"Hah!”
Nafasku tersengal-sengal, aku mengerjapkan kedua mataku berkali-kali dan menatap bingung bangunan raksasa yang terlihat megah.
Sebenarnya ada apa ini? Dan dimana aku? Seingatku aku baru saja minum obat di kamar. Apa .... Aku overdosis? Yah ... mungkin saja. Dan berarti ini adalah surga! Yes!
Para cogan! Aku datang!
“Hei, minggir sana! Dasar. Mengganggu pemandangan saja!”
“Emangnya aku gelandangan apa? Sampai mengganggu pemandangan kalian?!” loh, sebentar. Ini suaraku kenapa woi?! Ya kok kek anak kecil begini?!
“Gelandangan tidak tau diri, kasian.” Aku menatap mereka intens. Bentar-bentar kok kepalaku gatal yah. Ini juga kenapa tanganku ikutan gatal.
Jangan-jangan ....
“ANJIR! BAJU MAHALKU KEMANA WOI?! KENAPA BAJUKU MALAH JELEK KEK BEGINI?! MANA BANYAK ROBEKANNYA, PADAHAL AKU LAGI DI SURGA INI LOH?! ASTAGA DASAR MALAIKAT JAHAT! LIHAT SAJA, KALAU KETEMU, AKAN KU LEMPAR TAHI SAPI KE KEPALAMU!”
Huh, yang benar saja? Masa di surga pakaianku sejelek ini? Padahal seingatku tadi, ketika minum obat, aku pakai dress yang super bagus dan mahal. Lah, ini kok jadi kayak gini? Huwaa ... aku sad.
Tapi sebentar, kenapa semua rumah jadi sangat besar. Ya kali di surga tubuhku mengecil sesuai kebaikanku. Kan gak mungkin!
“Ailena! Astaga dasar anak tak tau diri! Kemari kau?!”
Seorang wanita datang menghampiriku. Matanya menatap galak dengan api yang terus keluar dari tubuhnya. Ok, aku becanda.
Aku menatapnya bingung, Ailena itu siapa woi? Namaku Tania Friska! Tapi yang kulihat wanita itu hanya mendengus kemudian menarik tanganku cepat. Otakku sebenarnya agak ngelak ngeliat ini semua, apa ini bukan di surga? Kalau iya aku di mana? Ya kali kaya di novel-novel china. Time travel? Ya hahaha, ngakak deh.
“Ailena, selanjutnya kau harus lebih sopan kepada, Tuan Duke, dan Nyonya Duchess. Mereka hanya ingin mengadopsimu, itu saja.” Aku terdiam menunduk. Jadi beneran time travel nih? Whoa hebat. Dasar malaikat jahat! Kalau tidak menerimaku disurga seenggaknya kasih aku jabatan anak kaisar dong? Masa jadi anak tiri Duke. Yah walaupun gak papa sih, yang penting ganteng. Hehe .....
“Kak, Namaku siapa yah?” aku bertanya dengan nada yang sangat imut.
“Heh? Masa kamu lupa? Ailena kamu tidak papa kan?!”
Aku mendesah tidak percaya.
“Aku tidak papa, Kak.” Aku menjawab separuh hati. Hei, aku tadi nanya loh?! Jawab kenapa!
“Namamu Ailena De Carsius. Anak dari Duke Vallen De Carsius dan Duchess Valencia De Carsius.”
Sebentar, Ailena De Carsius. Namanya terdengar tidak asing. Seingatku nama Ailena terkenal di novel “Yours” sebagai tokoh kejam berarah dingin. Yang akan mati karena kesalahannya sendiri.
Jangan-jangan .... Siala*! Aku time travel ke tubuh Ailena sang serigala putih? Huwaaa...
Masa begini sih. Ok daripada aku mengikuti Wanita di depanku ini, lebih baik aku kabur. Ya, kabur. Setidaknya ini cara pertama untuk merubah nasib. Walaupun aku tidak yakin.
Dengan cepat aku mendorong wanita di depanku, kemudian berlari. Ku dengar ia mengaduh dan mengumpat padaku. Yah terserah saja sih, aku tidak peduli! Aku tidak mau mati dia kali!
Dengan ini, aku berharap takdir Ailena akan berubah. Karena, AKU TIDAK MAU MATI DIA KALI!
Aku menoleh ke belakang. Sudah jauh, selamat. Aku menoleh lagi ke depan. Menatap jalanan yang terasa sangat ramai. Ok, aku harus mulai mencari tahu informasi tentang dunia ini. Biasanya di zaman dulu alat untuk menyebarkan informasi apa yah?
Ups seketika ide besar terbesit di pikiranku, tampaknya meski terlahir sebagai anak yatim piatu otakku ini cerdas juga. Itu artinya aku harus mensyukuri yang satu ini.
“Kakak penjual koran!” teriakku. Aku berlari mengejar anak penjual koran, yang sepertinya tidak mendengar suaraku.
“Kakak,” setelah sampai aku menarik bajunya lembut. Kulihat ia terkejut, tapi hanya sebentar. Karena setelah itu ia menoleh dan menatapku bingung.
“Kau ingin koran?” aku menganguk.
Ia tersenyum dan memberikan satu koran padaku. Senyumnya teramat manis, dengan lesung pipi di kedua pipinya. Huwa .... Ganteng banget?! Aku pasti mengingatmu Kakak ganteng!
“Ambil saja. Itu gratis.” Tangannya di letakkan di kepalaku. Seketika rasa hangat menyebar ke seluruh tubuhku. Aneh.
“Aku sedikit menyalurkan manaku ke tubuhmu. Sekarang tidak akan dingin lagi, sampai jumpa.” Ujarnya tersenyum. Kulihat ia berdiri, kemudian pergi meninggalkanku yang tercengang dengan perlakuannya.
Tunggu.....
Mana?!
Mana kan hanya dimiliki oleh keturunan kaisar muni dan anak dari Duke?! Jadi Kakak itu...?
Pasti orang kaya!
“Harta, aku datang.” Ok pemikiranku untuk merubah takdir sedikit melenceng. Sekarang aku lebih terpikir untuk menjadi pandai di kediaman Duke. Yah, setidaknya aku tidak akan mati lagi kan?
HOHO, AKU MEMANG HEBAT!
Tapi sepertinya keinginanku itu harus aku undur sekarang. Karena tiba-tiba aku melihat wanita yang tadi menarikku sedarg berlari dengan cepat kearahku. Sial.
Aku membalikkan badan kemudian berlari dengan kaki yang sedikit pincang. Aku sebenarnya tidak tahu kenapa aku pincang, dan umurku sebenarnya berapa. Aku masih bingung, itu pasti. Kenyataan ini sebenarnya masih membuatku tidak percaya. Segala yang kulihat ini, membuatku takut akan kehilangannya.
Aku sedari dulu memimpikan hidup bagaikan princess di sebuah cerita dongeng kerajaan. Dan kini itu terjadi, jadi aku takut mimpi ini akan hilang ketika aku terbangun.
“Ailena, kesini kau!”
“Putri Ailena!”
Aku menggeleng. Ku dengar banyak suara yang memanggil namaku dengan nada galak. Aku takut bodoh! Dasar tidak peka!
Bruk!
Karena tidak memperhatikan jalan aku menabrak seseorang dan berakhir jatuh secara tidak elite. Yah, aku jatuh dengan posisi menelungkup. Terlebih lagi sepertinya aku terjatuh dihadapan bangsawan. Sial, sial, sial.
“Bangun.”
Aku mendongak, ketika mendengar suara serak-serak basah yang membuat imanku melemah. Tangannya terulur membantuku berdiri, aku dengan senang hati menerimanya. Namun, kejadian memalukan membuatku seharusnya memilih meninggalkan orang ini saja.
“KYA! ARCHADUKE ROBERT!”
“HUWA! KENAPA ARCHADUKE ROBERT MENGGENDONG PEREMPUAN KUMAL SEPERTI ITU HUWA?!”
Seketika telingaku berdengung nyeri, mendengar teriakan para kaum hawa yang tidak Terima ada pria tampan yang menggendong ku mesra. Yah, sepertinya rasa malu ku sudah terhempas ke samudera Hindia ketika mendengar seorang ARCHADUKE memelukku. Haha, rejeki mah tidak bisa di tolak.
“Lain kali, Berhati-hatilah jika berjalan, Lady. Atau kaki anda akan terkilir. Saya tidak mau, Kecantikan seperti mawar ini cacat.”
Aku terdiam membisu dengan pipi yang merah merona. Sial, suaranya sexy sekali.
“Iya, maafkan saya,”
“Roberto De Sbastianlenio. Panggil saya Robert.”
Aku menganguk semangat. “Aku Ailena ....”
Plak!
“Dasar anak nakal! Turun dari gendongan ARCHADUKE! Kau mau dijadikan selir ke 10 olehnya hah?!”
Wanita yang tadi mengejarku, mendorong Robert kencang. Tangannya menarik tanganku kuat, hingga aku terjatuh dari gendongan Robert. Wow, kuat juga tenaganya.
“Dasar pria hidung belang! Pergi jangan ganggu Nona!”
Wow, berani sekali kau..
Seketika aku merasa sangat bersalah pada wanita di depanku ini. Aku sedari tadi berlari menghindarinya sedangkan ia mencemaskanku. Hiks, maafkan aku wahai wanita berhati ...
“Karena nona sumber emasku!”
IBLIS. Siala*! Kau! Aku sudah memujimu tadi di dalam hati! Tapi kau ternyata memanfaatkanku sebagai ladang harta Hah?! Siala*! Dasar manusia serakah! Ku kutuk kau!
Lelaki yang di belakang wanita ini hanya terdiam dengan posisi menunduk. Sepertinya ia masih sayang dengan nyawanya. Tapi sepertinya disini, akulah yang akan kehilangan nyawa.
Yah karena, wanita ini mencekik leherku kencang!
“Sudah bangun?”
Aku mengedipkan mataku berkali-kali. Berusaha menyesuaikan cahaya perak yang perlahan masuk ke indra penglihatanku.
Aku menganguk walaupun agak lemas.
“Syukurlah. Dasar anak perempuan mengerikan! Untung kau adikku, kalau bukan sudah ku biarkan dijalanan kau!”
Aku diam, menatap pria berambut abu-abu yang saat ini tengah berdiri angkuh di depanku. Matanya berwarna merah darah, dengan bibir sexy yang membuatku entah kenapa ingin mual. Terlebih lagi, siapa yang ingin menjadi adik berambut abu-abu ini? Aku? Ohh ogah!
“Siapa yang adikmu heh, rambut putih?” aku bertanya sarkas. Kesal sekali dengan pria ini. Sudah seperti Kakek-kakek sombong lagi. Awas saja kalau aku sudah tidak lemas. Akan aku lempar semua kesombongannya itu ke sungai. Agar hilang terbawa arus.
Kulihat pria itu melotot, mata merahnya membuatku sedikit merinding. Huh, seram sekali.
Kemudian sebuah pukulan mendarat manis di kepalaku.
“Aku kakakmu wahai Adik, NAKAL!”
“AKU TIDAK SUDI MEMILIKI KAKAK SOMBONG SEPERTIMU, RAMBUT PUTIH!”
“Siala*! Dasar jelek!”
Aku tersentak. Menatapnya garang. Cari masalah kau hah?!
“Bodoamat, dasar uban!”
Aku mengalihkan pandanganku darinya. Entah kenapa setiap melihat mata dan rambutnya, rasa ingin mencakar dan memakannya hidup-hidup keluar dari hatiku. Aku takut, akan benar-benar memakannya. Jika itu terjadi sungguhan, bisa gawat.
“Bo-bodoamat? Itu apa?”
“Apa itu makanan yang enak?!”
Seketika aku merasa orang pintar disini. Pertanyaan pria di depanku ini membuatku memiliki ide yang cemerlang. Lihat saja, akan ku buat kau menahan nafas sembari menunduk malu, Uban!
“Yah, bodoamat itu makanan yang enak. Kau pasti tidak pernah memakannya, ‘kan?”
Aku menaikkan alisku menggoda. Dengan tatapan sombong, aku mengusap wajahku yang terasa selembut porselen hati-hati. Takut pecah soalnya.
“Aku belum pernah.”
Aku menoleh menatapnya yang menunduk lesu. Tiba-tiba rasa iba muncul dihatiku. Hei, niatku tadi hanya ingin membuatnya malu karena tidak tahu bodoamat itu artinya apa. Bukan seperti ini, woi?!
Ck, sudahlah. Inimah namanya senjata makan tuan. Nasib, nasib.
“Hooh, sudahlah. Nanti aku buatku. Namamu siapa?”
“Fallden De Carsius.”
Ok, sepertinya aku mengingat sebuah informasi tidak mengenakan saat ini. Seingatku Fallden De Carsius dalam novel yang kubaca adalah tokoh yang akan membunuh adiknya sendiri, yaitu Ailena De Carsius.
Fallden sebenarnya bukan tokoh utama, ataupun antagonis. Melainkan tokoh yang entah apa namanya. Yah, karena posisinya adalah selir dari tokoh utama wanita. Bayangkan saja, tokoh wanitanya memiliki selir? Hadeh. Capek deh.
Fallden dibutakan oleh cinta yang baru pertama kali ia rasakan. Namun soalnya cintanya itu berlabuh di tempat dan di waktu yang salah. Ia salah, mencintai tokoh utama wanita. Salah besar.
Huh, kasihan sekali nasibmu, Uban. Cintamu ternyata cinta segitiga. Miris. Terlebih lagi setelah menjadi Selir, kau di buang dari kediaman De Carsius. Namamu sebagai pewaris Duke dihapus. Dan, sejarah kepahlawananmu juga dihapus.
Padahal peran mu dalam novel sangat dibutuhkan. Kau adalah seorang singa kaisar yang secara tidak langsung berarti orang yang sangat dipercayai dan disayangi oleh Kaisar. Namun, setelah mengenal cinta. Namamu seolah-olah tidak ada. Rekam kehidupanmu juga dihapus, dan cinta yang kau damba juga berhianat.
“Hoh, ternyata namamu Fallden yah.” Aku berucap dengan nada yang terbilang tidak suka. Sedari tadi pikiranku sudah berkecamuk, antara ingin menangis melihat masa depan Fallden atau tertawa menatapnya.
“Hei, kau meremehkanku ya?”
Yah, aku wajar sih. Kalau dia merasa di remehkan. Karena selama ini, ia hanya dipuji ketika melakukan hal yang membanggakan dan di bentak ketika melakukan kesalahan. Tidak pernah ada pujian yang tulus menyalur ke hatinya, hingga ia menganggap apa yang aku katakan adalah meremehkannya.
“Sebenarnya iya. Tapi entah kenapa melihatmu yang kasihan seperti ini aku merasa Iba,” sejujurnya perasaan aneh ini membuat hati baik ku meronta-ronta ingin keluar.
“Aku tidak suka di kasihani.”
Aku menatapnya tulus. Kasihan sekali nasibmu, Nak. Padahal selama ini kau hanya mengharapkan pujian dan kasih sayang yang tulus. Namun, sayangnya keinginanmu itu sangatlah munafik. Karena di dunia ini tidak ada yang benar-benar tulus. Disini kita bermain dengan sistem kekuatan. Ketulusan sama sekali tidak berguna.
Aku menatap jendela kamarku bosan. Sedari tadi ada sosok berbaju jirah mengawasiku. Untung kalo ganteng, lah ini. Mukanya aja gak keliatan, ck!
“Hei,” aku memanggil sosok itu. Sosok itu diam tidak menyahut.
Eh, setan! Aku manggil kau, loh! Kurang ajar!
“Hei, kau yang sembunyi di belakang pohon sana. Aku minta tolong dong, sampaikan pada tuanmu, Si Robert, Robert itu supaya dateng berkunjung ke Faviliun ku. Disini sepi sekali loh. Aku bosan!” mengadu sedikit tidak masalah kan?
Lagipula sepertinya sosok itu suruhan Archduke yang kabarnya tukang selingkuh. Yah, walaupun tukang selingkuh, kalau ganteng mah, ya gak papa.
“E-eh.”
Ku lirik sosok itu sebentar. Gelagatnya aneh, tiba-tiba bergetar, tiba-tiba bergidik, kemudian tiba-tiba menunduk ketakutan. Hei, sosok itu memang plin-plan kah? Atau bagaimana? Kok aneh gitu.
“Anda bisa melihat saya?”
Pertanyaan gak wajar. Ya bisa lah! Orang kau manusia. Kaki masih menapak di tanah. Ya kalo menapak di udara, baru kau bisa bilang begitu!
“Tentu saja. Kau kan manusia.”
“Tapi saya sudah menggunakan mana, agar jejak saya tidak ketahuan.” Gumam sosok itu rendah. Aku menyerngit. Ini cowok apa gimana njir? Suara serak tapi kok kek suara anak ayam di film si kembar botak?
Kecil banget, woi.
“Ngomong apa sih? Kok pelan banget.”
“Ti-tidak ada. Saya permisi, Nona.” Pamit sosok itu sebelum menghilang. Aku menaikan bahu acuh. Yaudahlah yang penting dia udah kasih tau ke si Robert. Dan semoga aja besok si Robert, Robert itu datang. Hehe, lumayan kan. Asupan pagi hari.
Aku tersenyum, membayangkan esok. Ketika Robert datang dan menyambutku dengan senyuman super manis miliknya. Hah, rasanya malam ini aku sangat bahagia. Selamat tinggal, malam hari! Dan aku menunggumu pagi hari!
Aku menyeruput teh yang ada di depanku malas. Bukan ini yang aku mau. Aku maunya di depanku saat ini Robert, sang lelaki berselir banyak itu yang menyambut pagiku. Bukan si menyebalkan Fallden.
Flashback~
“Bangun, Lena!”
“Oi, bangun! Kau tidak ingin sarapan hah?”
“Ailena, bangun!”
“Woi, rambut keriting. Bangun!”
Sial. Pagi-pagi begini siapa sih yang datang mengganggu, hah?! Padahal aku lagi enak-enak mimpiin cogan tadi loh. Kan, kasihan mimpinya aku tinggalin.
“Apa sih?!” aku langsung duduk, dengan mata yang masih terpejam. Aku masih mengantuk, gays. Maklumin saja.
“Bangun, dasar kerbau!”
Ailena, sabar. Maid disini memang menyebalkan. Tidur saja harus pakai acara berdandan. Jadi mungkin ini salah satu dari mereka. Jadi, ayo tidur lagi.
“Astaga, Ailena!”
Brak!
Aku langsung bangun. Menatap ke sekitar tajam. Pandanganku beradu dengan Fallden yang saat ini sedang menertawai ku. Kesal? Sudah pasti. Tapi sepertinya kesal ku harus di tunda dulu. Karena jujur, InI SILAU woi?!
“Berhenti tertawa!” pekikku tidak Terima. Lantas, aku berdiri dan langsung melompat ke arah tubuh Fallden.
Fallden menangkapku, kupikir ini akan seperti drama Korea, dimana sang cowok akan menangkap sang wanita, tapi karena terinjak sesuatu terjatuh dan akhirnya saling menatap. Tapi sayangnya bukan.
Fallden justru bisa menangkapku. Bahkan saat ini ia menggendongku seperti bayi, yang harus di perlakukan dengan lembut agar tidak menangis. Hei, emang aku selucu itu ya?
“Tubuhmu ringan sekali. Aku jadi ragu kau seorang perempuan. Bagaimana bisa perempuan ringan sepertimu?”
Ekhem, sebelumnya maaf sekali Tuan Fallden terhormat. Tapi, bisakah kau tidak berbicara seperti itu langsung di depan orangnya. Karena itu, sangat menyakitkan.
“Kau mengataiku tidak berbentuk, heh?” ujarku kesal. Tangank merambat ke lehernya, kemudian mencubitnya. Tangan satunya lagi, aku gunakan untuk memainkan rambutnya. Rambut putih yang entah kenapa, sangat lembut. Hah, aku merasa insecure melihatnya.
“Ya.”
Terlalu jujur. Aku tidak menyesalkan itu, karena memang di novel Fallden adalah tokoh yang sangat jujur. Sangking jujurnya, aku sampai enek melihatnya.
Jujur sih boleh. Tapi jangan terlalu jujur juga. Terkadang berbohong itu diperlukan untuk menyelamatkan masa depan.
“Mau minum teh bersamaku?”
“Tapi aku belum mandi,”
“Mandi, ataupun tidak. Kau sama saia,”
Aku menatapnya bingung. “Cantik kan?”
Fallden menggeleng. “Sama saja, jelek.”
Kok jleb yah? Aku jadi teringat salah satu lagu yang pernah terkenal pada masaku dulu.
Hareudang, hareudang, hareudang.
Panas, panas, panas.
“Kau menghinaku, uban. Itu menyakitkan, asal kau tahu.” Gumamku. Tanganku mengelus dadanya lembut. Berpura-pura sakit hati mendengar apa yang diucapkannya.
Eh, tapi bentar deh. Ini kok ada yang mengganjal ya?
Bentar, bentar.
Satu ....
Dua ....
Tiga ....
Empat ....
Lima ....
Enam ....
Tunggu? Masih ada dua lagi? Hoah astaga!
“Sudah puas meraba tubuhku, adik nakal?”
Aku mendongak, menatap Fallden yang saat ini sedang menggigit bibirnya. Ngapain nih anak gigit bibir? Kek orang lagi nahan boker aja. Atau jangan-jangan, emang lagi nahan boker? Wah bahaya nih.
“Hei, kau kenapa, uban? Kau kebelet ya?” tanyaku. Fallden menggeleng. Semakin menggigit bibirnya.
“Sudahlah, ayo minum teh. Aku sudah haus.”
Begitulah singkat cerita, bagaimana kami bisa minum teh bersama dengan si uban.
“Nona,”
Aku berdehem. Menyisir rambutku yang berwarna aneh ini lembut. Wajarkah warna rambut seperti ini? Atau jangan-jangan Ailena yang asli menggunakan pewarna rambut? Soalnya warna rambutnya engga masuk akal menurutku.
Warna matanya juga sama. Bagaimana bisa di dunia ini warna mata bisa beragam. Ada warna merah, kuning, hijau, putih, dan kelabu. Sudah seperti pelangi saja.
“Archadu – ah maksud saya, Sir Robert datang untuk menemui anda.”
Seketika aku menghentikan sisiran di rambutku. Aku menoleh, menatap Luxi sebentar kemudian menganguk.
“Katakan, pada sir Robert. Aku akan segera datang.” Ujarku. Luxi menganguk hormat. Lalu menghilang. Meninggalkan aku yang saat ini sedang mencak-mencak, bahagia karena didatangi oleh pujaan hatiku.
“Hujan rasanya aku bahagia sekali!” Tiba-tiba aku merasa ada berbagai macam bunga mawar yang saat ini tengah mengelilingi ku. Efek jatuh cinta memang seperti ini ya?
“Akhirnya anda datang juga, Lady.”
Aku menganguk. Tersenyum ramah menyambut kedatangan Robert.
Sabar Ailena. Jangan malu-maluin, ok?
“Bolehkah saya meminta sesuatu, Lady?” Robert menatapku dalam. Aku berpura-pura berpikir kemudian menganguk.
“Boleh, apa?”
“Bisakah, Lady menemani saya mengelilingi Faviliun anda? Saya sangat tertarik dengan Faviliun anda, Lady.” Ujarnya hormat. Matanya menatapku hangat, dengan senyuman selebar matahari. Aku terdiam, aku masih mengingat, bagaimana cemburunya Fallden saat ada lelaki yang menatapku. Lelaki itu akan menjadi aneh, dan itu mengesalkan.
Tapi ....
Aku kembali menatap Robert. Mengheoa nafas, kemudian menganguk pasrah. Mana bisa aku menolak pesona cogan
“Terimakasih, My Lady.” Robert membungkuk. Meraih kedua tanganku kemudian mengecupnya sedikit lama. Aku tertegun, menatap kedua tanganku yang dikecup olehnya tidak percaya.
Ini beneran nyata?
Beneran? Woah, aku baper!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!