“Wah— kayaknya enak banget nih, steaknya. Terima kasih, Yah. Nanti kalau Al sudah kerja, gantian ya traktirnya. “ Ujar Alana Valerie. Gadis itu sangat senang, saat permintaannya di kabul kan oleh Anton, Ayah Alana bekerja keras untuk hidup putrinya.
Sedari kecil, Alana tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu. Karena Ibunya meninggal saat melahirkan Alana, Anton mengasuh Alana dengan susah payah, hingga Alana besar.
Mata Anton terus menatap dan tidak melepaskan pandangannya dari Alana yang sedang menyantap steak mewah yang mampu sedikit menguras isi dompetnya.
Itu adalah keinginannya baru Anton penuhi sejak 5 tahun yang lalu. Alana tetap bersyukur dan berterima kasih pada Anton, karena masih mengingat hal kecil dari permintaannya, walau itu sudah bertahun tahun lamanya.
Alana sangat menikmati hidangan yang berada di depannya. Anton merasa sudah kenyang walau hanya menatap putrinya nya makan. Anton hanya memesan minuman, karena perutnya masih terasa kenyang.
Uhuk Uhuk uhuk
“Pelan pelan dong makan nya, Al, jadi batukkan. Nih minum minum” Alana tersedak, Anton segera menyodorkan segelas air putih padanya.
“Gadis Ayah sudah besar ternyata. Makin cantik aja. “ Ujar Anton gemas, seraya mengelus puncak kepala Alana lembut.
“Iya dong, masa kecil terus. Apalagi sekarang Al tambah pintar, Al bakal pastiin nanti Al masuk perguruan tinggi yang Ayah inginkan. Al pasti bisa kuliah di luar negeri, Al, bakal buktiin.” Ujar Alana dengan sangat yakin dan penuh semangat.
Anton terkekeh mendengar ocehan putrinya. Alana memang gadis yang pintar, sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah. Alana kerap kali mendapatkan peringkat pertama, bahkan Alana mendapatkan beasiswa sampai lulus. Jadi, Anton tidak usah susah payah membiayai sekolah Alana.
“Siapa dulu dong Ayahnya? Anton gitu lho” Anton menepuk dadanya dengan bangga, merasa berhasil mendidik anaknya yang kini tubuh cantik dan hebat.
Hari ini adalah pembagian rapot dan lagi lagi Alana mendapatkan peringkat pertama. Sebagai bentuk apresiasi dan selamat Anton mengajaknya ke restoran.
“Al, nanti pulangnya kamu duluan ya. Ayah ada perlu sebentar, kamu pakai sepeda aja pulangnya, biar Ayah pakai angkutan umum.” Alana mengerutkan kedua alisnya, ia tentu tidak mau pulang sendiri. Mending dirinya menunggu Anton, walaupun lama Alana tidak merasa keberatan sama sekali.
“Gak mau, pulangnya bareng Ayah. Al, bakal tungguin Ayah kok.”
“Nggak, Al. Ayah mau ke tempat kerja, tadi bos Ayah nitip sesuatu. Jadi, Ayah harus kesana. Gini deh, gimana kalau pulangnya Ayah bawain kamu martabak, gak lama kok Cuma sebentar.”
Alana mengangguk pasrah, meng—iya—kan apa yang Anton cakap. Setelah makan dan pembayaran pun selesai. Alana dan Anton keluar dari restoran. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, karena rumah dan restoran jaraknya tidak terlalu jauh. Anton merasa tenang, jikalau Alana harus pulang sendiri.
“ Ya udah, kamu hati hati ya pulangnya. Saat sampai rumah, kamu langsung kunci jangan di buka sampai Ayah pulang. Paham? “ Alana mengangguk paham. Kemudian salam dan cium kening Alana, sebagai tanda perpisahan.
“Dah... Hati hati, jangan kencang kencang ngayuh sepedanya.” Alana menaiki sepedanya dan mengayuh sepeda dengan santai.
Pandangan Anton tidak lepas dari Alana sampai putrinya itu menghilang dari pandangannya. Alana, tersenyum sepanjang jalan, karena dirinya sudah menyiapkan hadiah untuk di beri pada Anton.
BRAK!!!
Terdengar suara tabrakan ya begitu kencang. Alana tersentak, ia langsung menoleh ke belakang. Dan benar saja sebuah mobil menabrak tiang listrik, tapi tunggu— AYAH?!
Alana berlari, meninggalkan sepedanya tergeletak di pinggir jalan. Alana dengan cepat menghampiri tempat kejadian tersebut. Alana dengan susah payah menyingkirkan pikiran negatif dalam otaknya, ia tetap berusaha berpikir positif.
Saat jarak sudah semakin menipis dan orang orang mulai banyak yang menghampiri mobil tersebut, Alana melihat seorang gadis yang merengkuh lututnya. Tubuh gadis itu bergetar hebat, terdapat darah di pelipisnya, ia tidak henti henti mengeluarkan bulir bulir air dari matanya, tampak sangat ketakutan.
Alana menghiraukan saja gadis itu, walau dalam hatinya sangat ingin menolong. Tapi perasaan tidak enak yang menyelimuti hatinya, Alana memutuskan memeriksa seseorang yang tergeletak di jalan.
Alana terpaku, tubuhnya membeku seketika. Saat melihat jaket berwarna hijau yang di kenakan Anton. Tidak mungkin, tidak mungkin korbannya adalah Anton. Alana perlahan mendekat, tubuhnya kini bergetar, Alana terus menerus menagkis pikiran negatifnya.
Alana di tahan seseorang, ia tidak boleh mendekat. Tiba tiba ada warga yang memeriksa identitas korban, ternyata saat di periksa itu adalah benar Anton, Ayah Alana.
Mata Alana membelalak, Air mata nya kini deras membanjiri pipi. Alana berlari menghampiri Anton, yang kini sudah bersimbah darah dari kepala sampai kaki. Alana mengangkat kepala Anton ke atas pahanya.
“AAAYAHHHHHH! “ Teriak Alana histeris.
“Nggak, Yah. Ayah gak boleh tinggalin Al! Ayah harus bangun, plisss.” Suara Alana semakin serak, suaranya begitu parau.
Gadis yang menabrak Anton, kini sudah di amankan warga. Karena terlihat sangat syok dan tatapan nya pun kosong, di khawatir kan melakukan sesuatu yang tidak di harapkan.
Alana tidak bisa berhenti menangis, hatinya begitu sakit. Seperti di remas dengan sangat kencang dan di tusuk oleh ribuan jarum. Alana terus menerus memeluk tubuh Anton, seraya mengguncang guncangkan tubuh Anton agar bangun. Anton tidak sadarkan diri, tubuhnya begitu lemas.
Saat ambulance datang, warga dengan cepat menggotong tubuh Anton ke atas brankar dan memasukkan ke dalam mobil. Alana sudah tidak kuat lagi menopang tubuhnya, ia sudah terlalu lemas untuk berdiri. Karena syok melihat kondisi sang Ayah.
Gubrak!
Tubuh Alana jatuh, gadis itu pingsan. Telinga Alana tidak bisa mendengar apapun, penglihatannya pun gelap, ia sudah tidak sadarkan diri.
Keluarga pelaku baru saja sampai di tkp. Dengan cepat Ambulance membawa Anton ke rumah sakit dan Alana di boyong ke rumah sakit menggunakan mobil milik warga.
Agatha, Damar, dan Barra, segera menghampiri Kyra di rumah warga. Kyra tidak sadarkan diri, akibat syok yang berlebihan.
"Sayang, Kyra bangun, Nak. Ada mama disini, kamu tidak perlu takut lagi." Agatha langsung memeluk badan mungil Kyra.
"Kenapa Kyra bisa sampai membawa mobil sendiri?!" Tanya Damar pada Barra.
"Barra juga gak tau, Pah. Waktu Barra cari kunci mobil tidak ketemu di mana dan di garasi pun mobilnya sudah tidak ada. Makanya abang cari Papa sama Mama, untuk bantu cari Kyra."
Plakk
"Halahhh... Kamu pasti bohong, Barra. Kamu pasti sengaja membe—
" Stop! Stop! Stop! Sekarang bukan waktunya bertengkar. Lihat kondisi Kyra, kasian dia kalau harus mendengar kalian bertengkar. Dia pasti merasa bersalah sekali, sudah Ayah, Barra sekarang ke rumah sakit. Sekarang sana Lihat bagaimana kondisi korban!" Agatha sangat kesal, bisa bisanya anak dan suaminya bertengkar pada saat seperti ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...*Apa yang di katakan oleh orang dewasa itu benar adanya, jika membantah, kamu akan tahu akibatnya. Itulah hukum alam yang sebenarnya....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ*...
Haiii bestie, tolong apresiasinya ya, ini novel pertama ku. Jika ada kritik dan saran, tolong cara menyampaikannya dengan sopan dan baik, Love you bestie 💋
Cahaya lampu menyoroti mata indah milik gadis yang terbaring di atas brankar. Kepalanya terasa sangat pening dan tubuh nya masih merasa lemas. Alana kemudian mengangkat tubuh, mengubah posisi, ia masih belum sadar 100%.
Kedua alisnya mengerut dan melihat sekitar yang di penuhi oleh alat alat medis dan tembok yang seluruhnya berwarna putih.
“Di mana ini? “ Tanya Alana pelan, seraya berusaha memulihkan kepalanya yang terasa pening.
Mata nya melebar dan teringat sesuatu. “A—AYAHHH” Alana turun dari brankar dan berjalan dengan tertatih tatih, ia berusaha keluar dan mencari Anton. Seseorang di luar menahan tubuh Alana, pemuda itu melihat jalan Alana yang begitu sempoyongan. Barra meraih tangan Alana, ketika gadis itu akan tersandung.
“Siapa kamu?! Lepasin tangan saya! “ Ujar Alana dengan Ketus. Matanya merah dan tangannya pun masih gemetar. Laki laki itu pun melepaskan pegangannya, membiarkan Alana pergi. Barra menatap Alana dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.
Alana yang berteriak dan berlari seperti orang kesetanan, membuat suster menghambur pada dirinya. Alana membuat rumah sakit gaduh, keluarga pelaku hanya bisa menatap Alana dengan sedih. Mereka tidak bisa berbuat apa apa.
Alana bersimpuh, dengan tangan di lantai yang menopang badannya. Ia menunduk, tidak bisa menahan air mata yang terus menerus mengalir, saat melihat sang Ayah terbaring tidak sadarkan diri dan penuh dengan alat di tubuhnya. Alana tidak kuat, melihat Anton dengan keadaan seperti itu.
Suster sedari tadi memeluk dan mengusap punggung Alana, mereka sangat iba pada Alana.
“Ayah... Jangan tinggalin, Al. Kalo Ayah pergi nanti, Al, sama siapa Yah? Ayahhhhh, plisss bangunnnnnn. “ Penampilan Alana sangat berantakan. Suaranya begitu terdengar menyakitkan, parau dan serak, bahkan suara Alana hampir habis, harus mengeluarkan tenaga lebih hanya untuk berbicara.
Tiba tiba seorang dokter keluar dan memanggil Alana. “Saudari Alana? Silakan anda masuk ke dalam, Bapak Anton sudah sadar kan diri. “ Tanpa pikir panjang Alana pun bergegas masuk ke dalam ruangan di ikuti oleh seorang laki laki paruh baya di belakangnya.
Alana menghambur, memeluk Anton. Anton pun tersenyum, entah kenapa Alana melihat senyuman itu sungguh menyakitkan. Alana menangis di dada bidang milik Anton, Anton hanya mengelus puncak kepala Alana.
“Sudah sudah jangan nangis sayang, lihat cantiknya jadi hilangkan.” Ujar Anton seraya melepaskan pelukan Alana dengan perlahan dan menatap wajah cantik yang berada di hadapannya.
Anton mengusap pipi Alana dengan ibu jarinya dengan lembut. Alana memegang lengan Anton yang berada di pipinya dan menutup matanya, merasakan kelembutan dan kehangatan tangan malaikatnya itu, tanpa berhenti air matanya terus mengalir.
“Al... Ingat apa yang selalu Ayah katakan?” Tanya Anton dengan tatapan yang santai, seakan tidak terjadi apapun. Alana membalas dengan anggukkan. Anton mengangkat sebelah alisnya tanya bertanya ‘apa?’ pada Alana.
“Ki—kita harus sa—sabar dan ikhlas, ke—tika sesuatu menimpa atau terjadi pada ki—kita. Ti—tidak boleh menya—lahkan siapapun, itu berarti sudah tak—dir yang sudah Tuhan beri pada kita. “ Ujar Alana dengan sudah payah, menyebutkan nasihat yang selalu Anton bicarakan. Alana sekuat tenaga menahan rasa sesak yang menjalar di dadanya.
Anton tersenyum, “ Berdamai dan memaafkan adalah hal paling mulia di dunia ini, keduanya mampu mengalahkan apapun. Jadi, kamu tidak boleh menyalahkan siapapun ya, jikalau terjadi sesuatu pada Ayah. Janji? “ Anton mengangkat jari kelingkingnya pada Alana dan Alana pun dengan perlahan menautkan jarinya kelingkingnya pada Anton.
Kini suasana mulai tenang, Alana mulai terkontrol emosinya. Nasihat sang Ayah adalah obat yang paling mujarab baginya, ia bisa seketika tenang setelah mendengar ceramah ceramah yang di keluar dari mulut sang Ayah.
Sedangkan di sisi lain, Kyra pelaku penabrakan Anton, tidak henti hentinya menangis. Ia takut di penjara, pasalnya ia baru berusia 16 tahun. Masa depannya masih panjang, ia tidak mau mendekam di balik jeruji besi.
“Mah... Abang... Gi—gimana kalo Kyra di penjara? Kyra gak mau... “ Ujar Kyra di dalam pelukkan Agatha. Barra selaku Abang, hanya bisa menemani dan menenangkan Kyra. Barra sedari tadi mengelus puncak kepala Kyra, berharap ada suatu keajaiban yang terjadi pada adiknya.
Alana tidak melepaskan genggamnya, ia terus menautkan jari jari lentiknya di jari besar milik Anton. Sementara di belakang Alana, ada laki laki paruh baya yang memperhatikan interaksi keduanya. Laki laki itu sering kali tersenyum, melihat Ayah dan Anak itu berbicara dengan sangat tenang dan sangat harmonis.
“Al, boleh keluar sebentar? Ayah mau bicara dengan Om yang ada di belakang kamu.”
“Tapi Yah—
“Sebentar saja, ada hal yang harus Ayah bicarakan.” Alana mengangguk pasrah, apa boleh buat. Perintah Anton sama sekali tidak bisa Alana bantah. Alana berjalan menuju pintu, dengan berat hati ia harus meninggalkan Ayahnya, karena permintaan Anton.
Suasana canggung menyelimuti Anton dan Damar selaku Ayah dari Kyra. Damar tidak berani berbicara, lidahnya kelu secara tiba tiba. Melihat Alana yang sangat terpukul, ia pun merasa bersalah.
Detik jam terdengar, karena begitu sunyi di ruangan tersebut.
Ekhem
“Bagaimana keadaan putri anda, Tuan?” Anton berdeham dan memulai obrolan yang sedari tertahan.
Damar tersentak, mendengar pertanyaan yang di ajukan oleh Anton pada dirinya. Dalam kondisi seperti ini pun, beliau masih sempat sempatnya menanyakan keadaan Kyra.
Sungguh mulia hatinya.
Damar mendekat pada brankar Anton. Anton tersenyum dan menatap Damar dengan ekspresi yang tidak bisa di artian, tatapan yang menurut Damar memang menenangkan.
“Pu—putri saya baik baik saja.” Seketika Damar bersimpuh di samping brankar dan memohon.
“Tolong maafkan putri saya, jangan bawa kasus ini ke ranah hukum. Saya akan bertanggung jawab seluruhnya, bahkan saya bersedia menanggung biaya hidup Bapak Anton dan putri Bapak. Saya akan melakukan apapun untuk Kyra, kalau perlu saya saja yang di masukkan ke penjara, jangan putri saya.”
Ujar Damar dengan cepat, karena rasa takut di hatinya begitu besar. Ia takut akan masa depan putrinya dan tidak tega kalau ia harus melihat putrinya mendekam di penjara.
Anton mengerutkan dahinya, ia tidak suka ada orang yang bersimpuh bahkan memohon padanya. Menurutnya Anton tidak pantas mendapatkan itu, karena ia bukan Tuhan ataupun manusia suci. Anton mampu merasakan kasih sayang begitu besar di hati Damar, melihat Damar yang berani bersimpuh, bahkan menurunkan harga dirinya di hadapan Anton, ia merasa tergerak hatinya.
“Tuan! Tolong bangun. “ Namun, Damar tidak kunjung mengangkat tubuhnya. Membuat Anton harus tega sedikit pada Damar. Karena kalau tidak begitu, Damar tidak kunjung bangun.
“Tuan! Tolong bangun. Saya tidak akan memaafkan, Tuan, jika Tuan terus seperti itu!” Ujar Anton dengan nada yang tegas. Membuat Damar dengan perlahan mengangkat tubuhnya, namun ia masih menundukkan kepalanya. Damar hanya berdiri di samping kursi.
“Tuan, silakan duduk dan angkat kelapa Tuan, saya tidak suka ada orang yang menundukkan kepalanya pada saya, padahal saya bukan siapa siapa.” Damar mendarat kan bokongnya dan menatap Anton dengan rasa gugup.
Anton menarik dan mengeluarkan nafasnya dengan perlahan, bersiap untuk memulai pembicaraan yang serius pada Damar.
“Tuan, saya sudah memaafkan putri, Tuan. Dan saya pun tidak ada sedikit pun niat untuk membawa kejadian ini pada hukum. Saya hanya meminta satu permintaan—
Uhukk Uhukk
Anton terbatuk berat. Dengan sigap Damar memberi minum yang ada di atas nakas.
“Silakan apapun akan saya kabulkan. “
“Saya dari dulu ingin sekali mengucapkan ijab kabul untuk putri saya. Saya tidak tahu saya akan sembuh atau Tuhan berkehendak lain. Saya hanya ingin menikahkan putri saya.” Jelas Anton. Membuat hati Damar sedikit merasa tenang.
“Baik, saya akan mengatur akad secepat mungkin. Kebetulan saya mempunyai mempunyai anak laki laki kurang lebih seumuran dengan anak Bapak. Saya janji, paling telat besok akad akan terlaksana.”
Anton tersenyum bahagia mendengar itu. Anton memang tidak menampakkan seberapa rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya. Dengan keras Anton menutupi itu.
Di sisi lain Alana yang baru saja keluar dari ruangan Anton dan gadis itu duduk di kursi, tiba tiba seorang gadis cantik merengkuh kakinya. Gadis itu menangis dan memohon pada Alana.
“Kakak tolong maafin Kyraaaa. Kyra gak sengaja—Kyra janji mulai sekarang akan mendengarkan apa kata Abang dan Mama. Kakak tolonggggg Kyra gak mau di penjaraaaaa.” Tangisan pun pecah, Barra dan Agatha menyaksikan Kyra memohon pada Alana.
Alana yang tadi sudah tidak menangis, kini air matanya kembali membasahi pipinya. Alana dengan cepat menyeka air matanya dengan kasar. Kemudian ia menurun kan badannya dan merengkuh badan Kyra menuju kursi yang ada di dekatnya. Tubuh gadis itu sangat lemas dan tidak berani menatap Alana.
Alana menatap Kyra dengan tenang, Alana memang sudah memaafkan pelaku, ia pun tidak menyangka, bahwa seorang gadis kecil yang melakukannya.
“Sudah gak perlu nangis lagi, kakak sudah memaafkan kamu kok. Pastinya juga Ayah kakak pun sama. Sekarang tolong angkat wajah kamu dan tatap kakak.” Kyra dengan sangat ragu mengangkat wajah dan menatap Alana, gadis itu merasa tidak berhak menatap malaikat di hadapannya.
“Kamu janji ya sama kakak, kalo kamu akan jadi anak yang baik dan nurut sama orang tua kamu. Bahkan dengan kakak kamu. Kakak sudah berusaha sekuat tenaga kakak, untuk berdamai dengan hati ka—kakak.” Air mata kembali keluar, dengan cepat Alana menarik Kyra ke dalam pelukannya.
Hati Alana tidak sekuat Ayahnya, ia tidak bisa menahan sesak di dadanya. Ketika melihat Kyra, penyebab kecelakaan yang Anton alami. Alana ingin sekali memaki dan menghina Kyra, namun ia terpikir akan sosok Anton yang selama ini membuatnya kuat.
Alana menangis kembali dalam pelukan Kyra, begitu pun dengan Kyra. Rasa bersalah yang amat besar, seakan meremas hati Kyra hingga sesak menjalar di dadanya. Begitu juga dengan Alana, rasa takut akan kehilangan yang sangat amat besar, membuatnya dadanya begitu sesak.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...... “ Berdamai dan memaafkan adalah hal paling mulia di dunia ini, keduanya mampu mengalahkan apapun, bahkan dapat merubah hidupmu. "......
Love you bestie 💋
Setelah diskusi panjang dan sedikit perdebatan antara dirinya dan Damar, akhirnya Barra menyetujui. Barra akan menikahi Alana hari ini, di ruangan Anton. Barra terpaksa menerimanya, karena rasa tanggung jawab akan Kyra dan tanggung jawab pada keluarga korban
Kalau bukan Barra yang menyetujuinya, siapa lagi? Masa Kyra yang menikah dengan Alana?! 🌈
Penghulu tampak sudah hadir di rumah sakit dan Alana pun sudah cantik, dengan mengenakan baju kebaya yang Agatha bawa. Barra? Tentunya sudah di dalam bersama dengan Damar, menunggu kedatangan Penghulu.
Di rasa sudah siap semuanya, Penghulu pun masuk ke dalam ruangan. Di ikuti oleh Alana yang di gandeng oleh Kyra dan Agatha. Anton pun tersenyum melihat betapa cantik putri kesayangannya itu mengenakan baju pengantin dengan riasan natural yang cocok pada Alana.
Alana senang melihat Anton tersenyum, namun entah kenapa, senyuman itu pun membuat hatinya sakit. Alana menahan air matanya, sebisa mungkin, kali ini Alana tidak boleh menangis. Tidak boleh merusak kebahagiaan yang ia ciptakan untuk Anton.
“Mari kita mulai” Ujar Penghulu saat sudah duduk di kursi, yang di hadapannya sudah ada Anton dan Barra. Semuanya mengangguk setuju, tidak perlu menunggu lama lagi, akad pun di mulai.
Barra duduk di sebelah Anton, kemudian meraih tangan kanan Anton dengan hati hati. Anton pun membalas genggaman tangan calon menantunya itu. Penghulu mengangguk pada Anton, sebagai tanda mulai.
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Barra Ardana Abiputra bin Damar Abiputra dengan anak saya yang bernama Alana Valerie dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat di bayar Tunai.” Anto merasa tenang, sudah mengucapkan kalimat ijab kabul yang sedari tadi memenuhi isi kepalanya, karena takut salah dalam penyebutannya.
Barra pun menarik nafas dengan perlahan, menyiapkan udara agar ia sanggup mengucapkan kalimat ijab kabul dengan satu kali nafas.
“Saya terima nikah dan kawinnya Alana Valerie binti Anton dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Akhirnya Barra pun merasa lega, ia tidak ada rasa gugup dan berhasil mengucapkan dengan satu tarikan nafas.
“Bagaimana para saksi, SAH? “ Pak penghulu menatap secara bergantian pada para saksi yang di hadir oleh dokter dan suster rumah sakit tersebut.
“SAH! “ Teriak para saksi, membuat hati Anton bertambah gembira.
Kemudian sekarang bagian Alana, ia mendekat pada Barra dan mencium tangan Barra dengan khidmat dan Barra pun mencium kening Alana. Setelah selesai, Alana berpindah pada Anton, masih sama, Alana menahan air matanya agar tidak merusak kebahagiaan Anton.
Namun, Anton kalah dengan Alana, ia tidak bisa menahan air mata kebahagiaan. Bulir bulir bening kini membasahi pipi Anton. Alana dengan cepat menyekanya dengan pelan dan lembut.
“Ayah kenapa nangis? Lihat Alana aja gak nangis. Huhh Ayah cengeng. “ Ujar Alana, padahal matanya sudah panas, memerah, air matanya sudah berkumpul di pelupuk matanya, yang sudah siap akan berjatuhan.
“Ayah nangis karena bahagia, Nak. Akhirnya cita cita Ayah mengucapkan ijab kabul terjadi secepat ini.” Alana langsung memeluk erat Anton. Tidak sadar, ternyata air matanya sedari tadi sudah membasahi pipinya yang lembut.
TITTTTT... TITTTTT... TITTTTT
Tiba tiba Elektrokardiogram berbunyi dengan lumayan keras, membuat seisi ruangan mencekam. Dokter dan suster dengan cepat menyuruh orang orang untuk keluar dari ruangan ini.
“Dokter, Ayah saya kenapa?! “ Tanya Alana dengan panik.
“Saya tidak bisa jelaskan, lebih baik nona keluar, saya akan menangani pasien terlebih dahulu.”
Kyra dan Agatha menuntun Alana keluar dari ruangan. Alana kembali terisak, diikuti oleh Kyra dan juga Agatha. Sementara Barra dan Damar, mereka hanya bisa diam, karena tidak bisa melakukan apapun.
“Tante... Kyra... Jika terjadi sesuatu sama Ayah, gimana? “ Kyra langsung memeluk Alana.
“Nggak, Kak. Om Anton pasti sem—sembuh.”
“Maafin Kyra.” Lirih Kyra dengan pelan, namun masih bisa terdengar oleh Alana. Alana mengeratkan pelukannya, begitu juga dengan Kyra.
Damar, Barra dan Agatha, hanya bisa melihat keduanya berpelukkan. Bahkan kalimat penenang pun, di rasa tidak cukup untuk menenangkan hati Alana.
Setelah beberapa saat dokter dan suster pun keluar. Dengan rona wajah yang tidak bisa di artikan. Alana segera menghambur pada dokter, ia memegang kedua tangan dokter itu, matanya memancarkan kata seolah olah bertanya ‘Ayah pasti selamatkan? ‘.
“Ma—maaf, kami semua sudah menangani pasien semaksimal mungkin. Pukul dua lewat tiga puluh menit, hari senin, dinyatakan Pak Anton telah meninggal dunia. “
Alana terpaku, tubuhnya membeku, tatapannya kosong. Begitu pula dengan keluarga Kyra, mereka menatap tidak percaya bahwa, Anton sudah meninggal dunia.
“DOKTER BOHONG KAN?! AYAH GAK MUNGKIN NINGGALIN, AL, SENDIRI! AYAH PASTI NEMENIN, AL, SAMPAI NANTI, AL, MENUA. DOTER BOHONGGGGG, DOKTER PLISSSS BECANDA YA GAK LUCUUUU. Dokter tolonggggg sembuhin Ayahhhhhh.” Alana histeris, menarik narik kerah baju dokter yang di hadapannya. Di akhir kalimat, tubuh Alana ambruk, Alana bersimpuh dengan kedua tangannya di dada.
“Ayah gak nepatin janji, Ayah tinggalin Al sendiri. AYAHHHHHHHHH” Teriak Alana, seraya memukul dadanya beberapa kali. Rasa sesak yang amat sangat sakit, memenuhi rongga dadanya. Suaranya begitu parau, Alana meremas baju bagian dadanya, ia tidak kuat dengan sakit di hatinya, seperti ada ribuan jarum yang menusuk hatinya secara bersamaan.
...****************...
Alana terus menerus memeluk batu nisan Anton, ia seakan tidak mau beranjak dari tempatnya sekarang. Alana terus bergumam dan berbisik pada makam Anton, ia menumpahkan segala hal yang membuat hatinya sesak pada Anton.
“Nak— sudah satu jam kamu bersimpuh seperti itu, sudah saatnya kita pulang. Langit pun sudah mendung, kalau kamu sakit nanti Ayah kamu pasti sedih. “ Bujuk Agatha, seraya mengusap punggung Alana dengan lembut.
Alana pun menyeka air matanya dengan kasar dan berdiri menghadap keluarga yang ada di depannya. “Maaf, pasti kalian lama nunggu, Al. Kalo gitu mari pulang ke rumah Alana. “ Semuanya mengangguk dan merasa sedikit heran pada Alana, kenapa gadis itu bisa secepat itu mengubah ekspresinya.
Kenapa gadis ini begitu tegar, Pah. Alana sungguh wanita yang kuat. Bisik Agatha pada Damar.
Mereka pun melangkahkan kakinya menuju rumah Alana yang tidak jauh dari pemakaman. Alana berjalan sendiri di depan menuntun mereka ke rumahnya. Tiba tiba ada seseorang yang menggenggam tangan mungilnya, ternyata itu adalah Kyra. Alana tersenyum padanya, kemudian meneruskan perjalanannya.
Akhirnya sampai di rumah Alana, gadis itu mempersilahkan para tamunya duduk di ruang tamu. Rumah Alana begitu sederhana, namun keluarga Damar mampu merasakan kehangatan. Seperti ada aura ketenangan dirumah Alana.
Alana ke dapur untuk mengambilkan mereka minuman dan beberapa cemilan. Saat sudah siap, Alana membawanya ke ruang tamu dengan nampan berisi makan dan minum di atasnya.
“Silakan, maaf hanya ada ini di rumah.”
“Ahh—Terimakasih, Nak. “ Ujar Agatha.
“Terimakasih, kak.”
“Terimakasih, Nak.” Mereka mengucapkan terimakasih secara bersamaan. Barra? Laki laki itu hanya mengangguk, sebagai ucapan terimakasih.
Setelah beberapa lama mereka mengobrol santai, Damar, Agatha, dan Kyra pun beranjak. “Kita gak akan lama kok ke hotel, hanya mengambil barang barang saja di sana, kamu di jaga oleh Barra ya di sini. Tidak perlu khawatir, kamu tidak akan pernah sendiri.” Ujar Damar.
“Bang, mama nitip Alana ya... Jangan kamu apa apain. Alana, kamu kemasi juga barang yang akan kamu perlu bawa ya. Barang yang penting penting nya aja, untuk keperluan kamu nanti, biar om dan tante belikan saat sudah di kota. “ Alana hanya mengangguk mengerti.
“Abang! Awas aja kalo kak Alana di macam macamin. Kyra gak akan tinggal diam.”
Barra merasa terpojok, memang dia laki laki seperti apa? Sampai harus di beri perintah dengan sebegitunya. Tanpa di kasih tahu pun Barra tidak akan melakukan hal apapun pada Alana.
Alana terkekeh melihat tingkah lucu Kyra. Gadis itu sungguh menggemaskan. “Iya Tante, hati hati di jalannya. “
Kyra, Damar dan Agatha pun beranjak menuju mobilnya dan melambaikan tangan pada Barra dan Alana yang ada di pekarangan rumah Alana. Tidak lama keluarga itu pun pergi, kini hanya menyisakan Alana dan Barra, suasana yang canggung menyelimuti keduanya.
Barra duduk di ruang tengah, seraya memainkan game di ponselnya. Alana pergi menuju dapur, karena perutnya sudah keroncongan dari tadi, ia memeriksa rak makanannya, ternyata hanya ada mie instan. Tapi tak apa, dari pada dirinya mati kelaparan mending makan mie instan aja.
Alana kemudian memasak mie instan tersebut, tidak lupa juga menawarkan Barra. Alana berjalan menuju ruang tengah.
“Barra kamu mau mie instan gak? Kalo ngga ya udah.” Tanpa menunggu jawaban dari Barra, Alana langsung masuk ke dapur.
Barra menakutkan kedua alisnya. Yeh... Belum juga gue jawab, udah jawab sendiri.
Barra pun menghampiri Alana ke dapur dan mendekat pada Alana. “Gue aja belum ngomong, malah di jawab sendiri. Mau dong, gue laper.” Ujar Barra dengan dingin
Alana tidak menjawab, ia langsung memasukkan mie instan satu lagi pada pancinya. “Bawa ruang tamu ya.” Ujar Barra singkat, seraya berjalan meninggalkan dapur.
Kok ngeselin sih! Ini yang namanya suami?! Gak ada lembut lembutnya emang.
Setelah mie nya matang dan siap di sajikan, kemudian Alana membawanya ke depan dan menaruh nya di meja di hadapan Barra. Baru saja di simpan di meja, Barra langsung menyantap mie itu tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Alana.
Alana menatap Barra dengan tajam. “Bilang makasih kek, biar aku ikhlas dan kamu gak sakit perut!” Ujar Alana dengan Ketus.
Barra menghentikan kegiatan menyuapnya dan menatap Alana. “Makasih “ Ucap Barra dengan dingin.
“Kok, kayak gak ikhlas bilangnya, kalo gitu mending gak usah! “ Alana langsung memalingkan wajahnya, kemudian mulai menyantap mie yang ia buat.
Dasar betina! Bilang salah, gak bilang makin salah!
Setelah makannya beres, kemudian Alana menyimpan mangkuk yang di gunakan tadi ke wastafel dapur. Alana langsung masuk ke kamarnya dan rapih rapih, Alana akan pergi ke pantai, itu rutinitasnya di sore hari. Menghirup udara sore di laut memang menenangkan dan membuat hatinya sedikit merasa lega.
“Mau ikut gak?!” Tanya Alana seusai beres merapihkan penampilannya. Barra masih anteng dengan gamenya, hanya melirik Alana sekilas.
“Mau kemana lo? “
“Mau ke pantai, kalo gak akan ikut aku pergi sekarang.” Alana melenggangkan kakinya menuju luar, saat melirik ke belakang, ternyata Barra tidak mengikutinya. Alana pastiin, ia sedang fokus memainkan gamenya yang tidak jelas.
“BIASANYA KALAU SORE GINI ADA ORANG GILA YANG NGETUK PINTU RUMAH. “ Teriakan Alana itu membuat Barra dengan cepat meloncat dari kursinya.
“Apa si lo, nakut nakutin aja! “ Gerutu Barra.
“Makanya ikut, kan kata Om sama Tante juga, kamu harus jagain aku.” Barra memutar bola matanya malas. Ia pasrah dengan keadaan sekarang. Namun, dari lubuk hatinya Barra juga tidak ingin ada sesuatu yang terjadi pada Alana, ia sudah berjanji pada Anton, akan selalu menjaga putrinya sepanjang waktu.
Eitss, tapi bukan maksud Barra mempunyai perasaan pada Alana, tapi karena rasa tanggung jawab. Lagian, Barra pun sudah memiliki kekasih di Jakarta.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
..."Cinta memang tidak datang dengan cepat. Namun, kedatangannya itu PASTI"...
Love you Bestie 💋
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!