NovelToon NovelToon

Affair (Faira)

Hanya Kulitnya Saja

Hari sudah hampir tengah malam namun terdengar keributan dari sebuah rumah mewah. Ditya berjalan menuruni anak tangga tanpa mengindahkan pertanyaan istrinya.

"Mas, kau mau pergi kemana lagi? Ini sudah malam," tanya Faira dengan muka memelas. Dia membujuk suaminya agar tidak keluar malam ini.

Faira mengikuti langkah Ditya yang berusaha menghindarinya. Tangannya berusaha menggapai Ditya namun pria itu selalu mengelak sentuhannya.

"Sampai kapan engkau akan selalu seperti ini?" tanya Faira dengan suara serak. Dadanya sudah terasa sesak, kemarahan itu terasa naik ke atas kerongkongannya hingga mencekat saluran pernafasan membuatnya sulit untuk bernafas.

"Sampai kau pergi dari kehidupanku. Aku jijik bila menatap wajahmu!" jawab Ditya. Dia enggan untuk melihat Faira walau hanya sekilas.

"Ini juga bukan sepenuhnya salahku!" teriak Faira keras. Ditya mendekati Faira dan menunjuk ke arah dada Faira tanpa menyentuhnya.

"Sudah berapa kali kita membahas ini, apa kau tak pernah lelah?" Ditya menampilkan seringai sinisnya. Wajah tampannya berubah menjadi seperti iblis.

"Mas Ditya kumohon, kita mulailah dari awal lagi...?" pinta Faira sambil memegang lengan Ditya, ditepisnya tangan Faira oleh Ditya lalu di dia mengambil tissu di meja dan mengelapnya. Seolah sentuhan Faira adalah kotoran yang harus segera di bersihkan.

"Mas ... ," panggil Faira.

"Jangan dekati aku," tunjuk Ditya dengan tatapan yang menusuk membuat Faira mengurungkan niatnya untuk maju ke depan.

Ditya langsung berjalan keluar rumah menuju arah mobilnya. Faira mengikutinya dan berhenti di depan teras rumahnya. Pria itu masuk ke dalam mobilnya tanpa mengindahkan perasaan Faira sedikitpun. Dengan hati yang dongkol dia menancapkan gas dengan kasar.

Tangis Faira akhirnya keluar seiring kepergian Ditya. Kakinya lemas, seperti tak bisa lagi menopang berat tubuhnya. Untuk kesekian kalinya, Faira menangis meratapi nasibnya sendiri. Kali ini kesabarannya telah habis sudah. Dirinya merasa hancur dan seperti tidak mempunyai harga diri di depan suaminya.

Mbok Nah, pelayan setia rumah ini mendekati Faira. Dia ikut nelangsa melihat kesedihan Nyonya mudanya.

"Nyonya masuklah ini sudah malam," ajak Mbok Nah.

Faira mengusap air matanya lalu menatap Mbok Nah. Dia menghembuskan nafas keras lalu, mengatupkan bibirnya rapat. Dia bangkit dan mulai berjalan masuk ke dalam rumah.

Perempuan tua ini ikut merasakan kesedihan nyonya mudanya. Tuannya tidak pernah berbuat kasar tetapi dia tidak pernah memberi perhatian pada nyonyanya. Bahkan ketika nyonyanya harus dirawat di rumah sakit, tidak sekalipun tuannya menengok atau pun sekedar menanyakan keadaannya.

Faira berjalan dengan langkah gontai menuju kamarnya. Bibirnya bergetar karena menahan tangis. Rumah ini adalah rumah yang besar dan indah tapi sayang tidak ada kebahagiaan di dalamnya, yang ada hanya rasa sepi dan dingin yang dirasakan pemiliknya.

Faira menatap foto pernikahan mereka. Dua insan yang berlakon peran mesra tetapi sayang senyuman di foto itu adalah senyuman yang dipaksakan. Tak nyata hanya kamuflase semata.

''Huh!" desahnya.

Sudah setahun pernikahan mereka tetapi tidak ada perubahan yang signifikan. Hanya ada kebencian dan kesepian yang melanda dua insan. Aninditya selalu sibuk dengan pekerjaannya, pulang bila sudah larut malam seolah dia ingin selalu menghindari Faira.

Tak ada kehangatan dan tawa bahkan tidak pernah sekalipun Ditya menyapa Faira. Hingga saat ini, kamar mereka masih terpisah. Faira tidak diperbolehkan untuk menginjakkan kaki ke kamar Ditya. Tragis, tetapi itulah nasib pernikahannya. 

Tak sekalipun Ditya melihat ke arahnya bahkan untuk menoleh sekalipun. Ingin rasanya Faira berteriak tentang kebenaran yang terjadi, tetapi itu tidak baik, karena akan mengecilkan sosok Ditya sebagai seorang pria dan merusak kepercayaan dirinya. 

Faira sudah lelah untuk bertahan. Dia akan mencoba memperbaiki kesalahan yang dilakukannya. Kini dia telah teguh pada pendiriannya untuk membawa cinta lama suaminya kembali ke pelukan Ditya. 

Ironi memang, tetapi itulah cinta, butuh pengorbanan.

Dia melangkah ke kamarnya. Diambilnya benda pipih tipis di atas nakas tempat tidur. Dia mencari sebuah nama. Hanya Raka, kakaknya yang bisa membantu masalahnya. Dia mulai menekan tombol hijau yang tertera. Nada tersambung mulai terdengar. Panggilan sudah terjawab. 

"Faira! Ada hal penting apa sampai kau menelfon malam-malam begini," tanya suara dari seberang telephon disana.

"Kak... aku sudah tak sanggup lagi," isak Faira. Raka mengepalkan tangannya mendengar adiknya menangis lagi karena Ditya. 

"Sekarang kamu baru sadar! Bukankah sudah kukatakan dari awal, jika dia tidak baik bagimu. Sekarang setelah kau tidak tahan hidup bersamanya, kau akan berbuat apa?" kata Raka dengan nada yang terdengar penuh emosi.

"Aku akan mencari Cintya dan membawanya lagi ke hadapan Mas Ditya," jawab Faira.

Ide gila apa lagi yang akan dilakukan adiknya ini. Raka mengusap kasar wajahnya. Ingin rasanya dia membunuh ipar yang telah melukai hati adik kesayangannya itu.

"Kau yakin...?" tanya Raka sembari memijat keningnya yang mendadak pusing.

" Aku yakin!" jawab Faira dengan tegas.

"Jika kau sudah yakin, maka lakukanlah. Tidak baik jika kau memendam sakit hati yang terlalu lama! Setelah itu bercerailah dengannya! Huft aku bahkan ingin sekali menghabisinya," ujar Raka. Cinta tersenyum mendengar kepedulian Raka padanya.

"Kakak bisakah kau membantuku mencari keberadaan Cintya!" pinta Faira membuat Raka bertambah kesal. Namun dia selalu tidak bisa menolak permintaan adiknya itu.

"Beri aku waktu satu minggu. Aku akan menyuruh orang untuk mencarinya."

"Terima kasih kak. Kau memang yang terbaik,'' ungkap Faira.

"Ra, saran Kakak, pikirkan dulu masak masak. Apa kau sudah mempersiapkan hatimu untuk membawa madu beracun ke rumah?" tanya Raka hati-hati.

"Aku sudah berfikir lama tentang ini, Kak," jawab Faira dengan suara yang bergetar.

"Ya sudah jika itu sudah menjadi keputusanmu, aku bisa apa? Aku akan menemuimu setelah kakak menemukan informasi tentang Cintya."

"Berdoalah agar aku tegar menjalaninya. Aku akan memberikannya istri yang dia inginkan. Setelah itu aku minta berpisah darinya," ucap Faira sembari mengigit bibir menahan tangis.

"Jika yang lain tidak mau dimadu kau malah yang membawa madu beracun ke rumahmu," Raka mengatakannya dengan nada kesal.

"Kak, aku ... ," ucap Faira terpotong.

"Tidak usah kau membelanya di depanku! Aku tahu seperti apa dia," ungkap Raka.

"Aku pun tahu jika kakak membencinya," ledek Faira.

"Bagiku dia seperti parasit yang tidak tahu terima kasih," kata Raka.

"Kak!" seru Faira keberatan dengan perumpamaan itu.

"Jika ayah tahu dengan kelakuannya, Ayah pasti akan meminta kau menceraikannya," ujar Raka.

"Kita sudah pernah membicarakan hal ini sebelumnya," ucap Faira.

"Tapi aku tidak berjanji untuk tetap merahasiakan semua ini dari ayah. Lihat saja ada masa aku akan menghancurkan parasit itu," ancam Raka.

"Jika kau melakukannya aku akan membuat kakak menyesalinya," jawab Faira.

"Kau terlalu buta oleh cinta palsunya. Sudahlah membicarakan pria itu membuat darahku mendidih." Panggilan ditutup seketika.

"Apakah keputusanku ini salah dengan membawa cinta lama Ditya ke tengah kehidupan kami," gumam Faira. Dia lalu mengacak rambutnya sendiri. Bingung dengan keputusannya.

"

Tawaran Madu untuk Suami

Ini hari ketiga setelah pertengkaran terakhir. Semenjak itu Ditya tidak pernah pulang ke rumah. Faira juga sempat berfikir jelek jika Ditya mungkin menginap bersama wanita lain jika dia tidak pulang. Entahlah, dia bahkan tidak punya hak untuk menghubungi Ditya kecuali untuk keperluan sangat mendesak.

Statusnya istri hanya dalam sebuah buku berwarna merah dan hijau. Namun kenyataannya dia hanya sebagai penghias rumah semata tanpa pernah disentuh sama sekali. Faira sudah mencoba berbagai cara untuk meluluhkan hati suaminya namun itu terasa sia-sia belaka.

Faira mencoba menelfon asisten Ditya bertanya apakah suaminya ada di kantor. Dia menjawab jika sampai siang Pak Ditya berada di kantornya. Seulas senyum terbit dari bibir tipis berwarna merah muda.

Faira kemudian ke dapur untuk membuat makan siang untuk Ditya. Makanan kesukaannya menurut ibu mertua. Tetapi Ditya sendiri tidak pernah memuji atau terlihat senang ketika Faira menyajikannya.

Setelah selesai dengan urusan dapur Faira bergegas membersihkan diri dan berdandan sedemikian rupa. Sederhana namun terlihat cantik dan elegan juga modis.

Setelah mematut dirinya di kaca dan merasa jika penampilannya sudah sempurna Faira berjalan turun ke bawah untuk mengambil bekal makanan yang dia siapkan.

Mobil telah membawanya pergi menuju kantor suaminya di kawasan Tebet, Jakarta. Dia mulai memasuki gedung di mana kantor suaminya berada.

Dia mulai berjalan masuk ke dalam gedung. Semua mata menatap ke arahnya. Bukan karena tampilannya yang glamour tetapi karena aura kecantikannya yang terpancar lewat gerak-gerik tubuhnya. Dia berjalan layaknya siang betina di padang gurun pasir. Anggun, elegan, dan terlihat mematikan.

Dia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian jadi dia tidak pernah merasa jumawa dan tinggi hati. Dia akan menyapa siapa saja yang ditemuinya. Seulas senyumnya mampu merontokkan hati siapa pun. Namun tidak hati suaminya. Hidup memang tidak pernah adil. Dia mempunyai segala yang diinginkan wanita namun dia tidak punya pasangan yang mencintainya dengan tulus.

Dia sudah berada di lantai tempat kerja suaminya. Sheren sekretaris Ditya berdiri memberi hormat ketika dia datang.

Wanita itu terlihat seksi dengan blazer yang belahannya turun ke bawah memperlihatkan dadanya yang sedikit menyembul keluar. Rok sangat tinggi jika berjongkok sedikit saja segitiga pengamannya akan kelihatan. Dan warna rambut yang disemir pirang membuat Faira tidak senang melihat keseluruhan penampilan wanita di depannya.

"Dia mau bekerja atau mau menjual diri, uh murahan," batin Faira.

"Siang Bu!" sapa khas Sheren dengan senyum manis yang terkembang di bibirnya.

"Aku diberitahu oleh asisten Aditya jika dia ada di ruangannya," kata Faira.

"Tapi dia tidak memberitahu sa," ucapan Sheren terpotong ketika Faira menggebrak mejanya.

"Katakan siapa aku?" tatap Faira tajam.

"Istri Tuan Aditya,"

"Apa kau lupa jika aku pemilik dari 50 persen saham di perusahaan ini. Punya hak apa kau melarangku menemuinya," ucap Faira lirih namun tajam.

"Bukan maksud saya seperti itu," kata Sheren dengan nada bergetar.

"Sekali lagi kau mau bertindak tidak sopan di depanku maka segera angkat kaki dari tempat ini," ancam Faira.

" Saya akan memberitahu pada tuan perihal kedatangan anda,'' kata Sheren dengan kaki yang berrgetar. Dia mengira jika Faira adalah wanita lemah yang mudah untuk ditekan namun ternyata dia salah. Faira punya kharisma besar yang akan membuat semua orang akan terpesona ketika melihatnya.

"Tidak usah repot repot, biar saya masuk sendiri." Faira langsung berjalan masuk ke dalam ruang kerja Ditya.

"Tapi bu," Seren masih berdiri di depan mejanya melihat Faira masuk ke dalam ruangan Ditya. 

"Mas..." panggil Faira. Ditya sejenak terkejut lalu dia menampilkan muka datar seolah tidak peduli dengan kehadiran wanita itu.

"Kenapa Sheren tidak memberitahu kepadaku kalau kau mau datang?" sungut Ditya tidak senang.

"Aku yang memaksa masuk," jawab Faira mendekati Ditya.

"Yah... itulah sifatmu selalu memaksakan kehendak," kata Ditya tanpa menoleh dari berkas berkas yang sedang ditelitinya. Pria itu terlihat cuek dan tidak peduli kedatangan istrinya. 

"Kamu sudah tiga hari tidak pulang aku khawatir,'' ujar Faira lembut.

"Tenang saja aku tidak akan mati sebelum bertemu dengan Cintya," ujar Ditya tanpa perasaan.

Perkataan Ditya seperti tamparan keras untuknya. Apalah dia dibandingkan mantan kekasihnya itu? Bahkan dia tidak ada seujung kuku hitamnya sedikitpun di mata Ditya.

"Kau masih berharap pada cintanya?" tanya Faira berusaha tetap tegar.

Ditya menatap tajam pada Faira.

"Aku percaya pada cinta kami, Ra. Kami pasti akan kembali bersatu."

"Bagaimana dengan perusahaanmu apakah sudah membaik," tanya Faira tiba-tiba, mencoba mengalihkan pembicaraan mereka 

"Yah, kau jangan khawatir aku mengurusnya dengan baik. Saham yang dibeli ayahmu atas namamu sudah memberikan untung yang banyak. Kau bisa membeli apapun yang kau mau dengan uang itu, jika kau mengkhawatirkannya," jawab Ditya dengan bahasa merendahkannya seolah dia ingin bertanya soal keuntungan pada suaminya.

"Aku hanya ingin beritahu sesuatu jika perusahaanmu telah membaik." Faira membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ke arah sofa. Meletakkan rantang makanan yang dibawanya.

"Katakan ratuku apa yang kau inginkan," sarkas Ditya dengan nada menghina.

"Aku ingin kita berpisah,'' kata Faira dengan tatapan yang meyakinkan. 

"Tidak semudah itu, bagiku jika aku menderita kau juga harus ikut menderita. Kau telah membuat aku berpisah dengan Cintya maka kau pun akan  merasakan penderitaan yang kurasakan," ujar Ditya tanpa perasaan.

Faira menghela nafasnya pelan dan mencoba tersenyum walau hatinya seperti tertusuk sembilu.

"Bagaimana jika kubawa Cintya datang kepadamu? Apakah kau akan melepaskanku? " tawar Cintya.

Ditya menatap tajam ke arah Faira. 

"Apa maksud ucapanmu?"

"Aku ingin menikahkan kau dengan Cintya," Faira menaikkan kedua alisnya ke atas.

"Kau sungguh sungguh. Aku yakin kau hanya bersandiwara lagi agar aku termakan omonganmu lagi. Jangan membohongiku lagi Faira !" Ditya kembali lagi membaca dokumennya.

'Aku akan membawa Cintya ke hadapanmu akan kubuatkan pesta pernikahan yang mewah untuk kalian," kata Faira sambil menganggukkan kepalanya.

"Lalu kau ingin menghancurkan usahaku, orang tuamu pasti tidak setuju. Dan mereka akan beranggapan jika aku berusaha untuk menyakitimu, walau itu benar. Tapi semua itu akan membuat murka ayahmu dan akan berimbas pada penarikan saham milikmu. Jelas itu merugikan aku," kesal Ditya sembari menggebrak meja.

"Aku rela dimadu asal kau bahagia sampai perusahaanmu stabil dan kau punya cukup uang untuk membeli saham milikku, kau bahagia dan aku bebas," tawar Faira.

"Awal pernikahan kita adalah perjanjian bisnis dan akhirnya pun masih tetap sama, kau hanya cari keuntungan semata. Nilai harga sahammu telah naik kau pasti memperoleh keuntungan yang besar," ejek Ditya sembari menggelengkan kepalanya. "Faira kau tidak pernah berubah."

"Kau selalu berfikir buruk tentangku tanpa mau meneliti apa maksudku," kata Faira berusaha untuk tetap tegar menerima semua hinaan suaminya.

"Tak perlu aku mencoba mencari tahu maksudmu karena aku tahu kau adalah wanita yang licik yang menikam temannya sendiri dari belakang," jawab Ditya.

Dada Faira sudah terasa sesak dan panas. Matanya sudah berembun satu kedipan saja maka buliran bening itu akan menetes.

 "Sabar Faira," batinnya. Menghembuskan nafas pelan-pelan menetralisir perasaannya.

"Makan Mas, aku sudah membawakan masakan kesukaanmu, nanti kita bicarakan ini baik-baik setelah makan," ujar Faira mengalihkan pembicaraan yang sudah terasa enak didengar.

Faira mulai menata makanan. Di sana tersedia gurami bakar madu beserta lalapan dan sambal, serta cah brokoli.

Perut Ditya mulai terasa lapar mencium aroma makanan yang disajikan Faira namun dia terlalu gengsi untuk memperlihatkannya.

"Makanlah dulu! Mas bukankah kau belum makan dari tadi?" bujuk Faira.

Dengan langkah malas Ditya mendekat ke arah Faira. Dia duduk berhadapan dengan Faira.

Faira menyendokkan makanan ke piring dan memberikannya kepada Ditya. Ditya mulai memakan makanan itu dengan muka datar. Tapi dalam hatinya dia mengakui bahwa masakan Faira memang nikmat.

Ditya melihat kearah Faira yang duduk dengan santainya dan bermain-main dengan ponselnya. Sejenak dia mulai berfikir tentang apa yang di tawarkan oleh Faira. 

" Kau seperti ayahmu pandai menekan dengan kata kata halus,'' ujar Ditya sembari meletakkan piring yang sudah bersih tidak ada makanan tersisa.

Faira tersenyum sangat tipis dan samar melihat piring Ditya sudah bersih dari makanan.

"Darah diplomasi yang baik mengalir di dalam tubuhku," ujar Faira.

"Dan kalian selalu mendapatkan apa yang kalian inginkan!" kata Ditya.

"Aku belum mendapatkan cintamu dan itu suatu pengecualian bukan?" balas Faira tidak mau kalah.

"Apa kali ini kau berharap aku akan menurutimu, aku takuta kau malah akan semakin menjerumuskanku ke dalam penderitaan berlebih.'' Ditya mencondongkan tubuhnya menatap mata Faira tajam.

"Itu jika kau mau, toh disini aku pun yang dirugikan. Istri mana yang mau berbagi suami dengan yang lain?" jawab Faira santai membenahi bekas makan Ditya.

"Jika saja kau bisa bersikap baik sedikit padaku aku pasti akan bahagia," batin Faira. 

"Baiklah aku akan menyetujui usulanmu kali ini, 'Ratu'!"

Faira tersenyum sinis.

"Aku tahu kau akan menyetujuinya, sejujurnya aku juga tidak peduli kau setuju atau tidak karena aku akan tetap menggugat cerai dirimu. Tapi karena aku berhutang penjelasan padamu maka aku melakukan ini agar suatu hari kau sadar bahwa 'akulah yang terbaik'." Tekan Faira.

"Semoga saja yang kau katakan itu benar. Tetapi rasa sakit atas perbuatanmu, membuatku benar benar muak jika melihatmu." Ditya mencoba berterus terang.

Faira berdiri dan bersiap untuk pergi.

'Kau sangat berterus terang sekali?" kata Faira sambil merasakan perih setiap kali Ditya mengungkapkan perasaannya.

"Antara benci dan cinta itu tipis, semoga ketika aku tak lagi disisimu kau tidak sedang mencintaiku," imbuhnya lagi.

Bertemu Calon Madu

Raka segera menghabiskan kopinya. Pria itu sudah satu jam lebih berbicara dengan adiknya. Faira diusia yang masih muda harus merasakan begitu banyak penderitaan. Adiknya ini bisa meminta apapun yang dia mau kepada keluarganya tapi sayang dia tidak mendapatkan cinta dari suaminya. Sesuatu yang tidak bisa dibeli oleh harta.

"Cara berfikirmu kini sudah dewasa, kakak tidak menyangka kau yang dulunya manja sekarang berfikir matang. Waktu memang merubahmu, Ra," puji Raka.

"Aku harus melakukan apa yang baik untukku dan untuk semua,  jika aku terus berharap padanya itu tidak baik juga bagi tubuh dan jiwaku. Aku akan menyerahkannya pada wanita yang tepat. Ku fikir mengembalikannya pada cintanya adalah hal terakhir yang akan kulakukan untuknya sebelum pergi meninggalkannya." Faira menyesap minumannya.

"Aku kira kau melakukan ini karena bujukan Ditya atau tertekan oleh keadaan, nyatanya pemikiranku salah. Lakukanlah apa yang kau fikir benar, Ra. Kakak akan selalu mendukungmu. Kau selalu bisa mengandalkan aku," ucap Raka mengusap kepala Faira lembut.

"Terimakasih, kak." Faira tersenyum.

"Aku pergi dulu, hari ini masih ada pertemuan dengan klien dari Amerika,'' pamit Raka mencium kening Faira dan berlalu pergi. Faira melihat kartu nama ditangannya yang diberikan oleh Raka. 

"Aninditya bersiaplah menemui cintamu," gumam wanita itu.

Harusnya hatinya terasa sakit tapi dia malah merasa lega. Mungkin dengan ini rasa bersalahnya pada Ditya akan sedikit berkurang. 

***

Faira berdiri di hadapan sahabat lamanya Cintya. Dengan hati yang berdebar dan sedikit gugup dia mendekatinya.

"Kenapa kau kemari...?" Pertanyaan pembuka yang buruk bagi Faira begitu wanita ini melihatnya, lagian dia juga tak berharap mendapatkan sambutan yang baik dari sahabatnya. 

"Aku hanya rindu dengan kebersamaan kita," jawab Faira dengan senyum yang tulus. Pandangan mata Faira menyapu setiap sudut toko bunga milik Cintya. 

"Kau yang telah menghancurkannya, Ra ? Jika kau lupa, aku ingatkan lagi! Betapa rendahnya kelakuanmu pada saat itu!" geram Cintya dengan gigi disatukan. Dia berjalan menghindari Faira.

Namun Faira tidak patah arang, dia tetap ingin membujuk Cintya.

"Aku mengakuinya untuk itu aku datang kemari? Untuk meminta maaf dan memperbaiki segalanya," ungkap Faira merendah. Dia berusaha untuk tetap tenang dan meyakinkan.

"Kau wanita munafik ?Kau kesini hanya untuk mengejek dan menertawakan kesedihanku..! Ho... ho... kau salah aku baik baik saja," kata Cintya sebal.

"Jika kau sudah move on dan baik baik saja kau tidak akan bersikap seperti ini, ini menunjukkan jika kau masih merasakan sakitnya Cintya.'' Cintya menatapnya tajam. Garis-garis wajahnya terlihat lebih jelas.

Faira berusaha mengalihkan pembicaraan, melihat sebuah bangku plastik berjalan ke arah bangku itu. "Aku lelah bolehkah aku duduk disini dan berbicara dari hati ke hati."

Cintya mengangkat bahunya dan berlalu pergi mengurus tokonya lagi. Dia berusaha untuk menghindari Faira.

Faira memang merasa lelah dengan pertengkaran ini, perjalanan dari Jakarta ke Bandung juga menghabiskan energinya. 

"Apa lagi yang ingin kau bicarakan Ra?Bukankah semua sudah selesai! Kau kini bisa hidup berbahagia dan bersenang senang dengan suamimu," desah Cintya setelah selesai melayani pembelinya. Terlihat sekali perasaan tertekan dan kesedihan dari raut wajahnya. 

"Aku tahu kamu terluka, Mas Ditya terluka dan aku juga terluka," tanggap Faira. Dia tersenyum kecut.

Hati Cintya mulai luluh pandangannya kini tak setajam tadi mulai mau mendengarkan perkataan Faira.

"Ditya tidak bisa melupakanmu, dia terlalu mencintaimu sehingga untuk melihatku pun dia tidak sudi. Kau tahu rasanya ada tapi dianggap tak ada, sakit Tia. Aku kesini mencoba memperbaiki segalanya," tutur Faira.

Nafasnya terasa berat, dia memalingkan wajahnya menyembunyikan air mata yang sedikit keluar dan buru-buru segera menghapusnya agar tidak terlihat lemah.

"Selama setahun ini aku mencoba berbagai cara untuk mendekati Mas Ditya, mencoba mengisi hatinya dan mempertahankan hubungan rumah tangga ini. Akan tetapi pria itu terlalu mencintaimu dan aku tidak bisa marah atas keadaan itu, itu mungkin balasan yang aku peroleh karena mendapatkannya dengan cara yang salah," ucap Faira dengan suara serak dan nada yaang bergetar.

Cintya menatap mata Faira seolah mencari kebenaran dari ucapannya. Dia membuka mulut tidak percaya pada apa yang didengarnya.

"Ra,  aku tidak tahu jika hidupmu sesedih itu, aku fikir kau akan bahagia di atas penderitaanku," kata Cintya dengan nada yang rendah.

"Mas Ditya bertahan denganku hanya karena bisnisnya. Perusahaannya akan hancur bila ayahku menarik semua saham yang telah dia tanam ke perusahaan Mas Ditya. Aku sendiri adalah bentuk perjanjian itu, jika aku dan dia bercerai maka semua bantuan dan investasi akan ditarik oleh ayah. Aku tidak mau jika Ditya bersedih atau hancur karena perusahaannya yang bangkrut. Kita tahu bagaimana Mas Ditya selama ini berusaha mati-matian mempertahankan usaha yang didirikannya itu, " terang Faira.

"Ra, aku tidak tahu jika masalahnya serumit itu. Yang aku tahu kau merebut dia dariku dengan cara yang tidak pantas,'' tanggap Cintya.

"Terserah apa yang kau fikirkan aku kemari untuk memperbaiki segalanya yang telah rusak. Persahabatan yang kita rajut dan cinta kalian berdua.'' Faira meraih tangan Cintya.

"Tya, dengarkan aku baik baik, aku ingin kau kembali pada Mas Ditya setelah itu aku akan pergi jauh. Aku ingin kalian berdua bahagia hanya itu?" bujuk Faira.

"Lalu bagaimana denganmu? Dia itu suamimu dan bukankah kau mencintainya, Ra. Mengapa kau ingin melakukan ini?" tanya Cintya.

"Aku sangat mencintainya maka aku tidak bisa melihatnya terus bersedih, aku hanya ingin dia menemukan kebahagiaan yang tidak dia dapatkan dengan diriku. Aku juga rindu pada sahabatku,  aku ingin memperbaiki semuanya," ucapan Faira terdengar tulus. Buliran bening yang mengalir di pipi Faira juga terlihat jujur.

Cintya mendesah pelan. Mengenang kejadian yang telah lampau antara mereka bertiga. Rasa sakit itu masih terasa di dada Cintya. Pengkhianatan Faira.

"Tya.. maukah kau jadi istri Mas Ditya?" tanya Faira dengan raut wajah memelas. Mata dan hidungnya memerah. Dan anakan sungai dari pelupuk matanya tidak berhenti mengalir.

"Tak ada wanita yang rela menyerahkan suaminya pada wanita lain Ra... atau kau memang sudah gila?" Cintya menggelengkan kepalanya dan mengangkat salah satu sudut bibirnya.

"Aku akan gila jika kau menolaknya. Rasa bersalah ini selalu membuatku tertekan. Setidaknya jika kau mau menerimanya maka hatiku akan sedikit lega," ungkap Faira.

"Aku tidak mau menjadi perusak kebahagiaan rumah tangga seseorang,'' tolak Cintya sambil berjalan menjauh dari Faira mengambil sebuah gelas air mineral dan kembali lagi meletakkan gelas itu ke hadapan Faira. 

"Minumlah agar akal sehatmu kembali lagi. Aku tidak mau disangka membuat kau gila sepulang dari sini," ucap Cintya kesal.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!