Sesaaat sunyi menyelimuti aku dan dia.
Hening… dan tak lama Dia berkata membuka pembicaraan antara Aku dan Dia: “Kau sekarang sudah bahagia, memiliki istri yang cantik dan anak yang lucu serta sehat. Kehidupanmu pun mapan, Aku ikut bahagia mendengarnya.” Ungkapnya sambil menatap deburan ombak.
Dia duduk menghadap pantai diatas batu karang dan aku berdiri disampingnya. Sesaat hening.. kemudian dia berkata kembali. “Jauh berbanding terbalik dengan keadaanku saat ini, jangankan diriku orang-orang di sekitarku pun menganggapku manusia tidak berguna.”
Kata-katanya terhenti dan dia menunduk sepertinya sedang menahan suatu perasaan yang entah apa itu. Aku tidak tahu harus berkata apa dan memulai dari mana. Kemudian dia melanjutkan kata-katanya: “Siapa sangka aku akan berakhir seperti ini, di anggap tak ada dan tak berarti.” Sambungnya, Dia menunduk memainkan kuku-kuku jemarinya.
Ingin aku katakan padanya bahwa dia tidak perlu mengatakan itu karena itu membuat hatiku terluka. Intan Permata Namanya, dulu dia adalah wanita cantik yang ceria, humoris juga cerdas, semua kerabat dan teman nyaman kala bersamanya, karena Dia wanita yang hangat. Ya.. Dia adalah kekasihku. Namun setelah kejadian lakalantas tepatnya 10 tahun yang lalu pada saat usianya 17 tahun dan aku berusia 20 tahun. Kejadian nahas itu mengakibatkan Ayah, Ibu dan Adiknya meninggal di tempat dan hanya menyisakan Dia, hidupnya pun menjadi dingin. Akibat kecelakaan itu membuat matanya buta dan keadaan fisiknya tidak sempurna lagi. Separuh wajahnya luka dan meninggalkan bekas sampai sekarang. Itulah yang membuat Dia menjadi tak percaya diri dan setelah kejadian itu, Dia menghilang. Aku mencarinya bertahun-tahun tak pernah menemukannya. Baru kemarin aku mendengar kabar dari teman lama yang mengatakan ia tinggal di daerah pantai ini bersama neneknya. Karenanya aku langsung datang ketempat ini.
Kemudian dia melanjutkan kata-katanya.”Har, kau ingat? dulu Kau selalu bilang, Kau tidak akan pernah meninggalkanku, karena cintamu yang begitu dalam untukku.”
“Ya.” Ku jawab pendek karena dadaku merasa sesak, entah mengapa terlintas bayangan kebersamaan dia dan aku dimasa yang telah lalu, saat aku dan dia menjadi pasangan kekasih.
Angin dari laut menampar muka ku dan dia.
Selanjutnya dia berkata kembali: “Aku percaya kata-katamu Har, aku tidak pernah meragukannya. Sayang, sekarang aku tidak bisa melihat wajahmu, apa kamu masih tampan seperti dulu, atau sekarang kamu sedikit terlihat lebih dewasa?.”
Ungkapnya sambil tersenyum kecil, kemudian dia melanjutkan “Ku harap Kau tidak salah paham Har, Aku hanya sedikit mengingat kebersamaan kita dulu dan itu sudah tidak berarti lagi.”
Hening kembali menyelimuti aku dan dia sesekali angin laut menampar kembali mukaku dan dia. Aku ingin berkata padanya bahwa Aku sangat peduli padanya, dan rasa yang dulu masih sama, hanya aku berat mengatakannya, dan tidak tahu bagaimana reaksinya saat Aku katakan itu. Bagiku dia masih gadis cantik dan periang seperti dulu, dan Aku tak peduli akan keadaannya yang sekarang,
kemudian dia berkata kembali, “Dulu aku bangga dengan diriku karena memilikimu, dan membuat orang-orang iri padaku, kita selalu bersama, di manapun aku berada, pasti kamu selalu ada, aku bahagia Har, sangat bahagia.. terimakasih ya Har, kamu tidak pernah mengecewakanku, apa yang ku inginkan slalu kamu kabulkan, kamu sangat mengerti akan sifat-sifat burukku, dan selalu sabar padaku.. aku bahagia pernah menjadi seseorang yang berarti dihatimu.”
Aku diam membisu dan mataku mulai merasakan pedih mendengar kata-katanya, jantungku seakan tertusuk sembilu yang menyayat sampai ke jaringan terdalam. Oh Intan, seandainya kau tahu isi hatiku saat ini, mungkin kau akan berpikir kembali untuk berkata demikian.
kemudian Dia berkata kembali “Sebenarnya tadi, pada saat tetangga bilang ada yang mencariku, dan ingin bertemu denganku, dan itu kamu, Aku sempat tidak percaya, dan tidak ingin menemuimu, Aku tidak percaya diri untuk bertemu denganmu Har, karena kondisiku, tapi Aku berpikir kembali, mungkin dengan bertemu kamu, Aku sedikit punya semangat kembali, akhirnya Aku memberanikan diri untuk menemuimu.”
Aku memposisikan duduk di sampingnya, setelah lama berdiri, lalu memberanikan diri berkata pada nya, “Seandainya Kamu tadi tidak berubah pikiran, dan tetap tidak ingin menemuiku, Aku akan menunggumu disini, sampai kamu mau menemuiku.”
sebentar Ku tahan ucapanku untuk menghilangkan sesak dihatiku, kemudian Aku melanjutkan bicaraku, “Selama Aku dihatimu msh ada, perasaanku pun akan selalu ada, tak peduli kau mau terima atau tidak, aku akan tetap ada, sekalipun aku sudah tidak ada dihatimu, aku akan memaksa ada, mungkin kau tidak percaya, itu tak masalah bagiku, karena kamu tidak tahu bagaimana hatiku saat ini, dan hatiku pada saat kau menghilang pergi, tak meninggalkan pesan sedikitpun untukku.. itu sangat menyakitkan bagiku.”
Aku tak tahan ucapankan semua itu, dan menahan sesak di dadaku mengatakannya. Dia membisu, mematuk diri mendengarkan kata-kataku, dan aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya.
Kemudian dia berkata, “Har, kamu tidak berubah, masih sama keras kepalamu seperti dulu.. ternyata waktu sepuluh tahun tak merubahmu.” Katanya dengan suara kecilnya, sambil tangannya mengayun-ngayunkan tongkat lipatnya.
Ingin Aku peluk Dia, dan membelai rambutnya seperti dulu, tapi aku tak kuasa, mungkin akan ada penolakan darinya.
Lalu dia berkata kembali, “Jika kamu seperti itu, akan sulit rasanya Har… masa lalu biarkan ada dibelakang kita, sekarang sudah lain, kita ada dimasa, dimana kita harus melupakan segalanya. Coba kau lihat ombak di depan sana.”Ungkapnya mengalihkan pembicaraan, sambil menunjuk kelaut dengan tongkatnya, seolah dia dapat melihat deburan ombak pantainya. Kemudian melanjutkan kata-katanya, “Jauh di belakang ombak itu, samudra tak berbatas, entah apa yg ada di balik sana. Ingin rasa nya aku melihat apa yg berada di balik sana Har.”
“Kamu betul-betul ingin melihatnya?.” Tanyaku
“Ya.. tapi seandainya aku kesana pun sepertinya tak bisa lihat apa-apa kan?.” Sejenak dia terdiam.
“Mungkin kamu memang tidak dapat melihat apa-apa, tapi bisa merasakan hembusan angin samuderanya tanpa batas. Aku bisa mengantar mu kesana, kau mau?” Tanyaku.
Hening sejenak kemudian
“Ah tidak Har, terima kasih.” Sahutnya
“Katanya kamu tadi ingin melihat kesana?.” Tanyaku kembali.
“Tidak Har, aku hanya berangan-angan saja he..” Jawabnya.
Kita berdua terdiam, dan merasakan semilir angin samudera, yang sesekali menghempaskan tubuh aku dan dia. Angin itu mengibas-ngibaskan rambut hitam nan panjang miliknya. Kutatap dia, dan kuberanikan diri menggapai jemari-jemarinya.
“Intan.. ikut ya ke Ibu kota bersamaku?.” Ajakku, dan dia langsung dengan sigap menarik tangan nya.
“Bu-buat apa aku ikut bersamamu?.” Sahut nya.
“Maaf, jangan salah faham dulu Intan, kemarin setelah aku mendapat kabar kamu berada di sini, aku langsung cerita sama ibu dan bapak, mereka sama hal nya denganku, rindu padamu dan mereka ingin bertemu denganmu. Apa kau tak merindukan mereka?.” Jelasku.
“Ta-tapi kau tahu sendiri kondisiku seperti ini, bukannya aku tak mau menemui mereka, akupun sangan rindu pada bapak dan ibumu, tapi aku merasa diriku yang sekarang buruk Har, aku tak bisa bertemu dengan mereka, aku belum siap menerima reaksi mereka dengan keadaanku yang sekarang ini, dan semua ini begitu mendadak membuatku bingung.” Tolaknya.
“Intan.. ibu sama bapakku sudah tahu keadaanmu, makanya meraka menyuruhku untuk membawamu kesana”. Desakku
“Bagaimana dengan Istri dan Anakmu?.”
JLEB
B E R S A M B U N G
💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝
Othornya masih ngumpet ya🤭
Biar mereka anteng dulu😁
“Bagaimana dengan istri dan anakmu?.”
JLEB
Kata-katanya membuatku terhenti sejenak, dan sedikit menyesakku. Ku diam, lalu ku katakan dengan pelan padanya. “Istri dan anakku pergi.”
“Kok bisa?” Tanya dia tersentak.
“Aku akan ceritakan padamu nanti, sekarang belum siap!.” Jawabku.
“Istri dan anakmu pergi, maksudnya bagaimana?.” Desaknya.
“Ayo lah Intan.. ikutlah dulu bersamaku ke Ibukota, nanti aku akan ceritakan disana, atau bisa kau tanya langsung ke ibu dan bapakku.” Paksaku.
“Tidak bisa seperti itu Har.. semuanya harus jelas dulu, karena aku tidak mau jadi duri dalam daging di keluargamu, meskipun sekarang kita sudah tidak ada apa-apa lagi.” Jawabnya.
“Siapa bilang kita sudah tidak ada apa-apa lagi? Aku tidak pernah memutuskanmu, kamu yang menghilang dariku, bertahun-tahun aku mencarimu dan kau tetap bersembunyi dariku, kamu membuatku tersiksa, sampai-sampai aku putus asa mencarimu.” Sentakku.
“Lalu akhirnya kau menikah begitu? dan langsung melupakanku. Cepat sekali dirimu berubah Har!.” Sahutnya dengan lantang.
“Kau marah ya? Atau kau cemburu?.”! Selidikku.
“Apa? Marah?cemburu? Gak lah.” Jawabnya kikuk.
“Dari nada bicaramu kamu seperti sedang cemburu.” Goda ku, untuk mencairkan suasana.
“Siapa aku, sehingga berani cemburu padamu!.” Ungkapnya pelan.
“Kekasihku! Ya… kau kekasihku, masih tetap kekasihku dan…” Ku sela ucapanku. Ku hela nafas dan diam sejenak.. lalu perlahan ku pegang pundaknya, agar posisinya menghadap kearahku. Kemudian kukatakan padanya. “Dan aku akan meminangmu.. jadilah istriku.. kau mau kan Intan?.”
Kulihat dia sedikit terperanjat, namun sepertinya dia masih bisa menguasai dirinya dan berkata :
“Omong kosong apa yang kamu ucapkan?.” Katanya, Seolah tak percaya apa yang aku katakan.
“Aku serius! dari dulu aku tak pernah main-main denganmu, aku akan paksa kamu ikut ke Ibukota, dan aku akan menikahimu, mencari donor mata untukmu dan merubah dirimu, membawamu untuk operasi wajahmu, dan kamu bisa melihat wajahmu kembali!.”
Hening.. hanya deburan ombak yang terdengar, kutunggu reaksinya, tapi dia masih diam.. ku pandang wajahnya, dan perlahan dia berdiri dari duduknya, melangkah sedikit menjauh dariku. Kemudian ;
“Kamu terlalu berlebihan Har.” Ucapnya tertunduk.
“Kamu lupa? 10 tahun yang lalu, aku pernah berjanji padamu, kalau aku akan selalu bersamamu, dan sekarang akan kubuktikan padamu!” tegasku.
“Tapi Har, tolonglah mengerti aku..” kata-katanya terhenti karena langsung ku sela:
“Kenapa? Kau sudah tak mencintaiku? atau kau tidak percaya lagi padaku?!.” Tanyaku.
“Bukan begitu Har, ta-tapi..” kata-katanya terhenti karna ku tarik tangannya, membawa dia pergi dari tepi pantai itu. Berjalan sedikit cepat, entah kenapa aku terbawa emosi.
“Kau jangan tarik aku seperti ini har.. kita bisa bicara baik-baik.” Seolah dia memohon padaku, tapi aku tak menggubris ucapannya, lalu:
“Aku sudah bicara baik-baik padamu sejak awal, dan aku tidak ingin ada penolakan darimu.. sekarang mari kita ke rumah nenek, aku akan meminta ijinnya untuk membawamu pergi dari sini.” Paksaku.
“Har tolong lepaskan tanganku.. jangan seperti ini.. kau menyakitiku.” Rintihnya.
Ku hentikan langkahku, dan pelan-pelan ku lepaskan genggamanku. Dia diam menghadapku tepat dibelakangku, perlahan kubalikan badanku dan:
“Jangan menolaku Intan.. aku sudah lelah mencarimu dan menunggumu, meski berjuta alasan yang kau katakan, tak akan mengubah niatku untuk membawamu. Jika kau bertanya kenapa? Tak ada alasan bagiku, jangan pernah lagi katakan apapun!.”
Ku tarik kembali tangannya dan berjalan membawanya pergi dari tempat itu, menuju rumah neneknya yang tidak jauh dari pantai itu.
*
*
Dirumah nenek
“Sebelumnya saya minta maaf nek, maksud kedatangan saya kemari adalah untuk membawa Intan ke Jakarta. Saya ijin nek, untuk membawanya berobat dan menikahinya.”
“Kamu serius nak Harvan?” Tanya Nenek.
“Saya serius Nek.. ibu dan bapak saya juga sudah menunggu disana, mungkin hari ini juga saya akan langsung baw Intan!.” Jawabku.
“Tidak kah ini terlalu cepat nak Harvan? Hari sudah senja menginap lah dulu disini, dan besok pagi kalian berangkat.. masalah Intan nenek serahkan kepadamu ya, nenek percaya padamu, asal bisa membuat Intan bahagia, Nenek tidak akan menghalangi kalian.” Ucapan Nenek membuatku tenang.
“Besok saya harus bekerja, berangkat pagi Nek, jadi tidak ada waktu lagi, tapi Nenek jangan khawatir saya akan menjaga Intan dengan baik, membuatnya bahagia dan menghabiskan hidup bersama sampai akhir kelak, dan saya bersama Intan akan sering mengunjungi Nenek nantinya, saya mohon doa Nenek agar semuanya berjalan lancar.”
Intan yang duduk di sebelah Nenek masih diam tak bergeming, semenjak aku membawanya kembali ke rumah Nenek dari tepi pantai itu. Kupandangi dia, dan terbersit rasa yg membuatku merasa miris padanya. Bagaimana tidak, wajah cantik yang dulu, kini berbalut luka. Wajah yang selalu ceria menampilkan senyum manis padaku, kini tak terlihat. Wajah manis yg selalu membayangi di setiap hariku, kini tak ada. Namun perasaanku masih tetap sama dan tidak akan berubah. Ku harap kau tahu itu Intan. Aku berjanji padamu akan merubah dirimu menjadi manusia baru, mengembalikan cantikmu yang dulu, dan menumbuhkan percaya dirimu kembali.
*
Setelah aku dan Intan berpamitan pada Nenek, kami beranjak pergi untuk ke Jakarta bersama.
Di dalam mobil menuju Jakarta,
“Kalau kau lelah tidurlah, buat dirimu nyaman.” Kataku pada Intan memulai pembicaraan di dalam mobil.
“Ah iya terima kasih.” Jawabnya singkat.
“Oya, apa kamu ingat? dulu kita punya panggilan sayang, kamu Memanggilku ayang alias aa sayang hehe.” Kataku untuk menghiburnya.
“Ah iya, aku agak lupa-lupa ingat.” Sahutnya tersipu.
“Dan aku memanggilmu beybih hehe, boleh ya? sekarang kita pake panggilan sayang lagi.” Tanyaku.
“Ga ah lebay, kaya abege saja.” Ucapnya dengan memalingkan wajahnya kesamping melihat jalanan.
“Jangan gitu dong beybih hehe..masa kamu panggil aku nama kaya ke teman saja, mau ya! Kita mulai dari awal lagi” Godaku padanya.
“Mh gimana ya.. ah terserah kamu saja.” Jawabnya malu-malu.
Aku bahagia, sedikit demi sedikit, sepertinya dia sudah tidak canggung lagi padaku.
Semoga kedepannya dia akan kembali seperti dulu lagi.
*
*
Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 4 jam dari Palabuhanratu menuju Jakarta, tepat jam 10 malam, aku dan dia sudah sampai di Jakarta, dan saat ini mobilku sudah terparkir di garasi rumah. Aku bangunkan dia karena di sepanjang perjalanan rupanya dia tertidur, mungkin dia lelah.
“Intan… ayo bangun, kita sudah sampai dirumah.” Kataku.
“Oh sudah sampai ya? Maaf aku ketiduran.” Jawabnya.
“Ayo.” Ku buka pintu mobil, dan kubawa dia memapahnya. Setelah melewati ruang tamu menuju ruang tengah, ku lihat sudah ada Ibu dan Bapak menunggu duduk diruang tengah. Ibu dan Bapak terpaku sejak melihat kedatangan kami. Intan tak menyadari ada bapak dan Ibuku, karena dia tak bisa melihatnya. Ibu memberi isyarat padaku dengan mengedipkan mata dan mengerakan tangannya, seolah menyuruhku supaya mendudukkan Intan dikursi yang tepat berhadapan dengan Ibu. Kulihat rasa haru dimata Ibu dan Bapak.
“Duduklah disini, di depan sudah ada Ibu dan Bapak.” Bisikku ketelinganya, dia sedikit terperanjat, dan:
“Oh maaf ada Ibu dan Bapak ya? Maaf saya tidak melihat, apa kabar Bapak dan Ibu, sehat?.” Katanya gugup, tak sangka kulihat Ibu bergegas menghampiri kami, dan langsung memeluk Intan dengan tangisan pelannya. Ibu belai rambutnya dan berkata:
“Ya Allah Intan.. kamu sehat-sehat nak? Ibu dan Bapak baik-baik saja. Kemana saja kamu selama ini?, Harvan tak henti-hentinya mencari keberadaanmu nak.” Kata Ibu lirih sambil kembali memeluknya dengan tangisan yang lebih bersuara.
“Alhamdulillah aku sehat Bu.. hanya saja keadaanku sekarang seperti ini, aku tidak percaya diri lagi Bu, aku merasa tidak berguna.” Ungkapnya lirih.
Agar Intan dan ibu bebas bicara, aku dan bapak pergi kehalaman belakang, tentunya setelah Intan menyalami Bapak.
“Har, kamu serius dengan apa yang akan kamu lakukan pada Intan?” Tanya bapak padaku.
“Kenapa? Bapak ragu padaku?.” Jawabku.
“Bukan begitu Har, tapi apakah kamu yakin operasinya akan berhasil, mengingat luka di wajahnya terlihat begitu parah, dan sepertinya bapak tidak yakin wajah Intan akan kembali seperti semula.” Kata Bapak.
“Sekarang teknologi dibidang ilmu kedokteran sudah semakin modern Pak, saya yakin Intan akan kembali menemukan wajahnya, berapapun uang yang harus aku keluarkan untuk biaya operasinya, aku tidak peduli, bila perlu, aku akan bawa dia ke ahli bedah terbaik di dunia, yang mampu mengembalikan wajahnya.”
Bapak diam dan kemudian berkata : “Apapun yang kamu lakukan Bapak dukung Har, asal itu demi kebaikan dan bisa membuat kamu bahagia, lalu kapan kamu akan menikahinya?” Tanya Bapak.
“Aku akan membicarakannya nanti dengan Ibu dan Intan.” Jawabku. Lalu aku mengajak bapak kedalam menghampiri Ibu dan Intan diruang tengah.
“Bu besok lagi dilanjut ngobrolnya, kasihan Intan harus istirahat.” Kataku pada Ibu.
“Oh iya, mari Intan Ibu antar ke kamar kamu. Kita lanjut lagi ngobrolnya besok, kasihan kamu pasti lelah setelah perjalanan jauh.” Ujar Ibu.
“Biar aku yang antar Bu.” Kubawa Intan ke kamar yang telah kami siapkan.
“Nah ini kamarmu, nanti aku siapkan orang yang akan melayanimu ya?” Kataku pada Intan setelah sampai dikamar yang telah kami siapkan.
“Ah, gak usah kamu repot-repot menyediakan pelayan untukku Har.” Ucap Intan.
“Lah kenapa?, terus bagaimana kamu bisa beraktivitas? kamu kan belum hafal letak barang-barang dirumah ini, dan maaf, kamu kan tidak bisa melihat.” Jelasku.
“Har aku bisa sendiri, asal kau ajarkan aku terlebih dahulu.” Kata Intan yang membuat aku sedikit tidak mengerti, apa yang harus aku ajarkan padanya.
“Har katakan padaku, dari pintu kamar berapa langkah untuk mencapai tempat tidur? terus, berapa langkah dari tempat tidur untuk ke kamar mandi!, Dari pintu kamar mandi ke lemari berapa langkah? Kemudian berapa luas kamar yang akan aku tempati ini?, kamu katakan padaku detail per-detailnya, aku akan mempelajarinya.” Kata Intan dengan lugas.
“Baik, aku mengerti sekarang, akan aku beri tahu keadaan dikamar ini dahulu saja ya, besok-besok keruangan lain.” Semangatku padanya, dan aku langsung jelaskan pada Intan detail per-detail kondisi kamarnya, tak butuh waktu lama, dia langsung hafal, seolah dia bisa melihat dimana letak-letak furniture yang berada disekitar ruang kamar, dari yang terbesar sampai yang terkecil, dengan menggunakan insting, hitungan dan intuisi bathin, Intan mampu menguasai kamar yang akan dia tempati.
Sungguh Tuhan maha segalanya, mata kita mungkin buta, tapi hati bisa melihat, mungkin kebutaan adalah suatu kekurangan, tetapi sekaligus Tuhan menjadikannya suatu kelebihan.
Ku tatap dia yang sedang duduk di bibir tempat tidur, ku dekati dia, dan ku duduk di sampingnya. Dengan hati-hati ku sentuh wajah nya dan kukatakan padanya “Aku akan selalu mencintaimu. Percayalah padaku, bagaimanapun keadaanmu, itu tak akan merubah perasaanku padamu. Istirahatlah, sampai ketemu besok, kamarku dilantai atas.” Sebelum ku tinggalkan dia ku kecup pipinya. Dia diam terpaku membisu.
Kuharap perasaannya sama dengan perasaanku.. seperti dulu, saat kita bersama menjadi sepasang kekasih, sebelum ruang dan waktu memisahkan kita.
B E R S A M B U N G🥰
💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝
Othor msh ngintip-ngintip aja🤪
Biar aa Harvan yang ganteng bisa leluasa bernostalgia bersama cinta pertamanya Neng Intan.
Sang malam bergulir dihiasi bintang gemintang dan cahaya Purnama yang terpancar indah.
Disaat separuh penghuni bumi tengah terlelap dalam mimpinya. Disudut Ibu kota tepatnya di sebuah rumah mewah nan megah, masih terjaga sesosok manusia tampan yang gagah perkasa.
Ya, Lelaki itu bernama Harvan Hartawan, usia 30 tahun. Seorang pengusaha muda, sukses dibidang teknologi informasi, industri dan perdagangan migas, yang memiliki anak cabang dimana-mana. Ayahnya seorang pejabat tinggi pemerintah pusat dan ibunya seorang penggiat sosial. Harvan anak semata wayang. Selain cerdas, dia adalah sosok lelaki idaman para wanita, karena memiliki wajah yang tampan, kulit putih bersih, badan tinggi atletis, pola pikir brilian, pola sikap ramah tamah dan menghangatkan, serta Memiliki pola tindak yang baik dan berwibawa dan juga berkarisma.
Harvan tengah berdiri, mematung dibalkon kamarnya yang terletak di lantai 2. Dengan kepala menengadah menerawang keatas langit dan tangan kokoh berkacak pinggang. Seolah lelaki itu tengah memikirkan sesuatu. Kemudian dia merogoh ke saku celananya, mengambil alat komunikasi yang sepertinya mendapatkan panggilan masuk.
“Hallo Jod, ada apa malam-malam telepon?.” Tanya Harvan.
“ Dimana luh? dah balik jemput wanita elo?.” Seru seseorang dari balik telepon.
“Udah, ini udah di rumah, tadi nyampe jam 10, elo lagi dimana? Berisik banget.” Tanya Harvan.
“Ah elo kaya gak tau aja, biasa di club dong..hehe.” Jawab seseorang itu.
“Ga ada bosen nya lo clubing mulu.” Kata Harvan.
“Gue lagi suntuk Har, sebenernya ada yang mau gue omongin, tapi nantilah, besok gue ke kantor elo ya?.” Kata seseorang itu.
“Oke.” Harvan menutup pembicaraan dengan temannya itu.
Sesaat kemudian dia masuk ke kamarnya, dan duduk di sofa. Pandangannya menerawang jauh ke depan dan tersirat senyum manis disisi bibirnya yang tipis.
“Akhirnya aku menemukanmu Intan, berakhir sudah pencarianku selama bertahun-tahun yang cukup melelahkan, dan membuat aku setengah gila. Jangan pernah lari lagi dariku. Aku akan mengusahakan agar kau dapat melihat mentari kembali, dan membuat kau indah kembali.” Gumamnya membathin, kemudian dia beranjak ke kamar mandi membersihkan tubuhnya dan melangkah naik ketempat peraduannya.
*
*
Jelang pagi.
Harvan terjaga dari peraduannya, melangkah ke kamar mandi dan membersihkan diri, 15 menit kemudian dia keluar menghampiri lemari besarnya, mengambil setelan jas nya lalu memakainya. setelah rapih dia bersiap turun kelantai bawah.
Sesampainya dilantai bawah, dia mengetuk satu pintu kamar, yang di dalamnya adalah perempuan cinta pertamanya yang telah dia temukan kembali dari persembunyiannya.
Tok tok tok
Pintu diketuk.
“Intan sudah bangun.” Panggil Harvan.
Dari dalam kamar menjawab “ ya Har, sudah,”
“Boleh aku masuk?.” Kata Harvan.
“Ya masuklah.” Jawab Intan.
Pelan-pelan pintu dibuka, terlihat jelas seorang wanita yang ia cinta, tengah duduk di sofa. Harvan mendekat dan duduk didepannya.
“Kau sudah rapi rupanya.” Ujar Harvan, dengan tersenyum lekat menatap wanitanya.
“Ya.” jawab lembut Intan.
“Hari ini aku akan pergi ke kantor karena ada meeting, nanti siang aku pulang dulu, makan siang dirumah, kamu tunggu aku ya?. Sekarang ayo kita keruang makan kita sarapan, nanti aku akan perkenalkan orang-orang yang bekerja dirumah ini.” Kata Harvan, kemudian berdiri dan meraih Intan untung menggandengnya keluar kamar menuju ruang makan. Di pintu kamar Intan menghentikan langkahnya.
“Ada apa?” Tanya Harvan.
“Gak ada apa-apa Har, aku hanya bersiap menghitung, berapa langkan jarak dari kamar ke ruang makan.” Jawab Intan dengan senyumnya yang manis.
“Oh ya.. nanti ada asisten yang akan membantumu, mempelajari detail setiap ruangan di rumah ini.” Kata Harvan sambil berjalan menggandeng tangan Intan menuju ruang makan.
Harvan mengarahkan Intan untuk duduk dikursi makan, dan ia duduk di sebelahnya. Tak jauh dari meja makan, sudah berjejer para pelayan yang semuanya wanita. Harvan menoleh pada satu pelayan yang paling senior. Seolah itu adalah kode, pelayan senior pun berjalan kearah Harvan memberi hormat dengan membungkuk.
“Selamat pagi Den.” Kata pelayan senior itu.
“Ya.. selamat pagi juga bu Nanah.” Jawab Harvan.
“Oya bu Nanah, nanti tolong temani Intan untuk melihat-lihat semua ruangan dirumah ini. Biarkan Intan mempelajari setiap detail rumah ini dan jangan ada yang terlewat sedikitpun.” Ujar Harvan.
“Sayang, nanti bu Nanah yang akan menemanimu ya? Sekaligus memperkenalkan semua pelayan, supir dan orang-orang yang mengurus rumah ini. Kau tentu sudah mengenal bu Nanah bukan? karena dulu, saat kamu sering aku bawa main ke rumah lama, dia sudah bekerja pada ibu dan bapak.” Jelas Harvan.
Bu Nanah pelayan senior, usianya 55 tahun, dia sudah bekerja pada keluarga pejabat itu sejak Harvan masih kecil, bahkan bu Nanah lah yang mengurus dan menjaga serta menemani Harvan, karena Bapak dan ibu Harvan, sibuk dengan giat nya sebagai Pejabat pemerintahan pusat.
“Oh iya, aku tahu betul.. selamat pagi bu Nanah, bu Nanah apa kabar? Lama tidak berjumpa, terimakasih sudah mau membantu saya.” Kata Intan.
“Selamat pagi juga neng Intan, alhamdulilah saya baik dan sehat. Iya lama sekali saya tidak melihat neng Intan, kalau tidak salah terakhir saya bertemu Eneng, saat Aden pulang sekolah membawa Eneng ke rumah lama, masih memakai baju sekolah ya. neng tak perlu sungkan sama saya ya? karena semua sudah menjadi tugas saya dirumah ini” Ujar pelayan senior itu.
“Oh ternyata bu Nanah masih ingat ya, padahal itu sudah lama sekali, baiklah bu nanah, nanti kita ngobrol-ngobrol ya?, sekarang saya mau sarapan dulu.” Timpal Intan.
Kemudian Harvan menyantap sarapan paginya dengan Intan, yang dilayani oleh beberapa pelayan lain yang khusus memegang tugas sebagai pelayan dapur. Setelah mereka selesai sarapan Harvan pun berpamitan pada Intan untuk berangkat ke kantornya.
“Sayang aku berangkat dulu ya?.” Kata Harvan pada Intan.
“Ih kamu jangan panggil aku sayang dong, aku kan malu sama orang-orang dirumah ini.” Kata Intan pada Harvan.
“Kenapa mesti malu, kamu kan calon istriku yang akan menjadi nyonya dirumah ini, dulu juga kan kita selalu menggunakan panggilan sayang.” Jelas Harvan.
“Iya tapi itu kan dulu, sekarang beda lagi.” Kekeh Intan.
“Tak ada bedanya dulu dan sekarang, kamu adalah kesayanganku.” Timpal Harvan dengan manisnya sambil mendekatkan wajahnya pada Intan.
“Oya setelah aku makan siang nanti, aku akan menemui orang yang akan memberikan rekomendasi mengenai operasi lukamu diluar negeri, semoga semuanya berjalan lancar dan kamu jangan menolak.” Sambung Harvan.
“Iya, tapi bukan kah biaya operasi wajah itu mahal? Aku tidak enak padamu dan keluargamu Har.” Ucap Intan.
“Apapun, akan aku lakukan untukmu, Ibu dan Bapak juga mendukungku, jadi kamu tidak perlu merasa tidak enak. Baiklah, aku akan berangkat sekarang, takut nanti telat.” Harvan berdiri bergegas pergi, sebelum pergi dia mendekatkan wajahnya pada wajah Intan dan dengan lembut mencium atas kepala Intan dan berlalu menuju mobilnya, supir sudah menantinya di depan rumah dengan mobil mewahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!