NovelToon NovelToon

OB Tampan Pemikat Hati

01.Sabar Bagas

"Pecat dia....!" titah perempuan cantik memiliki wajah tegas.

"T-tapi bu,...!" OB yang tidak sengaja menjatuhkan vas bunga itu mencoba protes.

"Bawa dia keluar!" titah Vanya pada Sekretarisnya.

OB tersebut langsung menghembuskan nafas pasrah, baru juga kerja dua hari sudah langsung di pecat saja hanya karena vas bunga.

"Apa kita akan mencari OB lagi bu?" tanya Dalia.

"Hem, cari yang pintar dan berpengalaman. Ingat, harus laki-laki."

Dalia hanya bisa menghela nafas panjang, kurang lebih lima tahun menjadi Sekretaris Vanya, wanita itu paham betul sifat dan sikap Vanya yang banyak maunya.

Hari itu juga, Dalia membuka lowongan khusus OB yang akan bekerja di lantai lima dan hanya di ruangan kerja Vanya.

"Di pecat lagi?" tanya Bagas, adik Vanya yang sekarang menjabat sebagai Direktur di kantor kakaknya.

"Aku tidak habis pikir dengan kakak mu itu, sebulan ini sudah delapan orang yang di pecat." Dalia memijat kepalanya pusing.

"Kakak ku memang pemecah rekor!" seru Bagas tertawa.

"Sepertinya kak Vanya butuh pendamping hidup. Di tidak galak, tidak pelit, tapi kenapa sangat sensitif dengan masalah laki-laki?"

"Mami pernah di khianati oleh papi, membuat kakak tidak mempercayai hubungan spesial," ujar Bagas juga merasa sedih dengan keadaan kakaknya.

"Tapi kan, tidak semua laki-laki sama seperti papi kalian. Setiap laki-laki yang melamar pekerjaan, pasti ujung-ujungnya di pecat. Lihatlah, di kantor ini laki-lakinya hanya bisa di hitung dengan jari,"

Obrolan Bagas dan Dalia terhenti ketika melihat Vanya menghampiri mereka. Tidak ada senyum sama sekali, setiap hari hanya wajah dingin yang di tampakkan Vanya pada semua karyawan.

"Apa kalian sudah makan siang?" tanya Vanya, meskipun wanita ini sangat acuh, namun tetap saja Vanya sangar peduli dan perhatian pada orang-orang di sekitarnya. Ini juga salah satu hal yang membuat Dalia betah bekerja dengan Vanya.

"Belum kak, kami menunggu kakak keluar!" jawab Bagas.

Vanya melirik jam yang melingkar di tangannya, "Sudah hampir siang, sebaiknya kita pergi,"

"Biar aku yang menyetir kak!" ujar Bagas.

"Biar kakak saja!" seru Vanya, "kalian semua jangan lupa makan siang!" kata Vanya mengingatkan beberapa karyawan yang berpapasan dengannya.

"Baik bu...!"

Meskipun bersikap dingin, namun Vanya menggratiskan semua makanan yang ada di kantin. Ini lah yang menjadi alasan semua karyawan menjadi betah.

Mereka bertiga kemudian pergi ke tempat makan langganan mereka. Vanya sebenarnya adalah tipe wanita yang santai, hanya saja hatinya yang dingin membuat orang-orang menjadi segan untuk menyapanya.

Masa lalu lah yang membuat Vanya menjadi seperti ini. Sejak umur lima belas tahun, Vanya dan Bagas sudah merasakan sakitnya broken home.

"Duh.....!" mata Dalia secara tidak sengaja melihat seseorang.

"Aku ke toilet sebentar!" ujar Vanya.

"Iya kak,"

"Bagas, jangan sampai kak Vanya melihat ini," kata Dalia panik.

"Melihat apa?" tanya Bagas bingung.

"Anak tiri dari papi mu. Sebaiknya kita pindah tempat!" ujar Dalia yang paham betul apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Aduh, kenapa pas makan siang seperti ini sih?" panik lah Bagas.

Bagas dan Dalia langsung mengatur rencana agar mereka tidak jadi makan di tempat tersebut. Dalia pada akhirnya menyusul Vanya ke toilet.

"Loh Lia, kenapa di sini?" tanya Vanya yang baru saja keluar dari toilet.

"Anu kak, Bagas bilang gak mau makan di tempat ini. Dia mengajak makan di tempat lain,"

"Oh, ya sudah. Ayo pergi," Vanya menurut saja dengan ucapan Dalia tanpa merasa curiga sedikit pun.

Mereka kemudian pergi mencari tempat makan yang lain. Untung saja anak tiri dari papi Vanya makan dengan membelakangi mereka. Bukan apa-apa, Vanya pernah bertemu dan mereka saling adu fisik hingga masuk penjara. Jadi, Bagas dan Dalia tidak ingin hal tersebut terjadi lagi.

Akhirnya, mereka menemukan tempat makan siang yang cocok. Mereka bertiga langsung memesan makanan. Sesekali Bagas melirik ke Dalia memberi isyarat jika Bagas bisa bernafas lega.

"Dal, apa kau sudah menemukan OB baru untuk ku?" tanya Vanya.

"Sudah kak, besok dia mulai berkerja!" jawab Dalia langsung membuat Vanya senang. Jika di luar Dalia akan memanggil Vanya sebutan kakak jika sedang bekerja akan memanggil ibu.

"Ini OB yang kesembilan loh kak. Gak capek apa?" tanya Bagas iseng.

"Itu karena pekerjaan mereka tidak ada yang becus!"

"Emmm, mami pasti akan tertawa lagi jika mendengar cerita kali ini," ujar Bagas.

"Baguslah jika mami tertawa, kakak lebih senang jika melihat mami banyak tertawa!" kata Vanya. Bagas paham betul dengan perkataan kakaknya itu.

Selesai makan siang, mereka langsung kembali ke kantor. Perusahaan ini adalah perusahaan milik mami Vanya yang di pertahankan mati-matian setelah bercerai dari papi mereka. Bukannya apa-apa, perusahaan ini sebenarnya milik orangtua dari mami Vanya dan Bagas yang ingin di kuasai oleh selingkuhan papi mereka.

Sejak sepuluh tahun yang lalu, Vanya tidak ingin melihat wajah sang papi. Kebencian wanita ini telah mendarah daging pada papinya yang sudah tega menyakiti mami mereka dan meninggalkan mereka demi perempuan lain.

"Kak,....!" Bagas masuk begitu saja kedalam raungan kakaknya.

"Em, ada apa?" tanya Vanya masih fokus dengan tumpukan berkas di hadapannya.

"Papi meminta bertemu!" kata Bagas langsung menghentikan pena yang sejak tadi mencoret kertas.

Vanya mendongakkan kepalanya, "Ada di sini lagi?" tanya Vanya.

"Ya, papi menunggu di bahwa!"

"Bilang saja kakak sibuk. Jangan pernah datang kesini lagi. Kakak tidak ingin melihat wajahnya!"

Sebenarnya Bagas sangat takut dengan suasana seperti ini.

"Papi ingin menawarkan kerja sama dengan perusahaan kita!"

"Kakak tidak peduli, apa pun alasannya kakak tidak ingin melihat dia. Bagas, sudah berapa kali kakak bilang pada mu?" Vanya melipat kedua tangannya, menatap wajah tampan adiknya yang terlihat gugup.

"Bagas mengerti kak, Bagas juga bosan di desak oleh papi."

"Dia bukan papi kita Bagas. Hanya mami orangtua kita satu-satunya!" tegas Vanya.

Tidak ingin berpanjang cerita lagi, Bagas keluar dari ruangan kakaknya. Laki-laki yang baru saja merayakan ulang tahun ke dua puluh lima ini hanya bisa bersandar di dinding dengan perasaan sedih.

"Sabar Bagas, kakak mu pasti belum siap untuk bertemu!" Dalia menepuk pundak Bagas.

"Aku sudah tidak tahu lagi ingin berbuat apa. Sejak kejadian malam itu, papi juga tidak pernah datang untuk meninta maaf pada aku dan kakak. Dia hanya menginginkan kerja sama saja!" keluh Bagas.

"Percayalah Bagas, suatu saat kerasnya hati kakak mu akan luluh juga. Begitu juga dengan kerasnya hati papi mu. Tetaplah seperti ini, hanya kau yang akan menjadi penengah di antara kakak mu dan papi mu."

Dalia tidak henti-hentinya menasehati Bagas dan juga memberi semangat pada pria ini. Akhirnya, Bagas turun ke loby dan memberitahu papinya jika sang kakak masih tidak ingin bertemu.

02.Maaf Bu

Vanya memandang dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas ketika Dalia membawa masuk seorang pria yang katanya sekarang adalah OB baru yang khusus bekerja untuknya.

"Dalia, apa kau tidak salah membawa masuk orang?" tanya Vanya bingung.

"Maaf bu, hanya Leon yang melamar pekerjaan kemarin,"

"Tampang mu tidak menyakinkan. Kau sepertinya bukan dari kalangan biasa!" Vanya merasa curiga pada lelaki tampan yang melamar menjadi OB ini.

"Maaf bu, saya cuma orang biasa. Tidak pernah kuliah juga, masalah tampang saya, ini sudah anugerah dari Tuhan!" ucap Leon begitu sopan.

Vanya membaca lagi selembaran kertas yang ada di tangannya.

"Kau lebih tua satu tahun dari ku. Tapi, kau harus paham tentang pekerjaan mu."

"Saya mengerti bu!"

"Dalia, beritahu dia apa saja tugasnya!" titah Vanya pada Dalia.

"Baik bu!"

Dalia dan Leon keluar dari ruangan Vanya.

"Astaga, semoga kau betah di sini dan semoga bu Vanya cocok dengan mu," ucap Dalia penuh harap.

"Memangnya kenapa?" tanya Leon penasaran.

"Percayalah, kau adalah karyawan ke sembilan di bulan ini. Semoga umur pekerjaan mu panjang ya...!" ujar Dalia menepuk pundak Leon.

Dalia kemudian menjelaskan apa saja pekerjaan yang harus di lakukan oleh Leon. Setelah itu Dalia kembali masuk kedalam ruangan Vanya.

"Sepertinya menantang...!" seru Leon dengan senyum lebarnya.

Seperti pekerjaan pada umumnya, Leon mengerjakan semua pekerjaannya sesuai dengan apa yang di instruksi kan Dalia tadi. Sesekali Vanya melirik ke arah pria yang sekarang sedang menyusun semua berkas-berkas tak terpakai di dalam ruangan Vanya.

Sengaja, Vanya memang sengaja memberi Leon pekerjaan seperti itu karena wanita ini masih penasaran kenapa ada seorang pria tampan yang mau bekerja seperti ini.

"Pekerjaan mu sangat rapi. Sepertinya kau bukan orang sembarangan," kata Vanya mulai penasaran dengan Leon.

"Ibu bicara pada saya?" tanya Leon dengan santainya.

"Menurut mu dengan siapa? makhluk halus?"

"Eh, hehe. Maaf bu!" ucap Leon.

Entah kenapa Vanya tidak bisa marah ketika melihat wajah cengengesan Leon. Biasanya Vanya akan langsung memecat karyawan yang bicara tidak serius padanya.

"Saya hanya orang biasa bu. Sebatang kara, hidup sederhana dan mencari makan sendiri," ujar Leon.

"Memangnya, di mana keluarga mu?" tanya Vanya membuat ekspresi wajah Leon langsung berubah.

"Ibu mamah saya sudah lama meninggal. Begitu juga dengan papah saya. Saya anak tunggal!" jelas Leon.

Vanya hanya manggut-manggut, entah kenapa wanita ini mulai tertarik mengorek informasi tentang Leon. Namun, baru saja hendak bertanya Bagas masuk kedalam ruangan kakaknya.

"Ada apa?" tanya Vanya singkat.

"Sudah waktunya makan siang. Kakak gak makan?"

Vanya melirik jam yang melingkar du tangannya, "Apa kau sudah makan?"

"Ya belum lah kak. Aku datang kesini ya ingin mengajak kakak makan siang!" kata Bagas.

"Aku tidak bertanya pada mu. Aku bertanya pada Leon!" ujar Vanya membuat Bagas melongo tidak percaya.

"Belum bu, kan dari pagi saya di sini mengerjakan ini...!" tunjuk Leon pada tumpukan kertas yang entah apa isinya.

"Kalau begitu, mari makan siang bersama kami," ajak Vanya membaut Bagas semakin melongo.

"Sejak kapan kakak membawa karyawan lain makan siang?" batin Bagas.

"Tidak usah bu. Saya bisa makan di kantin, katanya perusahaan menyediakan makanan gratis untuk semua karyawan!" tolak Leon.

"Aku tidak suka di tolak, cepat ikut kami...!"

Vanya langsung mengambil tasnya dan langsung keluar dari ruangannya.

"Heh, jangan membantah. Cepat ikut kami...!" ujar Bagas langsung menarik tangan Leon keluar dari ruangan kakaknya.

Di restoran tempat biasa mereka makan, Bagas dan Dalia saling lirik dengan penuh tanda tanya. Bukannya apa-apa, bertahun-tahun Dalia berkerja dengan Vanya baru sekarang melihat hal langka seperti ini.

"Kau kan lebih tua satu tahun dari kakak ku, jadi aku harus memanggil mu apa?" tanya Bagas dengan polosnya.

"Em, apa ya? aku juga bingung!" kata Leon juga bingung dan merasa tidak enak hati pada Vanya.

"Panggil yang sopan, meskipun dia bawahan mu dia lebih tua dari mu!" ujar Vanya membuka suara.

"Saya jadi tidak enak hati..." ucap Leon.

"Biasa saja jika di luar kantor. Jangan sungkan!" ujar Vanya benar-benar membuat Dalia dan Bagas terkejut dengan perubahan sikap kakaknya ini.

Mereka makan siang seperti biasa meskipun hari ini semua orang selain Vanya merasa canggung. Selesai makan siang, mereka langsung kembali ke kantor.

Kabar tentang Vanya mengajak Leon makan siang sudah tersebar dari lantai satu hingga ke lantai sebelas. Ini menjadi gosip terhangat di mulai siang ini hingga beberapa hari ke depan.

Leon kembali melanjutkan pekerjaannya di ruangan Vanya. Masih tetap sama, jika memandang wajah tampan Leon, tidak akan ada yang percaya jika pria ini hanya lulusan sekolah menengah atas dan sebatang kara pula.

"Kenapa kau tidak melanjutkan pendidikan mu?" tanya Vanya yang masih penasaran.

"Tidak ada biayanya bu. Kerja lebih baik untuk orang seperti saya," jawab Leon dengan sopan.

"Wajah mu ini jika di lihat lebih pantas menjadi seorang artis atau model gitu,"

"Tidak tertarik bekerja seperti itu. Enakan juga begini,...!"

"Umur mu sudah dua puluh sembilan tahun, kenapa kau belum menikah?"

Vanya terus bertanya pada Leon, bahkan tanpa sadar wanita ini sudah bertanya ke ranah pribadi tentang kehidupan Leon.

"Gak ada yang mau sama saya bu. Orang miskin dan jelek!"

"Hih, sungguh merendah untuk meninggi...!" ujar Vanya merasa lucu dengan jawaban Leon.

"Kan saya benar-benar orang miskin bu...!"

"Kalau begitu bekerjalah sampai kau kaya!" sahut Vanya.

"Kerja keras banting tulang kaki pun kalau di takdirkan miskin ya miskin bu!" jawab Leon begitu santainya.

"Setidaknya kita sudah berusaha!" seru Vanya lagi yang tidak ingin mengakhiri obrolannya.

"Hidup itu gak usah minta kaya, yang penting cukup apa adanya. Mau apa aja bisa terkabul asal tidak menyusahkan orang lain...!" ujar Leon, kali ini Vanya hanya menanggapi dengan tawa renyahnya.

Tak terasa, jarum jam sudah menunjukkan waktunya untuk pulang. Vanya adalah bos yang di impikan semua karyawan, jika jam makan siang ya semua karyawan harus pergi makan siang dan jika jam pulang harus pulang. Jikalau pun ada lembur, itu hanya akan terjadi di akhir bulan saja itu pun sangat jarang.

Di rumah, Bagas menceritakan semua yang terjadi di kantor hari ini pada mamahnya. Obrolan mereka terhenti ketika Vanya memasuki ruang makan. Di rumah ini mereka hanya tinggal bertiga dengan beberapa orang pembantu.

Meskipun memiliki wajah judes, Vanya adalah tipe wanita yang perhatian pada semua orang di sekitarnya terutama untuk mamah dan adiknya.

03.Entahlah

"Pagi bu,...!" sapa Leon sambil memegang gagang sapu.

"Hm, pagi juga. Tolong buatkan saya teh ya!" titah Vanya langsung di laksanakan oleh Leon.

"Gulanya dikit aja, bu Vanya udah manis!" gurau Dalia.

"Ya, manisnya kelewatan!" seru Leon lalu mereka berdua tertawa cekikikan.

"Semoga rezeki mu panjang ya di kantor ini. Jangan sampai bulan ini aku harus mencari karyawan yang kesepuluh lagi,"

"Doa kan saja yang terbaik!" kata Leon lalu membawa secangkir teh ke ruangan Vanya yang berada berdampingan dengan pantry.

"Ini tehnya bu!"

Vanya melirik lelaki tampan yang baru saja meletakan secangkir teh pesanannya.

"Bu, kenapa?" tanya Leon membuat Vanya mendadak linglung.

"Tidak kenapa-kenapa!" jawab Vanya salah tingkah, "anu,...ini lagi mikirin pekerjaan aja!" bohong wanita itu padahal Vanya sedang mengagumi ketampanan Leon.

"Kalau begitu saya keluar dulu...!" pamit Leon.

Baru saja Leon hendak membuka pintu, pintu tersebut di buka dari dulu. Seseorang masuk tanpa izin dan permisi membuat Leon dan Vanya sangat terkejut. Lebih terkejut lagi Vanya karena orang yang baru saja masuk adalah papinya sendiri.

"Maaf kak, papi memaksa masuk!" ucap Bagas khawatir.

"Dasar anak tidak tahu diri...!" umpat Yoman sambil berkacak pinggang, "sombong sekali kau hingga membuat mu tidak mau melakukan kerjasama dengan perusahaan papi hah?"

Leon yang masih berada di dalam ruangan hanya bisa melirik Vanya yang nampak santai duduk sambil melipat kedua tangannya.

"Entah di mana letak rasa malu pak tua ini? datang ke kantor ku hanya untuk mengemis sebuah kerjasama. Apa dia lupa jika dulu ada seorang gadis yang memohon belas kasihan untuk sesuap nasi namun dia malah menutup pintu dengan kejamnya!"

Ucapan Vanya langsung pada intinya, membuat Yoman membuang muka karena malu.

"Jika anda tahu jalan keluar, silahkan keluar!" usir Vanya.

"Kak,....!" lirih Bagas.

Dalia menarik tangan Bagas, memberi isyarat agar pria itu tidak ikut campur.

"Ciih,....kau dan mami mu sama-sama keras kepala!" ujar Yoman mencibir.

"Setiap perempuan akan keras kepala jika di duakan apa lagi di paksa untuk madu. Silahkan anda keluar!" sekali lagi Vanya mengusir papinya sendiri.

Kebencian Vanya pada Yoman sudah mendarah daging. Dengan tatapan tajam, Yoman keluar dari ruangan Vanya.

"Leon, kau ingat wajah lelaki tadi kan?" tanya Vanya.

"Iya bu, kenapa?" Leon bertanya balik.

"Jika dia datang lagi ke sini, usir saja!" pesan Vanya lalu mengusir semua orang dari ruangannya.

Vanya menarik nafas dalam-dalam. Bagaimana bisa wanita ini melupakan apa yang sudah terjadi di masa lalu. Membuang istri dan anak hanya demi perempuan lain.

"Sampai kapan kak Vanya akan bermusuhan dengan papi?" Bagas menghela nafas.

"Sabar Bagas, kita tidak tahu apa yang sedang di rasakan oleh kakak mu!" Dalia menepuk pundak Bagas memberi semangat.

"Maaf, aku tidak bisa memberi pendapat!" ujar Leon bingung sendiri.

"Tidak ada yang meminta pendapat mu!" kata Dalia.

Kreeek,....

Pintu terbuka membuat Dalia dan Bagas juga Leon terkejut.

"Kenapa kalian masih di sini?" tanya Vanya dengan wajah dinginnya.

"Ini juga mau pergi kak!" ujar Bagas.

"Leon, ikut aku!" ajak Vanya kemudian berlalu pergi. Leon yang bingung langsung toleh sana toleh sini dan langsung mengekor di belakang Vanya.

Bagas dan Dalia lagi-lagi di buat tercengang dengan sikap Vanya pada Leon yang sudah dua hari ini terlihat aneh.

"Sepertinya kak Vanya menyukai Leon!" ujar Dalia.

"Biarkan saja, aku lebih senang jika mereka bisa berteman. Kau tahu sendiri kak Vanya itu bagaimana dengan laki-laki...!"

Tanpa banyak tanya, Leon terus mengekor di belakang Vanya.

"Apa kau bisa menyetir?" tanya Vanya.

"Bisa bu!" jawab Leon dengan tegas.

"Menyetirlah, aku butuh udara segar!" ujar Vanya lalu memberikan kunci mobil pada Leon.

Mereka berdua kemudian pergi, entah kemana tujuannya Leon juga tidak tahu yang jelas mutar-mutar saja dulu.

"Ehem,...kita sudah dua kali lewat di jalan ini. Sebenarnya ibu mau kemana?" tanya Leon memberanikan diri.

"Jika sedang di luar, jangan panggil aku ibu. Aku bukan ibu mu!"

"Jadi, saya harus memanggil apa?" tanya Leon bingung.

"Terserah kau, lagian umur kita hanya selisih satu tahun."

Semakin bingung lah Leon, "Jadi, kita mau kemana sekarang?" tanya Leon sekali lagi.

"Terserah kau saja! yang jelas aku butuh udara segar. Kehadiran dia tadi membuat nafas ku sesak!"

Leon hanya bisa menarik nafas panjang dengan sikap wanita yang ada di sampingnya ini. Pada akhirnya, Leon membawa Vanya pergi ke sebuah pantai yang berada di ujung kota mereka.

"Kenapa kau membawa ku kesini?" tanya Vanya.

"Katanya butuh udara segar, jadi aku membawa mu ke pantai.Lumayan banyak angin!"

Vanya memandang Leon dari atas ke bawah, membuat Leon semakin bingung dengan sikap Vanya.

"Kau pergi ke pantai dengan memakai seragam seperti ini?" tanya Vanya.

"Lalu, aku harus memakai apa?"

Vanya mengeluarkan beberapa lembar uang lalu memberikannya pada Leon.

"Untuk apa?" tanya Leon tidak mengerti.

"Pergi dan ganti pakaian mu. Di sekitar sini pasti ada yang menjual pakaian biasa!"

"Duh, aku tidak enak hati...!"

"Cepat atau ku tinggal ku di sini,...!" ancam Vanya.

Mau tidak mau Leon mengambil uang tersebut dan langsung pergi mencari toko pakaian yang ada di sekitar pantai.

Sekitar sepuluh menit, Leon kembali ke mobil karena Vanya sudah menunggunya di sana. Mata Vanya terpana ketika melihat Leon yang mengenakan celana setengah kaki dengan baju kaos di lapisi dengan kemeja bergambar pohon kelapa.

Postur tubuh yang tinggi, hidung mancung, alis tebal dan kulit putih menambah sempurna ketampanan yang di miliki Leon.

"Aku masih tidak percaya jika dia adalah OB di kantor ku. Tampangnya sama sekali tidak mendukung!" batin Vanya.

"Mau pergi sekarang?" tanya Leon.

"Em, ternyata kau tahu cara berpakaian juga ya!"

"Aku tidak pandai dalam memilih pakaian. Jadi, ku pakai saja apa yang ada di depan mata!" sahut Leon.

"Cih, tidak bisa di percaya. Lelaki seperti mu ini pasti sangat pandi merayu perempuan,"

"Wah, ini fitnah namanya!" seru Leon tidak terima.

Sambil berjalan menuju pinggir pantai, Vanya dan Leon saling mengobrol.

"Aku tidak fitnah, nyatanya papi ku begitu...!"

"Hanya karena cinta pertama mu sudah membuat mu patah, jangan kau memukul rata setiap laki-laki itu jahat," ucap Leon.

"Entahlah, aku mati rasa dengan yang namanya laki-laki."

"Em, pantas saja Bagas begitu menyedihkan!" batin Leon.

"Oh ya Leon, jika di kantor aku adalah bos mu. Jika di luar kita adalah teman. Jadi, jangan melunjak."

"Aku juga tahu diri,...!" sahut Leon, "kita baru kenal dua hari,"

"Tapi aku merasa jika kita kenal sudah sangat lama. Melihat sikap cengengesan mu, seperti mengingatkan ku pada seseorang yang entah kenapa sulit sekali aku mengingatnya!" ujar Vanya yang merasa tidak asing pada Leon.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!