Suasana hari itu sangat berbeda, entah apa yang terjadi aku merasa sangat aneh seolah akan ada sesuatu yang terjadi. Aku merasa sangat merindukan mamaku hari itu. Aku duduk merenung dalam kelas, pikiranku kosong.
"Hey Lan, kenapa kok bengong begitu? Kau tak mau ke kantin? Gak biasanya kau lesu begini" tanyak temanku yang melihat ku bengong.
"Kak, kok sendirian di kelas sih. Ku cari di kantin dari tadi. Kenapa kok lesu begini sih kak, ada apa?" tanya Adit yang mendatangi aku ke kelasku.
"Dit, apa kau mau menemani aku sempai nanti? Kau tidak akan meninggalkan aku sendirian kan?" tanyaku yang tak tau aku Tanya apa, karna kata - kata itu keluar begitu saja dari benakku.
"Hahaha... Kenapa kok tiba - tiba kakak berkata begitu? Kalo aku sih akan selalu ada untuk kakak, aku kan pengikut setia kakak. Jadi aku tak akan meninggalkan kakak sendirian" jawab Adit dengan khasnya yang selalu ceria.
Siang itu, aku pulang sekolah bersama dengan Adit dan kami langsung pulang ke rumah, aku menyuruh Adit menyetir karna aku lagi malas. Begitu sampai rumah aku sangat terkejud karna semua orang berkumpul di rumah. Aku yang merasa bingung langsung lari begitu turun dari mobil, aku tak menghiraukan panggilan Adit.
"Kak...? Ada apa ini, kenapa rumah ramae sekali." aku memanggil kakakku dan berjalan kearahnya dengan bingung melihat kanan kiri.
"Lan kuatkan hatimu sayang, kemarilah. Dengarkan kakak, semua ini sudah takdir kau harus iklas. Papa, papa telah menyusul bunda Lan." jelas kak Lea padaku sambil menangis tersedu -seduh, dan menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Maksud kakak apa. Katakan pada Alan apa maksunya kak!?" teriakku memintak penjelasan akan sesuatu yang sebenarnya sudah ku tau pastinya.
"Alan...?" kak Lea menarik tanganku dan memeluk aku dalam dekapannya. Ku rasakan tubuh kak Lea yang bergetar menanhan rasa sedih.
"Tidak mungkin, ini tidak mungkin kak... Bagaimana bisa papa pergi meninggalkan Alan sendirian? Apa Alan akan bernasip sama seperti mama yang harus berjuang sendiri saat belum tau apa - apa kak? Kenapa mereka tega meninggalkan Alan sendirian kak, kenapa..." tangisku pecah dalam pelukan kak Lea, dan ku balas pelukannya dengan sangat erat.
"Sayang, adiku yang hebat, kau mewarisi keduanya. Kau adalah papa dan kau juga bunda. Kakak yakin kau akan bisa mencapai semuanya, kakak akan selalu mendukungmu." kata kak Lea menyemangati aku sambil menepuk punggungku.
Tangisku semakin pecah, dadaku terasa sangat sesak dan nafasku begitu berat. Aku meringkuk dalam kamar orang tuaku, ku tatap bingkai foto mereka yang terlihat sangat bahagia.
Hari itu aku benar - benar merasa hancur, papa yang selalu berada di sisiku dan memberiku banyak pembelajaran telah pergi meninggalkan aku. Hari - hariku mulai sepi, kedua orang yang paling aku sayang telah pergi meninggalkan aku.
Mama yang pergi lebih dulu karna sebuah kecelakaan membuat papa tak sanggup menanggung kesedihan atas perpisahan dengan orang yang paling disayang dan dicintainya sedunia.
"Pa, Ma. Alan janji pada kalian, Alan akan menjadi lebih hebat dari kalian berdua. Alan akan menyelesaikan perjuangan kalian berdua." janjiku pada kedua orang tuaku yang di makamkan berdampingan.
Acara pemakaman berlangsung, semua orang yang datang ikut mengantar ke makam sebagai penghormatan terakhir untuk papaku. Semua orang telah pergi, tinggal aku yang masih bersimpuh di depan peristirahatan terakhir papaku.
"Kak, jangan takut. Aku akan membantumu kak, dan akan selalu berada disisimu kak." kata Adit padaku sambil menepuk bahuku, dia adalah sepupuku dan juga sahabatku.
"Alan, sabar ya sayangku. Tante akan selalu ada untukmu." kata tante Merisca menyemangatiku
Suasana rumah sangat ramai malam itu, semua para keluarga dan juga para relasi kerja papa semuanya datang untuk mengucapkan rasa berduka cita.
Dan tiba - tiba kakaku yang duduk dengan perutnya membuncit itu menjerit kesakitan. Semua orang panik apa lagi kak Oni suami kakakku, dia langsung lari dan menggendong kakakku dan membawahnya ke rumah sakit.
"Alan sakit, perut kakak sakit Lan.?" rintih kak Lea yang membuat aku takut.
"Sabar kak sebentar lagi kita akan sampai rumah sakit." kataku sambil memeluk kakaku dengan erat dan mengelus perutnya.
"Sabar ya sayang, sabar sebentar lagi kita sampai" kata kak Oni yang menyetir dengan kecepatan lumayan tingi.
"Alan.!? Sayang sakit, aaah...!" kak Lea pingsan setelah teriak kesakitan dan ada darah yang keluar mengucur di sela antara kedua kakinya.
"Kak Oni, cepat kak" perintahku pada kak Oni yang menyetir.
"Kak bangun. Kak Lea.!? Jangan tinggalkan Alan kak. Kakak aku mohon bangun lah." kataku yang terus memanggil sambil menggoyang - goyangkan tubuh kakakku yang jatuh pingsan dalam dekapanku karna tak tahan menahan rasa sakitnya.
"Lan, kau jangan menakuti kakak, ada apa dengan istri kakak?" Tanya kak Oni yang panik mendengar aku memanggil kakaku dan tak ada sahutan.
"Kakak menyetir saja jangan Tanya - Tanya.!" teriakku pada kak Oni.
Sesampainya di rumah sakit aku dan kak Oni langsung mendorong kak Lea yang dibawah perawat masuk ke dalam ruang perawatan.
Aku dan juga kak Oni yang tak diizinkan masuk menunggu dengan tidak tenang. Dan setelah 1 jam kak Oni dipanggil oleh salah satu perawat yang baru saja keluar dari ruang pemeriksaan kak Lea.
Aku melihat kak Oni marah dengan memukul - mukulkan tangannya di dinding. Dia terlihat sangat frustasi, rambutnya di acak - acak dan ditarik - tarik dengan sangat frustasi. Dadaku semakin sesak melihat adegan itu.
Dan tak lama kemudian tante Merisca dan juga Om Faris datang, mereka mendekati kak Oni. Namun mereka terlihat jadi semakin aneh. Om Faris yang tak pernah ku lihat frustasi itu malah menunjukkan sisi lemah dan frustasinya, dia terduduk lemas di lantai. Sementara tante Merisca yang memeluk kak Oni terlihat sangat pilu.
"Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa mereka terlihat sangat menyedihkan." batinku yang melihat adegan mereka bertiga.
Aku yang melihat dari kejahuan dan tak berani mendekat, merasa sesak, dadaku sakit, aku tak akan sagup dan tak akan mampu mendengar serta menerima keadaan atau kenyataan yang akan mengatakan bahwa kabar yang datang adalah hal yang buruk lagi.
Aku lari keluar dari rumah sakit, aku meninggalkan mereka dan tak mau menerima kenyataan bahwa semua orang yang ku sayang akan pergi meninggalkan aku sendiri di dunia ini.
"Aaaaarrrgg....!" teriakku melepas rasa sesak dalam dadaku.
"Aku tak akan sanggup jika harus mendengar kabar kalo kak Lea juga pergi menyusul mama dan papa. Aku tak mau tinggal sendirian di dunia ini, aku tak mau.. Jangan pergi kak, ku mohon jangan tinggalkan aku." rintiku dalam kesedihan, aku terduduk lesu di lapangan basket sekolahku.
"Kak," panggil seseorang yang saat kulihat dia adalah Adit
"Ayo pulang kak," ajaknya padaku yang saat itu terduduk di tengah lapangan basket dengan memegangi kedua lututku.
"Kenapa kau di sini?" tanyaku yang heran dari mana dia tau aku berada di sini.
"Bukankah sudah ku bilang, kalo aku adalah pengikutmu kak. Jadi aku mengikutimu sampai di sini," jawabnya yang ikutan duduk di depanku
"Aku tak mau pulang, kau pulang saja duluan." perintahku, karna aku masih takut akan kabar yang aku dengar.
"Tapi mama bilang kak Lea mencari kakak" katanya yang sontak membuatku bangun dan langsung lari keluar lapangan.
"Kak....?! Bisakah kau memberi abah - abah dulu sebelum lari." teriak Adit yang tak ku hiraukan
Huff, ,haa, ,haaa
"Ya am-pun, kau lari tan-pa tanda mem+buat aku ka-lang ka-but." kata Adit dengan nafas yang tersengal - sengal
"Dimana motormu? Kau mengikutiku dengan motorkan?!" tanyaku pada Adit yang masih mengatur nafasnya
"Iya, ayo." katanya sambil berjalan ke arah parkiran
"Biar aku yang bawah" pintaku dan aku langsung melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
"Kaaaaa - kak, ter - la - luh - ce - sat" entah apa celoteh yang diucapkan oleh Adit aku tak begitu dengar. Dia memegang dengan sangat erat pada tubuhku
Saat sampai di depan rumah sakit aku langsung turun dan meninggalkan Adit. Aku lari ke arah ruangan kak Lea tadi, banyak perawat yang memarahi aku karna lari - kari.
"Dimana ruangan Aleana Abigal?" tanyaku pada resepsionis
"Kak kesini." teriak Adit yang sudah menyusulku
Kamar rawat bintang 546
Ceklek
Aku masuk dan di dalam sudah ada Om Faris dan Tante Merisca, serta kak Oni. Aku melangkah maju dan berdiri di depan tante Merisca.
"Masuklah sayang, kakakmu mencarikmu dari tadi." kata tante Merisca sambil memegang bahuku
Aku pun melangkah dan menggeser pintu kamar kakakku, di sana ku lihat kakakku yang sedang terbaring di tempat tidur dengan selimut putih yang menutupi tubuhnya sampai leher.
Aku terus melangkah sampai di dekat tempat tidurnya, aku duduk di kursi samping tempat tidur, ku genggam erat tangan kak Lea dan ku tundukkan kepalaku di samping tempat tidur.
"Lan, sayang" suara kak Lea memanggilku dengan pelan.
Ku tatap wajah kakakku yang pucat dan senyumnya yang penuh dengan kesedihan serta rasa sakit. Seketika aku langsung memeluknya dengan erat, ku tumpahkan semua rasa sedihku dan juga takutku. Tangisku menjadi dalam pelukan kakakku.
"Tidak papa, kakak tidak apa. bukankah kakak sudah janji akan selalu ada untukmu sampai kamu jadi orang yang kuat seperti papa." kata kak Lea sambil menepuk - nepuk punggungku.
"Maafkan Alan kak" kataku saat aku mengurai pelukanku.
Saat aku sadar bahwa perut kak Lea kempes, aku melihat sekeliling, namun tak ku dapati bayi kak Lea. Aku yang ingin tanya sudah di jawab oleh kalo Lea.
"Kau mencari bayi kakak? Dia tidak ada di sini, dia pergi menemani bunda dan papa. Dia akan menjaga mereka untuk kita." jawab kak Lea dan sontak itu membuat aku kesal pada diriku, karna aku tak memikirkan tentang bayi itu tadi. Dan hanya berfikir untuk diriku sendiri.
"Tidak apa Alan, kakak masih punya kamu." katanya sambil menggenggam tanganku.
"Maafkan aku kak, tolong maafkan Alan." permohonanku dengan sangat menyesal
"Tidak apa sayang," kata kak Lea sambil tersenyum.
Setipa hari dan tiap pulang sekolah aku langsung ke rumah sakit, bahkan aku menginap di sana untuk menemani kak Lea dalam masa pemulihan.
Aku melihat kak Oni sibuk dengan pekerjaannya, kadang ku lihat dia tertidur sambil duduk di kursi dengan laptop yang masih menyala. Melihat itu aku bertekad kalo aku akan jadi orang yang kuat dan bisa diandalkan, agar orang - orang yang ku sayang tidak dalam kesusahan.
"Alan kemarilah, apa kau tak ngantuk?" kata kak Lea memanggilku.
Aku mendekat dan naik ke tempat tidurnya, dan malam itu aku tidur sambil memeluk kakakku. Ya walo aku sudah SMA kelas 3 tapi aku masih manja pada kak Lea, karna bagiku dia tidak hanya kakakku tapi juga mamaku, karna sejak kepergian mama dialah orang yang selalu membuat aku tak merasakan kehilangan mama, karna dia menggantikan sosok mama untukku.
1 minggu berlalu dan hari ini adalah hari kak Lea pulang ke rumah. Aku menyiapkan penyambutannya dan ku buat agar tak ada kesedihan di rumah, karna aku gak mau kak Lea sedih dan mengingat kehilangan bayinya dan juga papa dalam waktu yang bersamaan.
"Alea... Selamat datang sayang," sambut tante Merisca pada kak Lea yang baru saja nyampek rumah.
Semua orang menyambut kak Lea, ku lihat semuanya memaksakan untuk tersenyum dan anehnya justru yang ku lihat kak Lea biasa saja tak ada wajah sedih atau pun sakit walo dia habis kehilangan bayinya. Dan itu membuat aku jadi semakin kesal pada diriku yang tak bisa melakukan apa pun untuk semua orang yang ku sayangi.
Pada hari kepulangan kak Lea aku memutuskan untuk mengambil alih perusahaan. Dan selama 1 bulan aku belajar serta berusaha mengenali semua orang yang berhubungan dengan perusahaan dari Om Faris. Aku mempelajari semua sertuktur dan alur perusahaan yang selama ini di tangani oleh papa. Dan kak Lea dengan setia selalu menungguhku tiap aku pulang.
"Kak, kok kakak belum tidur? Kak Oni mana?" tanyaku yang melihat kak Lea duduk di ruang tengah sambil mengupas buah.
"Kak Oni belum pulang, karna masih ada urusan. Kemarilah makan buah dulu." panggilnya padaku, dan aku langsung duduk disamping kak Lea, serta makan buah yang dikupas olehnya.
"Lan dengarkan kakak, kamu boleh belajar untuk masalah perusahaan, tapi kamu juga harus perhatikan dirimu. Jangan sampai kamu telat makan. Mulai besok Adit akan ikut denganmu, dia akan ikut belajar bersama denganmu." kata kak Lea dengan nada memerintah
"Kakak ingin agar dia jadi mata - mata kakak," jawabku sambil merebahkan tubuhku dan menggunakan kaki kak Lea sebagai bantal
"Ya, anggap saja begitu" kata kak Lea sambil mengusap kepalaku.
Tak Lama setelah itu kak Oni datang dan kami makan malam bersama di jam 10 malam, 😅 entah itu makan malam apa semalam itu. Tapi baik aku atau pun kak Oni tak bisa menolak keinginan kak Lea, jadi kami menurutinya saja.
Dan sesuai dengan permintaan kak Lea, hari itu sepulang dari sekolah aku dan Adit langsung ke perusahaan menemui om Faris, yang kebetulan siang itu ada rapat pemegang saham.
"Bagaimana bisa perusahaan sebesar ini akan ditangani oleh anak yang masih di bawah umur dan tak berpengalaman. Aku menyarankan agar perusahaan ini di mutation ke perusahaan yang di LA saja atau ditangani sama mereka pemegang saham tertinggi." perotes seorang pemegang saham yang ikut rapat siang itu.
Aku yang sudah memperkirakan situasinya sudah menyiapkan jawaban untuk mereka yang membangkang. Dan sesuai yang dikatakan oleh kak Lea, dalam situasi seperti ini aku harus tenang dan memikirkan strategi yang tepat untuk orang - orang seperti mereka.
"Tidak masalah. Bagi yang ingin tetap berada di sini bersama denganku silakan dan bagi yang tidak mau silakan, pintu keluarnya kalian semua sudah tau. Tapi, saat aku mampu menangani semuanya dan menaikkan penjualan, aku tak mau mereka yang sudah melangkah keluar kembali lagi kesini." kataku sebelum menutup rapat sore itu.
"Silakan, pintu keluarnya di sana." tunjukku ke arah pintu keluar pada mereka yang tadi tak setuju jika aku yang mengambil alih
Dalam keseharian Alan dia mulai kewalahan antara jadwal sekolah dan juga kerjaannya karna dia mulai mendalami dunia bisnis yang mengharuskan dia untuk selalu ada disetiap keperluan dan pertemuan.
Selama 1 bulan Alan merasa kewalahan, akhirnya dia memutuskan keluar sekolah dan mengambil jaluar khusus untuk bisa taman sekolah dengan cepat. Dan Adit pun mengikuti jejal Alan, sehingga mereka berdua bisa menamatkan sekolahnya dengan lebih cepat bersamaan.
"Bagaimana kalo menurut anda pak Alan, apakah kita harus mengambil semua yang kembali ataukah kita akan membuangnya begitu saja." tanya seorang kepala marketing pada Alan.
"Sambil semua aku ingin tau kenapa prodak itu dikembalikan." kata Alan dengan santai.
"Jika terus seperti ini kita bisa rugi pak." kata orang yang tadi lagi menimpali.
"Tak masalah, biarkan kita kehilangan yang satu ini. Setelah itu kita habisi semuanya." jawab Alan lagi dengan nada dingin, seilah dia tau semua itu ulah siapa.
"Baiklah rapat kali ini sampai sini saja. Dan jangan lupa bawah semua barang yang dikembalikan. Biarkan mereka menang kali ini." kata Alan dengan penuh percaya diri dan diikuti oleh orang - orang yang mendukungnya. Walo Alan masih sangat mudah tapi semua pegawe dan bawahan Alan sangat percaya padanya.
"Lan?" panggil kak Lea pada Alan yang baru aaja nyampek rumah dan merebahkan tubuhnya di sofa.
"Hem." jawab Alan dengan menutup matanya.
"Kenapa kamu jadi tak lucu belakangan ini, apa beban pekerjaan sangat membebanimu?" Tanya kak Lea yang duduk di setelah kepala Alan.
"Tidak sama sekali, tapi aku jadi semakin sibuk belakangan ini." jawab Alan sambil merangkak dan meletakkan kepalanya dipangkuan kakaknya.
"Jangan dipaksakan, jika lelah maka lepaskanlah." kata kakak Alan sambil mengusap kepala Alan.
"Iya mama." jawab Alan sambil menikmati belaian kakaknya.
Sore itu barubsaja Alan selesai mandi, tiba - tiba Adit menerobos masuk ke dalam kamarnya dan menubruk tubuh Alan sampai mereka terjungkal jatuh di lantai.
"Masya Allah, tak bisakah kau berjalan dengan benar Dit.?!" teriak Alan kesal karna ditimpah oleh tubuh Adit.
"Hahaha... Maaf, habis mama memaksa aku untuk ikut kencan buta. Aku hanya ingin sembunyi di sini." jawab Adit sambil cengengesan 😅
"Ikutin saja kenapa harus sembunyi." jawab Alan dengan mengenakan bajunya.
"Kenapa kakak tak membelaku, aku kan sudah punya pacarku sendiri." jelas Adit kesal pada Alan.
"Terserah kau saja." jawab Alan dan keluar kamar meninggalkan Adit.
Sesuai dengan yang Alan perkirakan, barang - barang yang telah dikembalikan ternyata sudah dioplos dengan prodak lain dan itu ada campur tangan dengan orang dalam.
Pagi itu juga seletalah Alan melihat dan meneliti semua barang itu, dia turun tangan sendiri untuk mengifestigasi ke tempat yang bersangkutan dengan ditemani oleh Adit.
Tanpa sepengetahuan orang lain bahkan para pegawenya juga tak menyangka kalo bos mereka akan turun tangan sendiri dalam masalah perusahaan.
"Cih, apa - apaan ini? Kenapa mereka memakai perodak ini." kata Adit yang menyadari kalo prodaknya diganti.
"Tenanglah, kita akan melakukan sesuai dengan keinginan mereka. Kita ikuti saja jalan mereka." kata Alan pada Adit yang saat itu menyamar sebagai pegawe dari sebuah pabrik pahan baku yang selalu mensuplai bahan mentah pada hotel - hotel Alan.
Selama 2 minggu Alan dan Adit bekerja sebagai pegawe dipabrik itu dan juga sudah mengumpulkan banyak barang bukti kecurangan mereka.
Setelah mengetahui semuanya Alan menggerakkan kemampuannya untuk membalikkan keadaan, dan dalam seketika semua yang awalnya adalah kegagalan dan kekalahan berbalik menjadi sebuah kemenangan.
Alan telah berhasil menaikkan pemasaran menjadii 10% pwrsen dari target yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh perusahaan. Semua orang yang tetap mendukung alm. Mexca sebagai ayah Alan telah mendapatkan keuntungan mereka, dan semuanya mempercayakan kepada Alan.
Ganas, licik, cerdik, dan penuh siasat itulah yang dikenal oleh mereka pada diri Alan saat ini. Orang - orang yang ada dipihak Alan telah menyerahkan semuanya pada Alan dan mereka telah berjanji akan berjuang dan mengabdikan diri pada Alan, sebagai bentuk kepercayaan mereka pada Alan merekanpun telah menyerahkan semua kendali pada Alan.
"Baiklah dalam rapat kali ini aku tak akan mengulanginya lagi, bagi semua nama yang ada dalam kertas itu aku tak ingin melihat mereka lagi dan tak mau berurusan dengan mereka semua." kata Alan dalam sebuah rapat yang diadakan untuk menentukan target utama pemasaran.
"Tapi bos, semua ini adalah toko yang selama ini kita suplai." jawab seorang pegawe dalam rapat itu.
"Aku tau, mulai saat ini target kita berubah. Dan nama yang dulu kita ganti semuanya, bagi yang setujuh silakan tetap menjalankan semua yang sudah ku tetapkan, dan bagi yang tidak setuju silakan mundur aku tak memaksa." kata Alan pada semua orang, dan mereka pun mulai berkasak kusuk.
"Adit, lakukan sesuai dengan rencana, data mereka yang mau bekerjasama dan yang tidak." kata Alan sebelum dia pergi meninggalkan ruang rapat.
Melihat Alan beranjak dan pergi semua orang yang ada dalam ruang rapat semakin bising, mereka bingung antara ikut rencana Alan sama hal yang sudah ada sejak dulu.
"Kak, sepertinya mereka masih ragu dengan keputusan yang kakak ambil." kata Adit yang berjalan mengikuti Alan dibelakangnya.
"Biarkan saja, aku tak butuh orang - orang yang ragu dalam mengambil keputusan." jawab Alan sambil terus berjalan ke arah ruangannya.
"Hem, sesui dengan kakak. Dan sama persis dengan om Mexca yang selalu diceritakan oleh papa padaku." kata Adit sambil manggut - manggut.
Sesuai dengan perintah Alan, dalam waktu 2 hari Adit mengambil keputusan atas semua orang yang bersedia menjalankan rencana sesuai dengan yang dikatakan oleh Alan dalam rapat waktu itu.
Ada sekitar 50% dari semua yang bersedia mengikuti rencana Alan, dan yang lain memilih jalan aman dengan mengikuti hal yang sudah ada dan sudah ditetapkan dari awal.
*************************************
*************************************
"Bagaimana ini bisa terjadi? Semuanya seperti tidak masuk akal, bagaimana aku bisa kalah dari anak ingusan yang tak punya pengalaman dan tak atau apapun.!?" teriak seseorang yang mencobak melawan Alan.
"Bos bagaimana sekarang? Kita telah kalah sekitar 10% dari angka penjualan awal." kata asisten dari orang itu.
"Aaaah. Sial.!" teriak orang itu marah, dan membanting jam meja yang ada di atas meja kerjanya.
Braaak.!
"Aku tak boleh kalah darinya, tidak boleh.?!" teriaknya lagi.
*************************************
*************************************
"Yeeee... Tos.! Kita rayakan keberhasilan kita." teriak bahagia semua orang yang berada dipihak Alan, mereka sedang berpesta disebuah bar untuk merayakan kemenangan mereka dan keberhasilan dari penjualan yang meningkat hingga 20% dari penjualan tahun kemaren.
"Hidup bos Alan.! Hidup asisten Adit.!" teriak mereka semua menyerukan nama Alan dan Adit sebagai pimpinan mereka yang hebat.
"Hahaha... Kalian tak boleh bersenang - senang sebaik ini, karna di suatu tempat pasti ada orang yang mungkin sedang marah." kata Adit mengingatkan mereka semua yang sedang merayakan kemenangan mereka.
"Heh, mencobak melawan sebelum melihat kemampuan lawan adalah kesalahan fatal." gumam Alan sambil meminum minumannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!