NovelToon NovelToon

Berbagi Cinta : Hasrat Terlarang Suamiku

Berbagi

...Hal paling sulit dalam hidupku bukan kehilanganmu. Melainkan aku harus melihatmu bahagia meski bukan denganku. ...

...-Almeera Azzelia Shanum...

...🌴🌴🌴...

"Kemarilah, Mas. Aku bantu!" kata Almeera sambil mendekat ke arah sang suami. 

"Terima kasih, Sayang." 

Dengan lembut, Almeera memasukkan kancing demi kancing di pakaian sang suami. Penampilan seperti ini membuatnya mengingat bagaimana dulu sang suami menikahi dirinya. Semua itu masih sama dan mungkin akan selalu sama, dia terlihat tampan. 

Ketampanan seorang Gibran Bara Alkahfi lah yang mampu membuat Almeera melabuhkan hatinya untuk pria itu. Karena kelembutan dan kebaikan dirinya, mampu membuat Almeera semakin jatuh dalam pesona pria itu. 

Panggilan yang selalu dilantunkan untuknya tak pernah berubah. Namun, Almeera menyadari jika sebentar lagi bukan hanya dia yang akan mendapatkan panggilan itu. Melainkan ada sosok baru yang akan mendapatkan hak yang sama dengan dirinya.

Ya, hari ini pernikahan mereka akan berubah. Pernikahan mereka akan terasa berbeda. Akan ada pembagian hati, hak, kewajiban dan rasa yang biasanya hanya untuk Almeera, harus mulai dibagi rata.

Jika kalian bertanya, ikhlaskah Almeera untuk berbagi suami? Maka dia akan menjawab tidak. Namun, demi kebahagiaan seseorang yang dia cintai, Almeera rela menyakiti hatinya sendiri. 

Mungkin diluar sana banyak yang berpikir jika Almeera adalah wanita bodoh. Tapi, cobalah posisikan diri kalian menjadi Almeera. 

Memiliki dua orang anak yang tampan dan cantik. Abraham dan Bia, dua orang bocah yang dia dapatkan dari pernikahannya dengan Gibran Bara Alkahfi, pasti akan mendapatkan dampak jika dia memilih berpisah. Mereka berdua masih membutuhkan figur ayah dalam hidupnya. Hingga karena mereka lah, Almeera masih berdiri disini. 

Dia masih berusaha bertahan dengan janji suci dihadapan tuhannya. Almeera hanya berharap, semoga Tuhan berbaik hati padanya untuk memberikan kelapangan hati dan kesabaran yang luas. 

"Kamu beneran gak mau ikut?" kata Bara sambil menatap wajah Almeera.

Almeera menggeleng. Dia merapikan jas sang suami untuk yang terakhir kalinya lalu tersenyum. 

"Nggak, Mas. Aku bakalan disini, jagain anak-anak." 

"Anak-anak masih bisa bersama pengasuhnya, Sayang," sela Bara menahan lengan Almeera yang hendak menjauh. 

"Maaf, Mas. Lebih baik aku disini." Almeera mencoba melepas cengkraman tangan sang suami lalu dia membalikkan tubuhnya untuk pergi dari sana. 

"Meera!" seru Bara menahan langkah sang istri.

"Ya, Mas?" Meera berhenti. Namun, dia tak membalikkan tubuhnya sedikitpun.

"Kamu ikhlas, 'kan?" 

Almeera tersenyum pahit. Matanya berkaca-kaca dan siap untuk tumpah. Namun, sebisa mungkin dia menahannya karena takut menyakiti sang suami. Perlahan, Almeera menarik nafasnya begitu dalam, lalu dia menganggukkan kepalanya, pertanda jika dia menyetujui pertanyaan Bara.

"Raih kebahagiaanmu bersamanya di jalan yang halal, Mas. Semoga Allah memberkahi pernikahanmu." Bersamaan dengan itu, jatuhlah air mata yang sejak tadi Almeera tahan. 

Ya, ini sangat menyakitkan. Bahkan sungguh menyakitkan dengan kehilangan seseorang karena Allah mengambilnya. 

Mungkin jika mereka dipisahkan karena maut, Almeera akan ikhlas akan takdir Allah. Tetapi saat ini bukan perihal maut. Melainkan dia harus ikhlas jika miliknya dibagi dengan orang lain. 

Dengan segala kekuatan hati, Almeera mengantar kepergian sang suami sampai di depan pintu. Almeera mengambil tangan Bara dan menciumnya begitu dalam. 

Bismillah semoga bahagiamu bisa menjadi bahagiaku juga, Mas, batin Almeera penuh harap. 

Bergantian, Bara mengambil kedua tangan istrinya. Mencium punggung tangannya bergantian lalu terakhir memberikan kecupan lembut di kening, Almeera.

"Aku berangkat, Sayang. Terima kasih atas izinmu," kata Bara setelah melepaskan kecupannya. "Aku mencintaimu." 

"Aku mencintaimu juga, Mas," sahut Almeera dengan sungguh. "Selamat atas kebahagiaanmu." 

Setelah mengatakan itu. Bara langsung memasuki mobil yang sudah disiapkan untuk mengantar dirinya hari ini. Tak ada yang ikut bersamanya. Hanya kedua sahabatnya yang akan menjadi saksi pernikahan Bara. Semua keluarga benar-benar tak setuju dengan pernikahan kedua ini. Akan tetapi Almeera melakukannya untuk menyelamatkan sang suami dari dosa yang dilarang tuhan. 

Perlahan mobil yang membawa Bara mulai melaju meninggalkan rumah yang biasanya dipenuhi kebahagiaan keluarga mereka. Namun, kali ini hanya tersisa Almeera sendirian. Ya, dia sendirian sambil menatap kepergian sang suami untuk meraih kebahagiaannya. Hingga Almeera mengingat betul kejadian ini bermula. Kejadian dimana sosok baru itu muncul di antara mereka. Saat dia dan Bara melangsungkan hari ulang tahun pernikahan mereka. 

Saat itu, Almeera sedang menatap pantulan dirinya. Namun, tiba-tiba dari arah belakang, Bara datang dan memeluk istrinya dengan mesra.

"Kamu cantik," kata Bara sambil memberikan kecupan lembut di pipi kanan, Almeera.

"Terima kasih," sahut Meera dengan pipi bersemu merah. "Mas juga tampan." 

Tak mau semakin dilanda rasa malu. Almeera lekas mengajak suaminya turun ke lantai bawah. Ya, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka. Seperti tahun-tahun sebelumnya. Keduanya selalu merayakan untuk bisa berkumpul dengan kerabat, saudara, teman dan rekan kerjanya. 

Keduanya berjalan dengan pelan. Namun, sebelum mencapai tangga. Almeera baru teringat akan sesuatu.

"Aku lupa bilang, Mas. Sahabatku saat sekolah SMA bakalan dateng. Kita lama gak kontekan, terus baru seminggu kemarin kita kontekan lagi." Cerita Meera dengan senang.

"Oh ya?" 

Meera mengangguk, "nanti mas harus ketemu dia yah!" 

"Baiklah, sekarang mari kita turun." 

Acara demi acara mulai berlangsung. Hingga pasangan suami istri yang terlihat begitu bahagia itu mulai berpencar. Bara terlihat sibuk mengobrol dengan koleganya. Sedangkan Almeera hendak berjalan ke arah sang putri. Namun, belum setengah jalan. Terdengar suara wanita memanggil dirinya hingga membuat Almeera berbalik.

"Ya Allah. Hai, Rumi," sapa Meera lalu keduanya berpelukan.

"Kamu makin cantik, Meera," kata Narumi setelah pelukan keduanya terlepas.

"Bisa aja, kamu juga makin cantik loh." 

"Wajar dong, aku kan cewek." Canda Narumi dengan kekehan. 

"Oh iya. Aku kenalin kamu sama suami aku, 'yah." Meera segera  berbalik. Lalu di memanggil Bara hingga pria itu mendekati dirinya.

"Kenalin, ini sahabatku, Mas. Namanya Narumi." 

Dengan lembut Almeera menarik tangan sang suami hingga kedua orang itu berhadapan. Saat Bara menatap siapa sosok sahabat istrinya, jantungnya berdegup kencang. Bersamaan dengan itu, ikatan lengannya dengan Almeera dilepas olehnya.

Almeera bisa melihat dengan jelas tatapan berbeda dari kedua orang di depannya. Bahkan sang suami, sampai menatap lekat wajah sang sahabat. Sedangkan Narumi, dia yang tersadar segera menatap Almeera dengan menetralkan ekspresi wajahnya.

"Ini suami kamu?" tanya Narumi setelah dia berusaha tenang.

"Iyah, Rumi. Kenalin, ini Mas Bara."

Matanya terus menatap pergerakan sang suami. Sampai dia melihat bagaimana Bara menerima uluran tangan Narumi dan mengenalkan dirinya. Meera bisa melihat perubahan wajah, tatapan dan pegangan tangan keduanya yang masih bersalaman. Jujur dalam pikirannya saat ini, banyak pertanyaan yang berkelebat. Namun, dia tak bisa mengutarakannya.

Ada apa dengan suami dan sahabatku?

~Bersambung

Selamat pagi semua. Terima kasih sudah mampir di novel baruku.

Novel ini aku ikutkan lomba 'Berbagi Cinta' jadi kalian pasti sudah bisa membayangkan bagaimana alurnya.

Jangan lupa berikan apresiasi pada author yah agar selalu semangat update novel ini. Jangan lupa like, komen, vote poin, koin dan vocher agar author terus update. Terima kasih.

Salam sayang, JBlack.

Ancaman Mertua

...Terkadang kita perlu mengorbankan semuanya untuk meraih kebahagiaan yang lain....

...-Gibran Bara Alkahfi...

...🌴🌴🌴...

"Mama." 

Suara khas anak remaja menyadarkan Almeera dari lamunannya. Dia segera mengusap air mata yang menetes, lalu menarik kedua sudut bibirnya ke atas sebelum berbalik. 

Disana, putranya yang berusia 14 tahun sedang menggendong adiknya sambil berusaha menenangkan Bia yang menangis. Tanpa menunda lagi, Almeera segera berjalan ke arah sang putra dan meraih putrinya itu.

"Bia kenapa, Sayang?" tanya Almeera sambil menepuk punggung anak keduanya itu.

"Papa, Ma. Papa," teriak Bia sambil meronta.

Ya, kebiasaan Bara selalu ada ketika Bia baru bangun tidur. Hal itu tentu membuat anak keduanya ini menangis jika tak ada kehadiran papanya. Inilah yang membuat Almeera berpikir seribu kali lipat untuk berpisah. Putrinya adalah sosok yang paling dekat dengan sang papa. Hingga karena itulah, dia tak sampai hati untuk memisahkan ayah dan anaknya.

"Papa lagi kerja, Sayang. Jadi, Bia harus sabar nunggu Papa sampai pulang." Bujuk Meera sambil merapikan anak rambut putrinya yang berantakan.

"Gak mau, Ma. Bia mau papa, 'sekarang!" 

"Sayang," panggil Almeera lembut sambil menarik dagu putrinya untuk menjangkau wajah anak keduanya itu. "Papa lagi kerja, Nak. Papa kerja cari uang, buat Mama, Abang sama Adek. Kalau Papa gak kerja 'kan, gak punya uang. Terus nanti Adek makan apa?" 

Inilah jurus andalan Almeera. Secara otomatis rontaan Bia mulai melemah. Bahkan tangisan yang tadinya kencang perlahan mereda, dan tersisa sesenggukannya saja. 

"Adek mau makan nasi sama ikan, Ma." 

"Nah. Kalau Adek mau makan nasi, ikan, buah dan semua kesukaan Adek. Papa harus....?" jeda Almeera sambil tersenyum.

"Kerja." 

"Masya allah. Jadi Bia gak boleh nangis lagi," kata Almeera yang langsung diangguki kepala oleh Bia.

"Biar Bia seneng, gimana kalau kita berenang?" 

"Mau, Ma. Mau," sahut Bia sambil meminta turun.

Setelah kedua kaki kecil itu menapaki lantai teras rumah. Tanpa dicegah, dia langsung masuk ke dalam. Gadis kecil itu sudah terlihat bahagia saat diajak untuk bermain olahraga kesukaannya. Tanpa Almeera ketahui, jika sejak tadi dirinya dipandang lekat oleh putranya sendiri.

"Ayo, Bang. Kita susul Adek!" ajak Almeera sambil berjalan menyusul putrinya.

"Mama baik-baik aja?" Satu pertanyaan keluar dari mulut Abraham yang membuat ibu dari dua anak itu berhenti. 

Almeera tahu betul bagaimana putranya ini. Sejak kecil, Abraham sudah begitu dekat dengannya. Berbanding terbalik dengan putrinya itu. Bagaimanapun perasaan Meera, tentu putranya ini seakan tahu akan isi hatinya.

"Mama baik-baik saja, Nak," sahut Almeera sambil berjalan mendekati putranya. "Demi kebahagiaan kalian. Mama bakalan lakuin apapun itu." 

...🌴🌴🌴...

"Sabar, Men." Satu tepukan lembut diberikan oleh Syakir pada sahabatnya itu. 

Syakir tentu sangat tahu betul bagaimana perasaan sahabatnya ini. Pernikahan yang seharusnya didatangi oleh semua keluarga, ternyata sirna. Tak ada satupun dari pihak Bara yang ikut. Pria itu benar-benar sendirian saat ini. Hanya ada Syakir dan Reno lah yang mengantar putra dari Abi Hafiz dan Ummi Mira untuk melangsungkan pernikahan keduanya. 

"Kir," sela Bara sambil menoleh ke samping tempat Syakir duduk. "Makasih udah mau gue repotin banget hari ini." 

Jujur Bara tak tahu harus mengatakan apa lagi pada kedua sahabatnya. Kehadiran mereka sebagai pengganti keluarga sangat membantu dirinya. Bara tak bisa membayangkan bagaimana jika dirinya benar-benar sendirian hari ini. Tanpa keluarga, tanpa teman tentu begitu menyakitkan. 

Syakir mengangguk. Mendengar ucapan tulus sahabatnya, tentu membuat Syakir ataupun Reno menjadi tak tega. Sebenarnya di lubuk hati keduanya, mereka menyayangkan keputusan Bara kali ini. Bagaimanapun Syakir dan Reno menjadi saksi bagaimana cinta Bara dan Almeera dimulai. Namun, kembali lagi keputusan itu ada di tangan Bara sendiri. 

"Lo gak perlu ragu. Gue sama Reno bakalan terus nemenin Lo, apapun keadaannya," sahut Syakir dengan yakin.

"Apapun keputusan Lo hari ini, baik atau buruk. Gue sama Syakir gak bakal ninggalin Lo sendirian." Akhirnya Reno buka suara. Pria itu menoleh ke belakang dan mengangguk yakin.

"Gue tau." Bara tentu tahu betul apa maksud kedua sahabatnya ini.

Keputusan yang mereka katakan tentu sudah dipikirkan betul oleh Bara. Bahkan pria itu sudah siap untuk menerima konsekuensi yang harus diterima dari semua ini. 

Perjanjian antara Bara dan Almeera. Kesepakatan keduanya yang disanggupi oleh Bara, tentu membuatnya ada di titik ini. Mengantongi restu dan izin sang istri, membuatnya semakin mantap untuk meraih kebahagiaan keduanya. 

"Yang perlu Lo ingat!" jeda Syakir saat mobil yang mereka tumpangi baru saja berhenti karena lampu merah. "Lo harus adil di antara mereka berdua. Jangan ada yang disakiti atau tersakiti. Lo paham?" 

"Gue paham." 

"Gue berharap, Lo gak bakal ngecewain lebih banyak orang lagi, Bar." 

Perkataan terakhir dari Syakir, seakan menjadi tamparan bagi Bara tentang kejadian kemarin. Kejadian dimana dia meminta restu pada keluarga dan mertuanya.

"Kalau kamu tetap mau menikahi perempuan itu. Daddy bakalan bawa putri dan cucu Daddy pergi dari sini!" seru Darren begitu serius.

"Daddy tak berhak atas mereka," kata Bara tak mau kalah. "Mereka adalah tanggung jawab Bara. Mereka juga istri dan anak-anak Bara. Jadi Daddy tak berhak apapun." 

"Kamu!" jeda Darren sambil menarik kerah baju Bara. "Ceraikan putriku daripada kamu duakan cintanya!" 

"Mas," cegah Tari, Mama Almeera.

Perempuan itu beranjak dari duduknya dan menarik lengan sang suami agar melepas cengkraman tangan di kerah menantunya itu. "Istighfar, Mas." 

"Sebagai ayah, aku tak terima, Tari," seru Darren dengan suara meninggi.

"Tolong tenang, Darren." 

"Bagaimana aku bisa tenang? Putriku hendak dipoligami dan aku diminta tenang?" tanya Darren menatap besannya itu. "Ayah mana yang ikhlas melihat pernikahan putrinya seperti ini?" 

Apa yang dikatakan oleh Darren tentu benar. Sosok ayah mana yang tega melihat putrinya sendiri di duakan. Dengan dalih poligami, menurutnya sama saja menyakiti hati anak ketiganya itu. 

"Bara," panggil Ummi Mira sambil membawa putranya duduk.

"Iya, Ummi," sahut Bara menatap bidadari hatinya itu. 

"Poligami memang diperbolehkan oleh agama islam, Nak. Tapi, apakah kamu sudah berpikir bagaimana perasaan istri dan anak-anakmu nanti?" 

Mendengar pertanyaan dari ibunya. Bara tentu mengingat bagaimana perkataan istrinya saat dia meminta izin poligami. Bahkan kesepakatan di antara keduanya, masih terngiang betul di dalam ingatannya. 

"Almeera sudah memberikan izinnya, Ummi," kata Bara dengan wajah begitu yakin.

Mendengar jawaban sang putra. Ummi Mira hanya bisa menunduk. Dia menarik nafasnya begitu dalam lalu meraih kedua tangan anaknya.

"Poligami bukan hal mudah, Sayang. Sebagai perempuan, Ummi tahu betul bagaimana perasaan istrimu," kata Ummi Mira dengan tatapan begitu sedih. "Istri mana yang rela, cinta suaminya dibagi dengan wanita lain? Apalagi sampai berbagi ranjang?"

-Bersambung

Tarik nafas hembuskan. Elus dada dan jangan lupa istigfar yah.

Bukan hanya kalian yang hatinya diubek-ubek. Diriku yang dengerin ceritanya langsung + nulis, rasanya pen lempar panci ke Bara nyara.

Jangan lupa favorit yah. Biar kalian gak ketinggalan updatenya. Klik like, komen dan vote sebagai tanda apresiasi karya ini. Terima kasih.

Bersama Istri Kedua

...Jatuh cinta adalah suatu perasaan gila. Perasaan yang mampu membuat seseorang bahagia sekaligus menyakitkan....

...~JBlack...

...🌴🌴🌴...

"Almeera ikhlas, Ummi." 

Jika sudah begini, Ummi Mira tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya mampu menarik nafasnya begitu berat lalu menganggukkan kepalanya.

"Ummi adalah perempuan, Nak. Seikhlas-ikhlasnya perempuan tapi untuk berbagi cinta dan ranjang suaminya, dia tidak akan pernah rela," ujar Ummi Mira dengan terus menatap putranya. "Semoga menantu Ummi benar-benar ikhlas menjalani semua ini." 

Bara tak mampu menjawab. Perkataan Umminya membuatnya berpikir tentang kejadian beberapa hari lalu. Dia masih mengingat ketika istrinya itu, mengizinkannya untuk menikah lagi. Almeera saat itu benar-benar serius akan perkataannya.  

"Jangan gegabah dalam memutuskan, tapi jika kamu sudah mengambil jalan ini. Maka, Ummi hanya bisa mendoakanmu. Kamu harus bisa adil di antara mereka. Jangan sampai pincang sebelah dan bisa menyakiti salah satunya." 

"Apa Anda memberinya izin?" Tanya Darren menatap tak percaya. 

Dia tentu mendengar pembicaraan ibu dan anak itu. Sungguh dia tak habis pikir akan apa yang ada di pikiran mereka berdua.

"Bukan seperti…." 

"Diam!" Darren menatap Ummi Mira dengan tajam.

Lalu dia berjalan ke arah Bara dan berdiri di depannya.

"Ingat ini! Kalau sampai putriku menderita karenamu. Aku akan bawa dia dan cucuku pergi jauh dari hidupmu," ucap Darren tak main-main. "Mulai sekarang aku anggap kamu, BUKAN MENANTUKU LAGI!" 

Setelah mengatakan itu, Darren menarik tangan Tari untuk keluar dari rumah itu. Mereka pergi tanpa mendengar panggilan dari orang tua Bara. Kemarahan yang meliputi hati Darren seakan membuat seluruh kebaikan Bara selama ini, hilang tak berbekas.

"Maafkan aku, Abi, Ummi," kata Bara setelah mobil orang tua Almeera pergi.

"Ini sudah keputusanmu. Lakukan apa yang mau kamu lakukan, dan bersiaplah kehilangan semuanya, jika kamu tak bisa adil dengan pilihanmu ini," kata Abi Hafiz sebelum dia membawa istrinya masuk, dan meninggalkan sang putra sendirian.

...🌴🌴🌴...

Akhirnya acara demi acara yang dilakukan hari ini selesai dengan lancar. Semua benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Bara. Pernikahan sederhana dan mengharukan membuatnya begitu bahagia. Dirinya sangat bersyukur karena masih diberikan satu kesempatan lagi untuk bisa bersatu dengan masa lalunya.

Sebelum pergi meninggalkan rumah Narumi. Syakir dan Reno menghampiri sahabatnya itu. Mereka bisa melihat bagaimana wajah Bara saat ini. Sangat berseri dan bersinar yang menandakan bahwa dia benar-benar bahagia.

"Selamat ya. Gue doain semoga Lo sama Narumi selalu bahagia. Terus langgeng sampai kakek nenek." Doa Reno sambil menepuk pundak Bara.

"Thanks, Men." 

"Jadi suami yang bertanggung jawab, adil dan inget sama anak-anak Lo, Bar. Ini bukan pernikahan pertama buat Lo. Okey?" 

"Yes. Thank you, Men. Gue bakal inget terus sama kebaikan kalian ini." 

"Dalam persahabatan gak ada kata 'thank you.' Gue sama Reno bakalan support Lo terus, sampai kapanpun." 

Baik Syakir maupun Reno adalah orang yang tahu bagaimana beratnya beban Bara untuk sampai di titik ini. Perjuangan agar dia bisa kembali pada masa lalunya, disaat dia sudah berdiri di samping wanita yang menemani dirinya sampai ada di titik ini. 

Walau keduanya tak setuju akan poligami ini. Namun, keduanya hanya mampu mendoakan semoga apa yang diputuskan oleh sahabatnya itu, tak akan disesali suatu hari nanti. 

...🌴🌴🌴...

Setelah mengantar kepergian dua sahabatnya. Bara langsung kembali ke kamar istri keduanya. Dia memasuki sebuah ruangan yang sudah dihias begitu cantik. Kelopak bunga mawar menghiasi lantai dan ranjang pengantin. Beberapa lilin yang hidup, menambah kesan romantis dan tentunya memanjakan mata yang melihat. 

Namun, Bara masih merasa kurang. Kemana istrinya itu? 

Bara masih mengingat jika Narumi pamit kembali ke kamarnya untuk istirahat. Tapi kenapa sekarang ruangan itu kosong. 

"Rumi! Kamu dimana?" Panggil Bara sambil melepas jas yang membalut tubuhnya.

"Aku di kamar mandi," teriak Narumi memberitahu.

Mata Bara berkeliling. Telinganya menangkap suara sang istri dan membuatnya berjalan menuju pintu yang ia yakini jika itu adalah kamar mandi. 

"Apakah masih lama?" Kata Bara sambil menyandarkan tubuhnya di dinding dekat pintu kamar mandi.

"Sebentar lagi aku keluar." 

Tak lama pintu yang tertutup itu, perlahan terbuka. Lalu muncullah sosok yang ia cari sejak tadi. 

Narumi, wanita yang beberapa jam lalu sah menjadi istri kedua Bara terlihat begitu seksi. Dia memakai jubah mandi pendek yang menunjukkan pahanya yang mulus dan putih.

Pemandangan seperti ini, tentu membuat sesuatu dalam diri Bara terbangun. Dia sampai meneguk ludahnya paksa dengan mata tak berkedip memandang kecantikan istri keduanya itu.

"Sayang."

"Hah!" Bara terperanjat kaget. 

Narumi menepuk pundaknya hingga membuat pikirannya berhenti bertraveling. 

"Mikirin apa sih?" Kata Narumi dengan tatapan serius.

"Tidak ada." Bara menggeleng.

Lalu entah setan apa yang merasuki pikirannya. Dia menarik tangan Narumi hingga tubuh itu menempel di tubuhnya.

"Kamu belum mandi, ihh," sungut Narumi begitu kesal.

Bara tak memperdulikan ocehan istrinya itu. Dia malah menarik dagu Narumi hingga tatapan keduanya bertemu.

"Kamu cantik," kata Bara dengan tatapan kekaguman.

"Kamu juga tampan. Bahkan sangat tampan." 

"I Love You." 

"I Love You Too." 

Entah siapa yang memulai. Perlahan kepala mereka saling berdekatan. Bahkan hembusan nafas keduanya saling menerpa kulit wajah mereka. Namun, semua itu tak dipedulikan oleh keduanya. 

Tatapan mereka hanya tertuju pada satu sudut. Ya sudut paling lembut di antara bagian tubuh yang ada di wajah keduanya. Hingga mata keduanya perlahan terpejam dan bersamaan dengan pertemuan kedua benda lunak yang saling menempel.

Mereka saling bergerak. Keduanya saling meresapi bibir masing-masing. Hingga suara jeritan mesra Narumi lolos ketika dia membuka bibirnya. Tak tahan, perempuan yang baru saja menjadi Nyonya Alkahfi itu, mendorong tubuh Bara hingga punggungnya menempel di dinding. 

Lalu keduanya semakin bersemangat untuk berkeliling, menggerakkan lidah tak bertulang untuk travelling di rongga yang begitu memabukkan. Hingga kedua tangan mereka saling beradu. Tak ada yang mau mengalah, tak ada yang mundur. Keduanya sudah benar-benar diliputi keinginan yang segera ingin diledakkan.

Sampai saat tangan Narumi mulai mendarat di bagian aset penting negara milik Bara. Pria itu menahan tangan istrinya. Hingga pertemuan bibir itu terlepas dan bersamaan mata Narumi yang terbuka.

"Kenapa berhenti?" Tanya Narumi dengan menuntut.

"Cukup!" Sahut Bara sambil menegakkan tubuhnya.

"Apa maksudmu? Apa kamu tak menginginkanku?" Cerca Narumi dengan mata mulai berkaca-kaca.

"Usst. Bukan seperti itu, Sayang," bujuk Bara dengan lembut. 

Dia merapikan rambut istrinya yang berantakan. Lalu memberikan kecupan sayang di dahinya. 

"Aku hanya ingin memberikan yang terbaik malam ini." 

"Maksudmu?" Tanya Narumi tak mengerti.

"Biarkan aku mandi dulu, Sayang. Setelah itu, aku akan menuruti semua permintaanmu walaupun harus bekerja keras sampai subuh. Okey?" 

Narumi mengangguk malu. Dia segera mendorong tubuh suaminya untuk masuk ke kamar mandi sambil melambaikan tangannya.

"Tunggu aku yah!" Goda Bara dengan mengerlingkan sebelah matanya. 

"Aku tunggu tapi jangan lama-lama."

"Iya, Sayang." 

"Aku buatkan teh madu dulu buat kamu, Mas," pamit Narumi dengan tersenyum.

"Tentu. Cepat kembali yah." 

~Bersambung

Harus modal sabar kalau part mereka berdua. Tenang tarik nafas lalu hembuskan.

Jangan lupa klik like, komen dan vote yah biar aku semangat updatenya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!