Sudah lima tahun Raina menikah dengan Nurman Hadiwinata.
Pernikahannya begitu bahagia walaupun mereka berdua belum dikaruniai seorang anakpun.
Tiba-tiba semenjak kedatangan Mertuanya hidupnya yang damai mulai terkoyak.
"Nurman kamu sebagai laki-laki harus tegas, sampai kapan kamu tidak memberikan keturunan kepada kami" ketus ibunya.
"Bu, kami sudah berikhtiar dan berusaha.
Bersabarlah kalaupun Allah akan memberikan kami keturunan pasti akan datang juga" Nurman berusaha menenangkan ibu nya.
"Terus sampai kapan, sampai menungguku sudah tidak ada lagi" Miranda ibunya Norman membuang mukanya.
Riana yang tadi membuatkan minuman di dapur kini sudah berada ditengah-tengah Nurman dan Miranda.
"Silahkan diminum Bu mumpung masih hangat" kata Raina santun.
"Kamu tidak usah sok baik, semua ini karena perbuatan mu sehingga Nurman belum juga diberi keturunan" sinis Miranda sambil menatap tajam istri Nurman.
"Istighfar Bu, ini bukan salah Raina.
Ini memang sudah takdir kita dan kita harus ikhlas" Nurman berusaha membela Raina.
"Sudah kamu tidak usah membelanya didepan mataku.
Sudah pasti ini karena dia mandul.
Keturunan kita tidak ada yang tidak punya anak Nurman ingat itu" Miranda semakin menggebu-gebu untuk mencaci maki menantunya.
Raina hanya bisa menundukkan kepalanya dengan perasaan bercampur aduk.
"Bu sudah ya, ibu harus tenang dan jangan salahkan Raina terus.
Ini semua bukan salah Raina dan kami juga sudah mendatangi banyak dokter kalau Raina sehat dan tidak ada masalah dengan kandungannya" Nurman berusaha menjelaskan kepada ibu nya.
"Alah mungkin itu hanya alasannya saja untuk menutupi semua kekurangan dia" Miranda masih saja tidak mau kalah.
"Saya sudah memastikan Bu dibeberapa dokter juga sudah memastikan kalau Riana baik-baik saja" Nurman masih berusaha menjelaskan kepada ibu nya.
"Sudahlah pokoknya ibu tidak mau tahu kalau dalam waktu 2 bulan kamu masih belum ada tanda-tanda hamil, maka jangan salahkan aku jika akan menikahkan Nurman dengan wanita lain yang lebih baik dan bersiap-siaplah kamu akan diceraikan oleh Nurman" tegas Miranda dan langsung meninggalkan rumah Nurman dengan penuh amarah dihatinya karena rasa kecewanya terhadap anaknya yang selalu membela istrinya.
Sepeninggal Miranda baik Raina maupun Nurman tampak terdiam beberapa saat.
Raina menghela nafasnya dalam-dalam dan beristighfar setelah itu dia masuk kedalam kamarnya dan segera membersihkan tubuhnya dan juga bersuci.
Perkataan mertuanya itu sangat membekas di hati Raina walau dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak meneteskan air mata tetapi percuma saja karena ucapan mertuanya itu benar-benar menusuk relung hatinya seakan-akan tercabik-cabik.
Raina mulai mulai melakukan sholatnya dan dia ungkapkan semua perasaannya pada sang Khaliq.
Air mata berderai dan bercucuran membasahi pipinya yang mulus dan lembut itu.
Nurman yang sejak tadi hanya termenung dan melamun baru menyadari kalau istrinya sudah tidak ada ditempat itu.
Nurman mulai mencari istrinya dan saat memasuki kamar dia mendengar isak tangis Raina yang terasa begitu menyayat hatinya.
Nurman terdiam tanpa kata, dia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh sang istri.
Tak terasa air mata pun merembes di pelupuk mata Nurman.
Nurman kembali keluar dari kamar karena dia tidak tahan melihat air mata sang istri.
Dia menuju kamar sebelah dan juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh istrinya itu.
Dikamar Riana yang selesai mencurahkan semua isi hatinya pada Allah SWT kini mulai keluar dari kamarnya dan kebetulan saat ini hari sudah gelap dan tak terasa sudah pukul setengah delapan malam namun Raina belum juga membuat makan malam untuk suaminya.
Raina menuju ke dapur untuk membuatkan suaminya makanan karena sejak kedatangan Mertuanya tadi seakan semua rutinitasnya terlupakan.
Raina membuat masakan yang sederhana yaitu membuat cah kangkung dan ayam goreng tidak lupa sambal.
Setengah jam kemudian makanan sudah selesai dan Raina segera menyiapkan semuanya dimeja makan.
Raina mulai mencari keberadaan suaminya yang kebetulan suaminya keluar dari kamar yang tadi suaminya berada.
"Mas makanannya sudah siap, maaf aku tadi melupakan membuat makanan untuk kamu jadi makan malam Mas terlambat" kata Raina tulus dan lembut dan tampak benar-benar ada penyesalan karena dia sudah melupakan tugas dan kewajiban nya itu.
"Tidak apa-apa sayang, ayo kita makan sekarang" ajak Nurman.
Mereka kini berjalan bersama dan ada sedikit kecanggungan disana semenjak kedatangan orangtua Nurman.
Seperti biasa Raina mengambilkan makanan suaminya setelah itu mengambil sendiri makanannya.
Tanpa banyak suara Riana menikmati makanan itu walau sebenarnya dia tidak ingin makan sesuatu namun dia harus tetap makan karena dia tidak mau nantinya sakit karena dia tidak makan.
Disela-sela menikmati makanan buatan Riana, Nurman mulai membuka suara untuk memecahkan suasana agar tidak canggung dan sepi.
"Sayang maafkan ibu ya, kamu jangan ambil hati perkataan ibu ya" pinta Nurman yang ingin menghibur istrinya itu.
"Sudahlah mas, aku sudah melupakan" jawab Raina lirih dan lembut.
"Terima kasih ya sayang, kamu memang istri yang sangat baik dan pengertian.
Mas sangat bahagia dan bersyukur mendapat istri yang lembut dan sabar seperti kamu sayang" ucap Nurman.
"Iya mas, sama-sama.
Aku juga bahagia dan bersyukur bisa menikah dengan mas.
Mas sudah sabar menghadapi aku dan tetap ada di sisiku meskipun aku banyak kekurangannya dan meskipun aku masih belum bisa memberikan keturunan untuk mas" Raina kembali meneteskan air matanya lagi karena kesedihan itu kembali lagi.
"Sayang, aku mohon kamu jangan menangis.
Aku bahagia meskipun kita belum di Eri keturunan.
Yang penting kita sudah berusaha dan berdoa" hibur Nurman.
"Makasih ya mas, mas sudah mau mengerti" Nurman yang telah menghabiskan makanannya menghampiri Raina dan memeluknya.
Ada kehangatan dihati Raina yang sedikit bisa menghapus sakit dihatinya.
Meskipun sebenarnya tidak bisa dengan mudah rasa sakit itu terobati tetapi sebisa mungkin Riana mengikhlaskan dan memaafkan sehingga bisa membuat hatinya lega dan tidak ada ganjalan.
Kini Raina dan Nurman beranjak dari ruang makan menuju ke ruang tengah untuk menikmati siaran televisi.
Suasana kembali mencair dan menghangat tampak kini Nurman memeluk Raina yang tengah menonton televisi disampingnya.
Mereka menikmati tontonan televisi disertai dengan canda dan tawa seakan tidak pernah terjadi kejadian tadi sore dirumahnya karena Miranda.
Dua sejoli itu tampak terlihat sangat bahagia sampai mereka tidak menyadari waktu sudah sangat larut dan terlihat Raina sudah mulai menguap lebar.
"Ayo kita pergi tidur sayang, ini sudah malam dan sepertinya kamu sudah mengantuk sekali" ajak Nurman.
Nurman menggandeng istrinya menuju ke kamar dan kini mereka berdua sudah merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur.
Tak menunggu waktu lama Raina sudah terlelap dalam dekapan Nurman suaminya.
Nurman membelai rambut Raina dengan lembut.
Tak beberapa lama Nurman pun akhirnya ikut tertidur dengan pulas sambil mendekap istrinya itu.
Keesokan pagi seperti biasanya setelah sholat subuh Raina berjalan menuju dapur untuk membuatkan sarapan sang suami karena memang dia tidak memiliki seorang asisten rumah tangga.
waktu 1 jam sudah cukup buat Raina untuk membuat sarapan buat dirinya dan suami.
Setelah ditata rapi di meja makan Raina menuju kamar yang ternyata suaminya sudah berpakaian rapih.
"Sarapan dulu mas, aku sudah memasakkan masakan kesukaan kamu" kata Raina sambil bergelanjut manja dilengan suami.
"Oh ya, pasti masakan istri tercintaku ini tidak diragukan lagi.
Sudah jelas pasti sangat enak.
Aku sudah tidak sabar untuk menyantapnya deh" puji Nurman.
"Ih gombal, mas itu bisa aja merayu terus" ledek Raina.
Terlihat jelas kejadian sore kemarin tidak mempengaruhi kehangatan keduanya.
Raina dan Nurman sudah duduk manis disamping meja makan dan dengan penuh perhatian Raina melayani suaminya dengan mengambilkan makanan untuknya sebelum dia mengambil makanan untuk dirinya sendiri.
"Segini sudah cukup mas" tanya Raina saat mengambilkan nasi.
"Iya sayang segitu aja" jawab nya.
Setelah itu Raina mengambilkan mangut lele kesukaan Nurman dengan tempe goreng juga sedikit sambal.
Diserahkannya piring yang sudah lengkap dengan nasi dan lauknya kehadapan Nurman baru kini giliran dia mengambil makanan untuknya sendiri.
Mereka sangat menikmati sarapan mereka berdua.
Disela-sela mereka makan Raina mulai buka suara.
"Mas apa boleh nanti aku pergi kerumah Aisyah. Aku jenuh dirumah sendirian dan lagipula aku sudah sangat merindukan baby Reyhan dia sangat tampan dan begitu menggemaskan" kata Raina sambil membayangkan wajah menggemaskan Reyhan.
"Ya sudah kamu boleh kesana, nanti berangkatnya barengan sama mas aja ya, biar mas antar kamu.
Dan nanti pulangnya biar mas jemput kamu aja setelah itu kita makan diluar" usul suaminya.
"Beneran mas, ih terima kasih suamiku tersayang" bahagia Raina.
Nurman yang melihat istrinya hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.
Ada rasa gemas melihat kelakuan istrinya itu.
Dan beruntung saat ini Nurman sedang mau berangkat kerja kalau tidak sudah diajak olah raga tuh istrinya sampai kelelahan.
Tak terasa obrolan mereka begitu mengalir begitu saja sampai tak menyadari semua makanan yang ada di piring mereka masing-masing sudah tandas tak tersisa.
"Ya sudah kamu bersiap sana, mas tunggu didepan ya" perintah Nurman.
"Siap suamiku tersayang" jawab Raina dan berlalu pergi menuju kamarnya untuk bersiap diri.
15 menit akhirnya Raina sudah selesai bersiap diri tidak ada riasan diwajahnya hanya mengoleskan sedikit bedak dan sedikit pelembab di bibirnya itu namun tampak jelas wajah cantiknya walau tanpa make up.
"Mas ayo berangkat" ajak Raina saat sudah berada disamping suaminya.
"Ayo sayang" jawabnya dan langsung masuk menuju mobilnya.
Nurman mengendarai mobilnya dengan kecepatan standard dan 10 menit mereka sudah sampai dirumah Aisyah yang merupakan sahabat dari Raina.
"Mas aku turun dulu ya, jangan lupa nanti jemput aku dan satu lagi jangan sampai lupa makan siang seperti biasanya.
Nanti kalau sakit gimana" pesan Raina penuh perhatian sambil mencium punggung tangan suaminya dan dibalas dengan mencium kening Raina.
"Iya sayang mas pasti ingat.
Oh ya, sampaikan salam ku sama keluarga Aisyah ya dan peluk cium buat baby Reyhan" kata Nurman.
"Siap suamiku, Insya Allah disampaikan" jawab Raina.
"Ya sudah, mas berangkat dulu ya" pamit Nurman dengan segera melajukan mobilnya.
Raina hanya bisa melambaikan tangannya untuk mengiringi kepergian sang suami.
Setelah mobil suaminya sudah tidak tampak lagi Raina berjalan menuju ke pintu rumah Aisyah.
Diketoknya tiga kali pintu itu sambil berkata
"Assalamu'alaikum Aisyah" kata Raina.
"Wa'alaikumsalam" jawab seseorang dari dalam rumah yang ternyata Aisyah sendiri sambil menggendong putranya Reyhan yang masih berumur 3 bulan itu.
Aisyah membukakan pintu dan melongok kedepan ternyata disana sudah ada sahabatnya Raina.
"Raina, kamu dengan siapa" tanya Aisyah
"Diantar sama mas Nurman tadi" jawab Raina.
"Terus mana suami kamu" Aisyah bertanya lagi.
"Ih kamu ini ya berangkat kerja lah masak mau nungguin aku disini bisa telat nanti kekantor ya" jawab Raina.
"Oh iya aku sampai lupa" kata Aisyah sambil tertawa karena kebodohannya itu.
"Ih ponakan ku semakin ganteng aja sih" Raina menowel hidung Reyhan.
"Iya dong Tante kan aku anaknya bunda Aisyah" jawab Aisyah menirukan suara anak kecil.
"Yuk masuk ah jangan didepan pintu aja" ajak Aisyah akhirnya karena mereka berdua sedari tadi hanya ngobrol didepan pintu.
"Kok sepi Syah mana si cantikku Qiyyana" tanya Raina.
"Dia kan sudah sekolah Ra, kamu itu gimana sih.
Ya sudah pasti sekolah lah.
Tadi padi diantar sama ayahnya sekalian Abang Fadil berangkat kerja" jelas Aisyah.
"Terus pulangnya bagaimana" tanya Raina.
"Ada mobil sekolah nanti yang akan mengantar" jawab Aisyah.
"Apa kamu gak takut Syah nanti, sekarang kan banyak tuh kasus pelecehan terhadap anak dibawah umur" kata Raina khawatir.
"Kamu tenang saja Ra, semua pasrahkan sama Allah biar Allah yang menjaga nya.
Aku yakin Allah akan melindungi anakku" jawab Aisyah santai.
"Ih kamu tuh ya dari dulu pasti seperti itu" yang seakan tidak sependapat dengan apa yang dilakukan sama Aisyah.
"Ya memang harus begitu dong Rara sayang, Setiap apa yang kita lakukan libatkan Allah.
Insya Allah semua akan baik-baik saja.
Dan satu jaga hati dan ucapan karena apa yang kita ucapkan bisa jadi doa lho dan jangan terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang tidak ada faedahnya.
Berbaik sangka lah sama Allah pasti apa yang kamu inginkan insya Allah akan diijabah satu persatu" nasehat Aisyah kepada sahabatnya itu.
"Kamu benar Syah, aku masih banyak kekurangan dan aku harus banyak belajar dari kamu" kata Raina seakan malu dengan sikapnya.
"Aku juga masih harus banyak belajar kok.
Kita belajar sama-sama ya" ajak Aisyah.
Raina hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Ya sudah bantu aku gendong Reyhan dong, aku mau cuci pakaian dulu" pinta Aisyah.
"Dengan senang hati" kata Raina tulus.
Raina mengambil alih menggendong Reyhan dari tangan Aisyah.
Reyhan tersenyum saat digendong Raina.
"Hallo gantengnya aku" kata Raina menyapa Reyhan.
Entah kenapa Reyhan tiba-tiba tersenyum.
Raina mengikuti Aisyah kebelakang dimana tempat Aisyah mencuci baju nya.
Rumah Aisyah cukup sederhana dan jauh dari kata mewah namun keluarganya begitu harmonis dan hangat.
Raina sambil duduk menggendong Reyhan menemani Aisyah mencuci baju.
"Syah, apa kamu tidak capek setiap hari seperti ini.
Apa tidak sebaiknya kamu mencari seorang pengasuh saja Syah" kata Raina.
"Aku ikhlas menjalani semua ini Ra, malahan aku gak begitu suka kalau ada orang yang menggantikan tugasku. Sayang kan pahalanya.
Ini adalah ladang pahala buat kita lho" Aisyah mengingatkan sahabatnya itu.
"Maaf Syah aku lupa" jawab Raina tertunduk.
"Seandainya aku bisa seikhlas dan se tegar kamu Syah" batin Raina sedikit melamun hingga tidak sadar kalau bayi mungil yang ada di gendongan ya menangis.
Aisyah yang tahu hanya memandangnya dan melihat sahabatnya yang sepertinya sedang melamun dan banyak pikiran.
Aisyah mencuci tangannya dan menghampiri Raina.
"Kamu kenapa Ra, dari tadi melamun aja sampai tidak tahu Reyhan menangis gitu" tanya Aisyah sambil menepuk punggungnya.
"Maaf-maaf Syah, aku tidak sengaja" jawab Raina yang berusaha menenangkan Reyhan.
"Biar sini berikan padaku Reyhan.
Kelihatannya dia sedang kehausan aja kok" kata Aisyah lembut.
Raina memberikan Reyhan kepada Aisyah.
"Yuk masuk kedalam" ajak Aisyah.
Sesampai diruang tengah Aisyah dan Raina duduk disalah satu sofa yang ada disana.
Aisyah mulai menyusui Reyhan.
Dan benar saja sedetik kemudian Reyhan sudah terdiam dan terlihat dia begitu lahapnya meminum ASI nya.
Reyhan yang terlihat sudah tertidur pulas karena sudah kenyang meminum ASI nya kemudian di tidurkan didalam box nya.
Aisyah mengajak Raina duduk di sofa dirumah tengah.
"Sebenarnya ada apa sih Ra, aku lihat dari tadi sepertinya kamu melamun terus seakan ada beban yang sangat besar gitu" tanya Aisyah akhirnya sudah tidak sabar menunggu Raina menceritakan sendiri tanpa ditanya.
Raina langsung memeluk Aisyah dan menangis.
Aisyah dengan penuh kehangatan membelai punggung Raina untuk menenangkannya.
"Istighfar Ra, ada Allah disisi kita.
Kamu jangan sedih lagi" Aisyah mengingatkan.
Akhirnya Raina menceritakan kedatangan Mertuanya sampai mengakibatkan Raina dan suaminya itu bertengkar dengan mertuanya itu.
"Kamu yang sabar ya Ra, pasrahkan semua nya kepada Allah.
Doakan semoga mertua kamu dibukakan pintu hatinya agar menjadi baik kepadamu" nasehat Aisyah.
Aisyah lah yang selama ini sebagai tempat dia berkeluh kesah dan meminta nasehat.
Karena Aisyah adalah sosok yang sangat Sholih dan dia juga seorang ustadzah.
"Aku mesti bagaimana Syah, apakah aku harus merelakan suamiku menikah lagi agar segera memiliki keturunan seperti yang diinginkan mertua ku itu" tanya Raina.
"Minta lah petunjuk kepada Allah Ra, berdoa lah di sepertiga malam mu dan memohon lah kepadanya apa yang terbaik untukmu dan suamimu" nasehat Aisyah.
"Tetapi aku masih belum bisa ikhlas Syah untuk di madu oleh suamiku" kata Raina.
"Yakinlah Allah tidak akan memberi cobaan diluar batas kita, aku yakin kamu bisa melalui ini semua.
Ikhlas lah karena Allah maka semua akan terasa ringan" yakin Aisyah.
Setelah banyak bercerita dan diberi sedikit nasehat oleh Aisyah hati Raina sedikit lebih tenang dan ringan.
Semua beban yang begitu menyesak kan kini sedikit melegakan.
Sepertinya sudah siang dan sudah adzan dhuhur.
Yuk kita sholat dulu setelah itu kita bisa makan siang bersama tetapi bantu aku dulu masak ya" pinta Aisyah.
"Siap Bu ustadzah" jawab Raina.
Kini mereka berdua sholat bersama di mushola yang ada didalam rumah Aisyah.
Setelah selesai sholat mereka menuju dapur dan segera membuat masakan.
Belum selesai mereka membuat masakan tiba-tiba pintu diketuk dan terdengar anak kecil memberi salam
"Assalamu'alaikum" suara anak itu dari luar.
"Wa'alaikumsalam" jawab Raina dan Aisyah bersamaan.
"Pasti itu Qiyyana" kata Aisyah yang sudah hafal betul dengan suara anaknya itu.
"Biar aku yang bukankan Syah, aku sudah sangat merindukan gadis kecilku itu" pinta Raina.
Raina beranjak menuju pintu depan dan segera membukakan pintu rumah buat Qiyyana.
"Hai gadis cantik Tante" sapa Raina.
"Tante Rara, kapan datang.
Apa tante tadi sudah menjawab salam ku" tanya Qiyyana.
"Tentu sudah sayang" kini Raina hendak menggendong Qiyyana namun ditolaknya.
"Tidak Tante Rara, Qiyyana sudah besar.
Qiyyana gak mau digendong lagi" tolak Qiyyana.
"Oh ya, aduh kenapa sih gadis Tante cepat sekali tumbuh besar" peluk Raina kepada Qiyyana.
"Iya dong Tante, kan Qiyyana sudah 5 tahun" Jawa Qiyyana yang begitu menggemaskan Dimata Raina.
Diciuminya pipi chubby Qiyyana itu dengan gemasnya.
"Stop Tante, aku mau ganti baju dulu.
Jangan dipeluk terus dong.
Masih banyak kuman ini nanti kalau Tante peluk terus kumannya nempel ditante lho" Qiyyana mengingatkan.
Raina begitu kagum dengan cara mendidik Aisyah.
Anak seumur 5 tahun ini selain sudah hafal Al-Qur'an dia juga sangat terlihat lebih dewasa dari umur nya pada umumnya.
Dia juga sangat mandiri.
"Ya sudah maafkan Tante ya sayang" tulus Raina.
"Sama-sama Tante Rara.
Kalau begitu Qiyyana ijin ganti baju dulu ya" kata Qiyyana sambil berjalan menuju ke kamarnya.
Sedangkan Raina kembali ke dapur membantu Aisyah.
"Syah, aku begitu salut kepadamu.
Kamu sangat baik dam mendidik anak-anak mu" kata Raina saat sudah berada disamping Aisyah.
"Itu semua karena Allah Ra, aku hanya penghubung saja.
Aku bersyukur Allah memberikan amanah anak-anak seperti mereka berdua" ucap Aisyah.
"Kamu memang ibu terbaik Syah, aku bangga kepadamu" kata Raina lagi.
"Jangan seperti itu Ra, aku sama saja dengan kamu.
Semua ini karena Allah" jawab Aisyah merendah.
"Kamu itu selalu aja merendah Syah.
Ya sudah yuk lanjutkan masaknya" ajak Raina.
Kini mereka berdua berkutat di dapur dan dengan waktu 30 menit mereka sudah menyelesaikan masakannya dan menatanya di meja makan.
"Aku panggil Qiyyana dulu ya Ra" kata Aisyah sambil berlalu pergi menuju kamar Qiyyana.
"Iya Syah" jawab Raina.
Sesampai didepan kamar putrinya Aisyah mengetuk pintu kamar Qiyyana.
"Nak, boleh umi masuk" ketuk Aisyah.
"Masuk aja umi tidak dikunci kok" Jawa Qiyyana.
Aisyah pun masuk dan mengajak Qiyyana untuk makan siang bersama.
Aisyah tampak berjalan bersama Qiyyana menuju meja makan.
"Ayo duduk sini nak" ucap Aisyah sangat lembut.
Qiyyana pun duduk di kursi yang ditunjuk oleh umi nya itu.
Kini mereka bertiga sudah duduk dengan sangat nyaman.
Mereka mulai mengambil makanan mereka masing-masing dan segera menikmatinya.
Namun sebelumnya mereka makan mereka berdoa dulu.
Tak menunggu lama makanan mereka sudah habis semua.
"Alhamdulillah, makanan kamu masih sama seperti dahulu Syah, benar-benar sangat nikmat" puji Raina.
"Kamu bisa aja Ra, ini kan hanya makanan rumahan biasa aja sama seperti makanan orang-orang lainnya" Aisyah masih aja merendah.
"Tetapi ini beda Syah, beneran sangat enak ini" Raina meyakinkan Aisyah.
"Ya sudah, kalau begitu terima kasih banyak ya atas pujiannya" kata Aisyah tidak ingin terus memperpanjang pembicaraannya itu.
Aisyah dan Raina membereskan tempat makannya dan kini Raina meminta untuk mencuci piring-piring kotor itu sedangkan Aisyah kembali menyelesaikan mencucinya yang tadi sedikit terbengkalai.
Setelah menyelesaikan mencuci piringnya Raina menuju kebelakang dimana Aisyah berada sedangkan Qiyyana kembali ke kamarnya.
Raina yang melihat Aisyah sudah selesai mencuci bajunya segera menghampiri Aisyah dan ikut membantu menjemur baju yang sudah dicuci.
"Biarkan saja Ra, aku bisa sendiri" tolak Aisyah.
"Gak apa-apa Syah, aku sudah biasa kok.
Jangan melarang ku untuk melakukan ini" pinta Raina.
"Ya sudah baiklah, terima kasih ya sebelumnya.
Jadi merepotkan mu" kata Aisyah.
"Ih kamu ini apaan sih, justru aku yang sudah merepotkan mu dan mengganggu kamu menyelesaikan pekerjaan rumah" jawab Raina.
"Enggak lah Ra, aku malah senang kamu bisa main kesini" jujur Aisyah.
"terima kasih ya Syah, kamu selalu yang terbaik" kata Raina.
"Ya sudah yuk kita masuk" ajak Aisyah masuk kedalam rumah.
Aisyah dan Raina masuk bersama-sama.
Mereka kini duduk di sofa.
"Ra, kamu kalau mau tidur siang tidurlah nanti sore aku bangunkan saat sholat ashar" kata Aisyah sambil menunjukkan kamar tamu buat Raina.
"Iya Syah, aku sudah sedikit mengantuk ini" bohong Raina dengan sedikit menguap agar terlihat dia memang sudah mengantuk.
Raina berjalan menuju kamar tamu.
Aisyah juga pergi ke kamarnya untuk melihat putra kecilnya itu namun sebelumnya dia menuju ke kamar putrinya untuk memastikan putrinya itu sedang melakukan apa.
Saat melihat Qiyyana sudah terlelap Aisyah mendekat dan mencium anaknya itu.
Aisyah sekarang sudah berada dikamarnya sendiri.
Dia mulai merebahkan tubuhnya untuk beristirahat.
Tak beberapa lama Aisyah sudah terlelap dalam tidurnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!