NovelToon NovelToon

Bukan Pelarian

BAB 1

“Airin, aku sedang membaca proposal yang kamu buat untuk Xander’s Group. Sepertinya harus ada yang direvisi deh.” Richie sahabatnya semenjak SMA meneleponnya.

“Bagian yang mana Ric?” tanya Airin. Ia menutup sementara layar laptopnya yang memperlihatkan transaksi

sahamnya, membuka dokumen proposal yang dikirimnya ke Richie.

“Budget..sepertinya terlalu kecil. Mereka kan mau buka mall baru, kita harus prepare untuk pembawa acaranya.

Tidak mungkin kita pakai orang biasa, setidaknya artis atau siapalah yang terkenal.” jelas Richie.

“Benar juga sih. Aku revisi bentar ya.” Airin merevisi proposal itu dalam waktu 2 menit dan mengirimkannya kembali ke Richie.

“Done.” ucapnya lagi.

“Maaf ya aku ganggu hari cuti kamu, Rin. Tapi aku mau yang terbaik, bagaimanapun juga ini project penting untuk RAF. Kalau kita berhasil, ini bisa menjadi kesempatan besar untuk kita Rin. Nama RAF bakal dilirik orang.”

“Santai Ric, memang pernah aku marah jika kamu telepon?  Lagian aku terima kasih banget kamu memikirkan RAF di saat kamu juga lagi sibuk dengan bisnis papamu." Airin bersyukur Richie mau membantunya.

“Jadi boleh donk kalau aku telepon kamu terus.” tanya Richie.

“Ya bolehlah. Aku senang lagi kamu telepon.” jawaban Airin membuat jantung Richie berdegup lumayan kencang.

“Kalau aku ajak kamu jalan mau ga?” Richie bertanya lagi. ‘Say YES please!’ Richie berharap jawaban Airin adalah…

“Mau lah..Tapi nanti kita ajak Vina ya biar lebih seru.” Richie menunduk lesu mendengarnya.

“Ok deh, kapan-kapan kita kumpul. Sudah dulu ya Rin, maaf aku mengganggumu. Nanti aku baca lagi email revisi

proposalnya. Aku mau kirim ke Xander’s Group. Rencananya minggu depan mereka akan menentukan EO yang mereka pakai. Mudah-mudahan ada kabar baik.” Richie memutuskan teleponnya. Airin kembali melanjutkan pekerjaannya yang tadi tertunda.

"Ma, ke mall yuk.." rengek seorang anak perempuan kecil dengan poni tebal yang menutupi seluruh keningnya. Airin hanya melirik sekilas ke arah anak itu sambil tetap sibuk berkutat dengan laptopnya. "Ayolah Ma, Vely mau ke mall cari papa. Vely ada duit." dengan polosnya Lovely yang baru berusia empat tahun itu terus menarik lengan Airin.

Dulu, sekitar enam bulan lalu, ketika pertama kali Airin mendengar Vely ingin membeli papa baru, entah ada perasaan sedih bercampur lucu. Walaupun Airin sering mencari beribu alasan karena kesibukannya, tapi Vely tidak pernah lelah untuk meminta hal yang sama. Sebenarnya Airin mengerti dengan perasaan putrinya tersebut. Di umur sekarang, Vely pasti membutuhkan figur seorang ayah. Aneh baginya saat perayaan Hari Ayah di sekolah, malah mamanya yang datang mengikuti lomba mewarnai dengannya. Dari hal kecil seperti itulah sering muncul pertanyaan aneh dari mulut kecil Vely yang membuat Airin terdiam. Diam di bibir, tapi jangan tanya otaknya. Entah beribu suara muncul seakan berebut memberi ide tentang apa yang harus dijawabnya.

Bibir Airin melengkung membentuk suatu senyuman lebar setelah ia mengetik huruf terakhir di keyboard nya.

Transaksi saham terakhirnya berhasil memberikan cuan yang lumayan besar.

"Ok sayang, kita ke mall ya. Ganti baju yuk!" Vely melompat kegirangan sambil berlari ke kamarnya. Airin senang jika melihat anaknya bahagia. Walaupun Vely belum mengerti bagaimana caranya mendapat “papa” yang baru, tapi ia sangat bersemangat untuk mendapatkannya. Bahkan Vely bisa sedikit menabung dari uang yang biasa diberi oleh neneknya, untuk “membeli” papa katanya. Airin bingung bagaimana menjelaskan ke anak umur empat tahun bahwa tidak semudah itu menemukan seorang pria yang mau menerima seorang wanita yang sudah memiliki satu anak. Apakah pria itu hanya sekedar menerima atau bisa mencintai anak Airin seperti anaknya sendiri. Jika ia menerima, apakah keluarganya juga mau menerimanya. Aaahh…sungguh Airin malas memikirkan semua itu. Tapi sampai kapan ia tega melihat rengekan Vely. Airin bisa melanjutkan hidupnya saja ia sudah merasa sangat bersyukur, dan melanjutkan cerita cinta dalam hidupnya…Itu menjadi tanda tanya besar yang belum bisa ia temukan jawabannya.

BAB 2

Suasana di mall hari ini agak ramai. Walaupun ini hari Rabu, namun jam sudah menunjukkan jam 4 sore. Airin menggandeng tangan putri kecilnya menaiki eskalator. Sudah tiga minggu ia tidak mengajak Vely jalan-jalan karena Airin sedang sibuk merintis bisnis barunya dengan Richie, teman kuliahnya dulu. Event Orginizer, bisnis impian Airin dari dulu. "Ma, main itu yuk." suara cempreng Vely membuat Airin langsung menoleh ke arah stan mewarnai dengan pasir warna. Sebelum sempat menjawab, Vely sudah berlari ke arah stan tersebut.

"Mau gambar apa dek?" tanya mba penjaga stan tersebut.

"Dora Tante" Vely langsung duduk dan sibuk dengan dunianya.

Airin tersenyum melihat putrinya yang seakan lupa dengan tujuan ke mall yang dia ucapkan ketika masih di rumah. Ya begitulah anak-anak. Secepat itu berubah pikiran sesuai dengan mood mereka. Tapi tidak dengan Airin. Banyak sekali pertanyaan mengenai kehidupan pribadinya seakan terus menusuk pikirannya. Setidaknya itu yang terjadi jika Airin sedang berdua saja dengan Vely. Makanya ia menyibukkan diri dengan bisnis EO dan trading saham di sela waktu luangnya.

"Aduuh.." seorang anak laki-laki berumur sekitar 6 tahun jatuh terjerembab tidak jauh dari tempat Airin duduk. Dan...ups.. sialnya.. es krim yang dipegang anak itu mengenai kaki dan sepatu Airin. Airin shock menyadari sesuatu yang mengenai sepatunya tersebut, sebelum ia menyadari anak laki-laki itu juga terdiam melihat sepatu pink yang tertutup dengan lelehan es krim coklat yang ditumpahkannya.

"Maaf Tante" anak itu berujar pelan hampir tak terdengar. Vely mengalihkan matanya ke anak laki-laki tersebut. Ia bangun mendekati anak itu.

"Oh ga apa-apa kok sayang. Waduh, dengkul kamu berdarah nih. Duduk sini dulu yuk" Airin menuntun anak itu ke kursi yang didudukinya tadi. Ia mengambil tissue dan plester dari tasnya. Jangan tanya kenapa ada plester di tas Airin. Hampir semua barang penting ada di tasnya, hingga teman-temannya menyebut tas Airin tas Doraemon hahaha...

"Darren, kamu kenapa?" seorang pria mendekati mereka dan ia terdengar cukup khawatir. Mmmh.. Siapa dia? tanya Airin dalam hati.

"It's ok Dad, tadi Darren jatuh, dan es krimnya..." Darren tidak melanjutkan ucapannya. Pria tersebut hanya mengikuti lirikan sang anak ke sepatu kotor seorang perempuan.

"Oh, maafkan anak saya. Sepatu Anda kotor, apakah bisa dibersihkan? Atau izinkan saya ganti yang baru, sepertinya sepatu Anda terbuat dari kanvas jadi sepertinya akan membekas." pria itu berucap panjang namun terlihat tulus. Ada keinginan untuk memperpanjang masalah ini ketika ia melihat sosok perempuan cantik dengan penampilan yang tidak berlebihan. Hanya dress putih selutut, sepatu kets merah muda, rambut coklat gelap sebahu sedikit bergelombang yang dibiarkan terurai. Dan sepertinya ia cukup baik karena ada plester di lutut anaknya.  Ok, cukup Aiden. Kebiasaanmu adalah terlalu suka membaca karakter orang terlalu dalam bahkan sebelum kamu mengenalnya.

"Ga perlu Pak, nanti bisa saya cuci aja." Airin menolak dengan sopan.

Vely berlari ke arah Airin dan menunjukan karya Dora nya dengan bangga, "Bagus ga Ma?" tanya Vely dan dijawab dengan dua jempol Airin.

"Saya permisi dulu ya Pak.. Bye dek, cepet sembuh ya, dan jangan lari-lari di mall, lantainya licin." ujar Airin sambil sedikit mengacak rambut anak itu.

'Ternyata istri orang' batin Aiden menggumam.

BAB 3

Aiden Leo Alexander, sedang memimpin rapat proyek pengembangan mall yang telah dibangun mulai setahun lalu. Sebulan lagi, Xander Park yang didirikan oleh Xander's Group tersebut akan Grand Opening.

"Gimana Pak Tomy, sudah ketemu dengan EO yang bakal ngatur GO nya nanti?" tanya Aiden kepada seorang pria paruh baya bagian Humas di perusahaannya.

"Sudah ada tiga calon Pak, nanti saya berikan proposalnya ke Mba Valen." Valencia adalah sekretaris Aiden sejak dua tahun lalu.

"Ok baik, pagi ini juga ya. Karena uda mepet date line nya."

Aiden meninggalkan ruangan itu menuju ruang kerjanya diikuti oleh Valen.

"Pak Aiden, ini proposal titipan Pak Tomy."

"Ok, tarok aja di meja, kamu boleh keluar. Makasih."

Aiden membaca satu per satu dari tiga map tersebut. Setelah mempertimbangkan rundown acara dan budget yang ditawarkan, akhirnya Aiden  memutuskan memilih RAF Event Organizer. Aiden sempat ragu memilih RAF yang baru berdiri setahun, namun  ia melihat RAF memiliki konsep acara yang lebih modern dibandingkan dua saingannya yang agak terlihat kuno. Aiden memang tipikal orang yang cepat dalam mengambil keputusan. Straight to the point. Ia lalu menghubungi Valen untuk mengatur pertemuannya dengan RAF. "Minta Pak Tomy juga ikut saya nanti." sambungnya.

Sekitar pukul 1 siang Aiden sampai di sebuah restoran dengan ruangan VIP tertutup. Valen menyerahkan dokumen yang diperlukan ke Aiden, sedangkan Pak Tomy sibuk dengan laptop yang akan digunakan bos nya tersebut.

Tok..tok..

"Selamat siang, dengan Pak Aiden?" sapa seorang pria muda tinggi dan tampan, berkulit putih, pakaian rapi dan...bermerk sepertinya. Pemuda yang pintar dan kaya, batin Aiden.

"Siang, saya Aiden. Anda Pak Richie?" tanyanya sambil berjabat tangan.

"Iya Pak, panggil saja saya Richie."

Tok..tok..tok.. Bunyi ketukan pintu lagi.

Kali ini muncul seorang gadis manis dengan rambut terkuncir rapi, blazer putih, rok abu yang sedikit ketat, dengan high heels hitam 7 cm. Perfect. 'Kita ketemu lagi', senyum Aiden di dalam hati.

"Ini teman saya, pengurus RAF juga, Airin. Airin, ini Pak Aiden." Richie memperkenalkan mereka.

"Siang Pak Aiden, sepertinya kita pernah ketemu ya."

"Tiga minggu lalu di Diamond Mall. Ya Anda benar, tapi kita belum sempat berkenalan." jawab Aiden sambil menjabat tangan Airin. "Kita lanjut meeting nya ya." sambung Aiden.

Pembicaraan berlangsung sekitar 2 jam lebih hingga mencapai kesepakatan.

"Terima kasih untuk kepercayaan yang diberikan kepada kami Pak Aiden. Kami akan berusaha sebaik mungkin agar acara ini sukses, jika ada hal-hal yang ingin ditambahkan jangan segan untuk dibicarakan dengan kami Pak."

"Sama-sama Richie, saya melihat ada kompetensi yang luar biasa di diri kalian." ujarnya sambil melirik ke Airin.

"Mau ngopi dulu?" sambung Aiden.

"Mmmh.. Maaf, saya ga suka kopi Pak. Lagian saya harus jemput anak saya di tempat les" jawab Airin sambil melihat jam tangannya. "Saya permisi dulu Pak Aiden." Airin mendekat ke Richie,"Kamu temenin Pak Aiden dulu ya, ga enak" bisik Airin ke Richie. Airin menuju ke mobilnya, dipandangi oleh dua pria tampan yang semakin menjauh.

Sesampainya di mobil Airin menelepon seseorang, "Sebentar ya Ma, Airin baru mau jemput mama, nanti kita jemput Vely." Ia melajukan mobil new Yaris white yang dibelinya dari uang warisan asuransi jiwa suaminya. Mobil yang sederhana dikarenakan ia harus menabung untuk biaya sekolah Vely nanti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!