RUMAH TANPA PAGAR
1. Prolog
Dimulai ketika Maya berusia sepuluh tahun. Ia gadis pendiam dan tidak memiliki banyak teman di sekelilingnya. Keluarganya baru saja pindah kembali ke kampung halamannya setelah orang tuanya mengalami pemerosotan ekonomi di kota.
Dulunya rumah peninggalan almarhum kakeknya yang ia tempati begitu adem dan sejuk. Tapi sekarang suasananya berubah. Panas dan gerah.
Di sekeliling rumahnya tidak ada lagi tumbuhan, kecuali beberapa pohon durian dan pohon kemiri yang besar-besar. Semua tanaman pisang dan tebu yang ditanami mendiang kakeknya telah punah. Tanah-tanahnya juga ikut gersang.
Maya
Bu, kenapa pekarangan rumah kita tidak dipagari? Ternak orang sesuka hati memakan tanaman kita...
Maya
Kenapa begitu? Dulu saja pekarangan kita dipagari kakek dengan pagar bambu... Setelah kakek tiada, semua menjadi punah.
Maya bersungut. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya tidak mau memagari pekarangan rumahnya yang begitu luas.
Kak Lani
Tanah ini milik orang, May... Mereka sudah koar-koar mau mengambil tanah ini kembali...
Melani datang menyahuti kebingungan Maya dengan wajah mendengus.
Maya
Lah? Kok bisa begitu, Bu? Bukankah tanah ini memiliki hak pakai untuk ayah serta pakwo Jung seumur hidup mereka ya?
Maya terlihat marah dan merasa tidak puas akan jawaban Lani, kakaknya.
Ibu
Iya... Hanya saja, mendiang nenekmu memberikan surat perjanjian itu kepada bu Rani, anak nek Muni si pemilik tanah.
Maya
Kok bisa, Bu? Untuk apa? Dan dia tidak mengembalikannya?
Ibu menghela napas. Ia terlihat menerawang.
Ibu
Dulu nenekmu tidak mengerti akan pentingnya bagi kita surat perjanjian itu, ditambah lagi bu Rani juga berjanji akan mengembalikannya... Tapi sampai sekarang tidak beliau kembalikan, bahkan beliau mengelak pernah meminjamnya.
Kak Lani
Keterlaluan sekali!
Maya
Jadi, kita harus pergi ya, Bu, dari sini?
Maya tampak lesu mendengar penjelasan ibunya.
Kak Lani
Ya, tetapi jika mereka mengembalikan dulu emas nenek yang pernah mereka pinjam sewaktu dahulunya...
Kak Lani
Iya, May... Dulunya nenek sama kakek tinggal di pelosok kampung sana. Jadi, nek Muni meminta kakek untuk buat rumah disini, karena kakek bekerja dengan nek Muni...
Kak Lani
Kakek sebenarnya sempat menolak. Kake khawatir akan kejadian seperti ini pada akhirnya... Tapi nek Muni kekeh memaksa, dan mengatakan bahwa tidak akan ada seorang pun yang bisa mengusik kakek, sehingga nek Muni membuatkan surat perjanjian itu.
Maya
Lalu kenapa pada akhirnya seperti ini?
Kak Lani
Semenjak nek Muni meninggal, bu Rani malah memanfaatkan ketidaktahuan nenek kita... Ya, maklum... Kurangnya pendidikan membuat nenek begitu polos sehingga mau saja memberikan surat itu kepada bu Rani. Ditambah lagi kakek sudah tiada waktu itu...
Maya
Terus, masalah emas itu bagaimana, Bu?
Ibu
Dulunya nek Muni butuh uang, lalu ia meminjamnya kepada nenek kalian. Tapi nenek tidak memiliki simpanan uang, karena nenek sudah menggunakan uang kiriman ayah kalian dan pakwo Jung untuk membeli emas.
Ibu
Jadi, nek Muni memohon agar dipinjamkan emas saja oleh nenek kalian...
Kak Lani
(Lani mengangguk.) Dan untung saja hutang emas nek Muni pakai segel ya, Bu... Jadi, kita bisa menagihnya... Kalau tidak, bisa saja mereka mengelak lagi...
Maya
Memangnya nem Muni itu meminjam berapa emas? Kok bisa pakai segel segala, Kak? (Dengan tatapan bingung menyelidik)
Kak Lani
Tiga puluh emas...
Maya
Haaah... Banyaknyaaa... (Maya terpelongo)
Ibu
Belum lagi yang tidak pakai segel... Mungkin semuanya berkisar sekitar tiga puluh tiga...
2. Alasan Ayah
Ibu menarik napas dengan pelan, lalu menghembuskannya kembali perlahan-lahan. Tampak matanya menerawang jauh ke suatu masa.
Ibu
Dulu, kita sempat hampir terusir dari sini...
Ibu memulai ceritanya. Maya terperangah, namun ia sama sekali tidak berniat memutus cerita ibunya. Sementara Lani, ia hanya diam seolah sudah mengetahui itu semua.
Ibu
Kalian masih ingat, kan? Di tanah sebelah ada rumah semi permanen dulunya...
Maya dan Lani mengangguk bersamaan.
Maya
Iya, Maya ingat, Bu... Kak Lesti beserta suami dan anak-anaknya yang tinggal di situ, kan, Bu?
Maya
Terus, kenapa mereka pindah, Bu? Padahal kak Lesti sangat dekat dengan anaknya bu Rani.
Kak Lani
Seolah karma berlaku, ya, Bu? Dulunya dia yang tukang hasut anaknya bu Rani supaya kita bisa pergi dari tanah ini. Tapi pada akhirnya dia yang harus angkat kaki dari tanah itu. (Lani berkata sembari mencibir.)
Ibu
Huusshhhh... Laniii... Tidak boleh bicara seperti itu, Nak...
Kak Lani
Tapi benar, kan, Bu?
Maya
Memangnya kak Lesti itu ngapain, Kak?
Kak Lani
Ayah dulu kan sempat buat pagar, May... Terus, ketika memagari batas tanah antara yang kita tempat dengan yang dia tempati pula, ayah bicara sama pak tukang... Kata ayah begini 'Lurus, Pak... Jangan sampai melewati batas...'
Sementara, dia malah mengadu yang bukan-bukan kepada anaknya bu Rani...
Kak Lani
Dia malah bilang pada anaknya bu Rani bahwa ayah berkata supaya jangan melewati batas tanah orang... Terus, memangnya tanah yang kita tumpangi ini bukannya sama pemiliknya? Begitu, May...
Maya
Maksudnya seolah-olah ia mengatakan bahwa ayah ngaku-ngaku kalau ini tanah ayah, begitukah, kak?
Maya
Issshhh... Menjijikkan... Dasar penjilat! (Mengumpat dengan wajah terlihat kesal?
Ibu
Maya... Tidak boleh begitu, Nak...
Maya
Maya kesal jadinya, Bu...
Ibu
Tapi jangan sampai mengeluarkan kata kasar begitu, Sayang...
Kak Lani
Bukankah seperti sinetron-sinetron ya, Bu... Orang jahat cepat sekali mendapat balasannya. (Lani ikut menimpali kekesalan adiknya)
Kak Lani
Nah, sejak itulah ayah tidak mau memagari rumah ini kan, Bu?
3. kedatangan Pakwo Jung
Permasalahan semakin rumit. Tante Desi, anaknya bu Rani mengirimkan pesan kepada pakwo Jung pagi itu.
Tante Desi
Assalamu'alaikum, Bang Jung... Ini Desi, Bang... Desi harap, Bang Jung segera meminta adik Bang Jung angkat kaki dari tanah kami...
Orang tua Maya yang tidak tahu apa-apa sangat terkejut akan kepulangan pakwo Jung yang begitu tiba-tiba siang itu.
Memang kediaman pakwo Jung hanya membutuhkan waktu dua jam lebih kurang untuk sampai ke kampung, namun bukan seperti biasanya waktu kepulangan beliau yang begitu mendadak. Apalagi beliau buka toko hari itu.
Pakwo Jung
Ada permasalahan apa lagi, Mir? Mengapa Desi sampai mengirim pesan padaku agar kalian pindah dari sini, hmm?
Ayah
Entahlah, Bang... Semua-semua jadi permasalahan oleh mereka saat ini. Ya, supaya kita cepat-cepat angkat kaki dari sini...
Usai Lani menyuguhkan minum, ia malah menguping di balik pintu dapur.
Maya memberanikan diri menyapa kakak ayahnya itu, lalu ia menyalami tangan pakwo Jung dengan malu-malu.
Maya
Pakwo... Kenapa rumah nenek tidak dipagari? Kan aneh setara dengan jalan begitu... (Bibir Maya sampai manyun mengadukan hal itu.)
Pakwo Jung
(Pakwo Jung tergelak) Kan jadi luas tampaknya, May...
Maya
Ya, walau begitu Maya pingin bertanam lagi, Pakwo... Tanam pohon pisang, tebu, cabe sama tomat...
Pakwo Jung
Walau begini, Maya masih bisa bertanam kok...
Maya
Ah, Maya bosan... Ternak orang suka hati masuk ke pekarangan kita. Pakwo lihat saja, Tuuh... Rumput pun tidak ada lagi... Gersang...
Pakwo Jung
(Pakwo kembali tergelak) Besok kalau masalahnya sudah selesai ya, Nak... Maya boleh tanam apa saja yang Maya mau
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!