan itu bernama Muhammad Iyazi Fardden Saaqib yang biasa dipanggil Iyaz dan Muhammad Izari Fardden Saaqib yang biasa dipanggil Izar. Keduanya adalah anak kembar dari pasangan Faiq dan Shera. Lahir dalam naungan keberuntungan karena memiliki darah istimewa dalam tubuhnya. Bagaimana tidak. Sang ayah, Muhammad Faiq Islami adalah seorang pria yang memiliki kemampuan berinteraksi dengan makhluk ghaib.
Kemampuan sang ayah tidak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, tapi juga untuk membantu sesama. Banyak orang yang telah dibantu oleh Faiq. Biasanya Faiq menjadi penghubung antara orang-orang dengan
makhluk tak kasat mata yang mengganggu mereka.
Sedangkan gadis kecil berusia lima tahun itu bernama Eisha Hanako. Putri dari pasangan Efliya dan Heru yang merupakan perwira polisi. Efliya adalah adik kandung Faiq. Maka Iyaz, Izar dan Hanako adalah saudara sepupu.
Iyaz, Izar dan Hanako juga memiliki kemampuan yang sama dengan Faiq yaitu bisa berinteraksi dengan makluk ghaib. Bakat Hanako mulai terlihat sejak ia membantu mengungkap misteri pembunuhan seorang wanita yang
kerangka tangannya ditemukan di taman bermain di sekolah Hanako. Sedangkan bakat Iyaz dan Izar baru saja disadari oleh Faiq dan Shera saat berlibur ke kota Jogjakarta hari ini.
Semula Shera mengira jika kebiasaan dua bayi kembarnya yang menangis di jam-jam tertentu atau di saat masuk ke ‘tempat baru’ adalah hal yang biasa dialami oleh bayi seusia mereka. Namun Shera mulai merasa jika itu
berbeda saat Hanako mengatakan jika bayi kembarnya menangis saat melihat penampakan makhluk tak kasat mata yang sedang duduk di batang pohon kelapa.
Shera lebih terkejut saat sang suami mengiyakan ucapan Hanako. Baginya memiliki suami yang ‘berbeda’ adalah sebuah anugrah. Namun ia tak bisa membayangkan jika kedua bayi kembarnya juga memiliki kemampuan yang sama dengan suaminya itu. Ketika Faiq menenangkan Shera dan mengatakan jika ia akan ‘mengawal’ tiga bocah cilik itu hingga mereka dewasa, Shera pun bisa bernafas lega.
“ Aku ga bisa bayangin mereka akan jadi seperti Kamu Yah...,” kata Shera lirih.
“ Mereka pasti seperti Aku lah Bun. Kan Aku Ayahnya. Malah aneh rasanya kalo mereka mirip sama tetangga Kita...,” gurau Faiq.
“ Aku serius Yah. Bisa ga sih Kamu jangan bercanda. Aku lagi was-was nih...,” kata Shera kesal.
“ Jangan was-was dong Bun. Itu kan kerjaannya setan. Harusnya Kamu bangga dan bersyukur karena Anak-anak Kita adalah orang yang dipilih sama Allah untuk mengemban misi penting ini...,” sahut Faiq sambil mengusap punggung Shera dengan lembut.
“ Bukannya ga bersyukur Yah. Aku kasian sama Iyaz dan Izar. Mereka masih terlalu kecil untuk bisa berinteraksi sama hal ghaib. Aku...,” ucapan Shera terputus saat Faiq meraih tubuhnya dan memeluknya erat.
“ Insya Allah ga akan terjadi hal yang buruk sama mereka. Aku akan selalu ngawal si kembar dan Hanako. Kuncinya hanya satu Bun. Dekatkan mereka sama Allah supaya mereka ga sombong dan tau harus bersikap bagaimana dengan kelebihan yang mereka miliki itu...,” kata Faiq.
Shera menganggukkan kepalanya lalu tersenyum dalam pelukan suaminya. Kini ia bisa lebih tenang karena Faiq telah menyiapkan beberapa formula untuk menangani ketiga bocah itu.
“ PRmu lebih banyak ya Bang, beda sama Papa dulu...,” kata Erik tiba-tiba.
Faiq dan Shera saling mengurai pelukan saat mendengar suara Erik yang kini berdiri di belakang mereka didampingi Farah. Keduanya pun nampak tersenyum melihat kemesraan Faiq dan istrinya.
“ Papa Mama...,” kata Faiq dan Shera bersamaan.
“ Papa udah denger semuanya. Apa yang Shera bilang itu benar Nak...?” tanya Erik sambil menatap Faiq lekat.
“ Iya Pa. Awalnya Aku juga ga yakin. Tapi saat Hanako bilang kalo si kembar nangis karena liat penampakan di pantai tadi, Aku baru sadar kalo dugaanku benar...,” sahut Faiq sambil menatap ketiga anak kecil yang sedang mereka bicarakan itu.
“ Terus gimana Pa...?” tanya Shera cemas.
“ Gimana apanya Nak...?” tanya Erik tak mengerti.
“ Kamu tenang aja Sher. Papa ini adalah orang pertama yang selalu ada dan selalu mendampingi Faiq saat dia harus bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Karena Papa yang selalu siap di samping Faiq, makanya Mama bisa tenang ngelepas Faiq menjalani takdirnya...,” kata Farah sambil tersenyum.
Erik nampak tersenyum mendengar ucapan Farah. Erik merangkul pundak Farah lalu mengecup kepalanya dengan lembut.
“ Itu juga ga akan berarti apa-apa kalo Mama ga percaya sama Papa...,” kata Erik merendah.
“ Kenapa Papa ngomong gitu. Mama selalu yakin dan percaya kalo Papa bakal jagain Anak Kita, melindunginya dan membawanya pulang dengan selamat...,” sahut Farah sambil menyandarkan kepalanya di bahu Erik.
Faiq dan Shera saling menatap sejenak lalu tersenyum. Kini Shera tahu bagaimana ia harus bersikap. Shera merasa sedang bercermin pada mertuanya itu. Karena apa yang dialami Farah dulu pasti sama dengan yang ia
rasakan kini.
“ Kalian hanya perlu bersatu dan saling mendukung aja. Jangan beratin langkah mereka saat mereka harus membantu seseorang dengan kemampuan mereka. Dan sebagai Ibunya, Kamu hanya harus berdoa untuk keselamatan mereka saat mereka menjalankan tugasnya. Jangan khawatir, Faiq pasti menjaga mereka...,” kata Farah lembut.
“ Iya, makasih Ma...,” sahut Shera dengan mata berkaca-kaca.
“ Sama-sama Sayang...,” kata Farah sambil merentangkan kedua tangannya.
Shera pun langsung memeluk Farah dan membenamkan kepalanya dalam pelukan hangat sang mertua. Faiq dan Erik nampak tersenyum melihat tingkah keduanya. Sesaat kemudian Farah dan Shera saling mengurai pelukan mereka.
“ Kalo urusan si kembar Mama yakin Kalian bisa menghandlenya. Tapi gimana sama Hanako...?” tanya Farah sambil menatap cucu cantiknya itu dengan tatapan iba.
“ Maksud Mama...?” tanya Shera tak mengerti.
“ Efliya itu kan beda sama Kamu Sher. Dia itu gampang panik dan ga seberani Kamu kalo ngadepin sesuatu yang berkaitan dengan hal ghaib...,” sahut Farah gusar.
“ Iya, Mama benar. Kita harus cari cara yang tepat gimana ngasih tau Efliya tentang keistimewaan Hanako...,” kata Erik.
“ Itu tugas Kamu Bang...,” kata Farah sambil menggamit tangan Shera lalu membawanya menjauh dari Faiq dan Erik.
Farah mengajak Shera mendekati tiga bocah cilik yang tengah bermain itu. Erik hanya tersenyum melihat Faiq yang kebingungan.
“ Kok Aku sih Ma...?” tanya Faiq tapi diabaikan oleh Farah.
“ Semangat ya Bang...,” bisik Erik sambil berlalu.
“ Ck, giliran ngomong sama Eliya pada kabur deh...,” gerutu Faiq sambil mengusak rambutnya dengan kasar.
Farah dan Shera tersenyum diam-diam mendengar ucapan Faiq.
\=====
Karena tak tahu bagaimana cara menceritakan keistimewaan Hanako pada Efliya, akhirnya Faiq memilih mendekati
Heru. Bisa ditebak reaksi pertama Heru saat mendengar putrinya memiliki ‘bakat tependam’ itu.
“ Lo ga serius kan Bang...?” tanya Heru hati-hati.
“ Gue serius Her. Tapi Lo tenang aja. Hanako ga sendirian kok...,” kata Faiq.
“ Maksud Lo apaan Bang...?” tanya Heru.
“ Si kembar juga punya bakat yang sama kaya Gue. Dan insya Allah Gue bakal ngawal Anak-anak itu sampe mereka dewasa nanti. Mengarahkan dan mengawasi mereka supaya ga dimanfaatin sama orang jahat...,” sahut Faiq mantap.
“ Tapi Iyaz sama Izar kan cowok Bang. Beda sama Hanako...,” kata Heru.
“ Sama aja Her. Jangan masalahin soal gender lah, namanya juga takdir. Yang penting Lo percaya kalo Gue bakal
ngawal Hanako sama kaya Iyaz dan Izar...,” sahut Faiq cepat.
“ Mmm, apa ga bisa dibuang aja Bang...?” tanya Heru lagi.
“ Kenapa harus dibuang segala. Selama ga ganggu dan bisa jadi ladang amal buat Hanako karena bisa bantuin
orang banyak nanti, Gue rasa ga perlu dibuang....,” sahut Faiq.
“ Tapi gimana kalo Hanako ketakutan nanti...,” kata Heru cemas hingga membuat Faiq tertawa.
“ Hanako itu ga cemen kaya Lo walau pun dia cewek. Asal Lo tau, dia yang ngasih tau Shera kalo si kembar nangis karena ngeliat apa yang dia liat tadi...,” sahut Faiq di sela tawanya.
“ Masa sih Bang. Jadi Hanako ga takut...?” tanya Heru takjub.
“ Iya...,” sahut Faiq mantap.
“ Wah kalo kaya gitu Gue jadi tenang Bang...,” kata Heru sambil tersenyum.
“ Ok. Kalo gitu Lo yang ngasih tau Eliya tentang bakat terpendam Hanako ya Her...,” kata Faiq sambil berlalu.
“ Siaapp Bang...!” sahut Heru lantang hingga membuat Faiq tertawa.
Kemudian Heru bergegas menemui Efliya untuk menyampaikan kabar baik ini. Ternyata Efliya tak terlalu terkejut karena pernah membahas tentang hal ini sebelumnya dengan Faiq. Dan Efliya tak keberatan jika putri cantiknya itu ada dalam pengawasan Faiq.
\=====
Farah dan Shera yang menemani tiga bocah cilik itu bermain nampak tertegun saat melihat Hanako dan si kembar tertawa tiba-tiba tanpa sebab.
" Ngetawain apa sih Sayang...?" tanya Farah penasaran.
" Ngetawain buaya yang ada di sana itu Oma...," sahut Hanako sambil menunjuk ke pantai yang berada persis di depan villa yang mereka sewa.
" Buaya...?!" tanya Farah dan Shera bersamaan karena tak melihat buaya yang dimaksud Hanako.
" Iya. Mama sama Oma kok kagetnya barengan. Liat kan buayanya lucu. Masa badannya buaya tapi kepalanya manusia. Dia juga ngajakin Kita bertiga bercanda dari tadi, iya kan Yaz...," sahut Hanako di sela tawanya.
Sadar jika buaya yang dilihat Hanako adalah buaya jadi-jadian, Shera langsung meraih Iyaz dan Izar ke dalam gendongannya sedangkan Farah langsung menggendong Hanako.
" Di sini panas, Kita main di dalam aja yuk. Nanti Mama ambilin ice cream deh...," bujuk Shera.
" Horeee, iya Ma. Aku mau, Aku mau...!" sahut Hanako antusias begitu pun Iyaz dan Izar yang melonjak kegirangan dalam gendongan Shera.
Tanpa komando Farah dan Shera bergegas membawa ketiga bocah cilik itu masuk ke dalam villa. Sedangkan di pantai, makhluk ghaib berwujud buaya yang dilihat Hanako, Iyaz dan Izar tadi nampak tersenyum lalu membalikkan tubuhnya kearah pantai dan lenyap begitu saja.
Bersambung
Setelah mendengar cerita Shera tentang buaya jadi-jadian yang dilihat Hanako dan kedua anak kembarnya, Faiq
pun menemui Hanako di kamar yang ditempati keluarga Efliya.
“ Assalamualaikum, Hanako...,” kata Faiq sambil mengetuk pintu.
“ Wa alaikumsalam. Hanako lagi mandi Bang...,” sahut Efliya dari balik pintu.
“ Oh gitu. Ntar kalo udah suruh nemuin Abang ya El...,” kata Faiq.
“ Ada apaan Bang. Apa tentang hantu lagi...?” tanya Efliya cemas.
“ Bukan El...,” sahut Faiq berbohong sambil tersenyum.
“ Gapapa Bang, jujur aja. Kak Heru udah bilang semuanya sama Aku tadi...,” kata Efliya.
“ Ya udah, Abang jujur nih ya. Kata Mama sama Kak Shera, Anak-anak ngeliat buaya berkepala manusia tadi.
Makanya Abang mau nanyain sama Hanako. Sebenernya bisa aja Abang nanya sama si kembar, tapi sayangnya Abang ga ngerti omongan kedua batita itu...,” sahut Faiq dengan nada menyesal.
Efliya pun tertawa geli mendengar ucapan Faiq. Bahkan Efliya sampai harus memegangi perutnya karena terus
tertawa.
“ Ha ha ha. Iya juga Bang. Kebayang deh Abang ngobrol sama si kembar pake bahasa isyarat...,” kata Efliya sambil tertawa.
“ Bukan bahasa isyarat El, tapi bahasa planet. Aku nanya ini, jawabnya itu. Aku bilang A, mereka bilang C. Hadeehh kapan nemunya kalo gitu...,” sahut Faiq sambil menggelengkan kepalanya disambut tawa Efliya.
Mendengar tawa Efliya dan Faiq membuat Hanako yang baru saja keluar dari kamar mandi pun bingung. Hanako menatap Efliya dan Faiq yang berdiri di ambang pintu kamar secara bergantian.
“ Bunda sama Papa ngetawain apa sih...?” tanya Hanako yang berbalut handuk itu.
“ Eh, udah selesai ya Nak. Papa tunggu di luar ya...,” sahut Faiq sambil melambaikan tangannya.
“ Iya Pa...,” sahut Hanako sambil mengangguk.
Kemudian Efliya membantu Hanako mengenakan pakaian dan menyisir rambutnya. Sambil menyisir rambut Hanako, Efliya memberanikan diri bertanya.
“ Mmm, emang Hanako sama Iyaz dan Izar ngeliat apa tadi...?” tanya Efliya lembut.
“ Liat apa, banyak dong Bun. Kan di sini pemandangannya bagus...,” sahut Hanako lugu.
“ Kalo itu Bunda juga tau Sayang. Maksud Bunda, Hanako liat sesuatu yang ga biasa ya tadi...?” tanya Efliya hati-hati.
“ Yang ga biasa tuh apaan Bunda...?” tanya Hanako tak mengerti.
“ Sesuatu yang ga seharusnya. Misalnya pohon kelapa kok berbuah mangga atau katak kok terbang...,” sahut Efliya membuat pengandaian.
“ Oooh itu. Iya Bun, Aku liat ada penampakan hantu di pantai tadi...,” kata Hanako sambil menatap Efliya lekat melalui pantulan cermin di meja rias.
“ Hantu apa...?” tanya Efliya penasaran.
“ Hantu besar, baju sama rambutnya berantakan. Tapi mukanya serem karena matanya besar kaya bola tenis terus mulutnya juga sobek dan berdarah. Lidahnya juga panjang menjulur gitu Bun...,” sahut Hanako santai.
Efliya terkejut mendengar ucapan Hanako. Ia tak bisa membayangkan jika dirinya lah yang harus melihat sosok itu.
Efliya pun menelan salivanya dengan sulit.
“ Kamu ga takut Sayang...?” tanya Efliya hati-hati.
“ Ga Bun. Cuma kaget aja. Aku kan pernah liat yang lebih serem lagi daripada yang tadi Bun...,” sahut Hanako cepat.
Efliya nampak tersentak kaget. Ia merasa lalai menjaga Hanako karena tak pernah tahu sudah berapa banyak
penampakan hantu yang dilihat Hanako selama ini. Efliya juga merasa sedih dan hampir menangis saat menatap Hanako yang melangkah keluar dari kamar untuk menemui Faiq.
\=====
Faiq nampak sedang bermain dengan kedua anaknya di ruang tengah. Saat itu ia sedang menggendong Izar di
punggungnya, sedangkan di belakangnya Iyaz tertatih-tatih mengejarnya sambil tertawa.
Shera yang ada di sana pun ikut tertawa sambil terus memberi semangat pada Iyaz agar terus mengejar ayah dan
adik kembarnya itu.
“ Ayo Nak, jangan mau ketinggalan...,” kata Shera sambil bertepuk tangan.
“ Ayah..., Ayah...,” panggil Iyaz sambil tertawa.
“ Iya, ayo sini kejar ayah. Kalo dapat, gantian Iyaz yang Ayah gendong deh...,” sahut Faiq.
“ Aku juga mau digendong sama Papa...,” kata Hanako tiba-tiba.
Faiq sengaja menghentikan larinya agar Iyaz berhasil mendapatkannya. Setelahnya ia menoleh kearah Hanako yang nampak cemberut karena merasa iri melihat Izar berada di gendongannya. Kemudian Shera membantu menurunkan Izar dari punggung Faiq disusul Iyaz yang naik dengan cepat ke punggung Faiq.
“ Ini Ayah Aku, Cici ga oleh...,” kata Iyaz dengan suara cadelnya sambil menatap Hanako lekat.
Iyaz dan Izar memang biasa memanggil Hanako dengan sebutan Cici sesuai arahan Faiq yang merasa nama Hanako mirip nama orang Jepang atau Korea.
“ Gantian dong, Aku juga mau...,” kata Hanako tak mau kalah.
Menyadari Iyaz sudah naik ke atas punggungnya, Faiq langsung lari sambil menggendong Iyaz di punggungnya. Di
belakangnya Izar dan Hanako berlari mengejar sambil tertawa-tawa. Tak lama kemudian Hanako yang lebih besar dibandingkan Izar telah berhasil menggapai Faiq. Terdengar jeritan Iyaz saat Faiq berhenti karena ‘tertangkap’ oleh
Hanako.
“ Haa, kena kaan...!” seru Hanako senang sambil memegangi ujung kaos belakang Faiq.
“ Cici angan, Ayah Yaz...,” kata Izar sambil menepuk tangan Hanako.
Rupanya Izar ingin membantu melepaskan Iyaz dan ayahnya dari cengkraman tangan Hanako. Melihat hal itu
membuat Shera tertawa. Anggota keluarga yang lain pun ikut tertawa melihat tingkah lucu Izar yang sedang memarahi Hanako. Sedangkan Hanako terlihat enggan melepaskan Faiq.
“ Udah dulu mainnya, sekarang Iyaz sama Izar harus makan dulu yaa...,” kata Shera menengahi.
“ Yee, mamam...,” sahut Iyaz yang langsung bergerak turun dari punggung ayahnya hingga membuat Faiq sedikit
terkejut dan refleks menurunkan tubuhnya untuk mempermudah Iyaz turun.
Hanako yang masih berdiri di belakang Faiq nampak sigap membantu Iyaz turun dari punggung Faiq. Sikap Hanako
membuat semua orang dewasa yang ada di ruangan itu tersenyum kagum. Setelah turun dari punggung sang ayah dibantu Hanako, Iyaz nampak tersenyum kearah Hanako. Lalu Iyaz menggamit tangan Izar dan mengajaknya pergi menemui Shera yang sedang menyiapkan makan siang untuk mereka di dapur.
Kemudian Faiq mengajak Hanako bicara dari hati ke hati di teras samping. Faiq langsung bertanya tentang buaya
jadi-jadian yang dilihat Hanako tadi. Hanako menjawab pertanyaan Faiq dengan lugas dan cepat.
“ Apa buaya itu ngomong sesuatu sama Cici...?” tanya Faiq.
“ Dia ga ngomong sama Aku Pa, tapi sama Iyaz dan Izar...,” sahut Hanako mantap.
“ Masa...?” tanya Faiq karena merasa tak akan mudah mengorek keterangan dari dua jagoan ciliknya yang baru
belajar bicara itu.
“ Kenapa, Papa ga bakal bisa nanya ya sama Iyaz dan Izar...,” ledek Hanako sambil tertawa.
Faiq pun meraih Hanako ke dalam pelukannya sambil mencium kening Hanako dengan gemas.
“ Jadi Kamu ngerjain Papa ya...,” kata Faiq sambil mencubit pipi Hanako.
“ Emang iya kok Pa. Ntar Aku bantuin Papa nanya deh sama Iyaz dan Izar, gimana...?” tanya Hanako menawarkan
diri.
“ Boleh deh...,” sahut Faiq pasrah karena ia memang kesulitan memahami bahasa kedua anak kembarnya saat ini.
Hanako pun memanggil Iyaz dan izar yang akan duduk di ruang tengah untuk makan siang.
“ Iyaz, Izar, sini...!” panggil Hanako sambil melambaikan tangannya kearah si kembar.
Kedua anak kembar itu pun nampak melangkah sambil bergandengan tangan kearah Hanako dan sang ayah. Lalu Iyaz dan Izar duduk berdampingan di atas sofa rotan yang ada di teras itu. Kemudian terjadi dialog menggemaskan antara Hanako dan si kembar yang membuat Faiq takjub dibuatnya.
“ Iyaz, Izar tadi liat kan ada buaya di pantai sana...,” kata Hanako.
“ Iyat...,” sahut Iyaz dan Izar bersamaan sambil mengangguk.
“ Coba bilang sama Papa gimana bentuknya...,” pinta Hanako.
“ Aya ala olang ada tata uwa...,” sahut Izar cepat.
“ Adan ajang api awa-awa ucu...,” tambah Iyaz sambil tertawa.
Faiq makin takjub melihat interaksi Hanako dengan kedua anaknya itu. Detik itu lah Faiq mengerti mengapa kedua anaknya nyaman bermain dengan Hanako. Rupanya Hanako paham ucapan cadel si kembar. Itu terbukti saat Hanako sesekali ikut tertawa sambil menjawab ucapan si kembar. Sedangkan Shera nampak tersenyum melihat tingkah lucu tiga bocah cilik di hadapannya itu.
“ Apa katanya...?” tanya Faiq penasaran.
“ Emang ayah ga ngerti...?” tanya Shera.
“ Ga, makanya Ayah minta tolong Hanako buat jadi penerjemah. Emang Bunda ngerti...?” tanya Faiq.
“ Ngerti doonngg, Aku kan Ibunya...,” sahut Shera bangga hingga membuat Faiq tersenyum.
“ Bunda emang hebat...,” puji Faiq sambil mengacungkan jempol.
“ Aku juga hebat Pa...,” kata Hanako tak mau kalah.
“ Iya, Hanako hebat. Terus buaya itu ngomong apa sama Iyaz dan Izar...?” tanya Faiq.
“ Oh itu. Kalo kata Izar, buaya itu ngajak kenalan aja. Tapi kalo kata Iyaz, buaya itu ngajak mereka main ke rumahnya...,” sahut Hanako sambil menatap lekat kearah dua sepupunya yang sedang makan itu.
“ Ke rumahnya, dimana...?” tanya Faiq lagi.
“ Ga tau. Kan Iyaz ga mau ikut sama dia...,” sahut Hanako.
Faiq dan Shera saling menatap sejenak. Ada kecemasan di wajah Shera dan Faiq langsung menggelengkan kepalanya sebagai jawaban bahwa ia tak akan membiarkan kedua anak mereka dibawa pergi oleh makhluk halus berwujud buaya itu. Shera pun mengangguk lalu kembali menyuapi si kembar.
Tak lama kemudian Hanako nampak berlari menghampiri kedua orangtuanya meninggalkan keluarga kecil Faiq di teras samping.
\=====
Malam itu Faiq sengaja berdiri di depan villa sambil menatap ke pantai seolah sedang menunggu seseorang atau
sesuatu. Faiq memang berharap bisa ‘bicara’ dengan makhluk berwujud buaya berkepala manusia yang telah menemui Hanako dan kedua anak kembarnya itu.
Setelah lama menunggu, akhirnya makhluk yang ditunggu pun datang dan menyapa Faiq.
“ Apa maumu...?” tanya Faiq to the point.
“ Ga ada. Aku hanya ingin berteman dengan mereka...,” sahut makhluk itu.
“ Katakan niatmu sebenarnya...!” kata Faiq galak.
Makhluk berwujud buaya berkepala manusia itu nampak terdiam sejenak. Ia menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Faiq.
“ Aku membutuhkan bantuan mereka. Karena hanya mereka yang bisa membantu...,” sahut makhluk itu lirih.
“ Jangan sekarang, mereka masih terlalu kecil. Beri mereka waktu. Jika waktunya tiba, insya Allah Aku yang akan
mengawal mereka untuk menemuimu nanti...,” kata Faiq.
“ Baik, Aku setuju. Terima kasih...,” kata makhluk itu yang diangguki Faiq.
Sesaat kemudian makhluk halus berwujud buaya berkepala manusia itu pun pergi dari hadapan Faiq diiringi tatapan tajam Faiq yang nampak selalu siaga itu.
Namun saat hendak melangkah kembali ke dalam villa, Faiq melihat ada 'sesuatu' yang mengamatinya dari balik pohon kelapa. Faiq berharap sesuatu yang ia yakini sebagai makhluk ghaib itu tak akan menyakiti Hanako dan kedua anaknya nanti.
Bersambung
Setelah memberi ultimatum pada sosok makhluk ghaib berwujud siluman buaya itu, Faiq pun terlihat tenang. Kini
ia bisa lebih fokus mengurus ketiga bocah istimewa itu dan mengawasi perkembangan mereka. Karena Faiq tak ingin interaksi dini antara ketiga bocah cilik itu dengan makhluk tak kasat mata justru bisa melukai ketiga anak itu.
Seperti hari ini Faiq dan keluarganya bersiap untuk kembali ke Jakarta. Saat sedang membantu istrinya berkemas, tiba-tiba tangisan Izar terdengar dan mengejutkannya. Faiq bergegas berlari keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi. Ia ingat telah menitipkan si kembar pada orangtuanya tadi. Namun Faiq nampak mematung di depan pintu
kamar saat melihat Izar tengah lelap di gendongan sang mama. Sedangkan Iyaz nampak sedang melihat ikan yang ada di kolam ikan bersama Erik.
“ Kenapa Bang...?” tanya Farah.
“ Gapapa Ma. Aku kirain Izar nangis tadi. Soalnya suaranya kedengeran sampe kamar...,” sahut Faiq.
“ Ga ada yang nangis kok. Kamu salah dengar kali. Izar bobo sama Mama nih, kalo Iyaz lagi main sama Papa di
samping...,” kata Farah santai.
“ Iya Ma. Kalo gitu Aku lanjutin berkemas dulu ya Ma...,” kata Faiq sambil membalikkan tubuhnya dan kembali ke
kamar.
Saat ia kembali ke kamar ternyata Shera telah selesai berkemas. Shera juga nampak bersiap untuk mandi. Shera
mengerutkan keningnya saat melihat Faiq yang gelisah.
“ Ada apa Yah, kok kaya orang bingung gitu...?” tanya Shera.
“ Gapapa, tapi Bunda tau kan kalo barusan Aku buru-buru keluar kamar...?” tanya Faiq.
“ Iya tau, terus kenapa emangnya...?” tanya Shera tak mengerti.
“ Itu karena Aku dengar tangisan Izar tadi. Tapi pas Aku keluar, Aku malah ngeliat Izar lagi tidur di gendongan
Mama sedangkan Iyaz main sama Papa. Kamu tau kan apa maksudku...?” tanya Faiq gusar.
“ Maksud Kamu, Kamu dengar suara tangisan yang mirip sama suaranya Izar...?” tanya Shera panik.
“ Iya Bun...,” sahut Faiq cepat.
“ Ya Allah, apa harus sekarang Yah. Kasian mereka...,” kata Shera dengan mata berkaca-kaca.
Fatur yang kebetulan melintas di depan kamar yang ditempati Faiq dan keluarga kecilnya itu pun nampak
menghentikan langkahnya. Ia mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh Faiq dan Shera.
“ Kita ga bisa menentang takdir Sher. Jalanin aja. Tapi Kamu ga perlu khawatir, insya Allah Om bakal bantuin Faiq...,” kata Fatur menenangkan Shera.
“ Om Fatur...,” panggil Faiq dan Shera bersamaan sambil menoleh kearah Fatur.
“ Jadi Om juga dengar suara itu kan...?” tanya Faiq.
“ Iya. Dan itu bukan suara Izar. Itu suara makhluk yang tempo hari diliat Anak-anak di pantai. Dia sengaja bersuara kaya gitu untuk menandai jika ia akan mengikuti Izar mulai hari ini...,” sahut Fatur.
“ Mengikuti, maksud Om kaya Dayang sama Aku gitu...?” tanya Faiq.
“ Betul Iq. Bukannya Dayang juga ga mau pergi meski pun Kamu berkali-kali berusaha mengusirnya...?” tanya Fatur
mengingatkan Faiq.
“ Iya sih Om. Tapi kalo penampakan Dayang kan ga serem. Beda sama makhluk yang nyerupain suaranya Izar...,” sahut Faiq.
“ Kamu benar Iq. Tapi Kita ga bisa nilai dia dari luarnya aja kan, mungkin makhluk itu punya sisi baik. Daripada cemas, ga ada salahnya Kamu selidiki dulu latar belakangnya ..,” kata Fatur sambil menepuk pundak Faiq.
“ Aku setuju Om. Aku ga mau kehadirannya malah bikin Izar ketakutan dan sakit nanti. Maklum lah, penampilannya itu bikin Anak kecil sawan kalo ngeliat dia...,” kata Faiq.
“ Ide yang bagus. Gapapa kok kalo Kamu mau nemuin dia dulu sebelum Kita balik ke Jakarta Iq. Jangan lupa kasih
tau dia kalo ada hal-hal yang sifatnya pribadi dan dia ga boleh ikut campur. Ya, kaya Kamu ngomongin sama si Dayang dulu...,” sahut Fatur.
“ Iya Om. Sayangnya Aku ga inget apa aja yang Aku omongin sama si Dayang dulu...,” gumam Faiq sambil tersenyum.
\=====
Sore itu terlihat Faiq sedang berdiri seorang diri di tepi pantai sambil menikmati sun set. Namun yang terjadi sesungguhnya tidak seperti yang terlihat. Sesungguhnya saat itu Faiq sedang berdiri berhadapan dengan makhluk ghaib yang memaksa ingin menjadi pendamping Izar. Makhluk yang berpenampilan menyeramkan itu terlihat santai saat berhadapan dengan Faiq.
“ Kenapa harus Anakku. Kamu tau dia masih terlalu kecil. Bukan, tapi masih bayi. Apa yang Kamu inginkan darinya...?” tanya Faiq.
“ Aku hanya ingin menjaganya...,” sahut makhluk itu.
“ Izar ga perlu Kamu untuk menjaganya. Kami sudah memiliki penjaga yang akan selalu stand by kapan pun dan
dimana pun...,” kata Faiq tegas.
“ Siapa dia...?” tanya makhluk itu penasaran.
“ Allah Swt...,” sahut Faiq cepat.
Makhluk itu terdiam. Ia sadar, akan sulit baginya untuk menjadi pendamping ghaib Izar. Bayi lucu yang telah memikat hatinya sejak pertama kali melihatnya. Karena ternyata Faiq begitu ketat menjaga Izar, Iyaz dan Hanako dari makhluk ghaib seperti dirinya.
“ Aku menyayanginya, apakah Kau tak bisa mengerti. Kau bisa mengijinkan Dayang ada di sisimu selama ini tapi
kenapa ga biarkan Aku berada di dekat Izar...?” tanya makhluk itu gusar.
“ Karena Kalian berbeda. Dayang bukan makhluk yang punya rekam jejak buruk selama ini. Tapi Kau, Kau pernah
menyesatkan manusia untuk melakukan pesugihan. Dan Aku ga mau Anakku didampingi makhluk halus sepertimu. Bagiku tak penting wujud luarmu, tapi apa yang Kau lakukan dulu bikin Aku ga bisa percaya...,” sahut Faiq tegas.
Makhluk itu tersentak mendengar ucapan Faiq. ia tak menyangka jika ayah dari calon tuannya itu telah mengetahui
jati dirinya yang asli. Sambil menunduk malu, makhluk itu pun pergi meninggalkan Faiq yang nampak tersenyum penuh kemenangan.
“ Aku ga akan biarkan siapa pun menganggu mereka. Ini hanya salah satu modus yang Kalian pake supaya Aku lengah dan Kalian bisa memanfaatkan mereka nanti. Keluar, Aku tau Kau di sana...!” kata Faiq lantang sambil menunjuk ke batu karang yang ada di tepi pantai.
Seolah malu karena sudah ketahuan ‘mengintip’, makhluk ghaib yang tak lain adalah buaya jadi-jadian itu pun pergi
dari tempat itu dengan meninggalkan suara tanpa wujud.
“ Aku hanya ingin tau, apakah sikapmu sama kerasnya seperti saat melarangku mendekati mereka...,” kata makhluk ghaib berwujud buaya itu.
Faiq tak menjawab, ia hanya menghela nafas panjang saat melihat kepergian makhluk itu. Setelahnya Faiq kembali ke villa untuk bergabung bersama keluarganya. Malam itu adalah malam terakhir mereka di villa itu, karena rencananya mereka akan kembali ke Jakarta besok pagi.
\=====
Mini bus yang disewa oleh Erik baru saja meninggalkan villa saat terdengar jeritan Hanako. Semua penumpang yang merupakan keluarga besar Erik pun terkejut dan menoleh kearah Hanako yang duduk si samping Efliya. Wajah Efliya nampak tegang, sedangkan Heru yang sedang berbincang dengan Erik pun dengan sigap menghampiri Hanako dan langsung menggendongnya.
“ Ssstt, ada apa Nak. Hanako kenapa...?” tanya Heru lembut.
“ Berhenti, berhenti. Mobilnya nabrak orang, kasian dia kesakitan Yah...,” sahut Hanako sambil menunjuk kearah jendela belakang mini bus yang terus melaju itu.
Semua menoleh kearah yang ditunjuk oleh Hanako. Namun saat mereka tak melihat apa yang dilihat Hanako, mereka pun maklum jika Hanako sedang melihat makhluk ghaib. Fatur pun langsung mendekati Hanako dan mengusap wajah gadis cilik itu. Ajaib. Hanako langsung menghentikan jeritannya. Bahkan Hanako menyandarkan kepalanya di bahu sang ayah dan memejamkan matanya.
“ Alhamdulillah, akhirnya Hanako bisa tenang...,” kata Efliya yang diangguki Heru.
Sang supir yang juga mendengar ucapan Hanako pun terlihat panik. Ia nampak tak konsentrasi saat menyetir dan
sesekali menoleh ke belakang. Menyadari jika sang supir yang terpengaruh oleh jeritan Hanako tadi, Faiq pun mendekat dan berusaha menenangkannya.
“ Gapapa Pak, lanjut aja. Makhluk ghaib yang diliat sama keponakan Saya udah turun daritadi...,” kata Faiq
berbohong.
“ Alhamdulillah. Saya tenang sekarang Mas. Soalnya Saya khawatir terjadi kecelakaan di jalan kalo mobil Kita dinaikin makhluk halus...,” sahut sang supir.
“ Emangnya Bapak pernah punya pengalaman kaya gitu...?” tanya Faiq.
“ Iya Mas. Waktu itu Saya juga jemput rombongan pendaki dari Gunung Bromo. Ga tau gimana, mobil yang saya bawa terasa berat setelah lewat jalur yang diminta sama salah seorang pendaki, Saya lupa nama lokasinya. Pokoknya dia minta Kita mampir sebentar di rumah Neneknya, katanya sih mau pamit atau apa gitu. Setelah pulang dari rumah Neneknya Kita langsung masuk jalan raya menuju Jakarta. Tapi Saya bingung karena mobil terasa
berjalan lamban kaya keberatan beban gitu Mas. Padahal mini bus ga penuh saat itu, masih ada sepertiga bagian yang kosong. Akhirnya Kita kecelakaan karena mobil Kita ditabrak truk dari belakang. Kata supir truk, mobil yang Saya kemudikan itu emang udah oleng dan jalan zig zag sejak awal. Karena sang supir buru-buru, makanya dia nyalip laju mobil Saya tapi malah kecelakaan dan masuk jurang. Walau ga ada yang luka, tapi Saya tetap trauma kalo mengingatnya Mas...,” kata supir mini bus.
Faiq tersenyum lalu menyerahkan air dalam botol mineral yang telah ia bacakan ayat ruqyah sebelumnya. Sang supir menepikan mobilnya sejenak lalu meneguk air pemberian Faiq hingga berkurang setengahnya. Sisa air dituangkan ke telapak tangannya lalu ia basuhkan ke wajahnya.
“ Makasih ya Mas...,” kata supir mini bus.
“ Sama-sama Pak...,” sahut Faiq sambil tersenyum.
Setelahnya sang supir melanjutkan tugasnya. Sedangkan Faiq kembali ke kursinya untuk memastikan kedua anaknya baik-baik saja. Saat itu Iyaz ada bersama Shera, sedangkan Izar bersama Farah. Kedua batita itu nampak tertidur lelap dan tak terusik dengan jeritan Hanako tadi.
Faiq tahu jika makhluk yang ingin menjadi pendamping Izar masih mengikuti mereka. Makhluk itu berdiri tepat di
samping Izar yang tengah terlelap. Faiq dan Fatur terus berjaga dan mengawasi pergerakan makhluk itu. Karena lelah dan tak juga mendapat ijin dari Faiq, akhirnya makhluk itu menyerah. Ia menghilang saat mini bus memasuki wilayah Cirebon.
Setelah makhluk itu lenyap, Izar pun terbangun. Faiq mendekat dan mengulurkan tangannya untuk menggendong Izar lalu membawanya ke kursi yang ia duduki. Faiq mengusap kepala Izar sambil membacakan ayat Al Qur’an. Saat kepalanya diusap oleh sang ayah, Izar mendongakkan wajahnya lalu menatap kedua mata ayahnya dengan tatapan yang menenangkan. Faiq dan Izar saling menatap lalu tersenyum. Sungguh itu adalah interaksi yang manis antara ayah dan anak. Siapa pun yang melihatnya akan tahu jika ikatan batin diantara keduanya begitu kuat. Dalam hati Faiq bersyukur karena berhasil menyelamatkan anaknya dari iblis yang memaksa ingin menjadi pendamping ghaib Izar. Kemudian Faiq mempererat pelukannya sambil sesekali mengecup sayang kepala Izar yang nampak bersandar manja padanya.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!