NovelToon NovelToon

Menikahi Mantan Kekasih

Awal mula

Di rumah Tuan Zicko, kini suasana tak lagi hangat seperti dulu sejak kepergian Kakek Zayen dan istrinya akibat sebuah kecelakaan hebat yang telah merenggut nyawa keduanya.

Niko telah tumbuh dewasa dengan usianya yang cukup matang untuk menikah, yakni Niko berusia 30 tahun. Niko adalah putra semata wayang dari Tuan Zicko. Perjalanan karir seorang Niko telah sukses ketika dirinya menduduki sebuah kursi panas yang dijadikannya tempat bekerja keras demi sebuah kejayaan di keluarganya.

Kerja keras dan kesuksesan tidak luput dari incaran siapa saja yang ingin menguasai kejayaan dari keluarga Tuan Zicko. Bahkan banyak sekali perempuan yang ingin bersanding dengan Niko sebagai istri sahnya.

Tidak cukup sampai disitu saja, Niko begitu dikagumi banyak perempuan. Ada yang dengan terang terangan bersedia menjadi istri kedua, ketiga, bahkan istri ke empat dan seterusnya untuk dijadikan selir selirnya.

Tentu saja, Niko menyanggupinya jika harus memeliki banyak selir. Tapi apa hendak dikata, menikah dengan perempuan satu saja baginya sangat sulit. Bukan karena tidak cantik dan tidak pintar, hanya karena tidak mendapatkan restu oleh kedua orang tuanya. Terlebih lagi dengan sang ayah, bagaikan pesaing dalam beradu argumen.

Sejak kecil Niko sudah diajarkan bagaimana caranya bekerja keras hingga menuju kesuksesan. Sampai sampai ia tidak mempunyai waktu layaknya anak anak pada umumnya yang menyisakan waktu luangnya untuk bergadang dan bersenang senang bersama kawan kawannya.

Sejak usianya meniti karir, Niko berbanding terbalik dari usia kecilnya hingga ia sukses menduduki kursi panas. Disaat kejayaannya itu, Niko mulai tidak mampu mengendalikan diri, dan banyak lagi segala godaan yang selalu mengincarnya.

Cukup handal bagi Niko untuk memiliki pacar giliran, yang dimana ia butuhkan disaat itu juga. Pacar yang hanya dijadikan pajangan, bukan pengoleksian. Tetap saja, semua perempuan tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting itu, uang mengalir dengan deras bagaikan air hujan yang tidak pernah reda.

Setiap pulang dari Kantor, Niko selalu menyematkan diri untuk berkumpul bersama teman temannya beserta pacar gilirannya. Niko selalu menjadwalkan pertemuannya pada pacar gilirannya sesuai janji yang sudah disepakati.

Terasa aneh, tapi itulah kenyatannya. Namun ya begitu lah sifat Niko yang mulai berubah secara perlahan, bahkan kedua orang tuanya mulai terasa geram dan juga dongkol ketika mengetahui adanya perubahan pada putra semata wayangnya.

Disiang bolong, tepatnya di ruang kerja. Tuan Zicko tengah sibuk dengan pekerjaannya yang semakin hari semakin menumpuk saja, dan pastinya semakin lelah juga. Akibatnya karena harus banyak lembur di rumah, kesehatan Tuan Zicko mulai terganggu. Sang istri selalu mengeluh pada putranya, tetap saja tidak pernah mendapatkan respon yang baik untuk Ibundanya Niko.

Setiap selalu memberi hukuman, tetap saja tidak ada perubahan apapun pada Niko. Lelah, capek, bosan, kesal, geram, ingin marah, ingin menangis, dan lain sebagainya tidak dapat dilakukan oleh seorang perempuan paruh baya yang tidak lain Ibundanya Niko Wilyam dan sang ayah nya sendiri.

Entah masalah apa yang sudah membuat diri Niko menjadi tidak dapat dikendalikan. Bahkan sejak selesai mengenyam pendidikannya di bangku sekolah SMA, Niko memiliki banyak perubahan. Sikap Niko berubah 180° katika lulus sekolah, semua tidak pernah menyangkanya, termasuk kedua orang tua sendiri.

Sejak lulus sekolah, Niko mulai giat untuk mengejar cita citanya menjadikannya orang yang paling sukses di Negrinya. Benar saja, dalam waktu sekejab dalam beberapa tahun Niko mampu merubahnya menjadi pemuda tersukses di Negrinya. Tetapi, seketika bak mimpi buruk yang dimana Niko yang penuh wibawa tiba tiba hancur seketika hanya karena kecerobohannya sendiri.

Begitu bencinya kah sehingga ia melampiaskan amarahnya pada dirinya sendiri. Bahkan ia tidak peduli jika harus jatuh miskin sekalipun. Mungkinkah karena masa kelamnya? atau kurangnya perhatian dari kedua orang tuanya yang mengasingkannya dan memilih untuk menyibukkan diri dengan aktivitasnya masing masing.

Dalam waktu sekejap, semua hancur begitu saja. Tuan Zicko yang masih berada di ruang kerjanya pun mendadak tercengang saat menerima laporan yang menurutnya tidak masuk akal itu. Terasa sesak didalam dadanya, Tuan Zicko langsung meminta asisten pribadinya segera menyodorkan obatnya. Tanpa menunggu lama, Tuan Zicko langsung meminumnya dibantu oleh asisten pribadinya.

"Tuan, Tuan tidak apa apa?" tanyanya sambil menjaga keseimbangan Tuan Zicko yang tengah duduk bersandar dikursi kerjanya.

"Eno, antarkan aku pulang sekarang juga. Perusahan sedang tidak baik baik saja saat ini. Aku serahkan semuanya padamu, urus semua Perusahan yang sudah diambang kehancuran ini. Tangani semuanya dengan benar, katakan sanggup jika menyanggupinya. Katakan tidak, jika kamu tidak menyanggupinya."

"Baik, Tuan. Saya akan jalankan perintah dari Tuan, akan saya usahakan semampu saya." Jawab Eno orang kepercayaan Tuan Zicko.

Tidak menunggu lama, Tuan Zicko akhirnya memilih untuk segera pulang. Sampainya didepan rumah, Tuan Zicko meminta asistennya untuk segera pergi dari rumah.

Sambil berjalan, Tuan Zicko terasa terhuyung ketika berjalan kaki untuk masuk ke dalam rumah.

Penuh kekesalan sekalipun, Tuan Zicko berusaha untuk bisa menutupi kekecewaannya karena tidak ingin membuat gaduh di kediaman rumahnya sendiri. Namun apa hendak dikata, namanya emosi dan tidak dapat untuk dikendalikan. Tetap saja, emosi pun ikut bersemayam bercampur dengan kekesalannya.

BRAK!!! begitu kerasnya suara gebrakan pada sebuah meja tepat dihadapan putranya yang sedang duduk di ruang makan, piring dan kawannya pun terpental. Seketika, Niko mendadak jantungan ketika sang ayah menggebrak sebuah meja dengan sekuat tenaga Beliau dengan penuh emosi dan tentunya dengan penuh kekecewaan. Sontak saja, Niko bangkit dari posisi duduknya. Kemudian ia langsung menatap wajah yang tidak lagi muda milik ayahnya yang siap menerkam musuhnya, Niko mendadak bingung dibuatnya.

"Puas! kamu sekarang? hah." Bentak Beliau pada putranya, bahkan tidak lupa mencengkram kerah baju milik Niko dengan sangat kuat.

"Maksud Papa itu apa? Niko tak mengerti, Pa. Kenapa tiba tiba Papa menggebrak meja, apa salah Niko? bikin jantungan saja Papa ini." Dengan entengnya Niko tak mau untuk berpikir apa yang menyebabkan sang ayah yang mendadak murka padanya.

"Kemasi barang barang mu sekarang juga, tidak pakai lama. Hari ini juga, kita akan tinggalkan rumah ini." Tatap Tuan Zicko begitu tajam pada putranya, susah payah Niko menelan ludahnya untuk mencerna ucapan dari sang ayah. Seakan akan ia merasa telah mendapat jebakan batman dari ayahnya sendiri.

"Tunggu tunggu tunggu, ada apa ini? kenapa kalian berdua tiba tiba mendadak terdengar heboh? tidak sedang beradu argumen, 'kan? ayo jelaskan." Bunda Lunika yang tiba tiba datang memergoki anak dan suaminya yang terlihat tengah beradu argumen.

"Tanyakan saja pada putra kesayangan mu itu, sejauh mana Niko bekerja dengan baik. Kesalahan apa yang sudah membuatku murka detik ini juga."

"Ma, percaya lah bahwa Niko tidak tahu apa apa." Sementara Niko berusaha untuk membela diri sambil berpikir atas kesalahan apa yang sudah membuat orang tuanya begitu murka padanya.

"Katakan langsung, Pa. Niko melakukan kesalahan apa? ayo jelaskan pada Mama." Tanya Bunda Lunik yang tidak mengerti apa apa hingga membuat Bunda Lunika semakin penasaran saat suaminya kedengaran tengah murka pada putra semata wayangnya.

Kekesalan

Dengan menahan rasa sesak didalam dadanya, Tuan Zicko mencoba menahannya untuk bertahan dalam rasa sakitnya yang terasa nyawa hendak melayang begitu saja. Dengan sigap, Bunda Lunik langsung menahan tubuh suaminya yang hampir saja terjatuh kelantai. Sedangkan Niko segera membantunya untuk menuntun sang ayah agar dapat duduk di sofa dan bersandar.

Tuan Zicko masih menahan rasa sakit didadanya, dan dibantu sang istri untuk mengganti pakaian suaminya dengan pakaian yang lebih nyaman untuk dikenakan.

Niko yang baru saja mengambilkan obat untuk sang ayah, ia segera membantu Beliau untuk meminum obatnya. Kemudian, Niko duduk tidak jauh dari sang ayah.

Kecemasan yang sudah bersemayam dibenak pikiran Bunda Lunika, karena penasaran Bunda Lunika segera menanyakan sesuatunya yang ingin mengetahui ada apa yang sebenarnya terjadi. Meski sulit untuk mendapatkan jawaban dari sang suami, setidaknya sudah mencoba untuk bertanya pada Beliau.

Niko yang hanya bisa diam, ia memilih untuk tidak banyak bicara. Niko terus berpikir atas pertanyaan pertanyaan yang sudah menguasai pikirannya.

"Bagaimana, Pa? sudah mendingan? ceritakan saja apa yang ingin kamu sampaikan padaku dan juga pada putramu Niko. Bagaimana kalau kita pergi ke rumah sakit? atau tidak, aku hubungi Dokter." Tanya Bunda Lunika ingin memastikan keadaan sang suami yang terlihat mengakhawatirkan, Tuan Zicko menggelengkan kepalanya.

Niko yang sedari tadi hanya menjadi pendengar setia, akhirnya ia mencoba untuk bersuara.

"Pa, memangnya ada masalah apa dengan Papa? kenapa Papa menyuruh Niko untuk mengemasi barang barang Niko? Papa tidak sedang mengusir Niko, 'kan." Tanya Niko memberanikan diri, ia tidak ingin sesuatu yang membuatnya penasaran masih bersemayam dibenak pikirannya.

Bunda Lunika yang mendengar pertanyaan dari putranya untuk sang suami, Beliau menoleh ke arah putranya.

"Sekarang kita jatuh miskin, semua perusahaan Papa kacau balau keuangannya. Bahkan, bisa dikatakan bakalan berhutang banyak. Entah kesalahan siapa sampai sampai keuangan harus mengalami kebocoran yang cukup banyak, mungkin saja sekarang ini kita sedang diuji untuk mengulangi hidup dari titik bawah."

Seketika, Bunda Lunika maupun Niko terkejut dan mendadak tercengang mendengar ucapan dari Tuan Zicko. Seperti mimpi, itu pasti. Pulang pulang bukannya saling sapa menyapa, tetapi kabar yang tidak enak untuk dibawa pulang dan diucapkannya langsung dihadapan anak dan istrinya.

"Tidak, semua yang Papa katakan adalah kebohongan. Bagaimana bisa semua perusahan mendadak kacau balau, tidak mungkin ada yang menghancurkannya. Pasti Papa sengaja mau mengerjai Niko, ya 'kan Pa." Kata Niko yang tidak mau mempercayainya begitu saja, apa lagi rumor tentang dirinya yang semakin buruk, membuat seorang Niko ada sesuatu yang menyelusup secara diam diam.

"Terserah kamu saja, mau percaya Papa atau tidak, yang terpenting Papa sudah menyampaikannya langsung sama kamu dan juga sama Mama kamu." Ucap Tuan Zicko tetap pada pendiriannya Beliau sang istri hanya bisa diam dan mencoba untuk menjadi penengah ketika sang suami dengan putranya tengah beradu dengan pendapatnya masing masing.

Bunda Lunika yang mendengar penuturan dari suaminya itu, Beliau akhirnya dapat mengumpulkannya atas pengucapan dari sang suami.

Niko yang benar benar mendengar pengucapan sang ayah yang tidak dibuat buat, disaat itu juga Niko dapat menyimpulkannya sendiri.

"Benarkah yang kamu katakan itu? katakan yang sejujurnya, Pa." Tanya Bunda Lunika ingin mengetahui kebenaran dari suaminya itu, Tuan Zicko menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan sang istri.

Niko yang mendapatkan jawaban dari sang ayah, ia akhirnya mempercayainya. Disaat itu juga, Bunda Lunika kembali menoleh kearah putranya dengan tatapan cukup tajam.

"Ini semua pasti ulah kamu yang begitu sombong dengan keberhasilan kamu, yang mudah berpoya poya dengan banyak perempuan. Sekarang kamu baru tahu rasa akibatnya, puas." Tuduh sang ibu dengan tatapan tajamnya. Niko hanya bisa menunduk ketika mendengar tuduhan dari ibunya, bagu Niko sebuah kata maaf itu begitu berat bagi Niko untuk diucapkannya.

Keegoisannya yang sudah membutakan jalan keberhasilannya, kini seakan hancur lebur dengan sekejab saja.

"Sekarang lebih baik kamu cepetan kemasi barang barang kamu, bawa yang sekiranya bisa kamu pakai. Ingat, hanya pakaian saja yang harus kamu bawa. Semua akun ATM kamu tanpa batas sudah tidak bisa kamu gunakan lagi. Bahkan luasnya rumah ini serta halaman rumah yang kita punya tidak cukup untuk membayar hutang akibat kebocoran keuangan yang sudah kamu teledorkan." Perintah Tuan Zicko dengan tatapan tajamnya kearah putranya. Niko menelan salivanya dengan susah payah, bahkan terasa tercekik lehernya.

"Apa! semudah itu kita jatuh miskin? tidak, Niko tidak percaya dengan semua yang Papa katakan." Lagi lagi Niko yang awalnya percaya jika dirinya dan kedua orang tuanya jatuh miskin, kini pemikirannya kembali tidak percaya.

"Ini semua kenyataan, mau percaya atau tidak itu terserah kamu." Ucap Tuan Zicko tetap mencoba untuk meyakinkan putranya, sedangkan Bunda Lunika hanya menarik napasnya panjang dan membuangnya kasar.

"Papa kamu tidak pernah bohong, sekarang juga buruan kamu kemasi barang barang kamu." Perintah Bunda Lunika yang tidak ingin anak dan suaminya kembali membuat ricuh dan juga kegaduhan didalam rumah.

Niko yang seperti mimpi buruk, ia langsung bangkit dari posisinya dan masuk kedalam kamarnya.

Rasa penasaran karena mengalami kebangkrutan, Niko langsung mengecek berita apa yang sudah disuguhkan oleh media sosial untuk warga Tanah Air. Betapa terkejutnya ketika melihat berita di media sosial begitu tranding di topik paling atas.

"Benar, semua berita memberitakan tentang Papa dan juga tentang aku. Bagaimana ini? apa ya aku harus menghapusnya, itu tidak mungkin. Mana bisa, ah ya ya ya, kenapa aku tidak mencobanya saja. Siapa tau aja masih ada anak buah Papa yang setia." Gumam Niko dengan sejuta pertanyaan yang berada dalam benak pikirannya.

Karena tidak ingin nama baiknya tersebar kemana mana, termasuk kebangkrutan yang sedang menerpa keluarganya sendiri.

"Apa kata teman temanku, serta rekan rekan kerjaku yang aku gagal jadi pewaris tunggal. Apa kata sejagad media sosial jika tiba tiba menghujamku dengan berbagai kata kata kasar, mau taruh dimana muka tampan ku ini. Tidak, aku tidak boleh jatuh miskin." Gumamnya lagi sambil menatap layar lebarnya.

Merasa prustasi, Niko mengacak rambutnya dan mengusap kasar wajah tampannya dengan sekejab berubah terlihat kusut.

"Andai saja kakek Zayen masih hidup, Omma Afna masih hidup. Pasti semua dapat dikendalikan oleh Kakek dalam sekejab kalau hanya untuk mengatasi masalah." Lagi lagi Niko hanya bisa bergumam tanpa berpikir kedepannya.

"Ini semua pasti ulah Katrina dan Davan, lihat saja apa yang akan aku balas nantinya." Gumamnya lagi dengan sorot matanya yang tajam pada layar lebarnya yang disaat itu juga muncul foto kekasihnya itu, yang dimana tanpa sadar Niko mudah terpedaya oleh kekasihnya sendiri.

Karena tidak mempunyai cara lain, Niko hanya bisa mengikuti sebagaimana arusnya air mengalir. Kosong, seperti itulah isi dompetnya. Yang kini dirinya harus bekerja keras lagi dimulai dari nol.

Angkat kaki

Sesuatu yang tidak dapat ia lakukan, terpaksa Niko hanya bisa nurut dengan apa yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya sendiri. Lebih lebih dengan seorang ayah, Niko tak dapat untuk melakukan permohonan apapun. Sekalipun merengek bak pengemis, tetap saja akan mendapatkan hasil yang nihil.

Usai membereskan beberapa pakaian yang ia kemasi masuk kedalam koper mininya, segera ia keluar meninggalkan rumah yang penuh kenangan selama hidupnya dari kecil hingga tumbuh dewasa seperti saat ini.

Ketika sudah berdiri didepan pintu kamarnya yang hendak menutupnya kembali, Niko menatap isi dalam kamarnya yang terasa tidak rela jika harus meninggalkan kamar yang sudah membuatnya terasa nyaman dan juga tidak ingin rasanya untuk pergi jauh.

"Permisi Tuan," Ucap seseorang yang sudah seperti keluarga sendiri. Bahkan keluarga Tuan Zicko sudah menganggapnya bagian keluarganya, yang pernah menjadi sekretaris Niko. Kini, kesetiaannya tetap terus bersanding disamping seorang Niko yang terbilang keras kepala dan juga sulit untuk dikendalikan atas sikap yang semaunya.

"Devin! ngapain masih berada di rumah ini? mau nguntit? entar Elu kena sialnya Gue baru tau rasa Lu." Kata Niko dengan ketus, justru Devin hanya tertawa kecil.

"Cih! ketawa, lagi. Puas Lu, ngelihat Gua jatuh miskin. Nih, Lu bawa kopernya ke bawah."

"Puas banget Bro, tambah ganas aja kamu." Kata Devin dengan senyum nya yang lebar, Niko hanya menelan salivanya. Setelah itu, Niko segera menuruni anak tangga dari setapak demi setapak dan diikuti Devin dari belakang.

"Mentang mentang sudah tidak lagi jadi sekretaris Gua, bebas! ya 'kan." Lagi lagi Niko masih belum juga bisa mengontrol emosinya. Sedangkan Devin hanya menggelengkan kepalanya dan disertai senyum tipisnya tanpa sepengetahuan Niko.

Sedangkan Tuan Zicko dan Bunda Lunika sudah menunggu putranya di ruang tamu dan ditemani salah satu asisten rumahnya untuk membawakan koper sampai dibagasi mobil taxi yang sudah di pesannya.

Sampainya di anak tangga paling akhir, Niko berjalan pelan mendekati kedua orang tuanya yang tengah duduk bersantai terlihat menunggu dirinya yang tak kunjung keluar dari kamarnya.

"Sudah siap?" tanya seorang ayah sambil memperhatikan penampilan putranya. Kemudian Tuan Zicko dan sang istri segera bangkit dari posisi duduknya.

"Sudah Pa, kita mau berangkat sekarang?" jawab Niko dan balik bertanya.

"Ya, kenapa? tidak mau? hem."

"Papa kan lagi sakit, kalau kambuh lagi, bagaimana? terus si Devin ikut juga?"

"Papa sudah mendingan, asal kamu tidak memancing emosi Papa, itu saja. Papa sudah menganggapnya bagian keluarga kita, kemana kita berpijak, Devin akan selalu ada dibelakang mu." Jawab sang ayah.

"Hem, bagus lah."

"Dan mulai sekarang, kamu dilarang untuk ketergantungan pada Devin. Kamu harus bisa membiasakan diri untuk tidak mudah selalu mengatur dan menyuruh, lakukan dengan sesuai kemampuan mu untuk melakukan kebutuhan mu." Kata Tuan Zicko setengah memberi peringatan kepada putranya sendiri.

Niko yang mendengarnya sedikit merasa kesal, ia seakan mulai mendapatkan ancaman sedikit demi sedikit dari ayah nya sendiri. Mau tidak mau, Niko hanya bisa pasrah atas perintah dari orang tuanya.

"Ya ya ya, Pa." kata Niko sambil menoleh kearah Devin yang masih berdiri tegak disebelahnya, sang ayah mengangguk.

"Sekarang juga ayo kita berangkat, kita sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk berada di rumah ini. Kasihan mobil taxi nya dari tadi menunggu kita." Ajak Tuan Zicko, sang istri maupun Niko dan juga Devin mengangguk dan berjalan keluar.

"What ! naik taxi?" seketika, Niko menghentikan langkah kakinya dan memutar balikkan badannya dan menghadap pada kedua orang tuanya.

"Memang kita punya apa, sekarang? hah. Kekayaan? kekayaan Macam apa maksud kamu? kita ini sudah jatuh miskin, naik taxi itu sudah jauh lebih bagus dari pada naik ojek. Masih mau protes? jangan ikut Papa."

"Ya setidaknya sampai kita di rumah yang baru, gitu Pa." Kata Niko protes.

"Rumah, memang rumah seperti apa yang akan kita tempati? hem. Rumah kita akan jauh beda dengan rumah yang ada dalam bayanganmu. Jadi mulai sekarang ini lebih baik kamu lebih banyak ini tropeksi diri saja, itu jauh lebih baik lagi untuk kamu." Kata Tuan Zicko kembali menekan putranya, berharap dapat menerima sebuah keputusan yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

"Pa, kita kan masih punya banyak keluarga. Kenapa kita tidak meminta bantuan dari mereka mereka? Papa kan bagian dari keluarga Wilyam dan keluarga Danuarta, masa ya tidak akan dibantu." Ujar Niko yang kembali protes.

"Kalau kamu ingin meminta bantuan pada keluarga, maka bercermin lah. Setelah itu, kamu akan mengetahui betapa malunya meminta bantuan. Sedangkan diri sendiri tidak bisa menjadi seseorang yang bertanggung jawab untuk keluarga sendiri." Kata Tuan Zicko yang tanpa bosan mengingat putranya agar berpikir lebih dewasa lagi.

"Tapi kenapa juga mereka tidak membuka matanya, agar melihat keluarga kita yang sedang susah payah seperti ini." Ucap Niko terus mencari celah atas pembenarannya sendiri.

"Sekarang kamu tinggal pilih, mau ikut Papa atau mau mengasingkan diri dengan cara hidup sendiri. Sekarang juga kamu tinggal pilih, ayo jawab."

"Ya ya ya ya, Niko ikut Papa." Jawab Niko dengan pasrah, ia tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti perintah dari orang tuanya sendiri.

Karena malas berdebat, Niko langsung berjalan keluar dan diikuti oleh Devin dari belakang.

Saat sudah berada di mobil masing masing, kini keluarga Tuan Zicko benar benar meninggalkan rumah yang penuh kenangan yang tak akan terlupakan.

Karena ulah dari putra semata wayangnya, Tuan Zicko harus memulainya dari nol. Sebuah pelajaran kini akan dirasakan oleh keluarga Tuan Zicko.

Begitu juga dengan Niko, begitu beratnya harus meninggalkan rumah yang sudah membuatnya nyaman harus ia tinggalkan begitu saja.

Dengan perasaan dongkol, menyesal, kesal dan lain sebagainya telah menguasai pikirannya. Disaat itu juga, Niko mengepal kuat kedua tangannya sambil menatap tajam pada sebuah pintu gerbang yang menjulang tinggi itu bertuliskan Wilyam.

'Lihat saja, aku akan ambil alih lagi rumah yang sudah aku tinggalkan ini. Aku pasti melakukannya, apapun itu caranya. Niko! tidak ada yang bisa menandingiku. Aku terlihat lemah, tapi tidak untuk mulai sekarang ini. Aku akan tunjukkan, aku mampu menguasai yang sudah menjadi milikku.' Batin Niko dengan perasaan menggebu nya, rasa ketidak sabaraannya menbuat seorang Niko ingin segera mencapai kejayaannya kembali lagi.

Selama perjalanan menuju rumah barunya, Niko dan Devin sama diam nya. Keduanya menatap luar dengan lamunannya sendiri sendiri. Bahkan terlihat acuh dan tak acuh, seperti kakak beradik yang tengah bertengkar.

"Tuan, jangan banyak melamun." Kata Devin membuka suara, Niko langsung menoleh kearah Devin dengan menatapnya tajam. Devin tersenyum mendapati ekspresi Niko yang menurutnya terlihat lucu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!