Bagi kebanyakan anak-anak remaja masa kecil merupakan masa yang indah, namun tidak bagi seorang gadis remaja yang mandiri seperti Aquila Greyce Natalia.
Masa kecil bukan masa yang indah baginya, yang Greyce tau hanya siksaan oleh Doni yg merupakan ayah angkatnya tanpa ada pertolongan dari ibunya atau siapapun, karna menurut mereka anak pertama harus lebih tegar dan dewasa tidak boleh melakukan kesalahan.
Sampai suatu saat ayah angkatnya meninggal dunia dan Ibunya tak mau mengurusnya lagi, sehingga Greyce dikirim ke tempat kakeknya di desa agar bisa melanjutkan sekolahnya dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan juga agar bisa mengurus kakeknya yang tinggal sendiri itu.
"Greyce, kamu tinggal dengan kakek ya... Ibu tidak sanggup untuk membiayai sekolah mu disini, sekolah disini terlalu mahal sedangkan ibu masih punya adikmu untuk di biayai." ujar ibu Greyce, Ana.
" Iya bu... aku mengerti, nanti aku akan berusaha cari uang sendiri untuk biaya sekolah dan berusaha keras agar tidak menyusahkan kakek." jawaban Greyce itu tidak di jawab kembali oleh Ana, karena dia hanya menangis sambil mengemas barang barang keperluan Greyce tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
"Sudah siap semua Gee, kamu baik baik dengan kakek ya... jaga kesehatan dan dengarkan apa yang Kakek mu katakan." Pesan Ana kepada Greyce yang disertai pelukan hangat seorang ibu yang sedih akan ditinggal pergi oleh anaknya. Setelah semua keperluan dan barang-barang dirasa lengkap, Greyce pun berpamitan dan memulai kerasnya kehidupan barunya disebuah desa.
Sebenarnya Desa tempat tinggal Kakeknya Greyce tidak terlalu terpencil karena dengan jarak tempuh 30 menit sudah masuk area ibu kota, Jadi masih tergolong tempat yang strategis untuk ditinggali.
Memulai hidup di desa...
Setiap hari Greyce bangun Jam 4 pagi untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah, karna sebelum semuanya selesai Greyce tidak bisa berangkat ke sekolah.
Uang jajan pun tidak pernah dia terima dengan alasan sudah ada angkutan sekolah gratis dan bekal makanan dari rumah. Oleh karena itu, dia bekerja paruh waktu setelah pulang sekolah di sebuah percetakan, bahkan disaat libur sekolah pun Greyce masih harus mencari uang tambahan untuk membiayai hidupnya dengan bekerja kasar sebagai tukang kebun dan bahkan menjadi supir angkutan umum milik tetangganya. Begitulah setiap hari berulang dan terus berulang dengan tanpa kenal lelah dia terus berjuang demi hidupnya dan pendidikannya
Hingga akhirnya waktu kelulusan nya pun tiba, ini lah waktu yang dinanti oleh Greyce, karena menurutnya setelah lulus sekolah dia bisa hidup mandiri dengan bekerja.
Greyce lulus dengan nilai yang sangat memuaskan, Greyce mendapat peringkat ke-2 umum walaupun sebenarnya dia mampu untuk lebih dari hanya sekedar peringkat 2, namun karena kegiatannya sehari-hari yang padat dan menguras tenaga sehingga mengurangi waktu belajarnya, dia harus berpuas diri dengan posisi itu.
Taman sekolah...
Greyce tengah tersenyum bahagia sambil terus mengusap buku laporan hasil ujiannya. Dia tampak sangat bahagia dengan senyum yang cerah dan mata yang berbinar.
"Akhirnya aku bebas dari pekerjaan pembantu, tukang kebun dan supir, Hemm terasa sedikit ringan rasanya bahu ku ini." gumamnya sambil senyum-senyum sendiri tidak memperhatikan seseorang yang hampir kena pukul tangannya yang merentang mendadak karena terlalu bahagia.
"Kau terlihat sangat bahagia?" sontak Greyce kaget dan malu karna kepergok bergumam sendiri oleh kekasihnya Davin yang sudah 1 tahun menemaninya, dan juga menjadi teman belajarnya selama ini.
"Kamu kapan datang? mengagetkan saja." sambil sedikit menghindari postur tubuh Davin yang terlalu dekat, Greyce melangkah mundur menjauh karna kaget bercampur malu pula.
"Dari tadi, aku juga mendengar kamu bergumam sendiri karena bahagia, sampai aku rasa gumaman mu itu seperti teriakan, teriakan mengungkapkan isi hati." Greyce menjadi salah tingkah karena kepergok oleh kekasihnya sedang bertingkah konyol.
"Iya, aku sangat senang Vin... akhirnya aku bisa hidup mandiri setelah lulus sekolah, aku akan bekerja mengumpulkan uang dan membalas jasa kakek dan ibu ku, karena tanpa mereka aku tidak mungkin bisa seperti ini, mereka adalah penolong sekaligus keluarga ku." Sambil menyandarkan kepala di bahu Davin, Greyce pun bercerita tentang perasaan yang dia rasakan saat itu serta apa yang akan dia lakukan nanti.
"Aku lelah Vin, lelah... pura-pura tak ada apa-apa yang membebani hari dan hati ku." seraya menghela nafas Greyce memejamkan mata disambut pelukan lembut kekasihnya.
"Aku juga senang melihat kamu bisa senyum bebas tanpa berpura-pura bahagia, sukses ya Gee... aku akan mendampingi kamu slalu sampai akhirnya aku pun sukses." mereka bertatapan dan tersenyum lembut. Davin selalu memberikan semangat pada Greyce dalam hal apapun.
“Oh iya.” Davin menghentikan kalimatnya.
“Ada apa Vin? Kenapa kamu tidak berkata lagi?" Tanya Gee heran, kemudian dibalas senyum getir Davin yang bingung hendak mulai dari mana untuk menceritakan masalahnya, dan akhirnya dengan berat hati Davin pun mengutarakan isi hatinya.
“Gee... aku sangat menyayangimu, apa kamu mau menunggu ku?” Sambil menggenggam tangan Greyce, Davin yang takut kekasihnya itu akan marah dan meninggalkannya akhirnya memaksa mulutnya mengeluarkan pertanyaan yang berputar dipikirannya.
"Kenapa kamu bertanya begitu? Apa kamu mau meninggalkan aku? Sendiri?” Tanya Greyce dengan nada bergetar. Davin akhirnya menghela nafas dan mulai menceritakan bahwa dia akan melanjutkan kuliah di Jepang karna mendapat Beasiswa dari salah satu universitas di Tokyo, dan itu juga karna berkuliah di luar negeri adalah kesempatan emas bagi Davin jadi dia tidak ingin mengabaikan kesempatan tersebut dan ternyata Greyce pun setuju, mendukung semua keputusan Davin karna Greyce juga sudah harus menjalankan salah satu tugasnya yang sudah waktunya diemban.
Setelah mendapat dukungan dari Greyce, Davin pun tenang dan sangat bahagia. Namun setelah ekspresi kebahagiaan yang berseri-seri itu, tiba-tiba wajahnya berubah serius.
"Aku ingin bertanya 1 hal padamu Gee?" Greyce pun menatap Davin dengan raut bingung karena ekspresi serius Davin yang membuat jantungnya berdebar-debar.
"Ada apa? Tentang apa? tanyakan saja. " Greyce penasaran dengan apa yang akan ditanyakan oleh Davin.
"Apa yang kamu sembunyikan dariku?" Pertanyaan dari Davin itu membuat Greyce terdiam dan tampak bingung harus berkata apa.
"Tidak ada yang aku sembunyikan, memangnya aku tampak sedang gugup?" Greyce sedikit bergurau dengan senyum manis yang ia kembangkan.
"Tidak, bukan begitu, hanya saja jika Gadis lain mungkin akan merengek menangis jika tidak diajak berkencan di akhir pekan dan ditambah akan ditinggal selama 3 tahun oleh kekasihnya, namun kamu tidak menunjukkan hal itu, apa kamu tidak mencintaiku Gee?"
Davin menatap Greyce serius untuk melihat apa Greyce menyembunyikan sesuatu darinya dan mencoba berbohong atau tidak.
"Aku tidak menyembunyikan apapun darimu, seperti yang kau tau aku sangat sibuk untuk membiayai sekolah ku sendiri." Davin tersenyum lembut dan menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Maafkan aku mencurigai mu, aku takut kehilangan dirimu, karna kesibukan ku juga."
Greyce menyentuh pipi Davin dan tersenyum cerah.
"Kita sama-sama disibukkan dengan tugas kita jadi tidak boleh ada salah paham," Greyce mencoba membuat Davin percaya tanpa ada rasa curiga.
"Baik, lain kali aku..." Perkataan Greyce terhenti oleh telunjuk Davin yang menempel di bibirnya.
"Tidak ada lain kali Davin, kita harus saling percaya, agar nantinya kita bisa hidup dengan bahagia." Davin memeluk Greyce dengan lembut sambil mengacak-acak rambutnya yang panjang.
Sore itu pun menjadi sore yang amat membahagiakan bagi mereka berdua.
Please...
Like
Comment
Love for favorit...
ditunggu untuk motivasi, kritik dan saran dari readers semua...
Dua anak manusia itu masih asyik duduk di bangku taman sambil saling bercerita.
"Aku gadis yang sibuk Vin, demi melanjutkan sekolah semua pekerjaan yang bisa menghasilkan uang akan ku lakukan asalkan aku bisa terus melanjutkan hidupku, jujur aku sangat menyukaimu yang menerima ku apa adanya ini, aku juga merasa tak enak kalau harus memaksakan kamu untuk jadi kekasih pada umumnya.” Davin hanya terdiam, lalu dia mulai tersenyum setelah memikirkan sesuatu.
“Bagaimana kalau akhir pekan ini kita kencan?”Greyce tersenyum tanda bahwa dia menyetujuinya.
“Baiklah, jam 2 sore kita bertemu di bangku taman depan sekolah, bagaimana?” Davin berfikir sejenak merasa tidak nyaman kalau selalu bertemu di taman itu.
“Kenapa aku tidak menjemputmu ke rumah saja Gee? Aku kan ada kendaraan, lagi pula Sabtu ini kita libur sekolah dan aku juga ingin menyapa kakek mu.” Greyce terdiam dan berfikir sejenak karna merasa tak enak hati dan takut menyinggung perasaan Davin yang sudah 1 tahun lebih menjadi kekasihnya namun tak pernah dia kenalkan pada kakeknya apalagi orang tuanya.
“Baiklah Vin aku akan menunggu mu di rumah.” senyum Davin seketika mengembang.
Sabtu siang tiba...
Ting tong ting tong...
Bel rumah kakek Greyce berbunyi, tak berapa lama kemudian pintu rumah pun terbuka, terlihat seorang lelaki muda dengan tinggi 182cm, bermata sipit, beralis tebal dan berbibir tipis, terlihat tampan dengan jaket jeans hitam dan celana jeans berwarna biru langit. Namun kecanggungan menerpa saat yang membuka pintu bukan gadisnya namun Pria tua sekitar 60 tahun namun masih gagah dengan badan tinggi besar dan kumis tebalnya.
“Siang kakek... perkenalkan saya Davin teman Gee.” sapa Davin dengan penuh sopan dan langsung memperkenalkan diri. Namun sapaan ramah Davin tidak disambut baik oleh kakek Greyce alhasil Davin hanya berdiri di depan pintu hingga beberapa saat kemudian Greyce keluar dari kamarnya.
“Kakek, siapa yang datang?” Sambil berjalan dan mengikat rambut panjangnya Greyce menghampiri kakeknya yang sudah duduk di sofa.
“Davin, kamu sudah datang? Mari masuk dan duduk dulu sebentar, aku masih ada yang tertinggal sesuatu di kamar” senyum ramah Greyce sambil mempersilahkan Davin masuk dan duduk. Suasana tegang pun melingkupi ruang tamu kecil itu, karna sang kakek tak juga mengajaknya bicara.
“Bagaimana kabar kakek? Apa kah sehat? Gee sering bercerita tentang kakek saat disekolah” tanya Davin memecah ketegangan.
“Saya tidak suka basa-basi, berhati hati lah dan jaga cucu ku” sontak kata-kata kakek Greyce yang bernama Anton Darwin itu membuat wajah Davin pucat dan tegang, banyak pertanyaan berputar-putar di kepalanya yang tiba-tiba muncul, sampai sang kakek melanjutkan kata-katanya yang membuatnya bingung sekali lagi.
“Tapi aku rasa cucuku bisa menjaga mu lebih dari kamu menjaganya berkali-kali lipat.” tatapan dingin Anton Darwin membuat Davin merinding dan bibirnya pun kelu saat hendak melontarkan pertanyaan.
“Kakek, aku akan pergi keluar dengan Davin sebentar apa kakek keberatan?” Anton hanya diam, lalu Greyce kembali bertanya.
“Apa kakek sakit?”Kakeknya seketika itu berdiri dan melangkah pergi ke arah kamarnya.
“Jangan pulang terlalu larut Gee, ingat bawa apa yang harus kamu bawa, hati-hati.” Greyce hanya menganggukkan kepala dan berbalik mengajak Davin pergi. Dengan mengendarai sepeda motor 250cc yang melaju cukup mulus dijalan aspal pedesaan yang tidak terlalu ramai, mereka pun pergi ke arah Taman nasional yang ada dipusat kota. Davin memarkirkan motornya dan membeli tiket.
“Aku tidak menyangka akan kehabisan kata karna tegang menghadapi kakek mu.” Greyce hanya tertawa tak berkata apa-apa hingga sampai dia melihat orang yang mencurigakan yang dari tadi mengikuti mereka.
“Bagaiman kalau kita makan kebab?” Greyce memalingkan pandangannya ke kios kecil di sisi kanan sungai buatan.
“Oke, kalau itu mau kamu Hun...” Greyce bingung dengan kata terakhir yang Davin ucapkan.
“Hun..? Apa?” Dengan senyum mengembang Davin menatap Greyce dengan penuh kehangatan.
"Mulai sekarang aku ingin memanggil kamu Hun..” Greyce diam dengan ekspresi bingung.
“Yah itu karena kalau aku panggil Honey itu sudah biasa, aku juga ingin kamu panggil aku seperti itu, bagaimana?" Greyce menganggukkan kepalanya dengan senyum yang gembira begitupun dengan Davin yang merangkul Greyce makin erat.
Saat hendak duduk di kios, tiba-tiba seorang laki-laki entah dari mana datangnya menodongkan pistol ke arah Greyce dan Davin.
“Aquila Greyce Nathalia, aku datang untuk membuat mu berhenti bernafas.” saat itu Davin begitu tegang, panik dengan wajah pucat pasi namu masih menggenggam tangan Greyce.
“Apa itu nama mu hun...?” Tanya Davin bingung namun Greyce bersikap tenang, dengan santai berbalik menatap si laki-laki itu, mengamatinya dari atas sampai bawah
“Kenapa aku harus mati?” Mendengar pertanyaan datar dari Greyce membuat laki laki itu tertawa terbahak seperti orang gila, lalu menarik pelatuk bersiap untuk menembak, namun gerakan Greyce lebih cepat dari dugaannya memukulnya telak hingga jatuh tersungkur dan pingsan. Setelah kejadian itu mereka kembali melanjutkan kencannya.
Greyce mengeluarkan Handphone dan mengirim pesan entah kepada siapa, Davin sedikit melirik seketika Greyce mencoba mencairkan suasana tegang yang masih terasa.
“Hun... bagaimana kalau kita naik kereta gantung?” Dengan nada santai Greyce mengajak Davin yang masih tercengang dengan mulut menganga yang mengurangi sedikit ketampanannya.
“Oke... tapi apa laki-laki itu tidak apa-apa?” Greyce tersenyum geli dan mengusap pipi Davin.
“Dia hanya pingsan nanti juga ada yang urus... kamu jangan khawatir Hun...” Davin menghela nafas panjang dan menggenggam tangan Greyce erat.
“Kita lanjutkan kencan?” Tanya Greyce dengan dahi berkerut melihat Davin yang masih terdiam dan hanya menggenggam tangannya.
"Baiklah kita naik kereta gantung Hun...” saat sudah didalam kereta gantung Davin terus menatap Greyce dengan tatapan yang aneh penuh tanya.
“Ada apa?” Tiba-tiba Davin bangun dari tempat duduknya yang berseberangan dengan tempat duduk Greyce kemudian menarik dagunya dan mencium bibir mungil Greyce untuk yang pertama kali setelah 1 tahun berkencan.
“First kiss... aku yakin bibir mu... aku yang pertama” saat Davin berkata Greyce masih terdiam dengan tatapan terkejut namun tak melawan Davin, tapi tak dipungkiri Greyce sangat tegang karna untuk pertama kalinya bibirnya disentuh oleh lelaki dan lelaki itu adalah Davin
“Sepertinya hari ini menjadi akhir pekan yang menegangkan untuk kita...” ucap Davin dengan senyum geli dan masih menatap Greyce yang masih membeku.
Hari sudah senja, Davin mengantarkan Greyce kembali pulang ke rumah namun saat tiba dirumah ada sesuatu yang aneh.
“Apa kakek mu tidak pernah menutup pintu hun?” Tanya Davin dengan dahi berkerut aneh. Namun tanggapan Greyce cukup datar dan dingin membuat Davin bingung.
“ Kamu pulang saja hun...aku lelah ingin istirahat, terima kasih untuk hari ini, aku sangat bahagia.” sambil tersenyum kemudian Greyce mencium pipi Davin dengan lembut membuat Davin tersipu malu.
“Oke... masuklah dan istirahat, besok kamu harus antar aku ke bandara hun... jangan lupa! Aku akan menunggu hingga detik akhir” ungkap Davin dengan senyum tipis yang muram karna sedikit beban di hati meninggalkan gadis pujaan nya yang makin dia sayangi saat ini.
“Baiklah hun... aku tidak akan lupa jam 11 siang esok aku akan mengantar keberangkatan mu...” Davin pun melajukan sepeda motornya, Greyce menatap motor Davin yang sudah tak berjejak kemudian ekspresinya berubah muram dan dengan cepat dia lari kedalam rumah untuk melihat apa yang terjadi.
“Kakek...!” Greyce terkejut melihat kakeknya tergeletak dengan luka tembak diperutnya.
“Greyce kamu sudah pulang... “ Greyce panik menghambur ke sisi kakeknya.
“siapa kek?! Siapa yang membuat kakek begini??! Biar aku yang balas kek... kakek harus bertahan... Gee panggil ambulans yah... kakek sabar yah... jangan banyak bicara kek nanti pendarahannya semakin parah...” saat Greyce begitu panik, sang kakek menggenggam tangan Greyce sambil tersenyum.
"Kakek selalu menyayangimu Gee... maaf kan sikap kakek selama ini yang pura-pura tidak peduli padamu... kakek hanya ingin kamu bertambah kuat dan mampu menghadapi mereka yang sudah membunuh orang tua kandungmu, Ana dan Doni adalah orang tua asuh mu... sedangkan kamu adalah anak dari anak ku yang seorang anggota Agen Rahasia nama ayah mu adalah Rain Brama Marcelino, bawalah ini bersamamu dan ingat hati-hati.” setelah menggenggam kan liontin batu kristal biru dengan tali hitam kakek Anton berhenti bernafas untuk selamanya.
Keesokan harinya.
Setelah semua upacara pemakaman kakek Anton selesai yang hanya dihadiri beberapa petinggi militer karna Anton Darwin merupakan salah satu veteran yang disegani jadi pemakaman nya dilakukan secara militer. Saat semua prosesi selesai seseorang datang menghampiri Greyce,
"Aku tau siapa yang melakukan ini pada kakek mu.” ucapnya datar.
“Siapa?” Dengan wajah dingin Greyce menatap pria paruh baya itu.
“Kamu harus cukup kuat, salah... harus sangat kuat untuk melawannya.” tatapan serius pria itu membuat Greyce makin penasaran.
“Menikahlah dengan anakku dan berlatih lah di militer” dengan senyum sinis pria itu menawarkan hal yang gila menurut Greyce, namun di hatinya saat ini hanya ada rasa dendam dan rasa ingin tahu siapa orang tua kandungnya dengan merasa bersalah greyce akhirnya mengambil keputusan.
“SEPAKAT.” dengan menjabat tangan pria paruh baya itu Greyce sudah menyerahkan dirinya menjadi menantu Wildan, nama pria yang akan jadi Ayah mertua Greyce. Di sepanjang perjalanan Handphone Greyce terus berdering namun tak dihiraukan oleh nya.
“Maaf Davin... aku terpaksa meninggalkan mu demi membalas mereka, jika kita berjodoh suatu saat pasti ada jalan dimana kita akan berpapasan dan bertemu kembali dengan situasi lebih indah” gumam Greyce dalam hati dan tanpa terasa air matanya pun jatuh tak terbendung.
Kediaman Wildan.
“Silahkan duduk Gee, saya akan meminta pembantu disini menyiapkan kamar dan makanan untuk mu... karna mulai saat ini aku menganggap mu seperti anakku sendiri.” Jelas Wildan santai namun dengan tatapan serius dan hanya di jawab dengan anggukan kecil oleh Greyce. Namun tiba-tiba Greyce ingat akan dinikahkan dan akhirnya dia membuka mulutnya.
"Dengan siapa aku menikah paman?” Pertanyaan itu membuat sorot mata Wildan langsung berubah gelap dan menakutkan.
“Panggil aku Ayah” Greyce hanya diam tak membantah.
"Oke, ayah Wildan kalau aku boleh tau dengan siapa aku menikah?” Hening sejenak.
“Darius Steve, anak tertua ku yang menjadi duda 2 tahun lalu, mempunyai 2 orang putri Ariana berusia 4 tahun dan adiknya Khanza berusia 2 tahun” Greyce tercengang, dia tidak menyangka akan menikahi duda dengan 2 anak karna itu sudah pasti umur Greyce dan Darius terpaut jauh, pikiran dan perasaan Greyce semakin tidak karuan dan membayangkan hari-harinya bersama keluarga barunya.
“Tenang saja Gee kamu hanya menikah di atas kertas dengan Darius, dia tidak akan menyentuh mu. Yang perlu kau perhatikan adalah kedua putrinya, cucu cucu ku...” Greyce terheran.
“Mengapa? Mengapa Darius tidak akan menyentuh ku?” Greyce menyipitkan matanya curiga mencoba menelisik ke dalam pikiran Wildan.
"Karna keberadaannya masih tidak diketahui, setelah istrinya Darius meninggal dunia karna melahirkan dia terus ikut berperang... tak pernah memikirkan anaknya dan tak kembali sampai saat ini, itulah mengapa aku meminta mu menikah dengan putra ku walau dia tidak ada disini, karna yang ku khawatirkan sekarang cucu cucu ku yang malang...” Greyce terenyuh mendengar penjelasan ayah mertuanya itu dan dia pun bertekad akan menyayangi kedua putri Darius sepenuh hatinya.
“Saya sudah menyiapkan dokumen sah di Catatan sipil hanya tinggal kamu tandatangani saja nak...” Greyce menghela nafas panjang.
“Baiklah ayah...aku akan tanda tangani surat nikah nya” Wildan pun tersenyum puas dengan sikap Greyce yang menerima dengan tulus pernikahan yang tanpa tahu suaminya ada dimana itu.
Setelah selesai tanda tangan surat nikah Greyce tampak mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan dan membuat Wildan bingung.
"Kamu sedang mencari apa nak?” Greyce pun menoleh ke arah ayah mertuanya itu.
“Cucu cucu ayah ada dimana? Kenapa dari tadi tidak terlihat?” Wildan tersenyum bahagia saat dia tahu apa yang dicari Greyce.
“Mereka sedang tidur siang di kamar itu, sengaja ayah tempatkan mereka di lantai 1 karna memudahkan pengasuh untuk memantau nya” sambil menunjuk ke arah pintu berwarna putih yang tertutup rapat Wildan memberi tahu dimana putri putri kecilnya tidur. Setelah mendengar penjelasan Wildan Greyce berfikir sesuatu dan mulai bertanya.
“Selain menjadi menantu ayah dan seorang ibu, ayah bilang akan melatihku? Apa itu benar? Karna aku sudah sangat tidak sabar...” ucap Greyce dengan nada serius dan yakin.
“Besok kau akan berlatih dengan adik ipar mu Zack, ku beritahu, Zack anak yang kasar dan tak suka dibantah jadi kamu harus sabar menghadapinya” dengan singkat Wildan menerangkan sifat putra keduanya yang akan berlatih bersama Greyce esok hari.
“Sekarang akan ayah tunjukan kamar mu” saat hendak menginjakkan kaki nya ke anak tangga Wildan berhenti karna Greyce tak bergerak mengikuti langkahnya.
“Kenapa?” Tanya Wildan bingung melihat gelagat menantunya itu.
“Bukan kah sebaiknya kamar ku disebelah kamar anak, untuk memudahkan ku berinteraksi dengan anak anak nanti, kenapa kamarku di lantai 2? Itu akan merepotkan nanti...” dengan gamblang Greyce mengungkapkan pendapat. Tiba tiba ada seseorang datang.
“Aku tidak suka keponakan ku dekat dengan orang asing...” Greyce menoleh dan menatap tajam lelaki itu.
“Apa masalah mu? Mereka sudah jadi anak ku... apa aku salah jika ingin lebih dekat dan mengenal mereka...?” Hening sesaat membuat suasana dingin menyesakkan, dengan senyum tipis lelaki itu pun menatap Greyce.
“ Karna itu adalah kamarku nona...”
Please
Like
Comment
Love ya....
“Karna itu adalah kamarku nona...”
Kalimat itu membuat Greyce malu, lalu dia pun mencoba memberanikan diri menatap lelaki itu dengan raut wajah penuh tanya, namun saat hendak membuka mulutnya Ayah mertuanya angkat bicara.
“Dia adalah Zack yang beberapa menit lalu kita bicarakan Gee...”Ayah Wildan memperkenalkan Zack pada Greyce.
“Oooh... maaf... salam kenal, aku Greyce...” namun sikap sopan Greyce dibalas dengan dingin oleh Zack. Dengan langkah santai Zack berjalan menuju kamarnya.
"Jangan berpura-pura baik di depan ku karna kamu tidak akan pernah bisa mendapatkan kakak ku...”Kalimat Zack itu membuat Greyce mengerutkan dahi heran dengan sikap pria di hadapannya itu.
“Baik... “ Dengan santai Greyce menanggapinya. Kening Zack seketika berkerut dalam dan menatap tajam ke arah Greyce menelisik setiap raut wajahnya dan tubuhnya dari atas sampai bawah.
“Walau penampilan mu tidak menarik setidaknya karaktermu cukup menarik...” Zack membuka pintu kamarnya namun terhenti ketika Greyce menghampirinya.
“ Zack, boleh kita bertukar kamar? Aku ingin mencoba mendekati putri putri ku...”
Zack membeku seketika, menatap Greyce dengan tajam dan rasa tidak suka.
“Mereka bukan putri mu, dari usia mu saja sudah tidak mungkin bisa menjadi ibu yang baik.” tanpa menoleh ke arah Greyce, Zack masuk ke kamar dan membanting pintu.
“Begitulah dia Gee... semenjak kakak iparnya meninggal dan kakaknya selalu pergi berperang dia menjadi kaku dan sedingin itu, aku harap kamu bisa memakluminya..”
“Aku akan memakluminya tapi aku akan merebut kamarnya...” Wildan hanya terdiam mendengar kata ‘merebut’ yang keluar dari mulut Greyce.
“Terserah saja...yang penting tidak ada pertumpahan darah... karna kalian adalah anggota keluargaku...” Greyce pun menganggukkan kepala ringan sambil melangkah masuk ke kamar yang sudah disediakan dilantai 2. Setibanya didalam kamar Greyce membaringkan tubuhnya di ranjang. Sudah 2 hari Greyce tak memberi kabar pada Davin.
“Entah apa yang kamu pikirkan Vin nanti... yang pasti aku sudah merelakan semua...” tak terasa air mata Greyce mengalir deras membasahi pipinya saat mengenang janjinya mengantar Davin ke bandara dan menunggunya selama 3 tahun, yang ternyata semua harus kandas ditengah jalan karna semua janjinya sudah dia ingkari.
Asrama universitas Tokyo Jepang
Dari 2 hari lalu Davin menghubungi Greyce dengan perasaan kacau, rasa marah, khawatir dan kecewa menyelimuti hatinya. Namun Davin tak putus asa, dia meminta sahabatnya mencari informasi tentang Greyce. Saat sedang berbaring di ranjang asramanya, handphone Davin berbunyi, seketika itu juga dia terduduk kaku dengan wajah pucat mendengar kabar kakek Greyce meninggal dunia dan Greyce hilang entah kemana.
“Dimana kamu Hun... aku Menyayangimu, ku harap kamu menunggu ku sayang...” sambil memandangi jendela Davin terduduk lemas dengan wajah pucat pasi tanpa mengeluarkan sepatah kata.
“Aku akan berjuang agar lebih cepat menyelesaikan kuliahku dan pulang untuk mencari mu, menanyakan semua alasan mu yang dengan sangat tak jelas menghilang...” dan kemudian Davin pun terlelap tidur.
Pagi hari kediaman Wildan
Pukul 5 pagi Greyce sudah bangun dan keluar untuk lari pagi, dan pada pukul 6 dia sudah kembali untuk membersihkan diri dan pergi ke dapur.
“Pagi... Bi apa aku boleh membantu mu?” Sapa Greyce sambil menghampiri salah satu Asisten rumah tangga yang sedang memasak.
“Tidak perlu Nona karna semua sudah hampir siap”Jawab sang asisten dengan penuh hormat.
“Bagaimana dengan makanan anak anak? Apa kesukaan mereka?” Tanya Greyce dengan wajah datar, tiba tiba ada gadis kecil yang sudah rapi dengan Dress rumahan berbahan rayon dengan motif hello kitty yang lucu,
“Bibi... apa sup tulang ku sudah siap? Aria lapar...” dengan memasang wajah memelas dengan gaya lesu Ariana bersandar di depan pintu dapur, Hal itu membuat Greyce menoleh ke arah suara.
“Emmm jadi ini Ariana yah... ? Cantik...”Greyce tersenyum ke arah gadis kecil yang sepertinya baru selesai mandi.
“Tante siapa?” Tanya Ariana bingung. Greyce pun mendekat Dan membelai lembut rambut Ariana lalu mencubit pipinya gemas.
“Namaku Greyce kamu bisa panggil aku...” Zack menyela interaksi Greyce Dan Aria
“Panggil saja dia bibi...” tiba tiba Zack datang Dan menggendong Ariana.
“Paman jahat! Masa tante secantik itu dipanggil bibi... maaf kan paman ku yang tampan ini ya tante...” dengan senyum ceria menggemaskannya Ariana mewakili pamannya meminta maaf Dan Greyce membalasnya dengan senyuman terbaiknya
“Jam 9 tepat aku menunggumu di area latihan militer, jangan terlambat! Atau kamu harus menanggung akibatnya...” sambil memberikan secarik kertas yang bertuliskan alamat Dan nomor telpon.
“Kenapa paman tidak berangkat bersama dari rumah? Kan tante kasihan kalau harus bepergian sendiri paman...” ucap Ariana polos.
“Itu benar... kenapa kalian tidak jalan bersama, Ayah hanya punya 2 Mobil, sedangkan 1 mobil lagi punya kakak mu Dan pastinya mobil itu tidak bisa kita pakai... Ayah Akan menggunakan mobil satunya lagi Zack...jadi...”
“Aku naik kendaraan Umum saja Ayah...” Tegas Greyce cepat memotong pembicaraan ayah mertuanya. Namun mendapat tatapan dingin Dari sang Ayah mertua Wildan.
“Tidak ada kendaraan yang mengarah ke tempat latihan militer Gee... Dari tempat pemberhentian bus kau masih harus berjalan ke dalam hutan Dan menyebrangi sungai yang tak terlalu dalam sebelum kau melintasi Bukit yang mengarah ke area lapangan luas, Dan itu butuh waktu 1 jam lebih dengan berjalan kaki... Dan Zack seharusnya lebih bijaksana bukan?” Kalimat Wildan membuat Zack Dan Greyce terdiam.
Sarapan selesai dengan damai, Wildan bergegas berangkat ke kantor disusul Zack Dan Greyce.
“Apa kamu yakin ingin ikut latihan militer? Karna saat kau memulai kau tak bisa mundur Gee.” Zack menatap tajam memastikan ekspresi Greyce yang saat itu duduk di kursi penumpang dengan wajah datar.
“Apa aku seperti akan lari terbirit-birit Dan menangis ketika tau jenis latihan apa yang akan aku jalani...” ucap Greyce tanpa menoleh sedikitpun ke arah Zack.
“Kita lihat saja... seberapa besar tekad mu.” Mobil Jeep militer Hitam itu pun melaju dengan mulus walau harus melewati hutan Dan sungai. Disepanjang jalan hanya di Isi dengan keheningan Dan tanpa terasa mereka sudah tiba di gerbang tempat latihan.
“Sebelumnya aku akan menjelaskan latihan apa saja yang akan kau jalani, latihannya setara dengan tentara tentara itu tidak ada pengecualian, itu latihan fisik, dan kamu juga akan menerima ilmu setara dengan universitas mulai dari bahasa asing, sains dan teknologi, untuk awal 1 minggu sekali kamu akan pulang, namun untuk yang selanjutnya aku tidak tau.” Greyce hanya terdiam tanpa ada raut terkejut atau takut, karna dia sudah membulat kan tekadnya.
“Aku setuju, itu merupakan kesetaraan, ayo kita mulai, Adik ipar.” Dengan senyum lembut namun dengan tatapan mata tajam Greyce menatap Zack Dan segera turun Dari Mobil Jeep Hitam itu.
Setelah sampai di area latihan Zack menunjukan kamar Greyce yang akan ditempatinya selama latihan Dan dia juga mengajak Greyce berkeliling memperkenalkan area militer itu.
“Oke, aku kira sudah cukup untuk waktu santainya, kakak ipar welcome to the hell.” dengan seringai sadis Zack memulai latihan dengan Greyce. Zack cukup terkejut dengan kondisi fisik Greyce yang cukup tangguh untuk ukuran seorang wanita Dan ditambah keterampilan bela dirinya yang sudah bisa mengimbangi Zack dalam tanding duel tadi sore.
“Makanlah yang banyak, setelah itu istirahat lah, besok kita akan melanjutkan latihannya.” namun Greyce hanya terdiam tak menanggapinya.
“Kenapa Ayah ingin aku menikah dengan gadis yang tidak ada hangat hangatnya? Haissshhhh” gumam Zack sambil berjalan meninggalkan Greyce yang sedang makan.
Sebenarnya Wildan dan Anton menjodohkan Greyce dengan Zack bukan dengan Darius, itu dirahasiakan karna Wildan ingin mereka beradaptasi satu sama lain dan saling mengenal dengan alami tanpa harus dipaksa atau terpaksa, dan karna Hal itu juga Wildan tidak terlalu mendekatkan Greyce kepada cucu cucunya seperti seorang ibu, karna memang Greyce adalah istri Zack bukan istri Darius.
Satu pekan telah berlalu, Zack dan Greyce kembali ke kediaman wildan. Greyce turun dari Mobil Jeep itu dan masuk kamarnya dengan cepat menutup pintu dan bergegas pergi mandi karna seluruh tubuh Greyce sangat kotor pasca latihan seharian.
Waktu sudah memasuki jam makan malam namun Greyce tak kunjung turun dari kamarnya, Wildan meminta Zack memanggil Greyce untuk turun makan malam bersama. Dengan langkah enggan Zack menaiki anak tangga menuju lantai 2 Dan mengetuk pintu kamar Greyce.
“Hey gadis es, apa kau tidak lapar? Ayah dan yang lain sudah menunggu mu, dan aku juga sudah kelaparan.” Teriak Zack di depan pintu kamar Greyce namun tak ada tanggapan.
Perasaan Zack mulai tak tentu dan akhirnya dia memberanikan diri memasuki kamar Greyce, dilihatnya gadis itu tidur dengan lelap dengan dress tidur berwarna baby pink terbalut selimut sebatas pinggang. Terlihat gerakan dadanya yang naik turun teratur, bibir yang tertutup rapat.
Tanpa terasa Zack menatap Greyce sudah cukup lama, dengan perlahan Zack menggoyang bahu Greyce agar terbangun namun tak ada respon, Zack pun menepuk-nepuk pipi Greyce dan betapa paniknya dia menyadari suhu tubuh Greyce yang sangat tinggi.
"Dia demam, pantas saja hari ini dia sangat pucat.” Zack pun turun kembali kebawah memerintahkan asisten rumah tangganya membuat bubur dan minuman hangat untuk dibawa ke kamar Greyce.
“Ada apa dengan Gee, Zack ?” Tanya Wildan dengan bingung.
“Gee demam yah, aku akan menelpon dokter Adrian” beberapa menit kemudian dokter Adrian pun tiba dan memeriksa Greyce.
“Jangan sembarangan sentuh!” Ucap Zack dengan nada tegas.
“Astaga... lalu bagaimana cara aku memeriksa nona nan cantik ini Zack? Aku harus mengecek suhu tubuhnya, memeriksa denyut jantung dan nadinya, bahkan aku harus memeriksa lidahnya agar aku tau warna lidahnya saat ini, bila perlu mungkin aku harus tau rasa lid...” kata katanya pun terhenti saat mendapat todongan pistol di kepalanya dan tatapan tajam membunuh dari Zack.
“Baiklah aku tak menggoda mu lagi...”Sang dokter akhirnya berhenti menggoda Zack.
Setelah prosedur pemeriksaan selesai Zack dan Dokter Adrian sudah meninggalkan kamar Greyce.
“Istrimu kelelahan dan stres berlebih, apa kau menyiksanya siang malam?” Mendengar penjelasan dan pertanyaan dokter Adrian membuat wajah Zack bersemu merah.
“Aku belum menyentuhnya, bahkan dia tidak tau kalau aku suaminya, yang dia tau aku adalah adik iparnya...” Adrian hanya menarik nafas dalam dan menggelengkan kepalanya.
“Kenapa harus berbohong? Itu melelahkan, apalagi saat ku tahu istri mu sangat cantik, kalau aku jadi kau aku sudah tidak tahan.” tawa kecil menghiasi wajah dokter Adrian saat melihat ekspresi Zack yang tertunduk malu.
“Kurasa sudah waktunya kau pulang...” Adrian pun kembali menghela nafas dan pergi meninggalkan Zack yang terpaku didepan pintu kamar Greyce.
“Hey gadis es... bangun lah... makan dan minum obat mu” sambil menepuk pipi Greyce, Zack mencoba membangunkan Greyce dari tidurnya dan itu berhasil.
“Kamu... kenapa ada di kamarku?”Greyce mengerjapkan matanya sambil mencoba mengumpulkan kesadarannya.
“Kau demam tinggi, dokter sudah memeriksa kondisi mu, sekarang makanlah dan minum obat setelahnya.”Jawab Zack dengan santai.
“Aku tidak ingin makan... lidah ku terasa pahit Zack.”
Entah kenapa Zack tiba tiba membeku saat mendengar kata ‘lidah'.
“Ini semua karna dokter mesum itu, arrrggggh” gumam Zack sambil menggenggam sendok dengan erat.
“Kau kenapa? Apa aku membuat mu marah? kalau begitu aku minta maaf, tapi tenang saja aku tidak akan bolos latihan.” dahi Zack berkerut seketika mendengar ucapan Greyce.
“Apa aku sekejam itu...?”
“Tidak, kau tegas... dan tetaplah seperti itu.” Greyce tersenyum manis walau masih terlihat lesu.
“Makan lah lalu minum obat mu...” Zack pun bergegas meninggalkan Greyce sendiri. Zack merasa aneh pada dirinya sendiri, jantung yang berdegup kencang, wajah yang bersemu merah bahkan bibir yang nyaris tersenyum kalau saja tidak dia tahan, itu semua membuatnya frustasi hingga tak bisa tidur.
Keesokan harinya...
“Apa kau sudah membaik Gee” tanya ayah Wildan sambil menyentuh keningnya.
“Aku sudah tidak apa-apa ayah, tubuh ku sudah pulih kembali, dimana Aria?”
“Untuk apa kau menanyakan keponakan ku?”Zack muncul tiba-tiba dari arah pintu.
“Apa kau harus begitu sinis Zack? Aku jadi ragu siapa yang menemani Gee sampai dini hari tadi.” kata kata ayah nya itu membuat wajah Zack memerah dan berusaha mengalihkan perhatiannya ke koran pagi dan handphonenya, sedangkan Wildan hanya tersenyum.
“Apa tante mencari ku?” Dengan wajah imut nya Aria menghampiri Greyce.
“Hey... kamu semakin imut saja dan adik mu khanza juga sudah pintar sekarang yah.”
“Adik sudah bisa berkata kata sekarang tante dan itu sangat lucu” ujar Aria dengan penuh semangat dan membuat semua orang di ruangan itu tersenyum mendengar celotehan Aria.
“Tante... apa paman menyakitimu? Atau menyiksamu? Kalau paman tidak bersikap baik pada mu nanti Aria akan laporkan pada kakek agar paman dinikahkan dengan janda beranak empat...” kalimat Aria itu membuat Zack tersedak entah karna apa hingga terbatuk-batuk tak terkontrol. Namun ayah Wildan hanya tertawa lepas menanggapi celotehan Aria yang diluar dugaan mengingat semua ancamannya pada Zack.
“Aria.... paman akan mengurangi jatah cokelat mu minggu ini.” ucap Zack dengan tatapan mengancam.
“Tidak apa apa paman... aku masih ada jatah dari kakek dan tante Gee...heheee” jawab Aria dengan nada santai tak berdosa, dan hal itu membuat gelak tawa pecah dituangkan keluarga itu.
”Tapi sejak kapan kau menjatah kan cokelat pada Aria Gee?”Zack heran dengan keakraban Greyce dan Aria.
“Memang kenapa? Apa ada masalah?” Jawaban yang merupakan pertanyaan itu membuat dahi Zack berkerut bingung karna selama Greyce berada dirumah Wildan, baru satu kali Aria berinteraksi dengan Greyce dan dari mana dia tau masalah jatah cokelat.
“Jangan bingung... di zaman canggih seperti ini kita bisa berkomunikasi lewat telpon, video call atau chat bukan? Kenapa kamu sebegitu bingungnya?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!