" Beraninya kau datang ke mari? Laki-laki miskin seperti dirimu tidak pantas berada di rumah mewah ku ini, Cepat keluar dari sini sekarang juga," bentak seorang Pria paruh baya sambil mendorong tubuh Albert dengan sangat kasar, sehingga membuat dirinya hampir saja tersungkur ke atas lantai.
" Tapi Pak, aku datang kemari dengan niat yang sangat baik, diriku ingin melamar Putri Bapak," ucap Albert mengutarakan maksud dan tujuannya itu sambil terbata.
" Apa katamu? ingin melamar putriku, mimpi apa aku semalam mendapatkan calon menantu tukang gorengan keliling seperti dirimu ini haduh...!" ucap Pak Reno sambil mengusap wajahnya dengan sangat kasar.
Kemudian Ia segera menghampiri Albert, dan menarik tangannya menuju kearah sebuah cermin besar, yang terpajang rapi di dalam ruang tamu itu.
" Lihatlah dirimu, mukamu memang terlihat sedikit sempurna, tapi penampilan kamu seperti seorang gembel yang berada di jalanan, dan gembel seperti dirimu ingin menikahi Putriku? kamu mau kasih makan apa dia hah...! ucap Pak Reno dengan sangat marah.
Kemudian Albert bercermin dan melihat sendiri bagaimana penampilannya saat ini. Ia juga sebenarnya malu datang ke rumah itu, tetapi karena Ia sangat begitu mencintai Tania, iapun akhirnya memberanikan diri untuk datang ke rumah itu.
Tetapi apa yang Ia dapat, hanya sebuah penghinaan yang sangat menyesakkan dada bagi kaum Pria miskin seperti dirinya.
" Kau sudah lihat kan penampilan mu hum..!, Apa aku harus menjelaskannya secara detail, Oh...! sepertinya harus begitu, biar kau sadar dan tidak akan pernah lagi berani menginjakkan kaki mu di rumah mewah ku ini," ucap Pak Reno yang masih dalam mode murka.
Kemudian Pak Reno membalikkan badan Albert di depan cermin.
" Lihatlah, bajumu saja compang-camping seperti ini, dan apa yang kau pakai itu sendal jepit swallow seharga Delapan Ribu Perak, itupun masih terdapat bagian bolong di belakangnya, benar-benar sungguh memalukan," ucap Pak Reno terus menerus menghina Albert.
Sedangkan Albert yang terus menerus mendapat hinaan dari Pak Reno, Ia tidak bisa berkata apa-apa, sebab apa yang dikatakan oleh Ayahnya Tania itu memang benar adanya sehingga Ia hanya bisa menundukkan kepala sambil menangis di dalam hati.
Dalam keheningan itu, Tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan memanggil Pak Reno dengan sebutan Papi.
" Papi...Papi...! Aku pulang," ucap Tania sambil menggandeng tangan seorang lelaki yang sangat Albert kenal, ya dia adalah Dion sahabatnya dulu saat masih berada di bangku SMA.
Melihat hal itu, Albert seketika menajamkan penglihatannya kearah Tania.
" T... Tania," ucap Albert menatap tak percaya kearah Dion dan Tania.
Sedangkan Tania yang melihat ekspresi dari Albert, Ia nampak acuh, kemudian Ia memeluk Papinya.
" Papi, lihatlah apa yang aku bawa, ini semua barang-barang branded, dan Papi tau siapa yang membeli ini semua? Dion Pih...! Dion," ucap Tania sambil memperlihatkan semua barang yang di bawa olehnya, dan tidak lupa pula senyum kebahagiaan terpancar dari wajah cantiknya sejak tadi.
Kemudian Tania melepaskan pelukannya dari sang Papi, lalu menatap kearah Albert dengan sangat sinis.
" Hei...! Pria miskin, untuk apa kau datang kemari," tanya Tania dengan sangat kesal, sebab dirinya tiba-tiba kehilangan mood saat melihat Albert berada di dalam rumahnya.
" Bukankah kemaren kau sendiri yang memohon padaku untuk segera melamar mu," tanya Albert sambil menghampiri gadis pujaan hatinya itu selama dua tahun terakhir ini.
" Itukan kemaren, sedangkan sekarang aku sudah mendapatkan pengganti dirimu yang lebih baik, jadi aku minta padamu untuk melupakanku detik ini juga," ucap Tania dengan ekspresi yang sulit di artikan.
" Maksudmu apa Tania?" ujar Albert dengan hati yang mulai berkecamuk.
Kemudian Tania mendekatkan dirinya kearah Albert dan.....
Tiba-tiba terdengar sebuah suara tamparan keras mendarat sempurna di pipi sebelah kanan Albert. dan tidak hanya itu, kata putus pun dilontarkan oleh Tania dengan sangat lantangnya.
Kita putus...kita putus...
Dan kalimat kata kita putus pun terngiang-giang didalam pikiran Albert, kemudian Ia menghampiri Tania dan bersujud di bawah kakinya.
" Jangan putuskan hubungan ini, kita sudah pacaran selama dua tahun dan itu bukan waktu yang singkat, jadi aku mohon pertimbangkan apa yang kamu katakan barusan," ucap Albert sambil menyatukan kedua tangannya.
" Tidak bisa, itu sudah menjadi keputusanku dan sekarang lebih baik kamu pergi dari rumah ku," ucap Tania sambil menunjuk pintu arah keluar dari rumahnya.
Albert yang tidak dapat berbuat apa-apa, kini Ia hanya bisa menangis dalam diam. Dan sebagai seorang laki-laki sejati pasti Ia merasa sangat sedih dan terpukul, atas penghinaan yang dilakukan oleh kekasihnya itu.
Kemudian Ia berdiri dan hendak pergi meninggalkan rumah kekasihnya itu, tapi pas dia berada di ambang batas Pintu, tiba-tiba Tania menghentikan langkahnya.
" Tunggu Albert," ucap Tania.
Albert yang mendengar suara Tania yang menghentikan langkahnya seketika merasa ada sedikit harapan, lalu Ia membalikkan badannya kembali kearah kekasihnya itu.
" Ada apa Tania, kau berubah pikiran sayang," ucap Albert merasa sangat gembira.
" Sayang.... sayang, aku jijik mendengar ucapan mu itu, dan sekarang aku menghentikan langkah mu hanya untuk memperkenalkan kekasih baruku padamu," ucap Tania sedikit kesal karena Albert sudah memanggilnya dengan sebutan sayang.
" Perkenalkan ini adalah Dion, sekarang Ia sudah menjadi pacarku, dan kamu tau barusan aku pergi bersamanya kemana," tanya Tania sambil menyunggingkan senyuman.
Albert yang mendengar pertanyaan kekasihnya itu kemudian menggelengkan kepalanya, dan Tania yang melihat hal itu seketika tertawa terbahak-bahak.
" Ha...ha..ha..!"
" Bagaimana kamu tau, menginjakkan kakimu saja kau tidak pernah ke sana, apalagi membeli barang branded seperti yang dilakukan oleh Dion kepadaku," ucap Tania sambil mendekat kearah Dion lalu Ia memeluk kekasihnya yang baru dua hari ini mereka jadian.
Albert yang mendengar dan melihat kelakuan Tania, seketika menangis kembali di dalam lubuk hatinya yang paling dalam.
" Cuman itu saja yang ingin aku katakan padamu, dan sekarang lebih baik kamu pergi dari rumah ku dan jangan pernah kau kembali dan menginjakkan kakimu di sini, pergi...!" teriak Tania.
Albert pun akhirnya meninggalkan Rumah mewah Tania dengan hati yang sangat terluka.
Sedangkan Papinya Tania yang melihat anaknya mengusir mantan kekasihnya itu hatinya mulai merasa sangat gembira.
" Bagus Nak, ini yang Papi inginkan darimu sejak dulu," ucap Pak Reno sambil menepuk pundak anaknya dengan sangat pelan, lalu Ia berjalan perlahan menuju kamarnya dan meninggalkan Dion dan Tania berduaan di ruang tamu.
" Ayo sayang, kita duduk di Sofa saja," ajak Tania pada Dion sambil tersenyum manis.
" Iya sayang ayo," jawab Dion sambil mencubit pipi Tania dengan sangat gemas.
Albert meninggalkan rumah Tania dengan perasaan kecewa, malu dan di barengi dengan rasa marah yang sangat mendalam di hatinya.
Sehingga Ia memutuskan tidak langsung kembali ke dalam kontrakannya, melainkan saat ini dirinya sedang berada di pinggir jalan raya tanpa tau arah dan tujuannya.
Dan saat ini, perkataan Tania juga masih terngiang di dalam pikirannya, sehingga membuat dirinya tak fokus pada Jalan Raya yang sedang di lalui nya.
" Ah...! Kenapa bisa seperti ini? Bukankah dia yang memintaku datang ke Rumahnya untuk melamar dirinya, tapi apa yang Ia lakukan padaku, dia malah memutuskan aku dan menghina diriku habis-habisan di rumahnya, di depan kekasih barunya lagi, Dion...! awas kau jika aku menjadi orang kaya, aku akan membalas perbuatanmu," teriakan dan caci maki terus saja terlontar dari dalam mulut Albert, hingga orang yang lewat sampai mengatainya orang****.
" Ah...!" teriak Albert dengan sangat keras, dan tanpa sadar Ia melewati pembatas jalan.
Lalu...
Sebuah Mobil mewah Limousine warna putih keluaran terbaru menabrak dirinya, hingga membuat Ia tersungkur di tengah jalan, dan kini kesadarannya mulai melemah, matanya mulai tertutup, lalu sejurus kemudian dia akhirnya pingsan.
Sedangkan orang kaya yang menabraknya ternyata seorang Kakek tua, dan saat ini dirinya sedang mencari Cucunya yang sejak Dua Puluh tahun silam menghilang entah kemana.
Kemudian kakek tua itu turun dari dalam Mobil, dan melihat seorang anak muda tergeletak di atas aspal dengan tak sadarkan diri. Lalu Ia memerintahkan anak buahnya untuk segera membawa pemuda itu kerumahnya.
" Will, cepatlah angkat anak muda itu, dan masukkan Ia kedalam Mobilku," perintah Pria paruh baya itu dengan sangat tegas.
" Baik Tuan," ucap Will sambil menundukkan kepalanya dengan sangat hormat.
Kemudian, Will di bantu oleh beberapa Bodyguardnya yang lain mengangkat tubuh Albert dan memasukkannya ke dalam Mobil Limousine Tuan Simon.
Setelah selesai dengan pekerjaannya, Will pun melaporkanya kepada Tuan Simon.
" Tuan, aku dan lainnya sudah selesai mengangkat Pemuda itu, jadi sekarang lebih baik anda masuk kembali ke dalam Mobil," ucap Will.
" Baiklah, terima kasih Will," ucap Tuan Simon kemudian Ia kembali memasuki Mobilnya.
Melihat Tuannya sudah memasuki Mobil, Will pun kembali masuk ke dalam Mobil dan melajukannya Dengan kecepatan tinggi.
Di Dalam Mobil
Tuan Simon kemudian memperhatikan wajah Pemuda yang ada di sampingnya, dan Ia sedikit familiar dengan wajah itu.
Dengan hati yang berdebar-debar Ia kemudian menyibakkan kaos usang itu sedikit ke atas.
Dan lagi-lagi Ia terkejut dengan pemandangan yang berada di hadapannya.
Yaitu, sebuah tanda lahir yang sama persis dengan Cucunya yang hilang Dua Puluh tahun silam. Tuan Simon lalu mengelus tanda lahir itu sejenak, kemudian Ia memperbaiki kembali kaos usang milik Pemuda yang berada di sampingnya.
" C...c.. cucuku," ucap Tuan Simon dengan bibir yang bergetar.
Sedangkan Will yang mengemudikan Mobil, begitu mendengar Tuannya menyebut Pemuda yang berada di sampingnya dengan sebutan Cucu, tiba-tiba Ia tersentak kaget, dan rem mendadak pun tak bisa terhindarkan.
Chit.... Jeduk, kening Tuan Simon akhirnya terbentur ke depan sisi kursi mobil, dengan kesalahan sekecil itu membuat Will mendapat tatapan tajam dari Tuannya.
" Apa yang kau lakukan Will," ucap Tuan Simon dengan sedikit membentak.
" M... maafkan aku Tuan, aku hanya kaget mendengar ucapan anda barusan," ujar Will sambil menundukkan kepalanya.
" Ah...! sudahlah tidak usah kau pikirkan, lebih baik kau kemudikan Mobil ini dengan benar," jawab Tuan Simon datar.
Will yang mendengar ucapan Tuannya seketika mengelus dadanya.
" Untung saja aku tidak di pecat," batin Will sambil mengusap dadanya hingga beberapa kali.
Kemudian, Ia kembali melajukan mobilnya menuju Mension Keluarga Bridam.
Tanpa menunggu lama, Mobil mewah Limousine warna putih keluaran terbaru itu akhirnya terparkir di halaman Mension mewah itu.
" Kita sudah sampai Tuan," ucap Will kepada Tuan Simon.
" Baiklah, sekarang aku tugaskan engkau mengurus pewaris tunggal keluarga Bridam," ucap Tuan Simon.
" M... maksud Tuan siapa? aku tidak mengerti," ucap Will sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
" Hum...! Siapa lagi kalau bukan Pemuda yang berada di dalam Mobil ku," jawab Tuan Simon sambil menggertakkan giginya menatap kearah Asistennya yang sejak tadi terus saja bertanya.
Sedangkan Will yang mendengar ucapan Tuannya barusan, Ia kembali terkejut.
" Apa...? T...Tuan yakin, kalau Pemuda yang berada di dalam Mobil anda itu Pewaris tunggal keluarga Bridam," ucap Will sambil menatap tak percaya kearah Tuannya.
" Tentu saja aku sangat yakin, sebab aku sudah melihat buktinya dengan mata kepalaku sendiri," ucap Tuan Simon datar. Lalu Ia menatap kembali ke arah Will dengan tatapan yang sulit di artikan.
Will yang menyadari arti dari tatapan Tuan Simon, kembali mengetuk kepalanya hingga beberapa kali.
" Matilah aku," batinnya.
Kemudian Ia langsung berjalan secepat kilat, untuk menghampiri Pemuda yang berada di dalam Mobil, lalu Ia memanggil beberapa bawahannya yang sejak tadi berjajar rapi di belakang mereka, sambil menundukkan kepalanya masing-masing.
" Kau botak, cepat bantu aku untuk mengangkat Tuan muda," ucap Will sambil pura-pura sibuk.
Lalu Tuan Simon menghampiri Asistennya Will yang nampak sedikit menyibukkan diri itu, kemudian Ia menepuk pundaknya dengan perlahan.
" Dan kau Will, lain kali jangan banyak bertanya, kalau tidak gajimu akan saya potong bulan ini," ucap Tuan Simon datar, kemudian Ia meninggalkan Asistennya.
Saat hendak meninggalkan Will, Tuan Simon tiba-tiba membalikkan badannya kembali.
" Will, jangan lupa calon Pewaris tunggal keluarga Bridam, tempatkan di dalam kamar yang paling mewah di Mension ini," ucap Tuan Simon dengan sedikit berteriak.
" Baik Tuan," jawab Will.
Lalu para bawahan si botak mendekat, kemudian mereka beramai-ramai, mengangkat Pemuda yang tidak sadarkan diri itu masuk kedalam kamarnya.
Dua hari kemudian
Albert mulai tersadar dari pingsannya, dan mendapati dirinya saat ini sedang berada di atas ranjang yang sangat empuk.
" Aduh..! Kenapa kepalaku terasa sangat pusing," ucapnya sambil mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan.
" Hah...!" ucapnya kaget melihat dirinya sedang berada di dalam ruangan yang begitu mewah bak istana seperti yang di ceritakan di negeri dongeng, lalu Ia menangis dengan se sunggukan.
" Apakah aku sudah berada di surga? Ibu...! tolonglah temui anakmu ini, ternyata aku juga sudah menyusul mu," ucap Albert sambil berjongkok, dan menyembunyikan kepalanya diantara kedua lututnya.
" Hiks...hiks...hiks!"
Tapi tiba-tiba, seseorang memegang pundaknya dari arah belakang, dan Albert seketika terkejut bukan main.
" Anda siapa? kenapa kau tiba-tiba berada di sini, apakah kamu sama seperti diriku yang sudah berada di alam lain," tanya Albert.
Sedangkan Pelayan yang berada dihadapannya yang tidak mengerti dengan ucapan Albert barusan, seketika Ia mengerutkan keningnya, lalu Ia memberanikan diri untuk bertanya pada Tuan mudanya itu.
" Maksud Tuan apa, setau ku aku masih berada di alam dunia, dan saat ini kita sedang berada di dalam Mension Keluarga Bridam," jelas Pelayan itu.
" Hah..! Maksudmu aku juga masih hidup, dan sekarang aku berada di mana tadi?" tanya Albert sambil menatap wajah Pelayan dengan lekat.
" Mension Keluarga Bridam, Tuan muda," ucap Pelayan itu, sambil membungkukkan badannya.
Mendengar ucapan Pelayan itu barusan, membuat Albert berpikir sejenak, lalu ia menatap kearah Pelayan itu kembali.
" Siapa yang membawaku ke rumah mewah yang bagaikan bak istana ini," tanya Albert kemudian.
" Tuan besar kami, namanya Simon Bridam, dan Ia juga mengatakan satu hal kepada seluruh penghuni rumah ini, bahwa anda itu adalah Cucu kandungnya," ucap Pelayan itu, yang masih membungkukkan kepalanya terhadap Albert.
" Aku ini Cucunya, bagaimana mungkin! Ah…! sudahlah, lebih baik aku bertemu dengannya, dan menanyakan langsung tentang kebenaran ini, lalu sekarang Ia berada di mana?" Tanya Albert.
" Saat ini Ia sudah berangkat ke kantor, dan Ia juga menitipkan sesuatu pada anda," ucap Pelayan itu, sambil memberikan sebuah Amplop berwarna coklat kepada Albert.
Albert seketika mengerutkan keningnya mendengar ucapan Pelayan itu, kemudian Ia meraih Amplop yang di sodorkan oleh Pelayan itu padanya.
" Apa ini?" tanya Albert.
" Aku sendiri tidak tau Tuan, jadi silahkan anda buka dan lihat sendiri," ucapnya.
Tanpa menunggu lama, akhirnya Albert pun langsung membuka Amplop warna coklat itu, matanya langsung membulat sempurna, bahkan tangannya sampai
bergetar dengan sangat hebat, sebab saat ini Ia sedang memegang sebuah kartu Black card.
" A...a..apa ini untukku," ucap Albert dengan bibir yang bergetar.
" Iya Tuan, itu milik anda," ucap Pelayan itu.
" Kalau begitu, dimana Tuan besar anda, aku ingin mengucapkan terima kasih padanya," ucap Albert.
" Seperti yang aku katakan tadi Tuan, saat ini Ia sudah berangkat ke kantor," ucapnya
" Baiklah kalau begitu, sekarang berikan aku alamat kantornya dan aku ingin bertemu dengannya untuk mengucapkan terima kasih," ucap Albert.
" Tapi Tuan."
" Sudahlah, berikan aku alamat kantornya sekarang," ucap Albert.
" Baiklah," ucap Pelayan itu pasrah sambil mengambil secarik kertas di atas Nakas, lalu Ia menuliskan alamat kantor Tuan Simon di atasnya.
" Ini Tuan." ucapnya sambil menyerahkan secarik kertas itu kepada Albert.
Kemudian Albert berdiri, dan mengambil kertas itu dari tangan Pelayan tersebut, lalu Ia membaca sekilas alamat yang tertera di atasnya.
" Pelayan, antarkan aku menuju pintu gerbang rumah ini sekarang, sebab saat ini aku tidak tau sama sekali jalan keluar rumah mewah ini," ucap Albert.
" Baik Tuan," ucap Pelayan itu.
Kemudian Pelayan itu menuntun Albert menuju pintu gerbang, sedangkan Albert hanya mengikuti langkah Kaki pelayan itu dari belakang, dan Ia juga sangat takjub melihat decoration rumah mewah tersebut, sehingga kadang-kadang langkah kakinya tiba-tiba berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan rumah mewah itu.
****
Di Kantor Tuan Simon
Albert berjalan perlahan untuk menghampiri resepsionis dan memberikan secarik kertas yang berada di tangannya.
" Apakah ini kantor keluarga Tuan Simon Bridam," tanya Albert.
" Betul sekali, ini adalah salah satu anak cabang perusahaannya, yang paling terbesar di kota ini," ucap resepsionis itu dengan sangat sinis.
" Kalau begitu, antarkan aku menemuinya, ada sesuatu hal yang sangat penting yang ingin aku bicarakan denganya," ucap Albert.
Kemudian resepsionis itu berdiri dari tempat duduknya dan melihat penampilan Pemuda yang sedang berdiri di hadapannya, sungguh miris," batinnya sehingga timbul dari dalam pikirannya untuk menghina Albert.
" Penampilannya saja acak-acakan begini, bagaimana mungkin Tuan Simon, mau bertemu dengannya," batin resepsionis itu, lalu Ia kembali duduk pada kursinya.
" Tuan Simon sedang tidak ada, jadi anda pergilah sekarang juga dari kantor ini," ucap resepsionis itu dengan sangat sinis, lalu Ia melanjutkan kembali pekerjaannya.
Albert yang melihat kalau resepsionis itu sekarang tidak menghiraukannya, Ia kembali mendekat kearah resepsionis itu.
" Nona, aku katakan sekali lagi, antarkan aku bertemu dengan Tuan Simon, kalau tidak…!" Ucap Albert terhenti karena resepsionis itu langsung memotong perkataan Albert.
" Kalau tidak, apa hah…? Kau pikir siapa dirimu berbicara seperti itu padaku, kau hanya orang miskin, lihatlah penampilan mu, tidak karuan seperti itu, jadi aku minta, cepatlah pergi dari kantor ini, karena kau tidak pantas berada di sini," Teriak resepsionis itu dengan sangat marah.
Sehingga membuat para karyawan, yang melihat kejadian itu, mulai mengarahkan pandangannya kearah Albert. Sehingga membuat Albert merasa sangat malu.
Sedangkan Tuan Simon dan Will yang baru saja keluar dari dalam ruangannya dan hendak melaksanakan rapat, kemudian Ia melihat Albert.
" Albert," batin Tuan Simon, kemudian Ia langsung menghampiri cucunya.
Sedangkan resepsionis yang melihat kedatangan Tuan Simon, langsung tersenyum manis, lalu Iapun berdiri dari tempat duduknya untuk segera memberi hormat.
" Selamat siang Tuan," sapa resepsionis itu dengan sangat ramah.
" Siang, ada apa ini? Kenapa semua orang melihat kearah sini?" Tanya Tuan Simon.
" Oh, ini Tuan, kau lihat Pemuda yang sedang berdiri di situ, katanya dia ingin bertemu dengan anda, tapi aku tidak mengijinkannya, kau lihat sendiri kan pakaiannya saja seperti itu, bagaimana mungkin aku memperbolehkannya untuk menemui Tuan, secara…! Tuan kan orang penting, dan tidak akan mungkin mau bertemu dengan pemuda seperti dia," ucap resepsionis itu.
Mendengar ucapan resepsionis itu, kemudian Albert menghampiri Tuan Simon.
" Kakek," ucap Albert sambil memeluk Tuan Simon di hadapan resepsionis itu.
Sehingga membuat mata resepsionis itu langsung membulat sempurna.
" A.. apa yang dia katakan barusan, Kakek, tidak mungkin," batin resepsionis itu.
Dengan sangat percaya dirinya, resepsionis itupun kembali menghampiri Albert. Dan mulai menghinanya kembali.
" Hei…! Pemuda miskin, kau tidak pantas berada di sini, jadi silahkan kau keluar dari perusahaan ini sekarang juga," Teriak resepsionis itu.
" Kakek," panggil Albert kembali kepada Tuan Simon.
" Kakek, kakek, dia itu bukankah kakekmu, dan setahuku dia hanya mempunyai satu cucu dan namanya itu, Tuan Robert,dan kau, enak saja mengaku-ngaku sebagai cucu orang terkaya nomor tiga di dunia, cepat kau pergi dari sini," ucap resepsionis itu terus saja melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepada Albert.
Sehingga membuat Albert, sudah tidak bisa menahan emosinya lagi, dan langsung memecat resepsionis tersebut detik itu juga.
" Kau di pecat, silahkan keluar dari kantor ini sekarang juga," ucap Albert.
Kemudian Tuan Simon pun berkata hal yang sama dengan Albert.
" A... apa, aku di pecat," ucap resepsionis itu dengan terbata, dan seluruh tubuhnya pun mulai gemetaran.
" Ya, kau di pecat karena sudah berani menghina cucuku," ucap Tuan Simon.
" J... jadi, dia itu benar-benar Cucumu," ucap resepsionis itu lagi-lagi terbata.
" Hum…! Ucap Tuan Simon singkat.
" Will, urus dia, dan jangan kau berikan uang pasangon sepersen pun, kalau perlu seluruh keluarganya kau ungsikan ke tempat terpencil," ucap Tuan Simon, kemudian Ia pergi bersama dengan Albert menuju ruangannya.
Resepsionis itu pun tidak dapat berkata apa-apa lagi, Ia hanya bisa pasrah mendengar ucapan Tuan Simon barusan. Dan kini Ia hanya bisa menangis dalam diam, dan menyesali apa yang telah Ia perbuat.
Di Dalam Ruangan Tuan Simon
Albert pun mulai menceritakan maksud dan tujuannya datang ke kantor itu, tetapi Tuan Simon langsung menghentikan Albert, karena ini bukanlah waktu yang tepat, mengingat sebentar lagi Ia akan mengadakan pesta yang sangat megah untuk penobatan Albert, sebagai pewaris tunggalnya.
" Kakek janji, setelah acara selesai, aku akan menceritakan semuanya padamu," ucap Tuan Simon.
" Kakek janji," ucap Albert.
" Iya..! Cucuku," jawab Tuan Simon.
****
Pagi Harinya
Albert pun terbangun dari tidurnya, Lalu Ia mengarahkan pandangannya ke seluruh sudut kamarnya.
" Sungguh mewah," batinnya, sambil membalikkan badannya kearah Pelayan yang sejak tadi membungkukkan badannya.
" Anda kenapa? sakit pinggang," tanya Albert dengan sangat polosnya.
" Tidak Tuan muda, aku seperti ini karena sedang menghormati anda."
" Maksudmu menghormati ku," tunjuk Albert pada dirinya sendiri.
" Iya Tuan muda."
" Lah..lah, kalau begitu sekarang luruskan badanmu, aku tidak ingin nanti kau merasakan yang namanya encok, jadi aku perintahkan padamu untuk tidak melakukan hal konyol seperti itu lagi padaku," ucap Albert.
" Tapi Tuan muda."
" Sudahlah tidak ada tapi-tapian," ucap Albert sedikit kesal, kemudian Ia kembali duduk di sisi ranjang empuknya.
" Enak juga ya, jadi orang kaya," batin Albert.
Melihat apa yang dilakukan oleh Tuannya yang belum beranjak sama sekali dari tempat tidurnya, Pelayan itu mulai merasa gelisah, sebab Jam yang berada di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul delapan pagi, kemudian Ia pun memberanikan diri untuk bertanya pada Tuannya.
" Tuan, apakah anda tidak ingin mandi? soalnya sebentar lagi anda akan di nobatkan sebagai pewaris tunggal dari keluarga Bridam," ucap Pelayan itu.
Albert lagi-lagi dibuat terkejut mendengar ucapan Pelayan itu, kemudian Ia mendongakkan kepalanya menatap kearahnya.
" Anda serius," tanya Albert dengan mata yang membulat sempurna.
" Bukan serius lagi Tuan, tapi dua rius," ucap Pelayan itu sambil mengangkat tangannya membentuk sebuah huruf V.
" Baiklah, sekarang apa yang harus aku lakukan," ucapnya seperti orang kebingungan.
" Anda tidak perlu melakukan apa-apa, kami yang akan mempersiapkan semuanya, dan sekarang lebih baik Tuan mandi dulu," ucap Eric pada Albert.
" Mandi...! Ala mak, kenapa aku bisa jadi pelupa seperti ini," ucap Albert sambil mengetuk jidatnya.
" Baiklah, sekarang tunjukkan dimana kamar mandinya," ucap Albert.
" Mari Tuan muda biar saya tunjukkan," ujar Eric sambil berjalan perlahan, sedangkan Albert hanya mengekor dari belakang Eric.
" Di sini Tuan, silahkan masuk," ucap Eric.
Kemudian Albert masuk kedalam kamar mandi, dan tanpa Ia sadari Eric juga ternyata mengekor di belakangnya.
" Lah..lah, Erik...! buat apa anda mengikuti ku," tanya Albert sambil memicingkan matanya.
" Ya, tentu saja aku akan membantu Tuan muda untuk mandi," jawab Eric dengan begitu polosnya.
" Apa...! silahkan keluar, emangnya aku ini bayi yang baru lahir, hingga engkau ingin memandikan diriku," ucap Albert dengan sangat kesal.
" Tapi Tuan."
" Tidak ada tapi-tapian, silahkan kau keluar dan tinggalkan aku sendiri," bentak Albert.
" Baiklah." jawab Eric dengan sangat pasrah, dan Ia juga tidak ingin membuat Tuan mudanya itu tambah marah.
Dua Puluh Menit Kemudian
Albert pun akhirnya keluar dari dalam kamar mandi yang bagaikan bak istana itu.
Sedangkan Eric yang melihat Tuan mudanya sudah keluar dari dalam kamar mandi, kemudian Ia menepuk tangannya hingga beberapa kali, dan datanglah beberapa Pelayan yang ditugaskan oleh Tuan Simon, untuk membawa beberapa potong pakaian bermerek internasional.
" U... untuk siapa ini," tanya Albert sambil terbata.
" Hum...! Tentu saja buat anda Tuan muda," ucap Eric.
" Untuk saya," tanya Albert sambil menunjuk kearah dirinya sendiri.
" Iya, jadi silahkan pilih yang mana yang lebih cocok untuk Tuan muda," ucap Eric.
Kemudian Albert berjalan perlahan menghampiri para Pelayan yang berada di depannya, dan memilih baju warna hitam, tapi tiba-tiba Erik menghentikannya.
" Untuk acara ini, Tuan muda tidak cocok menggunakan baju warna hitam itu, karena kita mau mengadakan penobatan anda di dalam Kapal pesiar, jadi temanya harus nuansa putih," Jelas Eric.
Mendengar penjelasan Eric, lagi-lagi Albert terkejut bukan main.
" K... Kapal Pesiar," ucap Albert terbata, dan sedetik kemudian Ia kembali menetralkan keterkejutannya.
" Baiklah, kalau begitu silahkan anda saja yang memilih, baju mana yang cocok saya pakai ke acara tersebut," ucap Albert.
" Baik Tuan muda," ucap Eric sambil menghampiri para Pelayan yang memegang satu model baju dalam satu orang.
" Kamu botak, silahkan maju ke depan," perintah Eric sambil mengibaskan tangannya.
Kemudian si botak mendekat, dan menghampiri Albert, sambil mencocokkan pakaian yang Ia bawa.
" Bagaimana kepala Pelayan Eric, apakah ini cocok," tanya si Botak.
" Hum...! ini sangat cocok, bahkan melebihi kata sempurna...!" jawab Erik sambil menekan kata sempurna di akhir kalimatnya.
Lalu Ia membalikkan badan Albert, dan membantu memakaikan bajunya.
Sedangkan Albert yang di perlakukan bak seorang Dewa itu, Ia hanya terdiam tanpa membantah sama sekali.
Setelah selesai memakaikan pakaian Tuannya, Eric lalu menyuruh si Botak untuk mengambil sebuah cermin.
" Botak, cepat kau angkat cermin besar itu, dan letakkan di hadapan Tuan muda kita," perintah Eric.
" Baik, kepala Pelayan," ucap si Botak.
Di saat si Botak ingin mengambil cermin besar itu, Albert tiba-tiba menghentikan langkahnya.
" Tunggu, kau tidak perlu repot-repot mengangkat cemin itu kesini, aku masih bisa berjalan dan jaraknya pun hanya empat langkah dari sini, jadi lebih baik anda menyingkir dari hadapanku saja," ucap Albert sambil mengibaskan tangannya, kemudian Ia melangkahkan kakinya menuju tempat cermin besar itu terpajang.
" Wah...! ternyata wajahku tidak kalah tampan dengan artis Bollywood," batin Albert sambil memperhatikan penampilan dirinya di depan cermin tersebut.
Saat dirinya sedang asyik bercermin, tiba-tiba saja terdengar suara seseorang mengetuk pintu, dan hal itu membuat Albert seketika menghentikan tindakannya.
" Ada perlu apa kau datang kemari Tuan Will?" tanya Eric.
Bukannya menjawab pertanyaan Eric, Will malah menunjuk kearah Jam yang berada di pergelangan tangannya.
" Baiklah aku mengerti," ucap Eric sambil menghampiri Albert yang masih berdiri di depan bercermin.
" Tuan muda, maaf telah mengganggu aktivitas mu, aku rasa sekarang kita harus turun ke bawah dan menemui Kakek anda," ucap Eric.
" Hum...! Baiklah terserah kau saja," ucap Albert.
Kemudian Eric menuntun Albert keluar dari dalam kamarnya.
Sedangkan Albert, begitu keluar dari dalam kamarnya, Ia begitu menikmati decoration rumah yang bagaikan sebuah istana di dalam negeri dongeng itu.
" Benar-benar menakjubkan," batinnya.
Tuan Simon yang sedang duduk di meja makan, begitu melihat kedatangan Cucunya, iapun langsung berdiri dan memeluknya.
" Selamat datang di keluarga Bridam cucuku, aku adalah kakek mu, dan hari ini juga aku akan menobatkan dirimu sebagai pewaris tunggal di keluarga ini," ucap Tuan Simon sambil melepaskan pelukannya dari Albert.
" Tapi Kek, dari mana anda tau kalau aku ini adalah Cucumu, sedangkan mending Ibu ku tak pernah mengatakan kalau aku ini adalah keturunan orang kaya," ucap Albert dengan sangat polosnya.
Lalu Tuan Simon tertawa mendengar pertanyaan konyol dari Cucunya itu.
" Sudahlah Nak, tidak usah kau pikirkan mengenai dari mana aku tau kalau kamu ini adalah cucuku, dan yang terpenting sekarang kita harus menghadiri perayaan kembalinya kau ke keluarga Bridam," ucap Tuan Simon sambil merangkul pundak Albert.
" Baiklah Kek," ucap Albert pasrah.
Kemudian mereka berdua keluar dari dalam rumah mewah itu, dan tujuan mereka saat ini adalah tempat dilakukannya pesta perayaan di dalam Kapal pesiar.
*****
Di Dalam Kapal pesiar
Begitu Albert dan Kakeknya Simon sampai, mereka berdua berjalan di atas karpet merah, dan langsung di sambut dengan sorotan lampu kamera, dari wartawan yang meliput di dalam acara tersebut.
Sehingga membuat Albert sedikit tidak nyaman, dan Ia mulai merasa sangat gugup, sebab suasana seperti ini adalah hal pertama baginya.
Sedangkan Tuan Simon yang menyadari keadaan Cucunya, Ia mulai memerintahkan pada Will, untuk segera menghalangi agar semua wartawan itu tidak mendekat kearah cucu kesayangannya.
Tanpa basa-basi lagi, Tuan Simon segera membawa Cucu kesayangannya itu menaiki panggung yang telah di sediakan.
Kemudian Ia di berikan Mic oleh pembawa acara, dan tanpa menunggu lama Iapun langsung memperkenalkan Cucunya itu kepada seluruh kolega bisnisnya.
" Perhatian...! untuk semua tamu yang hadir di dalam acara ini, apakah kalian lihat Pemuda tampan yang berdiri di sebelah ku ini."
" Dia adalah Cucuku, namanya Albert Bridam, dan tentunya Ia adalah pewaris tunggal keluarga kami, dan sekarang aku mengumumkan dan akan menobatkannya sebagai pemimpin perusahaan yang baru," ucap Tuan Simon dengan sangat lantang.
Mendengar pengumuman itu, membuat beberapa tamu penting yang hadir mulai membicarakan tentang Albert, apalagi mereka yang memiliki anak gadis, dan tentu saja mereka ingin menjodohkannya dengan Albert, secara...! Albert kan sudah menjelma menjadi salah satu orang terkaya nomor tiga di dunia, pastilah banyak cewek cantik yang ingin mendekati dirinya.
****
Acara penobatan Albert terus berlangsung meriah, bahkan Wartawan berita dan Stasiun Televisi tak henti hentinya menyoroti dirinya, sehingga membuat acara itu menjadi trending topik di seluruh dunia, bahkan seluruh pebisnis internasional sekarang ini sedang membicarakan dirinya.
Sedangkan Tania yang berada di ruang keluarga bersama dengan Ayahnya, dan kebetulan saat ini mereka sedang menonton acara televisi.
Tetapi Tania sepertinya sedang kesal, sebab semua stasiun televisi menyiarkan acara yang sama.
" Ih...! dasar orang kaya, selalu saja membuat sensasi dimana-mana," ucap Tania berdecak kesal.
Tetapi sejurus kemudian Ia menajamkan penglihatannya, dan Ia begitu terkejut melihat orang yang berada di dalam Televisi itu, bahkan saat ini ia sampai berdiri dari tempat duduknya.
" Apa itu benar-benar Albert? atau hanya sekedar mirip saja," batin Tania mulai merasa sangat gelisah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!