"Tidak sepantasnya kamu melakukan hal itu pada Kiara!”
Tara mengerjapkan kedua mata. Sinar matahari masuk melalui jendela, dan tangannya refleks menutupi wajah. Namun, ia merasakan ada yang salah. Tangannya jadi lebih gemuk daripada sebelumnya. Saat mendapati penglihatannya mulai membaik, ia ternyata sedang berada di tengah-tengah konflik.
Tara mendengar suara yang berteriak. Gadis itu kebingungan, sembari mengernyitkan dahi. Tadinya, Tara menyangka kalau ia pasti sedang terbaring di rumah sakit karena kecelakaan yang baru saja menimpa, dengan perban membalut seluruh tubuh.
Akan tetapi, ternyata tidak. Tara malah sedang mengenakan seragam sekolah, sama seperti siswa-siswi yang memandangnya benci dan jijik saat ini. Tara juga merasa, bahwa tubuhnya lebih berat dari biasanya. Rasanya tidak nyaman sekali karena selalu berkeringat, meskipun suhu udara sebenarnya sedang tidak menyengat.
Lalu, gadis itu melihat pada orang yang baru saja meneriakinya. Lelaki berambut hitam dengan mata berwarna merah. Di balik punggung lelaki itu, ada seorang gadis berambut biru terang dan bermata hijau menatap Tara dengan takut-takut.
Oke, rambut hitam sudah biasa. Tapi... mata merah? Yang perempuan berambut biru…? Ada apa ini? Cosplay?
“Jawab aku! Elona!”
Elona…? Namaku ‘kan Tara?
Kedua mata Tara seketika terbelalak karena mengingat sesuatu. Bukan, mereka yang ada di hadapannya itu bukan sedang cosplay. Tapi mereka adalah orang-orang yang Tara kenal, Setidaknya, Tara mengenal mereka, tapi bukan di dunia nyata.
Mereka adalah karakter dari webtoon Cerita Hati.
Lalu, Elona adalah…
Tara teringat dengan percakapan teman-teman di kampus, yang ia hanya dengar sekilas.
“Hei, apa kamu udah baca webtoon Cerita Hati?”
“Sudah tamat dong! Bagus ya, ceritanya?”
“Iya, tapi aku kasihan pada tunangannya Tuan Louis.”
“Ah yang gemuk itu?! Siapa namanya?”
“Kalau tidak salah…”
“Elona Locke! Aku bicara padamu!”
Hah...! Aku adalah Elona Locke...?!!
***
Satu jam sebelumnya.
"Kiara..."
"Ya, Tuan Muda Louis?"
"Selama kita bersama, aku merasakan ada yang berubah. Aku yang dulu hanya bisa meratapi kepergian ibuku dan menghadapi dunia dalam kegelapan, semua itu berubah semenjak ada kamu.
Kamu memberikan sesuatu yang bermakna sejak hadir dalam hidupku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi yang jelas, aku tahu kalau aku yang sekarang tidak akan bisa di sini tanpa ada kamu yang menemaniku...
Kiara, maukah kamu menjadi istriku?"
"Kyaaaa!!"
Tara menyunggingkan senyum lebar di wajah. Gadis itu sedang membaca webtoon berjudul "Cerita Hati" di layar ponsel pintar, sembari tengkurap di tempat tidur. Tubuhnya berguling-guling saking gemas dengan kalimat-kalimat manis yang dikatakan oleh si protagonis pria, yakni seorang tuan muda putra Marquess bernama Louis Vandyke, terhadap Kiara Perez, si protagonis wanita seorang putri Baron.
Tara tak bisa membendung rasa senang yang meluap-luap, karena pada akhirnya protagonis wanita yang dia sukai menemukan kebahagiaan bersama lelaki tampan yang dicintainya.
Kisah cinta webtoon ini sangat manis! pekik Tara dalam hati, hingga tanpa sadar kakinya yang berayun-ayun itu terbentur dan menyenggol sesuatu.
“Aduh!” jeritnya, lalu meringis kesakitan. Tara memeriksa apakah ada darah atau tidak pada kakinya. Tidak ada satupun luka di sana, kecuali rasa ngilu.
Tara mengintip ke lantai karena ia yakin ada satu benda yang ikut jatuh. Sebuah bingkai foto tua yang didalamnya terdapat tiga orang. Seorang pria yang masih berusia belum genap 40 tahun. Di sebelahnya terdapat seorang wanita yang diangkul dengan penuh cinta. Lalu, di tengah-tengah, menyempil dengan tatapan mata nakal dan senyum ceria, seorang gadis kecil dengan rambut panjang dikuncir dua.
“Eh, maafkan aku, Ayah, Ibu!” ucap Tara sembari mengambil foto tersebut dari lantai dan mengelap kaca bingkainya.
Untung saja tidak pecah kacanya.
Tara tersenyum tipis mengenang masa lalu. Gadis kecil dengan tatapan mata nakal itu adalah dirinya, lalu pria dan wanita di kanan kirinya adalah ayah dan ibunya yang telah lama tiada.
Tara meletakkan kembali foto usang tersebut di atas meja. Matanya mengedarkan pandangan ke sekitar. Kamar tiga kali tiga dengan cahaya lampu temaram ini adalah ruang baginya untuk melepas penat, setelah seharian berjibaku dengan kegiatan di kampus dan disusul pula dengan kerja paruh waktu di toko buku.
Tumpukan buku-buku di sudut ruangan yang sedikit berdebu, menjadi saksi bisu bahwa Tara lebih sering menghabiskan waktu di kamar kontrakan ini ketimbang berjalan-jalan seperti para gadis sebayanya.
Membaca adalah hobi Tara, dan gadis itu bisa melahap buku apapun dengan minat yang sangat tinggi. Mulai dari buku-buku pelajaran di sekolah, novel, webtoon, hingga koran-koran bekas sebagai bungkus makanan yang sering dia beli di warteg.
Tara adalah gadis yang pintar meskipun ia tidak ingin menonjolkan hal tersebut. Kesendiriannya sejak ditinggal ayah dan ibunya, serta pola asuh para kerabat yang menggilirnya kesana kemari karena menganggapnya sebagai beban, menjadikan Tara sebagai seorang yang pendiam.
Sejak ditinggal mati oleh kedua orangtuanya dalam sebuah kecelakaan, Tara diasuh oleh paman-paman dan bibi-bibinya. Mereka menggilir Tara dari satu keluarga ke keluarga yang lain, karena hanya ingin mendapat bagian dari warisan orangtua Tara. Dalam surat wasiat orangtuanya, dikatakan bahwa para kerabat tersebut akan mendapat bagian apabila mengasuh Tara hingga lepas SMA.
Keluarga paman dan bibinya tidak ada yang tulus mengasuh Tara, karena orangtuanya dahulu kawin lari dan tidak mendapat restu. Sejak itu, hidup Tara berubah. Keceriaannya sirna, terlebih lagi saat mereka semua memperlakukan Tara sebagai pelayan, baik oleh paman dan bibinya maupun para sepupunya.
Namun sekarang Tara bisa mendapati kebahagiaannya sendiri, karena dua tahun berlalu sejak dirinya berhenti diasuh oleh para kerabatnya. Kini Tara sudah lulus SMA, dan hidup sendiri di sebuah kamar kontrakan. Bermodalkan harta warisan orangtuanya yang tersisa, Tara menjadi mahasiswi di kampus bergengsi, sembari kerja paruh waktu di sebuah toko buku.
Meskipun kehidupannya sewaktu sekolahnya menyedihkan, namun Tara bisa mengambil hikmah dari semua hal itu. Tara menjadi seorang gadis yang mandiri berkat semua yang dia alami.
Tara melirik layar ponsel guna melihat jam. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Di bagian notifikasi tidak ada satupun chat yang masuk, termasuk dari Geri pacarnya, yang belum juga membalasnya sejak siang.
Tara membuka menu aplikasi chat. Kedua jemarinya menggulirkan dengan cepat untuk menemukan nama Geri, lalu mengkliknya. Terlihat pukul 12:05 adalah terakhir kali Tara mengirimkan pesan pada lelaki yang dia cintai itu, menanyakan apakah dia sudah makan siang. Namun pesannya hanya tertanda cheklist dua berwarna biru, tanpa ada balasan apapun.
Tara bukanlah gadis yang suka memberondongi pacarnya dengan pertanyaan yang berulang bila tidak dibalas pesannya. Tara percaya bahwa mungkin saja Geri sedang sibuk. Meskipun sudah sepuluh jam berlalu, namun Tara tetap ingin menunggu hingga keesokan harinya.
Mungkin saja, Geri sudah tidur, jadi dia lupa membalasnya…
Tara mencoba menenangkan dirinya sendiri dalam hati. Lagipula, Geri sering begini. Sekali dua kali waktu masih awal pacaran, Tara memang sering cemas saat Geri tidak membalas pesannya dengan cepat. Namun Geri selalu meyakinkan bahwa semua itu hanya karena dirinya sibuk ataupun mengantuk. Setahun berlalu sejak Tara berpacaran dengan Geri, gadis itupun mulai percaya sepenuhnya pada lelaki tersebut.
Tara mengambil dompet dari dalam ransel kuliahnya dan merapikan sweater yang dia kenakan. Daripada mengkhawatirkan Geri lebih baik aku jajan, pikirnya sembari berjalan keluar dari kamarnya menuju minimarket 24 jam yang masih buka.
***
“Semuanya jadi 20,500 kak!” ucap kasir minimarket. Jemarinya mengetik cepat pada sebuah mesin di hadapannya guna mencetak struk. Tara mengeluarkan uang pas dari dalam kantung sweaternya.
Tara membeli sebatang es krim murah dan beberapa snack camilan untuk menemani dirinya menonton streaming drama barat kesukaannya malam ini. Tara berniat begadang semalaman selagi esoknya adalah hari Minggu.
Tara baru saja akan melangkahkan kakinya keluar dari minimarket, ketika suara yang ia kenal muncul dari balik rak alat-alat kecantikan.
“Mau beli apa lagi sih, sayang?”
“Tungguu… kebetulan pembalutku lagi habis…”
Ucap seorang gadis bernada manja pada laki-laki bertopi di sebelahnya. Tangan kanannya asyik menyusuri barang-barang yang terpajang di rak, sembari tangan kirinya menggandeng mesra tangan lelaki tersebut. Wajahnya tersenyum saat gadis menemukan pembalut dengan merk yang dia cari.
Ira…?
Tara menghentikan langkah kakinya. Dia melangkah masuk kembali dan melongokkan kepalanya, mengintip muda-mudi tersebut. Benar itu adalah Ira, setelah Tara memastikannya dengan yakin bahwa gadis itu adalah sepupunya.
Dari semua kerabat yang memandangnya hanya sebelah mata, Ira merupakan sebuah cahaya bagi hidup Tara yang gelap. Ira adalah sepupu Tara, yang merupakan anak satu-satunya dari bibi Nina, adik ayahnya yang ketiga. Meskipun Bibi Nina sering menyuruh Ira untuk menjauhinya, namun gadis itu tetap menempel pada Tara.
Ira sering bermanja-manja pada Tara dan memintanya melakukan apa saja untuknya, termasuk mengerjakan pekerjaan sekolahnya. Meskipun Tara sebenarnya merasa kalau saat itu ia sedang diperalat, tapi Tara tetap senang. Setidaknya, Ira tidak menjauhinya seperti sepupu-sepupunya yang lain.
Begitu yakin seratus persen kalau gadis itu adalah Ira, Tara bergegas menyapanya.
“Ira…!”
Namun baru saja Tara melangkahkan kaki ke hadapan sepepunya itu, matanya terbelalak. Lelaki bertopi itu juga ternyata adalah orang yang dia kenal. Bahkan sangat Tara kenal.
“… Geri?”
***
Sepasang muda-mudi itu menghentikan kegiatannya. Di hadapan Tara, lelaki itu, yang tak lain adalah Geri pacarnya, segera melepaskan gandengan tangannya dengan Ira. Tara hanya bisa menatap kedua orang tersebut dengan tatapan tak percaya. Tangannya lemas, hingga menjatuhkan belanjaan camilannya ke lantai.
Geri dan Ira…? Sejak kapan?
“Tara, aku hanya-“
“Kak Tara!”
Belum sempat Geri menjelaskan, Ira telah menyela pembicaraannya. Gadis itu menghampiri Tara dan merangkul tangannya. Ira menatap manja pada kakak sepupunya itu, dengan tatapan sama seperti waktu kecil dulu, ketika ia ingin meminta semua barang yang dimiliki Tara.
“Kak, baju dress warna pink itu buatku aja ya?”
“Tapi… aku kan suka sama dress itu,”
“Tapi aku juga suka! Boleh buatku ya?
“Kak, kue cokelat di kamar kakak, sudah kumakan habis, boleh kan?!”
“Kak Tara, aku minta pensil Mickey Mouse di tas kakak, ya!”
Pakaian-pakaiannya, kue kesukaannya, alat-alat tulis bergambar yang disukainya, dan sekarang Ira menggunakan tatapan itu lagi.
“Geri buat aku aja, boleh ya?”
Tara hanya bisa menatap adik sepupunya itu dengan tidak percaya. Padahal selama ini, Tara menganggap Ira sebagai adik kandungnya sendiri. Padahal, meskipun sudah tidak tinggal bersama, Tara selalu bercerita apapun tentang kehidupannya pada Ira di chat. Padahal seharusnya Ira tahu, kalau Geri adalah lelaki yang dia cintai melebihi apapun.
Tara pun menyadari kenyataan pahit, bahwa mungkin selama ini Ira tahu, bahwa semua itu adalah hal-hal yang Tara sukai.
… tapi Ira sengaja memintanya.
Tara berlari keluar minimarket tanpa memedulikan sekitar. Kalau Geri memang selingkuh dengan perempuan lain, Tara yakin ia hanya akan menangisinya selama seminggu lalu berusaha untuk move on. Toh, ini bukan pertama kalinya Tara kehilangan orang yang dia sayangi.
Tetapi Geri berselingkuh dengan Ira, sepupunya yang dia pikir tulus ingin berteman dengannya, yang tidak memandangnya sebelah mata, yang menjadi tempat curahan hatinya bila membaca buku tak mampu mengatasi rasa penatnya.
Aku yang selalu hidup seperti ini, mana mungkin bisa mengalami percintaan manis seperti Tuan Muda Louis dan Kiara…
Tara terus melangkahkan kakinya dengan cepat, hingga ia tidak memperhatikan adanya kilauan cahaya dari sisi kanannya yang menuju ke arahnya dengan cepat.
“Awas!!”
Teriakan warga sekitar terlambat sampai di telinga Tara. Gadis itu menoleh, dan sebuah mobil yang melaju kencang menyambar dirinya.
BRAKK!!
*****
((Author: Halo readers, kalau suka sama ceritaku, jangan lupa like tiap bab ya, tinggalkan jejak komentar juga. Kopi dan bunganya juga boleh hehe. Terimakasih banyak :) ))
...* original writing by @author_ryby...
...* cover art by @fuheechi_...
“Elona Locke! Aku sedang bicara padamu!”
Tara masih saja menatap Louis Vandyke, si protagonist pria dalam webtoon yang baru saja dia baca di malam sebelum kecelakaan. Berkali-kali gadis itu meraih pipinya yang kini gembul dan mencubitnya, untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi.
Tara melihat ke sekeliling. Orang-orang yang berdiri mengerubung menatapnya heran. Yang laki-laki memakai jas putih dengan border biru di pergelangan tangan, dipadukan celana hitam kotak-kotak bergaris biru. Yang perempuan mengenakan blazer dan rok berwarna senada. Beberapa ada yang mengernyit, jijik melihat tubuh Tara yang baru. Ada pula yang mendengkus.
Meskipun rasanya menyengat di dada, tetapi Tara tidak ambil pusing dengan semua tatapan tersebut. Sudah dua tahun lamanya, Tara tidak mengalami hal yang seperti ini lagi. Dihina dan dipandang sebelah mata, tanpa mereka mengetahui kebenarannya.
Tara memejamkan mata, menguatkan diri. Tanpa dirinya dapat menghentikan, satu-persatu memori Elona Locke menyeruak masuk ke dalam ingatan. Kepalanya seperti terkena migrain sesaat. Tara hampir terjatuh bila saja dia tidak menopangkan tubuh pada meja di sebelah.
Semua kenangan Elona Locke tergambar dalam kepala Tara seperti presentasi slideshow yang bergulir cepat. Ingatan Tara dan Elona menyatu. Gadis itu membuka matanya kembali, dan dia teringat apa yang baru saja Elona lakukan pada Kiara, hingga membuat Louis marah sampai seperti itu.
Aku enggak nyangka, akan mengalami sesuatu yang seperti ini. Kupikir yang begini hanya ada di komik-komik isekai … .
Tara menarik nafas panjang, berusaha menerima kenyataan. Semakin lama Tara memperlambat situasi, dia menduga akan semakin bahaya nantinya. Tara berusaha untuk fokus di tengah-tengah keributan saat ini.
Oke, aku adalah Elona, putri keluarga Marquess Locke. Nama panjangku adalah Elona Locke. Usiaku 17 tahun.
Jangan sampai aku lupa menoleh kalau ada yang memanggil dengan nama itu.
Laki-laki yang berambut hitam dengan mata merah itu adalah si Tuan Muda Louis Vandyke, tunanganku. Usianya sebaya denganku.
Gadis berambut biru terang itu adalah Kiara Perez, si protagonist wanita, dan juga orang yang nantinya akan menikahi Louis. Saat ini dia adalah adik kelas Elona dan Louis, dan usianya 16 tahun.
Tsk… kenapa aku harus jadi Elona, sih? Kenapa tidak jadi Kiara saja?!
“Apa maksudmu, mendecakkan lidah seperti itu?!”
Pandangan Louis melotot geram ke arah Elona, membuat gadis itu terkejut. Tanpa sadar, ia mendecak padahal sudah yakin kalau tadi hanya bergumam dalam hati.
“Ah, tidak … aku .…”
“Jawab pertanyaanku tadi! Apa benar, kamu mengganggu Kiara selama ini, hah?!!”
“Kamu itu bawel, ya? Iya, kalau memang aku yang mengganggu dia, terus kenapa?” Terus-terusan didesak membuat Elona jadi menantang Louis balik. Lelaki itu sampai kaget dan mundur ke belakang dibuatnya.
Tara sendiri pun sebenarnya terkejut juga saat menyadari kalau ia bisa semarah itu, terutama pada karakter utama yang sebenarnya dia idolakan saat membaca webtoon Cerita Hati. Baginya, percintaan Kiara dan Louis merupakan sesuatu yang sangat manis dan tidak dapat diganggu gugat.
Namun, memori Elona menyeruak dalam pikirannya. Di hari itu, Elona memang sudah melabrak Kiara. Di webtoon Cerita Hati, Elona memang berperan sebagai tokoh jahat yang berusaha melenyapkan si protagonist wanita.
Akan tetapi, siapa yang akan tahan melihat tunangannya didekati perempuan lain? Padahal, sudah jelas seantero kerajaan tahu bahwa putra Marquess Louis Vandyke telah bertunangan dengan putri Marquess Elona Locke, tapi masih saja Kiara yang entah dari mana asalnya muncul dan mendekat pada Louis.
Terutama di sini yang paling mengesalkan adalah Louis. Lelaki itu benar-benar tidak menghargai kerja keras Elona yang selalu berusaha menjadi yang terbaik.
Elona mempelajari cara membuat teh secara anggun supaya bisa membuatkannya untuk Louis, tetapi malah ditolak mentah-mentah. Elona berusaha mengimbangi gerakan kaki Louis saat berdansa agar lelaki itu tidak malu membawanya ke pesta, tetapi nyatanya Louis sekalipun tidak pernah mengajaknya berdansa.
Bahkan, bukan hanya tidak menghargai, tetapi Louis juga selalu menyelipkan kata ‘gendut’ di setiap penolakannya terhadap apapun yang dilakukan Elona.
Rasa suka Tara pada hubungan Louis dan Kiara sirna dalam sekejap dan berubah menjadi kemarahan. Sebenarnya, emosi Tara tentang Louis dan Kiara sudah bercampur, dengan kemarahannya yang sebenarnya ingin dia tujukan pada Geri dan Ira yang sudah berkhianat.
“Tuan Muda Louis yang terhormat, harusnya kamu yang sadar diri. Kita ini sudah bertunangan, tapi masih saja kamu mendekati gadis lain. Kenapa? Apa karena aku ini gemuk dan tidak cantik? Kamu mau diskriminasi fisik?”
Tara mencecar Louis dengan pelan namun menusuk, sesuatu yang tidak akan mungkin dilakukan oleh Elona yang sebenarnya. Di dalam cerita, Elona hanya bisa menahan tangis, melihat tunangannya justru membela orang lain dibanding dirinya.
Louis sampai kehabisan kata-kata. Dia bingung sekali. Elona yang selama ini selalu berusaha mendekati dirinya meski ia sudah menghindar dengan segala cara, Elona yang selama ini selalu mengganggu dengan cinta yang berlebihan, tiba-tiba saat ini menjadi sangat pemarah.
“… jadi ini, dirimu yang sebenarnya?” Louis bertanya seraya memandangi gadis gemuk itu dari kepala hingga kaki. Lelaki itu masih tidak habis pikir kenapa Elona yang selama ini dia kenal berubah dan bisa melawannya seperti itu.
“Iya, ini memang aku. Kalau kamu masih saja bisa mendekati perempuan lain, kenapa tidak kamu tolak saja pertunangan kita waktu itu?!”
“Bukannya kamu sendiri yang mengejar-ngejarku dan membuat ayahku menjodohkan kita!” kata-kata Louis membuat kerumunan di sekitar mulai membicarakan apa yang baru saja terucap.
“Nona Elona memaksa untuk dijodohkan dengan Tuan Louis?”
“Yah, kakaknya kan, kenal dekat dengan Marquess Vandyke. Jadi tidak heran, kalau adiknya merengek, maka kakaknya yang turun tangan.”
Elona yang meminta kakaknya agar menemui Marquess Vandyke supaya menjodohkannya dengan Louis. Hal inilah yang hampir Tara lupakan, kalau saja para siswa itu tidak membicarakannya.
“Kenapa sekarang diam? Sudah tahu, kalau kelakuanmu itu memalukan?” Senyum kecil muncul di ujung bibir Louis. Dia merasa menang, setelah Elona mempermalukannya sedari tadi.
“… kenapa kamu tidak menolaknya?”
“Uh?” telinga Louis tidak cukup menangkap gumaman Elona barusan.
“Kalau kamu tidak mau, kenapa kamu tidak menolaknya!” Elona yang semain gusar akhirnya berteriak, hingga menghentikan ocehan orang-orang sekitar.
“Harusnya kamu yang malu. Bukannya kata-katamu baru saja menunjukkan, kalau kamu tidak bisa mengutarakan keinginan di hadapan ayahmu sendiri?”
Kedua mata Louis terbelalak. Tak satupun kata-kata terucap meskipun mulutnya sedikit menganga karena saking terperanjat.
Ini harus kuakhiri, pikir Tara. Gadis itu kembali mengingat hal apa yang akan terjadi pada Elona selanjutnya. Tidak ada hal yang baik. Meskipun Elona terus berusaha memisahkan Kiara dan Louis, tetapi tidak ada satupun yang memedulikannya.
Bahkan, di bab terakhir webtoon Cerita Hati, hidup Elona akan berakhir di tiang gantungan, karena berusaha mencelakai Kiara dengan meracuni minumannya.
Tidak akan ada hal baik yang akan terjadi pada Elona, bila dia terus menerus berada di dekat Louis. Lelaki itu akan terus menyakiti hati Elona dan mencampakkannya, tidak peduli pada status pertunangannya, dan malah mempermalukan Elona di hadapan semua orang, seperti yang terjadi sekarang ini.
Baiklah, sudah kuputuskan.
Tara memejamkan mata sejenak. Gadis itu mengambil napas perlahan sebanyak dua kali dan mengembuskannya. Ia memantapkan hati untuk menerima kenyataan, bahwa dirinya dan memorinya sudah menyatu dengan Elona si tokoh jahay.
Elona Locke, si antagonis yang sebenarnya melakukan semua kejahatan pada protagonis hanya agar dirinya mendapatkan keadilan. Si antagonis malang, yang meskipun sudah berjuang, tetapi tidak ada satupun yang mendengarkan.
Tara harus mengubah takdir Elona si jahat yang malang.
“Kamu terpaksa kan, menerima pertunangan kita ini? Baiklah.”
Elona menatap tajam mata Louis. Leher dan punggungnya berkeringat bukan hanya karena lemak, tetapi juga karena sejujurnya ia sedikit gugup. Namun, ini harus dilakukan.
“Kalau begitu, mulai detik ini, aku akan mengakhiri pertunangan kita.”
***
original story: author_ryby
cover art: instagram.com/fuheechi_
Sudah setengah jam kepala Tara berpangku dua tangan di atas meja rias, semenjak pulang dari akademi. Gadis itu hanya termenung memandangi pantulan dirinya dalam cermin, dan mengamati saksama wajah barunya ini.
Sekarang dia adalah Elona, dan bukan Tara. Hilang sudah wajah tirus karena setiap hari hanya makan dua kali sehari. Kini, berganti menjadi pipi gembul, dilengkapi tumpukan lemak di bawah dagu sebanyak satu lipatan.
Setelah kejadian tadi siang, Tara, yang mulai sekarang sebut saja sebagai Elona, memutuskan untuk pulang ke rumah saja. Lebih baik begitu, daripada harus menahan cemoohan dan tatapan sinis para siswa di sekolah.
Seperti biasa, Elona menemukan rumahnya dalam keadaan sepi, dan hanya para pelayan yang menyambut, persis seperti yang terjadi dalam webtoon. Maka, gadis itu segera pergi ke kamar dan mencari papan timbangan.
Berkali-kali, Elona menimbang tubuhnya yang sekarang. Seberat 75 kg, dengan tinggi badan hanya 160 cm. Bila dihitung secara Indeks Massa Tubuh, yang mana berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter, maka tubuhnya kini sudah memasuki kategori berat badan berlebih. Belum memasuki obesitas, tetapi hampir ke arah sana.
“Haaah .…”
Helaan napas panjang gadis itu menandai kegalauannya. Akan tetapi, tak lama kemudian Elona mendengkus.
Kenapa aku harus bingung? Aku sudah diberi kesempatan sekali lagi untuk hidup. Kali ini tidak akan kusia-siakan.
Jangan berteman dengan orang-orang yang hanya merugikan diri sendiri.
Selalu waspada barangkali orang lain tidak sepenuhnya tulus padaku…
… dan jangan mudah jatuh cinta lagi.
Brak!
Suara kedua daun pintu menuju kamar Elona dibuka secara tiba-tiba. Seseorang dengan seragam pelayan menyeruak masuk. Wajahnya terlihat begitu panik. Lalu, ketika menemukan sosok Elona di dalam kamar, pelayan tersebut bergegas memegang kedua pundak Elona.
“Nona Elona! Nona tidak apa-apa?”
“Ah?”
Elona sampai menganga saking kagetnya. Memorinya tentang orang di hadapannya ini muncul. Dia adalah pelayan kepercayaannya bernama Mai. Sudah lama sekali, Mai ikut dalam keluarga Locke sebagai pelayan, bahkan sejak ia baru berusia sembilan tahun. Elona menemukan gadis itu di jalanan. Karena iba, Elona meminta pada orangtuanya untuk mempekerjakan Mai sebagai pelayan pribadi.
“Aku tidak apa-apa, Mai. Jangan khawatir, ya!” Elona memberikan senyum tulus di wajahnya terhadap pelayan yang terlihat sekali sangat menyayanginya.
“Yakin …?” tanya Mai tidak percaya. Elona mengangguk.
Namun jelas, Mai merasakan ada sesuatu yang berbeda. Nona muda majikannya itu biasanya pulang dengan marah-marah saat terjadi sesuatu yang membuat kesal, apalagi bila berhubungan dengan Louis Vandyke dan Kiara Perez.
Akan tetapi, hari ini ada sedikit aura kebahagiaan terpancar di wajah nona mudanya itu. Helaan napas lega terdengar dari mulut Mai.
“Lalu, apa rencana Nona selanjutnya?” Mai bertanya penasaran. Nona mudanya pulang dengan tidak marah-marah, Mai curiga akan terjadi sesuatu setelah ini.
“Hmm, tidak ada!” Elona menjawab singkat.
“Tidak ada ...?”
“Yap! Hmm, oh, aku memutuskan untuk mengakhiri pertunanganku dengan Louis!”
“Apa?!!”
Mai terkejut sejadi-jadinya. Bagaimana mungkin, Nona Elona yang sangat mencintai Tuan Louis dan selalu mengikutinya ke manapun itu, memutuskan untuk mengakhiri semuanya? Mai dapat mengerti kalau yang melakukannya adalah dari pihak Louis.
Tapi ini … Nona Elona yang memutuskannya?
*****
Sebelas tahun yang lalu.
Seorang gadis kecil berlari ketakutan di tengah derasnya hujan yang turun. Kedua tangannya memeluk sesuatu di depan dada, melindungi benda tersebut dari basah. Namun, benda itulah yang membuatnya dikejar-kejar oleh pria bertubuh tambun saat ini.
“Hei! Pencuri! Pencuri!”
Pria tersebut terus meneriaki si gadis kecil dengan tongkat penggiling adonan di tangan. Teriakannya menggelegar, membuat semua orang di sekitar menoleh penasaran.
Napas yang tersengal-sengal mulai terdengar dari mulut si gadis kecil. Kakinya terus berlari kencang melawan gempuran angin bercampur air hujan. Kepalanya terus-terusan menoleh ke belakang untuk mengawasi si pria tambun yang semakin dekat. Matanya tak memperhatikan jalanan yang ia pijak dengan telanjang kaki.
Hanya dua potong roti. Sebenarnya, hanya dua potong roti yang tidak laku di hari itu yang ia curi. Ia terus berlari dengan air mata mengalir di pipi, segera tersapu oleh hujan. Tak punya keluarga yang memberi makan, mengasuh dan menaungi dengan tempat tinggal, membuatnya harus melakukan hal ini.
Kenapa? Kenapa aku harus terlahir miskin? Kenapa aku harus kelaparan seperti ini!
Gadis itu hanya bisa menggigit bibir menahan kenyataan takdir yang pahit.
Bruk!
Jalanan yang licin membuat si pencuri itu terjatuh menyungsup. Lututnya menghantam jalanan amat keras hingga darah mengalir. Namun, dia masih bersikeras memeluk roti-roti itu di dada. Sementara itu, si pria tambun itu sudah tiba di hadapannya dengan napas yang juga hampir habis.
“Dasar pencuri sialan! Mau mati kau ya? Hah!!”
Tongkat penggiling kue di tangannya terangkat ke atas. Kerutan di wajah dan pelototan matanya menandakan bahwa pria itu akan melancarkan pukulan keras. Si pencuri hanya bisa memejamkan mata begitu takutnya.
“Tunggu!”
Seorang gadis kecil lainnya datang, dengan gaya berpakaian yang sangat berbeda. Si pencuri hanya memakai sebuah tunik kebesaran lusuh, sedangkan anak perempuan ini mengenakan baju dress berwarna merah muda pastel dengan dekorasi renda di bagian bawah. Sesuatu yang hanya akan dikenakan oleh anak-anak keturunan bangsawan.
Si nona muda ini bergegas ke arah si pencuri kecil, sementara seorang butler mengikuti di belakangnya dengan payung di tangan guna melindungi nona muda dari siraman hujan. Nona kecil itu membungkuk, lalu meletakkan kedua tangannya ke pundak si pencuri.
“Apa yang anda lakukan, Nona? Nanti tangan Anda kotor!” Si butler memperingatkan dengan khawatir. Namun, si nona muda tidak menggubris. Ia menatap mata si pencuri lekat-lekat.
“Kenapa kamu mencuri?”
Ditanya seperti itu oleh seseorang yang statusnya jauh berbeda darinya, membuat si pencuri sungguh ketakutan. Tangannya semakin memeluk erat roti-roti tersebut. Bibirnya meringis menahan tangis.
“Aku … lapar ... .”
“Hei, Nona! Sebaiknya, Anda jangan ikut campur! Dia ini sudah mencuri di toko rotiku. Kalau kulepaskan, esoknya pasti dia akan datang untuk mencuri lagi. Aku bisa rugi besar!” Pria tambun itu mengatakan pembelaannya.
“Tapi bukankah ini sudah malam? Berarti, yang dia curi ini hanya roti sisaan yang tidak terjual, kan? Kenapa tidak kau beri saja padanya?” Nona kecil itu balik bertanya sembari kembali berdiri dengan tegap menatap pria tersebut, membuat si penjual roti mendengkus kesal.
“Roti sisaan juga masih bisa diolah kembali, apa kau tahu?” jawabnya. “Bukannya aku mau kurang ajar, tapi Nona kaya sepertimu tidak mungkin mengerti cara kami, para rakyat biasa, mengolah makanan kami.”
“Hei! Jaga ucapanmu!” seorang prajurit wanita maju ke depan dan mengeluarkan sebuah pedang dari sarungnya. Lalu, dia melintangkan pedang tersebut di depan leher si penjual roti, membuat pria itu bergidik ngeri.
“Apa kau tidak tahu dia siapa?! Dia adalah Nona Elona Locke, putri Marquess Edward Locke. Sekali saja kau bersikap kurang ajar padanya, maka aku akan-“
“Cukup!” Nona bangsawan bernama Elona Locke itu menghentikan prajuritnya dalam satu teriakan. Si prajurit wanita langsung mematuhinya, dan memasukkan kembali pedang ke dalam sarung.
“Tenang saja, Pak, aku akan membayar rotimu dua kali lipat!” Elona berseru.
Si gadis pencuri itu terkesima. Tubuh nona cilik di hadapannya ini memang masih kecil dan lebih pendek darinya, mungkin usia mereka terpaut tiga tahun. Tapi nona ini memancarkan kharisma yang hanya dimiliki oleh para bangsawan.
Andaikan aku bisa seperti dia…
“Namamu siapa?” Nona itu bertanya lagi, setelah membantunya berdiri.
“Mai .…”
“Hmm, nama yang bagus!” Nona itu tersenyum. Senyum yang tidak akan pernah dilupakan oleh Mai seumur hidupnya.
“Paman Ron,” Elona memanggil butler yang sedari tadi memegangi payung untuknya. “Tolong bayarkan roti yang diambil Mai, dua kali lipat!”
“Baik, Nona.”
“Ikut denganku, yuk. Mau?” dengan riang, Elona menggandeng tangan Mai yang kotor terkena lumpur.
“Ke mana?”
“Ke rumahku. Kamu akan jadi temanku mulai dari sekarang!”
***
Sepuluh tahun yang lalu.
Setahun telah berlalu sejak kejadian itu. Mai diberi atap untuk bernaung dan makanan untuk mengisi perut. Tak ada lagi kisahnya yang harus dikejar-kejar karena mencuri roti. Mai sekarang telah menjadi pelayan pendamping Elona.
Meski sebagai pelayan, Elona tidak pernah memandang rendah diri Mai. Senyum kebahagiaan selalu terpancar dari wajahnya, seperti tidak pernah ada kesedihan yang muncul dalam hidup. Mai pun senantiasa selalu hadir dan menemani di sisinya. Karena kejadian sepotong roti sisa, kini Mai mendapatkan tujuan hidup, yaitu menjaga senyuman nona kecilnya itu.
Hingga suatu hari, kabar kematian Tuan Marquess Edward dan Nyonya Reina Locke karena mengalami kecelakaan sampai ke telinga Elona.
Berhari-hari, Elona hanya mengurung diri di kamar. Nafsu makannya hilang sama sekali. Sehari-hari hanya diisi dengan melamun menatap keluar jendela, seperti sedang menunggu sesuatu. Mai sangat tahu, bahwa nonanya itu sedang menunggu kepulangan orangtua yang tidak mungkin bisa kembali lagi.
Sudah dua minggu berlalu, namun tidak ada perubahan yang berarti dari diri Elona.
“Nona Elona … Anda sudah kurus sekali … ayo makanlah sedikit, ya?” Mai mencoba membujuknya. Elona hanya menggeleng lemas dengan tatapan kosong.
“Akan aku siapkan semua makanan kesukaanmu. Makan ya … Nona?”
Elona menoleh ke arah Mai dengan lunglai. Terdapat kantung hitam yang membengkak di bawah kedua mata Elona, pertanda bahwa dia banyak menangis dan tidak bisa tidur.
“Aku … ingin ke dapur … aku lapar …”
Secercah harapan terlihat dari wajah Mai. Setidaknya, nona mudanya itu mau makan. Meski ia heran kenapa harus ke dapur. “Biar saya bawakan ke sini saja, Nona!”
“Tidak … aku mau ke dapur .…”
Dengan bingung, Mai hanya bisa menuruti majikan kecilnya itu. Mereka berdua berjalan menuju ke dapur yang ada di lantai bawah. Para pelayan dan tukang masak yang bekerja sudah selesai merapikan dapur, yang biasanya penuh dengan bahan-bahan makanan berserakan di atas meja.
Elona berjalan lunglai menuju lemari makanan. Di dalamnya, para juru masak menyimpan bahan-bahan siap masak seperti roti, sayuran, dan buah-buahan. Elona mengulurkan tangan, mengambil roti yang ada. Gadis itu menggapainya, dan memakan perlahan.
“Hmm … enak .…”
“Nona, aku bisa menyiapkan sesuatu yang lebih enak lagi dari roti itu. Ayolah, kita kembali ke kamar Anda, ya?”
Akan tetapi, Elona tidak mengindahkan perkataan Mai. Tangannya terus menyuapi roti tersebut ke dalam mulutnya yang kecil. Awalnya perlahan-lahan, namun lama-kelamaan semua dilahap dengan rakus. Elona mengambil persediaan roti yang ada, lagi dan lagi. Dengan dua tangan, ia menjejalkan semua roti yang ada masuk ke dalam mulutnya.
“Enak!"
Krauk krauk! Hap! Nyam nyam!!
"Enak!!”
“Nona! Sadarlah, Nona!! Hentikan!”
“Enak! Enak!! Kenapa selama ini aku tidak tahu kalau roti biasa ternyata seenak ini?!”
Mai menjerit-jerit ngeri seraya menangis. Ini bukanlah Nona Elona manis yang selama ini ia kenal. Senyuman ceria yang selalu hadir di wajah majikan kecilnya itu, berubah menjadi seringai kelaparan layaknya seekor serigala menemukan mangsa.
Elona baru berhenti saat persediaan roti di dapur hampir habis. Gadis itu pun tertidur begitu saja setelahnya. Lalu paginya, dia jadi lebih ceria. Meski belum sepenuhnya tersenyum seperti biasanya, tetapi setidaknya, tidak semurung sebelumnya.
“Apa perut Nona tidak apa-apa?”
Elona menggeleng heran saat Mai bertanya begitu. “Memangnya ada apa?”
“Ah tidak ada apa-apa .…”
Mai berpikir bahwa hanya kali itu saja Elona makan hingga rakus. Namun, ternyata dirinya salah. Kini, setiap nona kecilnya itu menghadapi masalah yang amat membuatnya sedih, ia akan berjalan menuju dapur dan mengulangi semua kengerian yang Mai takuti itu.
Kebiasaan Elona pada akhirnya diketahui oleh keluarga. Saat dokter memeriksa, beliau memberi diagnosa.
“Nona Elona Locke menderita gangguan makan berlebihan.”
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!