NovelToon NovelToon

Boss Kekasih Adikku

Eps 1

Aku Valeria, usiaku 27 tahun, bekerja di sebuah perusahaan di Jerman. Setelah lulus sekolah di SMU di Jakarta, aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jerman. Dengan banyak prestasi, aku mendapat banyak beasiswa.

Lulus dengan IP cumlaude. Ketika kelulusan, beberapa perusahaan melirik, lalu memberi penawaran kerja karena melihat prestasiku. Begitu mudahnya mendapatkan pekerjaan. Tetapi tidak dengan kisah cintaku, di mataku seolah semua cowok itu tidak ada yang menarik. Hanya saja dulu aku sempat menjalin cinta pertama dengan seseorang di bangku SMU, dan melakukan kesalahan terbesar dalam hidup. Kami berpisah, namun semua bukan karena kehendakku. Tapi, dia yang menghendaki perpisahan itu.

Kututup laptop, menarik tangan ke atas dan merenggangkan tubuh. Atasan mempercayakan perusahaan padaku, selama tiga tahun bekerja di sini dengan gaji yang besar.

Terdengar gawai berbunyi, ternyata adikku, Cantika yang menelpon.

"Halo," sambutku di telepon.

"Halo kak, kakak baru apa?" Jawabnya.

"Habis selesaikan proyek kerja, Tik. Ada apa? Semua baik-baik saja kan? Papa? Mama?"

"Semua baik-baik, kak. Aku diterima kerja kak. Sebagai sekretaris, di perusahaan Samudra Jaya. Aku seneng banget, kak!"

Aku tersenyum meski adikku tidak melihatnya,

"Selamat ya, Tika, tapi inget, kamu harus jaga diri. Walau kamu udah besar, tapi harus tetep jaga dirimu ya?"

"Iya, kakakku yang bawel..."

Ugh, ingin kucubit hidungnya, tapi apa daya dia berada jauh dariku.

"Ya udah, kamu jaga papa dan mama juga, kalo ada apa-apa, telpon kakak, ya?"

"Pastinya, kak. Kakak juga jaga diri ya?"

"Iya, adikku yang manja..."

"Iiihhh kakak, aku kan udah besar..."

"Iya, iya. Udah ya, kakak mau mandi, gerah denger suara kamu." Aku menggodanya.

"Kalo kakak di sini, udah pasti aku guyurin airnya. Ya udah kak, aku mau siap-siapin dulu buat besok. Besok pagi aku udah mulai kerja."

"Okay, Tik."

Setelah menutup telpon, aku bergegas ke kamar mandi, menikmati air hangat di kamar mandi apartement.

Sambil berendam, aku teringat adikku. Cantika Putri, adikku yang berusia 25 tahun. Seperti namanya, dia bak putri yang cantik, manja, apapun harus dituruti. Sekarang dia makin cantik, seperti mama. Sedangkan aku seperti papa, Badanku bongsor, dan tidak begitu cantik.

Sekarang dia tumbuh dewasa dan bekerja, ah aku ingin bertemu keluargaku, merayakannya. Seketika ingatanku melayang ke kota kelahiran, mengingat jalan-jalan yang harus dilalui, lalu teringat sekolah-sekolahku dan.... ah, cowok itu lagi. Kenapa dia selalu menggores luka ketika aku mengingat masa lalu. Seharusnya masa itu indah ketika kukenang, tapi kenapa mesti sesakit ini?

Aku menyegerakan mandi, melanjutkan pekerjaan yang bertumpuk. Laporan demi laporan harus kuteliti. Besok harus kuserahkan ke Bu Magda, pemilik perusahaan ini.

Aku jadi workaholic di sini. Itulah yang jadi alasan, kenapa Bu Magda menyukaiku. Seolah aku ini adalah mesin pencari uangnya. Tapi aku tidak peduli, selama gajiku besar dan setidaknya mengalihkan pikiran burukku di masa lalu ke pekerjaan. Bukankah ini hal yang positif?

Tok...tok..

Suara pintu diketuk, aku segera beranjak. Membukakan pintu kamar.

"Lia!" pekikku.

Sahabat yang sejak lama di Indonesia, tiba-tiba saja berada di hadapanku.

"Kamu, gimana bisa sampai sini? Ayo, masuk!"

Sambil kubawakan koper besarnya, kami melangkah masuk.

"Aku menanyakan alamat apartemen kamu ke Tante Reta. Aku dipindah kerja ke sini. Aku kerja di designer di butik. Karena designku bagus, aku diminta pindah ke pusat."

"Kenapa kamu ga minta jemput aku sih? Kenapa ga telpon dulu?"

"Aku minta supir taxi yang antar ke apartemenmu. Jadi surprise juga buatmu," katanya terkekeh.

"Eh, nanti antar aku ke apartemenku ya? Aku nyari kamu, biar ada temen."

"Ok, kamu mandi dulu sana. Kapan kamu mulai kerja?"

"Dua hari lagi," katanya sambil mengaduk-aduk pakaian di tasnya.

"Kalo gitu, nanti malem nginep di sini dulu aja. Besok sore setelah kerja, aku anterin ke apartemenmu."

"Siaapp..." katanya senang.

Berada di negeri lain, ketika bertemu dengan teman satu negeri, seperti menemukan kenyamanan, itulah yang kami rasakan.

******

Plagiarisme melanggar Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Eps 2

Setelah kedatangan Lia, aku jadi lebih sering refreshing dengannya, hanya sekedar jalan-jalan atau nonton bioskop. Kami juga saling berkeluh kesah dengan masalah kami.

"Val, apa kamu ga punya cowok?" tanyanya saat kami berada di kafe.

Aku menggeleng, "Kamu tau kan, sejak aku putus dulu, aku malas kenal sama yang namanya cowok."

"Tapi semua cowok ga seperti itu, Val," ujarnya.

"Iya, aku tau. Tapi rasanya masih sakit," jawabku sambil mengalihkan pandangan ke jendela.

Lia menggeleng-gelengkan kepala sambil memasukkan pasta ke mulutnya.

"Eh, kamu juga belum punya cowok, kan? Ngapain nanya ke aku punya cowok ga, sementara kami sendiri belom punya cowok," kataku sambil menoyor kepalanya.

Dia terkekeh, "Eh, seenggaknya, aku kan mau membuka hatiku dengan cowok. Lah, kamu? Liat cowok aja eneg, apa kamu mau nyari cewek?"

"Uugh, aku masih normal, ya?" ujarku kesal.

"Kirain," katanya menggodaku.

Aku manyun, "Udah, yok pulang. Jadi ga mood makan. Inget cinta-cintaan bikin aku mendadak mual."

Dia mendengus, "Jangan gitu, makanku belom abis! Val, kalo ga membuka hati buat cowok, sampai kapan pun, mereka ga akan terlihat oleh hatimu, gimana ada cowok mau masuk hatimu? Kalo ditutup pake pintu baja!" ceramahnya.

"Iya, iya, iya. Suatu saat aku buka pintuku."

"Bener ya?"

"Ga yakin," kataku datar.

"Hiih, dasar kepala batu."

Setelah makan, kami kembali ke apartemen Lia. Tiba-tiba gawaiku berdering. Cantika menelponku berkali-kali.

"Halo, dek."

"Kakak, dari mana aja? Aku telpon ga diangkat-angkat!"

"Kenapa adikku yang suka marah-marah?"

"Kak, aku mau cerita, ternyata pimpinanku ganteeeeng..."

Aku menggerutu, "Cuma itu doang yang mau kamu omongin?"

"Ha? Kakak ni, nyebelin! Adekmu ini jatuh cinta, boleh ga kak? Kata mama, aku harus nanya ke kakak dulu."

"Mama tuh lucu, jatuh cinta kan pake hati, bukan pake nanya," jawabku sambil melirik Lia yang mencibir mendengarku bilang soal cinta.

"Iya ya, kak. Kenapa juga harus nanya. Tapi dia kayaknya juga suka sama Cantika, kak."

"Ya udah, gas aja," jawabku asal, namanya orang jatuh cinta didukung aja kan?

"Ya nunggu dia menyatakan cinta dong, masa Cantika yang harus bilang?? Mana gengsiku."

"Ya mana, cari tuh di kolong. Eh, Tika harus tetep hati-hati ya, kakak ga punya banyak pengalaman tentang cinta-cintaan. Tetep jaga diri, oke?"

Kata-kataku begitu penuh nasihat sebagai seorang kakak. Sementara aku sendiri di masa lalu? Ah, itu lagi yang ada di pikiranku, secepat mungkin kutepiskan.

"Iya, kakakku yang bawel. Aku tau kok. Lagian ini baru jatuh cinta."

"Ya udah, mana mama? Aku mau ngomong."

Sejenak terdengar suara derap langkah dan panggilan Cantika ke mama.

"Halo, nak. Kamu sehat kan?"

Suara yang begitu aku rindukan pemiliknya, ingin aku mendekapnya, tapi jarak memisahkan kami.

"Baik, ma. Mama sama papa juga sehat, kan?"

"Iya, kami sehat. Papa lagi tugas di luar kota. Hanya mama, Cantika dan Bik Nah di rumah. Kamu kapan pulang, nak?"

Hampir air mataku mendesak keluar mendengarnya.

Aku ingin ma, ingiiin sekali pulang memelukmu. Tapi, kenapa hatiku belum sanggup?

"Errr... Iya ma, udah lama, tapi banyak kerjaan ma, jadi Val belum bisa pulang."

"Ya udah, Val jaga diri ya? Mama percaya sama kamu."

"Oh ya, Cantika tetep diawasi ya, ma?"

"Iya, pasti Val. Dia masih manja seperti dulu. Jadi masih dalam pengawasan dan ceramah mama,"

"Ya udah, ini Val sekarang ada temen, ma. Lia sekarang pindah kerja ke Jerman. Deket apartemennya sama Val."

"Oh ya? Seneng mama denger kamu ada temen di situ. Salam ya, buat Lia."

"Iya, ma. Nanti Val sampein. Ya uda mama sayang, besok kita lanjut lagi telponnya. Val mau pulang dulu, ini lagi di apartemen Lia."

"Ya sayang, hati-hati ya."

Setelah menutup telpon, aku pamit pada Lia, teringat sedikit berkas yang belum aku teliti. Segera aku kembali ke apartemen.

******

Plagiarisme melanggar Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Eps 3

Tiga bulan kemudian,

Aku sedang menyelesaikan pekerjaanku di kantor, ketika Bu Magda datang ke ruanganku.

"Val, bulan depan kita akan mengembangkan perusahaan di Indonesia, kita membangun cabang di Jakarta. Ibu minta tolong kamu untuk meng-handle segala urusan di sana sementara waktu, ya? Lagian, kamu bisa bertemu keluarga di sana."

Aku ternganga, "Ja...jakarta? Saya? Haruskah saya, bu?"

Bu Magda mengangguk yakin, "Kalo bukan kamu, siapa lagi? Val, sudah Ibu percaya kemampuanmu, belum ada kandidat yang lain, yang bisa Ibu beri tanggung jawab ini. Nanti posisi kamu sementara saya sendiri yang memegang di sini. Jangan kuatir, Val."

Bukan aku kuatir atas perusahaan ini, tetapi aku kuatir dengan diriku sendiri, aku menghela nafas.

"Baiklah, Bu."

Aku pasrah, aku harus professional dengan pekerjaanku.

Bu Magda tersenyum sambil memegang pundakku, "Ibu yakin, kamu bisa diandalkan, Val."

Aku mengangguk, Bu Magda keluar dari ruanganku. Bulan depan tinggal seminggu lagi. Aku memencet nomor bagian keuangan dan keamanan. Kuminta mereka datang ke ruanganku.

Tok! tok! tok! Suara ketukan terdengar.

"Masuk!"

Dua orang yang aku minta datang telah ada di hadapanku. Siska dan Pak Yanto. Mereka adalah orang Indonesia yang bekerja di sini.

"Ada apa, bu Valeria?" tanya Siska, bagian keuangan perusahaan ini.

"Siska, apa laporan pertanggungjawaban keuangan perusahaan untuk bulan ini bisa kamu selesaikan tepat waktu?"

"Saya usahakan, Bu," jawab Siska.

Aku mengangguk padanya, tanda bahwa aku mempercayainya.

"Begini Siska, Pak Yanto, untuk bulan depan yang tinggal satu minggu lagi, saya akan dikirim ke Jakarta untuk membantu cabang perusahaan kita di sana. Untuk hal yang kalian pegang, saya minta tolong, agar dilaksanakan dengan baik. Tolong Bu Magda dibantu ya, karena selama ini saya yang memeriksa semua berkas dan pekerjaan perusahaan."

Aku menatap Pak Yanto, "Untuk Pak Yanto, saya minta tolong semua yang di sini diawasi dengan ketat, mohon dikoordinasi dengan yang lain ya pak."

"Siap, bu!" jawab Pak Yanto tegas.

"Dengan begitu, saya bisa melaksanakan tugas dengan tenang. Saya percaya dengan kalian."

Mereka mengangguk yakin.

"Baiklah, sekarang saya mau mempersiapkan semua untuk minggu depan. Kalian boleh kembali ke ruangan masing-masing."

Aku mempersilahkan mereka untuk keluar ruangan.

Meskipun mereka di bawah pengawasanku, tetapi aku selalu menghargai pekerjaan mereka.

Aku kembali ke permasalahanku. Menguatkan hati untuk kembali ke Jakarta.

Sepulang dari kantor, aku menelpon Lia untuk memberi kabar tentang tugasku ke Jakarta.

Tuuuuut... Tuuuuut...

"Halo Val, gimana?" kata Lia di seberang sana.

"Lia, nanti kamu ada acara ga?"

"Oh, ga ada Val. Kamu mau ketemu aku? Kangen?"

"Hidih ge-ernya menggunung, aku mau cerita, aku ditugaskan ke Jakarta sama Bu Magda minggu depan."

"Ha??"

Aku yakin dia pasti sedang membelalakkan matanya lebar-lebar dengan mulut menganga.

"Ya udah, nanti jam berapa aku bisa ke apartemen kamu?" tanyaku.

"Mm... Jam 5 boleh."

"Oke."

Setelah aku tutup telpon, masih mengenakan seragam kerjaku, aku merebahkan tubuhku di tempat tidur. Tidak biasanya aku tidur setelah jam pulang kantor, rasanya hari ini sangat lelah.

***

Aku tersentak dan terbangun. Tanganku meraba gawai di sebelahku, aduh kurang seperempat jam lagi aku janji ke apartemen Lia! Aku segera menyambar handuk dan mandi.

Setelah mandi singkatku selesai, aku meluncur. Butuh waktu 15 menit untuk sampai ke apartemen Lia.

Sesampainya di sana, Lia menyambutku,

"Eh, gimana jadinya Val? Apa kamu udah siap mental untuk pulang ke Jakarta?"

Aku hanya mematung dan mengendikkan bahu, "Entahlah."

"Masuk dulu, Val. Maaf, sampai lupa suruh masuk. Habisnya, aku ikut mikirin kamu, Val. Sumpah, aku kaget banget."

Aku mengangguk. Kami melangkah masuk dan duduk di karpet.

"Aku mau mencoba menguatkan hati, Lia. Aku harus profesional. Yaah, meski bayanganku tentang masa lalu masih menghantui."

Aku menarik nafas dan menghembuskan pelan, mencoba menenangkan debar dalam dadaku, entah itu ketakutan yang kurasakan atau apa.

Lia memelukku, "Semoga kamu bisa, Val."

"Aku tau, aku harus kembali ke sana, tapi kukira ga secepat ini."

Aku mencoba menahan sesak di dada, ingatanku tentang cowok itu, sekolah itu, kamar itu...ah, semua memaksa bulir-bulir hangat mendesak keluar dari mataku.

Kami berdua diam dan hanyut dalam perasaan.

Setelah aku tenang, Lia melepaskan pelukannya.

"Val, apa yang membuatmu terlampau sakit dari dia?"

Aku mulai bercerita pada Lia. Ingatanku melayang ke masa itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!