NovelToon NovelToon

My December

My December 1

...“Pertemuan singkat ini menjadi saksi awal cerita kita”...

.......

.......

.......

...-Cordelia Auriga-...

...****...

Cuaca pagi ini tampak cerah dengan langit biru laut berlapis awan tipis, layaknya bulu - bulu serat sutra halus. Kicauan burung menjadi pelengkap pagi ini. Cuaca cerah di hari minggu sangatlah menyenangkan. Dimana kaum milenial menghabiskan waktu bersama orang terkasih, sama halnya dengan gadis manis yang tersenyum setelah berpamitan pada sang nenek.

Cordelia Auriga nama panjangnya, gadis manis dengan senyum menawan itu sering di sapa Dea. Wajah cantik dengan pipi chubby dan rambut panjang hitam terurai. Sifatnya yang ramah dan baik membuat ia banyak di sukai oleh teman sekelasnya. Tapi sayang Dea termasuk orang yang sedikit pendiam dan susah membaur.

Introvert kah? Tidak juga. Dea memang susah dalam menyesuaikan diri pada lingkungan baru. Terkadang ia juga bisa bertingkah konyol di waktu tertentu. Ia punya banyak teman di sekolah tapi hanya satu sahabat terdekatnya. Mereka sudah bersama sejak kecil sampai sekarang.

Dan pagi ini ia sudah ada janji dengan sahabat tercintanya. Dea tersenyum menatap wajah kesal sahabatnya yang berdiri di samping mobil sport keluaran terbaru. Oh astaga sudah ganti lagi, batin Dea.

“Lama lo” ketus gadis dengan gaun hitam itu.

“Ya maap Thea sayang” ucap Dea merangkul lengan gadis yang ia panggil Thea itu.

Stephani Matthea sahabat Dea sejak kecil, sifatnya yang dingin dan cuek tidak membuat Dea merasa takut untuk berteman dengannya. Saat kecil semua seakan mengalir begitu saja, sifat dingin, cuek dan terkadang ketus hanya Thea berikan pada orang lain, tapi tidak pada Dea, nenek Dea dan neneknya.

“Udah dong Thea sayang jangan cemberut aja, buruan nanti kamu ketinggalan gak jadi ibadah loh. Udah ah marahnya nanti aja, yuk berangkat” ajak Dea langsung masuk dan duduk manis di kursi penumpang. Thea mendengus kesal lalu masuk ke mobil.

“Kamu jadi ibadah dimana Thea?” tanya Dea mengisi keheningan sambil mematap Thea di balik kemudi.

“Di tempat biasa nya Dea, emang mau kemana lagi si. Kayak gak pernah tau aja” cibir Thea masih kesal.

Dea hanya mengangguk kepala pelan sambil sesekali mengikuti alunan lagu kesukaan mereka.

“Nanti kamu nunggu di mobil apa di cafe biasa De?” tanya Thea masih fokus pada lalu lintas pagi ini yang sedikit ramai.

“Di dalam mobil aja lagian aku udah bawa bekal. Jadi nanti aku makan bekal sambil nunggu kamu” jelas Dea sambil menunjukkan kotak makan.

“Okay”

Tak lama mobil terparkir rapi di halaman bagunan kokoh nan indah. Terlihat parkiran yang sudah hampir penuh. Thea langsung mengambil slingbag hitam yang ia bawa tadi.

“Apa kamu telat Thea? Kog kayaknya udah rame banget lihat parkiran aja udah mau penuh lo” ucap Dea pada sahabatnya.

Thea menatap jam mungil di pergelangan tangannya.

“Enggak kog, ibadahnya dimulai 10 menit lagi. Yaudah aku masuk dulu” pamit Thea.

“Doa nya yang sungguh-sungguh ya Thea” ucap Dea mengingatkan di balas anggukan oleh Thea.

Thea berjalan santai dengan wajah datarnya memasuki bangunan gereja megah tempatnya beribadah. Lalu kenapa Dea tidak ikut keluar dan masuk? Apa Dea seorang muslim? Ya, mereka punya keyakinan yang berbeda. Tapi tidak menjadi penghalang dalam hubungan persahabatan mereka. Sejak masih kecil mereka saling menyayangi layaknya saudara kandung dan saling mengingatkan satu sama lain dalam hal beribadah.

Tak jarang Dea menunggu Thea beribadah dan begitu pun sebaliknya, Thea juga akan menunggu Dea saat sholat di masjid sekolah ataupun saat mereka jalan-jalan.

Seperti hari ini, mereka berencana akan pergi ke perpustakaan kota setelah Thea selesai ibadah. Dan di sinilah Dea menikmati bekal nasi goreng yang ia bawa tadi, atu lebih tepatnya sang nenek yang menyiapkan.

Sedikit cerita tentang Dea, sedari kecil ia hanya tinggal berdua dengan sang nenek, nenek Salma namanya. Sedangkan sang kakek sudah meninggal saat ia masih kelas tiga SD. Lalu dimana orang tua nya? Jika ditanya seperti ini, Dea akan malas untuk menjawab. Bukan apa? Karena nyatanya sedari Dea kecil orang tuanya sangat sibuk dalam mengejar dunia karir masing-masing. Ayah Dea adalah seorang pengusaha sukses dan Bunda Dea seorang desainer terkenal.

Bisa dipastikan kebutuhan Dea sangatlah terpenuhi, tapi bagi Dea bukan fasilitas mewah yang ia inginkan, tapi kasih sayang dan perhatian dari ayah bundanya.

Dea hanya bisa berdoa meminta pada Tuhan agar ada dimana mereka semua berkumpul bersama. Kalo di tanya rindukah Dea pada orang tuanya? Tentu saja. Bahkan sudah hampir lima tahun terakhir ini ia tidak berjumpa dengan orang tuanya. Ingin marah tapi pada siapa? Dea juga tidak mau membuat nenek Salma sedih.

“Heh nglamun terus” gertak Thea yang baru saja masuk ke dalam mobil.

Dea terjingkat, ternyata sudah lama ia melamun. Sampai ia tidak sadar Thea sudah kembali.

“Nglamun apaan? Cowok? Tenang aja kalik, jodoh mu itu masih belajar baca google maps Dea” canda Thea menyalakan mesin mobil.

“Ck nyebelin” dengus Dea.

“Jadi ke perpustakaan kota gak nih? Cemberut bae buk” canda Thea tertawa.

“Jadilah emang kamu mau di hukum cuma karna gak ngerjain tugas matematika?” sungut Dea sambil mengunyak bekal yang belum habis tadi.

“Aku mah tenang aja selagi masih ada Cordelia Auriga” ucap Thea dengan cengiran khasnya.

“Wajah dingin bisa nyengir juga ya” cibir Dea menatap wajah sahabatnya yang tertawa itu.

“Kamu tuh jangan suka jagain aku Thea, nanti kalo pas ujian kamu gak bisa jawab gimana? Jadi mulai sekarang rajin belajar matematikanya” sambung Dea menasehati Thea.

“Iya Dea sayang iya” jawab Thea gemas sendiri.

Dan disinilah mereka, di dalam perpustakaan kota yang terlihat sedikit ramai pengunjung. Dea dan Thea memutuskan untuk berpencar mencari buku yang mereka butuhkan.

Dea berjalan menatap deretan buku yang tertata rapi. Sesekali Dea membaca judul buku-buku itu. Sampai mata nya tertuju pada buku yang ia butuhkan. Tapi sepertinya Dea akan sangat kesusahan saat mengambilnya. Buku itu berada di barisan rak lebih tinggi dari tingginya yang hanya 158 cm.

Dea mengambil ponsel lalu meminta bantuan lewat pesan pada Thea untuk menyusulnya, karena Dea yakin Thea bisa mengambil buku itu. Secara tinggi Thea kan 168 cm atau mungkin sudah bertambah jadi 170 cm an.

20 menit berlalu...

“Ih Thea nih pasti dah mangkir di bagian novel horor deh” gumam Dea yang sudah menunggu Thea.

“Udah lah ambil sendiri aja pasti bisa kog, secarakam gue gak pendek-pendek amat” gumam Dea lagi sambil berusaha meraih buku yang ia cari.

“Susah banget sih” kesal Dea sambil berjenjit terus mencoba meraih bukunya.

“Yes” pekik Dea senang saat tangannya dapat meraih buku itu.

Tapi apa yang terjadi beberapa detik tubuhnya seakan limbung kebelakang. Dea memejamkan mata bersiap merasakan kerasnya lantai. Belum sampai terbentur lantai ia merasa ada tangan yang menahan pinggangnya.

Eh... Dea membuka mata dan betapa terkejutnya ia saat wajah tampan yang menjadi objek pertamanya.

Deg...

Tiba-tiba Dea merasakan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat saat menatap mata coklat bening milik pria di depannya ini. Sangat nyaman.

...****...

Selamat malam semua...

Selamat datang bulan desember...

Kali ini aku bikin sedikit cerita yang akan menemani kalian selama 31 hari kedepan atau lebih tepatnya satu bulan penuh...

Semoga kalian suka ya🤗

Dan aku mau ucapin makasih banget buat @tintabiru__

Yuk follo ig author @senjaku1200

Jangan lupa like, komen dan vote🔥🔥🔥

Makasih❣️

.

.

Salam hangat author🥰

My December 2

...“Dari sekian banyak hati menghampiri. Kenapa hati ini terpikat pada dirimu”...

.......

.......

.......

...-Macarius Aeden Robertson-...

...****...

Kini Dea duduk bersama pria yang tadi menolongnya di sudut ruang yang disediakan meja dan kursi. Dea merasa gugup dan salah tingkah saat sesekali melihat pria itu yang tersenyum padanya.

“Kamu enggak apa-apa kan?” tanya pria itu pada Dea.

“Hah? Oh i-iya gak papa kog” jawab Dea disertai senyuman.

“Manis” gumam pria itu yang masih dapat di dengar Dea.

“Apa?” tanya Dea bermaksud memastikan.

“Ah bukan apa-apa kog, oh iya kita belum kenalan lo. Kenalin nama aku Aeden” ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya.

“Dea” jawab Dea meraih uluran tangan itu.

“Kamu sendiri?” tanya Aeden.

“Oh enggak kog, tadi sama sahabat aku. Bentar lagi dia dateng” ucap Dea sambil menata buku-buku yang akan ia pinjam.

“Mau pulang sekarang?” Aeden meraih buku yang akan ia pinjam juga.

“Iya soalnya udah mau siang, oh ya buat yang tadi makasih ya Aeden” Dea tersenyum tulus membuat jantung Aeden berdebar.

Sesaat bola mata mereka saling menyelami satu sama lain. Saling merasakan detak jantung yang berdebar, dan saling mengagumi satu sama lain. Sampai sebuah suara menyadarkan mereka.

“Loh Aeden?” sapa Thea yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang Dea.

Tadinya Thea penasaran dengan pria yang duduk di samping sahabatnya itu. Thea segera menghampiri dan tidak menyangka akan bertemu saudaranya yang sudah lama tidak berjumpa.

“Thea” ucap Aeden bangkit lalu memeluk Thea.

Dea terdiam melihat bagaimana Aeden memeluk Thea dengan penuh kasih sayang. Sesaat Dea merasa sakit pada ulu hatinya, ia merasa tidak rela saat Aeden memeluk Thea. Ada apa dengan dirinya? Dea merutuki dirinya sendiri atas pemikiran aneh yang terlintas dalam benaknya.

“Dasar cowok sialan kemana aja kagak ada kabar gue kira lo mati” sungut Thea melepas pelukan mereka.

“Lo kan tau gimana sibuknya anak kelas 3 SMA. Kayak lo masih kelas 1 SMA aja” cibir Aeden mengacak rambut Thea.

“Halah alasan banget lo” Thea melirik tajam pada pria berdarah Indonesia Belanda itu.

“Enggak alasan kog Thea” kilah Aeden.

Thea melirik raut wajah bingung Dea, lalu ia menatap wajah Aeden penuh tanya.

“Kalian kenal?” tanya Thea pada Dea dan Aeden.

“Tadi Aeden yang nolongin aku ambil buku” jelas Dea apa adanya.

Thea memicing mata mendengar ucapan Dea, sejauh ini Aeden termasuk pria dingin dan cuek pada sekitarnya. Lalu apa ini? Seorang Aeden nolong Dea, sahabatnya?

Aeden menjitak kepala Thea saat menyadari apa yang dipikirkan saudaranya itu.

“Enggak usah mikir yang aneh-aneh deh” ucap Aeden.

“Kog Thea di jitak sih kan kasian” sahut Dea dengan wajah polosnya.

Aeden tersenyum menatap wajah polos Dea. Baru kali ini ia merasakan hal lain setiap menatap mata indah itu. Apa mungkin ia tertarik pada Dea? Benarkah hanya sebatas tertarik? Atau mungkin...

“Thea kita pulang yuk” ajak Dea membuyarkan lamunan Aeden.

“Yaudah yuk, Aeden kita duluan ya” pamit Thea menarik tangan Dea.

“Duluan ya Aeden” sambing Dea tersenyum manis.

“Okay manis” jawab Aeden membuat pipi Dea merona.

“Jangan gombalin sahabat gue” ketus Thea.

Aeden pun tertawa kecil menatap kepergian dua gadis itu. Hanya pada Dea sikap dinginnya hilang begitu saja. Sejujurnya sejak Dea masuk ke perpustakaan kota Aeden sudah menatapnya dari jauh. Sampai akhirnya Aeden melihat Dea yang akan jatuh saat memgambil buku tadi. Aeden pun memilih untuk mencari satu buku lagi yang ia butuhkan sebelum pulang.

.

.

.

“Makasih Thea, gak mampir dulu?” ucap Dea sambil membuka pintu mobil.

“Besok aja ya De, soalnya aku mau anter oma juga nih. Tau sendiri kan kalo enggak tepat waktu bisa rewel” keluh Thea dibalas tawa oleh Dea.

“Iya udah kalo gitu hati-hati bawa mobilnya tkut beset kan kasian” canda Dea membuat Thea mendengus kesal.

Emang pentingan mobil apa dari pada gue, pikir Thea.

“Okay bye bye Dea jelek” teriak Thea langsung menancap gas.

Dea menggeleng kepala melihatnya, untung sahabat. Dea berbalik membuka pintu pagar lalu berjalan memasuki rumah yang sudah sejak kecil ia tinggali bersama sang nenek.

“Assalammualaikum nenek, Dea cantik dan manis pulang” pekik Dea sambil terkikik.

“Waalaikumsalam cucu oma yang manja” jawab nenek Salma dari arah dapur.

“Nenek ngapain di dapur kan ada mbak Inah nek, nenek tuh istirahat aja jangan sampek kecapekan” ucap Dea meraih tangan yang kini mulai keriput.

“Nenek tuh cuma ngeteh kog sambil liatin si Inah masak. Oh iya ini udah siang kamu sudah sholat dhuhur?” tanya nenek Salma.

Dea menyengir lalu berlari menaiki anak tangga menuju kamar sambil berteriak.

“Belum nek, ini mau mandi terus sholat dhuhur”

“Dasar anak itu mau sampai kapan kayak gitu, manjanya minta ampun” gumam nenek Salma lalu kembali ke meja makan melanjutkan minum tehnya.

Di dalam kamar Dea bergegas mandi selesai itu langsung ambil air wudhu’ dan sholat dhuhur dengan kusyu’. Sholat kali ini Dea meminta pada Allah untuk membukakan hati orang tuanya agar segera pulang. Sungguh Dea juga merasa rindu yang mendalam.

Selesai berdoa Dea membereskan perlengkapan sholatnya lalu duduk di meja belajar. Tangan Dea meraih ponsel melihat pesan masuk dari siapa saja, ternyata dari teman sekelas dan grup OSIS saja. Dea menghela nafas saat tak melihat satu pesan pun dari kedua orang tua nya.

Bola mata Dea menelisik barang-barang di atas meja belajarnya, sampai pandangannya tertuju pada buku yang hampir membuatnya jatuh. Seketika wajah Dea tersenyum merona saat mengingat kejadian singkat di perpustakaan kota tadi.

Entah mengapa tapi senyum Dea semakin mengembang saat Thea menjelaskan bahwa Aeden masih saudaranya. Kebetulan memang sudah lama tidak bertemu, biasanya saat ke gereja Thea akan bertemu tapi beberapa bulan terakhir ini ia tidak bertemu.

“Ih aku kog jadi mikirin dia sih, ih malu-maluin deh” gumam Dea mengusap cover buku itu.

“Ah udah ah ngapain juga aku mikiran dia” sambung Dea bangkit menyusul sang nenek.

.

.

.

Di tempat lain seorang pria tersenyum mengingat kejadian tadi di perpustakaan kota, siapa lagi kalo bukan Aeden. Beberapa kali Aeden mengetuk jarinya di atas meja belajar menimbulkan suaran yang berirama. Aeden melirik pada ponsel yang teronggok di tas meja belajar membuat senyumnya sedikit surut.

“Kenapa tadi enggak minta nomor telpon Dea sih? Ya ampun kog bisa sampai lupa sih” gumam Aeden membolak balikkan ponselnya.

Sesaat Aeden terdiam memikirkan bagaimana ia bisa menghubungi Dea, sampai satu nama terlintas dalam otaknya.

Thea...

“Bener banget kenapa enggak kepikiran buat minta nomor telponnya Dea ke Thea aja sih” pekik Aeden lalu menghubungi Thea.

Hallo semua...

Gimana nih lmudah pada penasaran belum sih sama kelanjutannya. Tunggu aja terus ya...

Setiap hari author bakal up satu part untuk kalian....😁

Jangan lupa like, komen dan vote ya🔥🔥🔥🔥

Makasih❣️

My December 3

...“Bahagia ku sederhana, yaitu melihatmu tersipu malu”...

.......

.......

.......

...-Macarius Aeden Robertson-...

...****...

Malam harinya Dea menerima pesan dari nomor baru yang tidak di kenal. Tadi nya Dea ingin mengacuhkan pesan itu. Tapi saat si pengirim mengirimkan pesan terakhirnya seketika membuat bola mata Dea melebar.

^^^Nomor tidak dikenal^^^

^^^Malem, save my number^^^

^^^18.42^^^

^^^Nomor tidak dikenal^^^

^^^Jangan di read doang De^^^

^^^18.43^^^

^^^Nomor tidak dikenal^^^

^^^Save, Aeden.^^^

^^^18.44^^^

*Me**🌹*

Aeden?

18.45

^^^Nomor tidak dikenal^^^

^^^Yap, aku Aeden yang tadi kenalan di perpustakaan kota. ^^^

^^^Udah lupa ya emang?^^^

^^^18.45^^^

*Me**🌹*

Dapet nomorku dari mana?

18.45

^^^*Aeden**🐱*^^^

^^^Ada deh mau tau aja apa mau tau banget?^^^

^^^Z18.46^^^

*Me**🌹*

Terserah😒

18.46

Dea menaruh ponselnya di atas nakas lalu bangkit menuju meja belajarnya untuk menyelesaikan beberapa PR yang masih menumpuk.

“Hah kenapa jadi kepikiran Aeden sih? Ngapain coba Dea mikirin tuh orang? Udah ah selesaiin ini aja trus tidur. Lagian ini juga napa tugas pada numpuk sih perasaan setiap hari juga dikerjain” gumam Dea.

Setelah hampir dua jam lebih menyelesaikan tugasnya Dea segera membereskan semua buku yang berantakan diatas meja belajarnya. Tidak lupa untuk menyiapkan keperluannya besok pagi.

“Alhamdulillah akhirnya selesai juga” ucap Dea tersenyum bangga.

Dea merenggangkan otot tubuhnya sebelum masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan wajah sebelum tidur.

Selesai dengan rutinitasnya Dea membaringkan tubuh di atas ranjang empuk, tak lupa menarik selimut dan mulai memejamkan mata memasuki ruang mimpi.

.

.

.

Paginya Dea sudah siap dengan seragam sekolah dan tas punggungnya berjalan menuruni anak tangga. Dea tersenyum saat melihat sang nenek sedang menyiapkan sarapan diatas meja dibantu mbak Inah dan beberapa pelayan.

“Selamat pagi nenekku yang cantik” sapa Dea mencium pipi nenek Salma.

“Pagi cucu nenek yang tak kalah cantik” goda nenek Salma.

Dea tersenyum lalu duduk dengan tenang menerima sepiring nasi dan lauk yang baru saja disiapkan nenek Salma.

“Makan yang banyak sayang, ini bekal untuk makan siangnya ya. Jangan lupa dihabiskan” ucap nenek Salma mengusap kepala cucu nya.

“Kog dua nek?” tanya Dea menatap dua kotak bekal makan siang.

“Yang satunya buat Thea sayang, cepetan kalo makan trus berangkat takutnya nanti kena macet” jelas nenek Salma.

“Iya nek, nenek juga makan dong masa Dea makan sendiri”

Nenek Salma tersenyum mengusap kepala cucunya lalu sarapan bersama Dea.

Tidak butuh waktu lama Dea selesai dengan sarapannya. Dea bangkit tak lupa berpamitan pada sang nenek.

“Dea berangkat dulu ya nek. Assalammualaikum” pamit Dea mengecup punggung tangan da pipi nenek Salma bergantian.

“Waalaikumsalam, hati-hati bawa mobilnya” ucap Nenek Salma.

Pagi ini Dea memang berencana untuk membawa mobil sendiri tanpa sopir pribadinya. Dea langsung masuk ke dalam jok pengemudi dan menaruh tas punggung di sampingnya.

“Semoga aja gak macet” gumam Dea menginjak gas mobil meninggalkan halaman rumah.

Dea bersyukur saat jalanan pagi ini tidak terlalu ramai sampai membentuk kemacetan. Dea tersenyum cerah sambil sesekali mengikuti lantunan lagu yang ia dengarkan.

Saat di pertengahan jalan menuju sekolahnya Dea merasa panik saat gas mobil yang tersendat-sendat. Dea pun meminggirkan mobil di sisi jalan, seketika mobil itu pum mati. Dea berusaha berulang kali untuk menyalakan mesin mobil tapi tidak berhasil.

Dea mulai panik jarak sekolahnya masih jauh dan mobilnya mogok di saat ia sendiri yang menyetir. Dea mengambil tas dan keluar dengan wajah kesalnya.

“Kenapa harus mogok di sini sih? Kenapa gak di depan sana deket sekolahan kek, kan gak papa kalo jalan kaki. Tapi ini masih jauh banget mobil ih resek deh mobilnya” sungut Dea menendang ban mobil depan berulang kali.

“Mobilmu tidak akan menyala walau kau tendang seperti itu” ucap seseorang membuat Dea berbalik.

Dea terkejut menantap pria tampan yang berdiri dihadapannya.

“Kok kamu disini?” tanya Dea menunjuk pria tampan itu.

“Hei nona manis ini jalanan umum yang bisa dilewati siapa saja” ucap pria tampan itu membuat Dea terdiam.

Dea memalingkan wajah malunya sambil terus merutuki kebodohannya barusan. Apa lagi tingkah konyolnya yang pasti dilihat Aeden tadi.

‘Aish malu sekali’ batin Dea mengingat tingkahnya menendang ban sambil bergumam tadi.

“Ya lagian siapa juga yang bilang ini jalan pribadi” kilah Dea.

Aeden tersenyum menahan tawa menatap pipi Dea yang memerah. Kebetulan tadi Aeden ingin melewati jalan ini yang lebih jauh ke sekolahnya, ternyata keinginannya membawa dia bertemu gadis manisnya itu. Gadis manisnya? Oh ayolah Dea sungguh terlihat manis dan lucu dimata Aeden. Entah apa yang terjadi padanya, sejak bertemu dengan Dea ia merasa ingin lebih dekat dengan Dea, ingin menjaga Dea, dan ingin slalu ada untuk Dea. Itulah yang ia rasakan dan pikirkan sejak pertemuan pertama mereka.

“Emang mobil kamu kenapa De?” tanya Aeden berjalan membuka kap mobil Dea.

“Entahlah” lirih Dea pasrah.

Dea memperhatikan Aeden yang sedang mengecek mesin mobil atau apalah itu ia tidak paham. Lalu Aeden mengambil ponsel dari saku celananya dan menghubungi seseorang dengan raut wajah serius.

“Mobilmu butuh di service dan sepertinya akan siap besok siang, aku sudah menghubungi orang bengkel untuk menderek mobilmu jadi tenang saja. Lain kali jangan lupa menservicenya” jelas Aeden menutup kap mobil Dea.

“Aku gak tau kalau mobilnya belum di service mungkin sopir ku lupa, lagian aku jarang membawa mobil sendiri. Eh sekalinya bawa sendiri malah mogok” kesal Dea mangerucutkan bibirnya yang tampak menggemaskan bagi Aeden.

“Gemesin banget sih” gumam Aeden membuat Dea tersipu malu melupakan rasa kesalnya.

Aeden tak tahan untuk mengacak surai panjang Dea dengan gemas. Dea mendongak menatap wajah tampan Aeden dengan senyum tipis penuh pesona. Dea terpaku sesaat sebelum akhirnya memalingkan wajah salah tingkah.

“Yuk biar ku antar sampai depan gerbang sekolah, bentar lagi juga orang bengkel dateng” ajak Aeden menarik tangan Dea lembut.

Aeden membuka pintu penumpang bagian depan untuk Dea. Setelah Dea masuk Aeden berlari kecil mengitari mobil dan masuk ke dalam mobil.

“Emang gak ngerepotin? A-aku bisa kog naik a-angkutan u-umum” ucap Dea diakhir kalimat dengan terbata.

“Kamu gak bisa naik angkutan umum De” balas Aeden melajukan mobilnya.

Dea menatap wajah Aeden dengan raut terkejut, bagaimana bisa Aeden tau kalau dirinya tidak bisa naik angkutan umum? Pikirnya. Apa Thea memberitahu Aeden? Tapi seingat Dea belum pernah menceritakan kejadian angkutan umum di masa lalunya pada Thea. Enggak mungkin juga kalau Aeden tau dari nenek Salam, mereka kan belum pernah bertemu.

“Ka-kamu tau dari mana kalau aku gak bi-bisa naik a-angkutan u-umum?” tanya Dea terbata.

Bukannya menjawab Aeden hanya menoleh menampilkan senyum hangat dan kembali fokus menyetir.

...****...

Good Night My December🌝

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!