Sumber :pexels
Namanya El Nath Alvarendra. Salah satu putra kembar pasangan Lintang Alkhaleena dan Akhtar Alvarendra. Saudara kembarnya bernama Al Nair Alvarendra.
Dia punya dua orang kakak yang sudah menikah, namanya Bintang Alkhaleena, suaminya bernama Orion Arrayan Danadyaksa.
Yang ke dua, Zoya Khairumi Bramantyo, suaminya bernama Ezra Ganendra.
Nath, saat ini usianya hampir 20 tahun. Dia terdaftar sebagai mahasiswa semester 4 jurusan arsitektur di salah satu universitas negeri.
Dia pintar, baik, mudah bergaul, ramah, sedikit konyol, jahil, tidak tegaan, dan juga karismatik.
Fisiknya, jangan tanya! Tampan sudah pasti. Tinggi? Jelas! 180 cm. Soal tampan dan kesempurnaan fisik dia punya nilai 95 dari 100. 5 lagi? Nah, itu sisi jeleknya. Cuma terlihat pas lagi pup. Heheheh.
Nath, dia adalah jomblo happy yang lebih senang menghabiskan waktu dengan sahabat dan keluarganya. Dia punya prinsip, "anti bucin."
Dia punya moto dalam hidupnya. "Kalau suka langsung lamar". Itu artinya dia gak mau pacaran, right?
Oke kita lihat nanti, Nath! Kamu bakalan bucin atau gak? Hahahah 😈
Sumber : pexels
Elva Tiara Puspita, gadis yang berusia 19 tahun yang biasa di sapa Tiara. Dia adalah putri sulung pasangan Zainal Ibrahim dan Nurul Lestari. Dia punya seorang adik bernama Ade Naura Mustika.
Tiara punya fisik yang lumayan. Lumayan cantik, dan lumayan pendek. Ck! Dilarang body shaming sih. Tapi apa boleh buat. Itu kenyataan. Tingginya tak lebih dari 152 cm. Rambutnya hitam panjang, hidungnya kecil dan mancung.
Tiara gadis pintar, baik, ramah, sopan, kadang pendiam kadang juga tidak, dan rasa empatinya tinggi. Terkadang dia juga menjadi sosok yang senang berdebat, walau sangat jarang ia berdebat dengan orang lain, apa lagi orang yang lebih tua.
Tiara adalah satu dari jutaan gadis yang ditinggal pas sayang-sayangnya. Bukan karena kebejatan pasangannya, tapi karena Tuhan menghentikan perjalanan hidup pria bernama Reyga, pemilik hatinya.
Tiara juga merupakan adik angkat Ezra, abang ipar Nath. Tiara juga bekerja di sebuah rumah baca milik Orion, abang ipar sekaligus sahabat Nath.
Huuuh! Banyak hal yang menghubungkan Nath dan Tiara. Tapi keduanya menciptakan hubungan mereka sendiri.
Mau tau? Let's check this out!
****
Rumah keluarga Alvarendra.
Drrt.... Drrtt....
Getaran ponsel di atas ranjang membuat si empunya sedikit terganggu. Pria yang sedang tidur dengan posisi tengkurap itu mulai menerjapkan mata indahnya. Bulu mata lentik itu bergerak naik turun seiring kedipan matanya. Rambut hitam itu tampak acak-acakan khas orang bangun tidur.
Dialah El Nath Alvarendra, pria yang sering di sapa Nath itu meraih ponsel yang tak henti bergetar.
Kak Zoy is calling....
"Ahhh... kak Zoy... ganggu aja." Bukan menjawab, ia kembali meletakkan ponselnya dan mengubah posisi menjadi telentang, menaikkan selimut hingga ke dada.
Di luar, hujan yang turun sejak jam 1 siang tadi kini mulai reda. Tubuhnya yang terguyur hujan saat pulang dari kampus, memaksanya untuk segera mandi dan tidur. Bergelung di dalam selimut menjadi pilihan tepat.
Ponselnya kembali bergetar dengan nama yang sama muncul di layar. Nath menggeser icon hijau dan meletakkan ponsel itu di telinganya.
"Turun sebentar, Nath!" Perintah wanita bersuara merdu itu.
"Turun?" Nath balik bertanya.
"Aku di bawah, turun secepatnya." Panggilan ditutup sepihak. Membuat Nath mau tak mau beringsut dari atas ranjang empuknya. Sebelum turun, ia sempatkan mencuci muka dan merapikan penampilannya.
Ternyata di bawah sudah ada Zoya dan Ezra-suaminya, mama dan papa serta Nair.
"Kenapa kak?" Tanyanya saat mendaratkan tubuh di sofa empuk itu.
"Nih... tolong anterin kunci ke rumah, Nath. Kami mau menginap." Pinta Zoya. Wanita yang perutnya membuncit karena kehamilannya yang menginjak 6 bulan itu memberikan kunci rumahnya pada Nath.
Nath menatap kakaknya heran. "Kalau nginap, ngapain aku ke rumah kakak, kak?"
"Tiara gak bawa kunci cadangan, Nath. Tolong ya..." Zoya menunjukkan puppy eyesnya, membuat Nath jengah. Kakaknya ini selalu saja mengerti kelemahannya.
Kenapa kalau ada hubungannya dengan Lampir itu, selalu aku yang disuruh. Batin Nath kesal.
Sejak kehamilan Zoya menginjak minggu ke 12 Tiara diminta tinggal disana, menemani Zoya saat malam hari, jika Ezra belum pulang bekerja.
Gadis yang Nath juluki sebagai mak Lampir itu memang kurang cocok dengannya. Mereka kerap kali bertengkar, saling ejek dan kadang saling diam. Entah hubungan seperti apa yang pas di sandang keduanya. Teman, tapi tak pernah akur. Musuh tapi tak pernah saling melukai.
Tiara bekerja di sebuah rumah baca milik sahabat sekaligus suami kakaknya-Bintang.
Dia sudah bekerja di sana semenjak tempat itu dibuka. Dan pertemuan pertama mereka adalah di tempat itu.
"Kan ada bang Ezra sama Nair kak? Kenapa mesti aku sih?" Gerutunya sambil memeluk bantal sofa.
"Aku mau dengar ceramah selepas Asar." Sahut Nair singkat. Nair, pria muda yang sedang berusaha memperdalam ilmu agamanya. Rutinitasnya mulai berubah, ia mulai menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat.
Nath akhirnya mengalah. Dia berangkat sekitar jam 5 sore. Karena gadis bernama Tiara itu biasanya sampai di rumah sekitar jam 5.30.
"Bawa mobil, Nath. Mau hujan lagi nih." Papa Akhtar menyuruh Nath membawa mobil saat melihat Nath turun dari lantai dua dengan celana pendek dan sweater hoodienya.
"Naik motor aja pa. Kalau naik mobil, pasti macet." Sahutnya sambil terus berjalan keluar.
Nath melajukan motor sportnya dengan kecepatan sedang. Hujan sudah berhenti tapi sebagian jalan raya masih basah bahkan ada yang masih tergenang air.
Nath tiba di rumah petak di sebuah komplek perumahan. Nath memarkirkan motornya dan menutup pagar. Gadis bernama Tiara itu belum terlihat batang hidungnya.
Hari hampir gelap dan hujan kembali turun. Nath mulai jegah, ia menunggu di ruang tamu sambil sesekali keluar melihat apakah gadis itu sudah pulang atau belum.
Nath mencoba menghubungi gadis itu, tapi nomornya tidak aktif. "Tuh anak kemana sih?" Gumam Nath kesal. "Hujan gede begini, bukannya cepat pulang!"
Suara roda gerbang yang terbuka membuat Nath keluar dan menemukan gadis yang basah kuyup dengan bibir memucat berjalan masuk ke teras.
"Astaga!" Nath ingin marah sekarang. Berjalan mendekati gadis yang terpaku di teras rumah.
"Aku nungguin kamu disini, tapi kamu malah main hujan di luar!" Keluh Nath saat berdiri berhadapan dengan gadis bernama Tiara itu.
Nath memijat keningnya.
Tiara menatap Nath dengan mata yang memerah. Lalu masuk kedalam tanpa mengatakan apapun.
Nath terus menatap gadis yang berjalan membawa kantong kresek itu. Tiara masuk ke kamar dan mengambil handuk. Lalu bergegas ke kamar mandi yang ada di dapur. Satu-satunya kamar mandi di rumah ini.
"Lah! Dia kenapa?" Tanya Nath heran.
Sebenarnya Nath akan lebih senang jika Tiara mendebatnya dan mereka saling melempar argumentasi atau saling mengejek. Dan diam begini, jelas bukan Tiara yang biasanya.
Nath mau tak mau mengambil alat pel dan mengeringkan lantai yang basah akibat ulah Tiara.
Nath mengembalikan alat pel ke dapur, bertepatan dengan Tiara yang keluar dari kamar mandi. Gadis itu sudah berpakaian meski hanya daster selutut motif hello kitty yang ia pakai.
Tanpa mengatakan apapun Tiara masuk ke kamar dan tidak keluar lagi.
"Tuh anak kenapa sih?" Gumam Nath saat melihat Tiara yang tidak seperti biasanya. Tiara biasanya akan banyak bicara dan tidak pendiam begini.
Mengenalnya hampir setahun membuat Nath mengerti sifat asli si Lampir yang sering mencari gara-gara dengannya.
Malam merangkak naik dan hujan semakin deras. Nath mulai bosan dan mengantuk menunggu hujan reda. Tubuhnya ia baringkan di sofa dan perlahan mulai memejamkan matanya.
"Hikks... hikks... hikks." Nath mengedarkan pandangannya saat ia mendengar isak tangis seseorang.
****
Selamat datang di novel baruku. Semoga kalian suka 😊
Happy reading and tinggalkan jejak jangan lupa 😍
"Tiara?" Gumamnya pelan saat ia menduga itu adalah suara gadis di kamar yang berada tepat di sebelah ruang keluarga.
Nath bangun dan berjalan menuju pintu berwarna putih itu. Nath mengetuk pintu kamar Tiara. "Tok... tok... tok..."
"Tiara... kamu kenapa?"
Tak ada jawaban, malah isak tangis yang semakin terdengar jelas saat Nath menempelkan telinganya di pintu.
"Dia gak kesurupan, kan?" Nath bergidik ngerih. "Masa iya Lampir kesurupan setan?" Nath berusaha meyakinkan dirinya.
Nath memegang handle pintu. Masuk... enggak... masuk... enggak. Kalau di kunci? Masa iya harus ku dobrak. Batinnya.
Nath menarik handle pintu dan terbuka. Ternyata Tiara tidak mengunci pintu kamarnya.
Nath masuk ke dalam dan melihat gadis itu duduk di lantai. Tiara bersandar pada sisi ranjang. Kepalanya menengadah ke atas dengan mata terpejam, dadanya naik turun seiring isakan tangisnya.
"Ra..." Nath berjongkok di depan gadis itu.
Tiara bergeming.
"Kamu kenapa? Sakit?" Tanya Nath khawatir. Nath melihat minuman kaleng di tangan Tiara dan mengambilnya.
"Astaga!" Nath terkejut saat melihat minuman itu ternyata mengandung alkohol.
"Kamu mabuk!" Nath memperhatikan sekitar dan menemukan kantong plastik yang Tiara bawa tadi.
Nath memeriksa isinya dan pria muda itu semakin tercengang saat menemukan beberapa kaleng minuman serupa. Bahkan ada 2 botol yang sudah kosong.
Itu berarti, Tiara sudah menenggak kaleng ke tiga. Dan di kantong plastik masih ada 2 kaleng lagi.
"Kamu dapat minuman ini dari mana, Ra?" Tanya Nath frustasi karena sedari tadi Tiara tak meresponnya.
Tiara kembali mengambil minuman kaleng itu dan membukanya. Saat Tiara hampir meneguknya, "Cukup Tiara!" Nath merebut minuman itu.
Tiara menatapnya dengan mata sayu dan tampak merah itu. Membuat bulu kuduk Nath tegak berdiri.
Ini Tiara atau setan yang merasukinya? Kok serem banget.
"Siniin bang!" Tiara berusaha merebut kembali namun gagal.
"Bang Nath!" Ucapnya kesal dengan suara paraunya.
Huuft! Dia mengenaliku. Berarti ini bukan setan dan dia belum mabuk berat. Batin Nath.
Nath berdiri dan Tiara yang sempoyongan ikut berdiri. Gadis itu berjinjit berusaha mengambil minumannya.
"Gak boleh Ra. Kalau kak Zoya sama bang Ezra tau, mereka bakalan marah." Nath mencoba mengangkat tinggi-tinggi kaleng minuman itu.
Tiara terus berusaha merebutnya meski dengan kepala pusing dan tubuh yang terasa ringan. Bahkan Tiara sampai menarik sweater Nath.
Nath berdiri agak jauh dan menenggak minuman itu sampai kandas. "Udah habis." Nath melempar sembarangan kaleng kosong itu.
Terpaksa ku minum, aku gak akan mabuk kalau cuma sekaleng. Batin Nath.
Tiara kembali beralih pada kantong plastik yang teronggok di bawah, dengan cepat ia mengambil sekaleng minuman yang tersisa.
"Nih anak belum nyerah juga." Gumam Nath. Dengan gerakan cepat, Nath merebutnya dari tangan Tiara dan menenggaknya hingga kandas.
"Isssshhh!" Tiara yang kesal mendorong tubuh Nath lalu ia naik ke atas ranjangnya. Membuat Nath bernafas lega.
Nath membereskan kaleng yang berserakan di lantai. Memasukkan ke dalam kantong plastik untuk segera dibuang karena akan sangat bahaya jika Zoya dan Ezra melihat sampah ini.
Setelah selesai, Nath berjalan kearah pintu.
Puk!
Sesuatu mendarat di kepala Nath. Pria itu mengambilnya dan membentangkan kain yang lumayan lebar itu.
Gambar hello kitty? Sedikit lebar dan seperti... Astaga! Ini baju si Lampir! Batin Nath.
Nath berbalik. Apa yang dia lihat berhasil membuat jantungnya berdetak cepat. Di atas ranjang, gadis setengah mabuk itu sedang duduk dan berusaha membuka kait penutup dadanya.
"Tiara, stop!" teriak Nath.
Bukannya keluar, pria jomblo rupawan yang tengah kebingungan itu malah mendekat dan berusaha menutup tubuh Tiara. Nath menutup tubuh Tiara dengan selimut dan membaringkannya dengan hati-hati.
Huuuft! Nath menghembuskan nafas lega. Akhirnya pemandangan yang tak layak ia lihat sudah tertutup sempurna.
Sementara itu di dalam selimut Tiara terus bergerak. Tanpa sadar gadis itu berhasil membuka br*nya dan melemparkan sembarangan.
Puk!
Benda berwarna hitam itu mendarat sempurna di wajah Nath. Membuat pria itu kehilangan kesabarannya.
"Kurang asem! Dia fikir mukaku ini keranjang pakaian kotor apa!" Nath melemparkan benda yang dianggapnya keramat itu ke lantai.
Punya dua kakak, membuat Nath terbiasa melihat kain seperti itu. Kadang di jemuran, kadang juga di tas belanjaan sang kakak yang tak sengaja ia lihat jika ia mencari barang titipannya.
Nath merasa tubuhnya mulai panas, mungkin efek minuman yang ia tenggak langsung 2 kaleng itu.
Bahaya kalau aku disini lama-lama. Aku minun dua kaleng aja udah begini, gimana lagi dia? Batin Nath.
Nath berjalan menjauh. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi. Bisa saja Tiara memperkos*nya, kira-kira itu yang ada dalam otak Nath saat ini.
"Eehhm... panas." Gumam Tiara yang terus mengeliat di dalam selimut tebal itu. Ternyata efek alkohol juga sudah mempengaruhi tubuh gadis itu.
"Eehhm... gerah." Gumam Tiara lagi.
Nath berbalik, ia tidak tega. Nath mencari remot Ac dan ternyata ada di atas nakas di sebelah Tiara. Nath bimbang harus berbalik atau tidak.
Huuuft! Dengan menghembuskan nafas kasar, Nath berbalik meraih remot Ac dan mengatur suhu agar lebih dingin.
"Eegghh." Lengu*han Tiara justru membuatnya menoleh dan alangkah terkejutnya Nath saat melihat selimut sudah tersibak dan Tiara dengan tubuh setengah nakednya memeluk guling. Dan itu membangkitkan sesuatu di balik celananya.
Nath menggeleng pelan, berusaha membuang fikiran kotornya. Segera keluar dari sini adalah pilihan tepat dan harus segera ia lakukan.
Greep.
Tiara menarik tangan Nath, dan sentuhan sekecil itu berhasil membuat darahnya berdesir hebat. Hasrat menggelora membakar tubuhnya. Nath perlahan menatap wajah damai yang terlelap itu.
"Reyga, jangan pergi, Ga!" Gumam Tiara.
"****!" Nath membuang muka. Bukan tak ingin melihat pemandangan indah yang tersaji di depan mata. Tapi ada rasa kecewa dalam benaknya, ada rasa marah dalam hatinya.
"Lagi-lagi kamu menyebut nama pria itu, Ra!"
Nath tahu, Reyga adalah orang yang penting dalam hidup Tiara. Reyga adalah pria yang bertahta di hatinya. Namun sayang, pria itu telah tiada.
Nath menunduk, sedikit memejamkan mata untuk memperbaiki letak selimut dengan satu tangannya agar menutupi tubuh Tiara.
Nath berusaha melepaskan tangan Tiara, namun sulit. "Ga!" Lengu*han Tiara yang lagi-lagi menyebut nama berhasil membuat akal sehat Nath hilang.
Nath semakin mendekat dan menatap wajah Tiara. Jarak mereka hanya beberapa senti. "Aku El Nath, bukan Reyga." Nath berbisik pelan.
Tiara bergerak semakin mendekat, deru nafas gadis itu menyapu wajah Nath. Mata indah itu sudah terpejam. Dan bibir tipis itu membuat jiwa kelaki-lakian Nath bangkit dan leher putih itu membuat Nath hilang akal.
Nath, pria tampan tanpa pengalaman itu bertindak di luar batas. Merenggut sesuatu yang bukan haknya. Merusak masa depan gadis yang saat ini ada dalam kukungannya.
Sakit yang mendera seiring gerakan Nath yang berusaha menembus dinding pertahanan terakhirnya membuat Tiara membuka matanya.
"Bang Nath!" Gumam gadis itu antara sadar dan tidak karena setelahnya Tiara tak bersuara lagi.
Bukannya berhenti, Nath yang sudah kepalang tanggung kembali melesakkan diri dalam tubuh gadis di bawahnya.
"Ya, aku Nath, Ra. Bukan Reyga. Hapus ingatanmu tentang pria itu." Bisik Nath sambil memandangi wajah gadis yang meringis menahan sakit itu.
Tiara memang sering membuat emosi Nath memuncak karena gadis itu selalu mengingat Reyga saat bersama Nath hanya karena aroma parfum yang Nath pakai. Ya, parfum Nath sama seperti yang Reyga pakai dulu.
Rasa cinta yang begitu dalam pada Reyga membuat Tiara sulit untuk melupakannya. Bahkan hal sekecil itu, hanya aroma parfum membuat Tiara kembali mengingatnya.
Suhu Ac yang dingin tak mengurangi panas di tubuh mereka. Nath yang entah kerasukan setan apa terus terbuai dalam hasrat menggelora hingga akhirnya ia meledak di ujung permainan.
Jam 11.50 malam.
Nath menggeliat dan membuka mata saat menyadari tangannya menyentuh rambut panjang yang terasa lembut.
Bukan rambut Nair. Batinnya.
Nath memang sampai saat ini masih tidur sekamar dengan Nair. Keduanya tak ingin dipisahkan padahal usia mereka sudah menginjak dewasa. Huuuh! Mungkin karena mereka kembar.
Nath menatap kesamping, "Astagfirullah." Gumamnya. Nath beringsut kebelakang dan perlahan duduk di atas ranjang empuk itu.
Nath memijat kepalanya yang terasa pusing. Perlahan ia mengingat apa yang telah terjadi. Nath mengingat semuanya. Rasanya, euforianya, dan kenikmatan yang ia rasakan.
Lalu, kenapa aku terkejut tadi sementara sampai detik ini aku mengingat semunya. Ah, mungkin tadi nyawaku belum balik sepenuhnya. Batin Nath.
Nath menatap Tiara yang terlelap dengan dada yang sedikit terbuka. Nath menarik selimut menutupi tubuh putih mulus itu. Sekilas ia melihat tanda merah hasil karyanya.
Kebejatan yang luar biasa Nath!
Nath kembali memijat keningnya. Dia menyadari telah melakukan kesalahan besar. Merenggut kesucian gadis yang ia kenal, dan memanfaatkan keadaannya yang tengah mabuk.
Nath jelas menyesal melakukannya. Bukan takut dimintai pertanggung jawaban, tapi Nath takut ulahnya ini membuat masa depan Tiara hancur.
Nath memunguti semua pakaiannya. Tapi ada satu yang belum ia temukan. Nath coba mengingat. Ah! dia tau.
Nath menyibak selimut dan menemukan kaos putih di samping tubuh Tiara. Dia lagi-lagi melihat tubuh polos itu.
Oke Nath. Bukan saatnya mengulang! Batinnya saat sesuatu di bawah sana kembali siap tempur.
Nath melihat noda darah dan sisa-sia permainannya. Hati Nath teriris, Ini yang pertama untuknya. Eh, untukku juga.
Nath memakai sweater hoodienya dan memasukkan kaos itu di dalam kantongnya. Ia melajukan sepeda motornya pulang ke rumah.
Sepanjang jalan, ia terus memikirkan perbuatannya. Mamanya pasti kecewa, mama pasti marah. Entah bagaimana ia menghadapi amukan orang tuanya, orang tua Tiara, bahkan bang Ezra dan kak Zoya.
"Arrrghhhh!" Nath marah pada dirinya sendiri. Ia memukul tangki motor sportnya.
Nath menambah kecepatan. Tapi hati kecilnya berkata, *j*angan Nath! Kalau kamu mati dan Tiara mengandung anakmu, maka anakmu akan jadi anak yatim sebelum lahir.
"Astagfirullah! Aku harus terus hidup untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku."
"Dan sekarang aku seperti bajingan. Lari dari tempat itu, meninggalkan korban di TKP. Harapanku cuma satu. Semoga besok pagi Tiara bangun sebelum kak Zoya dan bang Ezra pulang."
"Kalau tidak. Entahlah! Aku tak tau apa yang akan terjadi."
Nath sampai di rumah. Ia masuk perlahan, mengendap-endap sepeti maling. Sebuah keberuntungan baginya, karena lampu di lantai bawah sudah padam dan itu berarti semua orang sudah tidur.
"Dari mana?" Suara bariton mengejutkannya.
Nath mengedarkan pandangan. Dan siluet pria yang sedang duduk di sofa membuatnya sedikit gugup.
Nath melihat perutnya, lebih tepatnya kantong hoodienya. Jangan sampai papanya curiga dengan kantong hoodie yang sedikit menggembung karena ia menyembunyikan kaos yang ternoda itu di dalamnya.
"Hujan, pa. Jadi baru bisa pulang. Sekalian cari makan tadi."
Nath, kesalahan ke dua. Setelah dosa Zina sekarang kamu menambah dosa dengan membohongi papamu. Batin Nath.
"Masuk kamar! Lain kali kasih kabar kalau pulang terlambat."
Nath menghembuskan nafas, lega. Syukurlah papanya percaya.
Nath masuk ke kamar dan langsung menuju kamar mandi. Ia segera mengguyur tubuhnya serta mencuci kaos putihnya.
Nath meremas rambutnya saat melihat kaos itu perlahan basah karena air kran, dan lama kelamaan noda darah mulai menghilang.
Aku harus bertanggung jawab atas perbuatannku. Aku tidak boleh lari dari masalah ini. Karena lari pun akan percuma. Karena papa, bang Ezra, kak Zoya akan mengejarku meski sampai ke lubang semut. Batin Nath.
***
Suara azan subuh mengusik tidur nyenyak seorang gadis di ranjang empuk di sebuah rumah tipe 36 itu.
Tiara menggeliat dan "sssstthhh," desisnya. Ia merasakan sakit di bawah sana.
Ia membuka matanya dan mencoba mengingat sesuatu. Memijat kening yang terasa berdenyut. Dan satu wajah melintas dalam otaknya. "Bang Nath?" Gumamnya pelan.
Tiara berusaha bangun dan menyibak selimutnya.
"Astaga! Dimana bajuku?" Tiara langsung terduduk di ranjang meski menahan sakit dan perih. Peningnya seketika hilang berganti dengan denyut jantung yang luar biasa cepat.
Dan sedikit noda darah di seprei serta rasa tidak nyaman yang ia rasakan di inti tubuhnya membuatnya menyadari sesuatu.
"Ya Allah. Apa yang ku lakukan? Apa yang sudah terjadi." Ucapnya saat menyadari ia melakukan kesalahan fatal.
Ia bukan gadis bodoh yang tak mengerti semuanya.
"Aku ingat, bang Nath. Ya, aku menatapnya malam tadi." Tiara mencoba kembali mengingat.
Tiara turun dari ranjang dan "Astagfirullah!" Dia terkejut saat melihat dadanya penuh tanda merah.
Tiara merabanya. Tidak terasa sakit atau pedih. Lalu matanya melihat sekeliling dan tak lagi menemukan pria itu ada di kamar ini.
Air matanya perlahan menetes. Bagaimana jika ayah dan ibu tau? Bagaimana kalau bang Ezra dan kak Zoya tau? Bagaimana dengan masa depanku? Hikks... Hikss... aku udah gak gadis lagi.
"Kenapa aku bisa sebodoh ini?" Tiara duduk di pinggir ranjang.
"Kenapa aku tidak bisa melawannya?" Ia merutuki dirinya sendiri. Tiara meremas rambutnya dan sesekali menariknya kasar.
"Kenapa aku seperti tidak sadar? Kenapa aku tidak bisa mengingat semua kejadian malam tadi?" Ia menyeka air matanya. Dadanya naik turun, nafasnya memburu seiring goresan luka di hati yang semakin terasa menyakitkan.
"Kenapa aku seperti orang mabuk?" Tiara terus bertanya-tanya. Ia bergerak membenahi keadaan ranjang yang kacau. Tiara kembali menagis saat melihat noda darah di seprei.
Kemudian ia mengambil handuk dan keluar kamar.
Sreekkk!
Ia menendang kantong plastik dan keluarlah beberapa kaleng kosong. Tiara mengambilnya karena ia mengingat sempat meminum minuman itu.
"Tadi malam aku minum ini, dan aku langsung merasa tenang."
Tiara membaca kemasannya dan tertera bahwa minuman itu mengandung alkohol. "Astaga Tiara! Kamu beg* banget sih?" Ia marah pada dirinya sendiri.
Tubuhnya terasa lemas, ia hampir tumbang jika tidak segera berpegangan di dinding.
Ini bukan sepenuhnya salah bang Nath. Aku yang mabuk. Tapi kan gak seharusnya dia memanfaatkan keadaan? Terus, dia main kabur gitu aja. Aku harus bagaimana? Minta pertanggung jawaban darinya? Hiks... hiks... Yang ada aku dicap murahan, yang ada aku di cap sebagai gadis penggoda yang menggoda anak orang kaya dan menjebaknya. Hiks... hiks... ayah, ibu, maafkan Tiara. Batin gadis itu menangis pilu.
Tiara masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya di bawah shower. Dia kembali menangis.
Pria mana yang mau menikah denganku kelak? Pria mana yang mau dengan wanita yang sudah tidak perawan lagi. Hiks... hiks... harapanku punya keluarga bahagia seperti kak Bi dan bang Rion sudah hancur.
Kalau saja bukan karena pesan singkat yang ia terima dari seseorang, ini semua tidak akan terjadi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!