Judul : Menanti Cinta Sang Abdi Negara
Penulis : Rindu Yuliana
BAB 1. PERTEMUAN TAK TERDUGA
Gisya Kayla Nursalsabila seorang gadis berusia 25 tahun pemilik sebuah toko roti dan kue bernama "Caca Bakery". Dulunya toko itu dikelola oleh bundanya, namun semenjak kematian suaminya bunda Syifa memutuskan untuk memantau dari jauh dan gisya lah yang saat ini meneruskan usahanya. Ayah gisya meninggal karena kecelakaan.
"Bunda, kapan Uqi selesai pendidikannya Bun?" tanya Gisya.
"Do'akan bulan depan Uqi sudah menyelesaikan pendidikannya," jawab Bunda Syifa.
"Semoga Uqi lulus dan bisa membanggakan kita ya bun!" ujar Gisya dengan penuh harap.
"Aamiinn, Neng!" Bunda Syifa selalu mendo'akan yang terbaik untuk putra putrinya.
Muhammad Syauqi Malik adalah adik Gisya satu-satunya yang saat ini sedang melanjutkan pendidikannya di Sekolah Polisi Negara (SPN) yang berada di daerah Cisarua, Lembang. Uqi dan Gisya adalah anak yang patuh dengan semua ucapan orangtuanya. Keyakinan mereka adalah orangtua selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya.
Langit sudah mendung pagi hari ini, namun tidak menyurutkan semangat Gisya untuk berangkat ke toko kue miliknya. Selesai sarapan pagi, Gisya berpamitan kepada Bundanya.
"Bunda, Caca berangkat dulu, ya. Assalamualaikum!" pamit Gisya sambil mencium tangan Bundanya.
"Hati-hati dijalan Neng, sudah mau hujan! Walaikumsalam," jawab Bunda Syifa seraya mengelus bahu putrinya.
Dengan riang gembira, Gisya mulai menjalankan scooter matic kesayangannya. Saat dipersimpangan jalan, hujan sudah mulai turun dengan derasnya. Disaat yang lain menepi untuk berteduh, Gisya terus melajukan scooter maticnya. Saat lampu merah, Gisya dengan riangnya menengadahkan tangannya keatas. Menikmati setiap tetesan air hujan yang mengguyur tubuhnya.
"Alhamdulillah, allahumma shayyiban naafi'an," ucap Gisya.
"Gadis yang aneh," ucap seseorang dari dalam mobil yang berada dibelakang motor Gisya.
Dia adalah Lettu Fahri Putra Pratama seorang Tentara yang memiliki sikap dingin, tegas dan berwibawa. Wajahnya cukup tampan dan kulitnya hitam manis. Saat ini dia sedang dalam perjalanan menuju ke kantor Akademi Militer untuk menjalankan tugasnya melatih para Taruna bersama sahabatnya Lettu Andi Faturachman.
"Siapa yang aneh, Ri?" tanya Andi yang mendengar ucapan Fahri.
"Gak ada," ucap Fahri dingin.
Setelah lampu berwarna hijau, Gisya segera melanjutkan perjalanannya. Sesampainya didepan toko, sudah ada kedua sahabatnya yang mengatupkan kedua tangannya didada.
"Astaghfirulloh, Allahuakbar Caca Marica HeyHey! Kebiasaan banget sih kamu mah, kenapa huhujanan? Mau sakit lagi kamu?" Omel Yuliana yang geram melihat Gisya hujan-hujanan, pasalnya Gisya memiliki Alergi Dingin yang bisa membuat badannya gatal-gatal hingga sesak nafas.
"Hehehehe, kelupaan gak bawa jas hujan sayang-sayangku!" elak Gisya saat melihat kedua sahabatnya itu dengan tatapan yang tidak bersahabat.
"Malah cengar cengir, udah sana masuk! Nanti masuk angin, dengerin emak-emak ngomelnya didalem aja!" ucap Febri sambil memberikan handuk kepada Gisya.
"Siap komandan!" ucap Gisya dengan senyuman yang memperlihatkan gigi berbehelnya.
Sementara itu, Fahri dan Andi baru saja sampai di Kantor, setelah selesai laporan mereka menuju ke Rumah Dinas yang akan mereka tempati selama 6 bulan bertugas. Sambil membereskan barang, mereka berbincang-bincang.
"Ri, gimana hubungan kamu sama Santi? Jadi kamu melamar dia sepulang dari sini? " tanya Andi.
"InshaAllah, semoga setelah pulang dari sini aku bisa melamarnya Ndi," jawab Fahri dengan lesu.
Andi tau jika hubungan sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja, kedua orangtua Santi memang menentang hubungan keduanya dengan alasan tidak memiliki masa depan. Padahal Fahri sudah memiliki Rumah sendiri dan memiliki usaha Cafe.
"Kamu jangan patah semangat, jika Santi mau memperjuangkan hubungan kalian semuanya pasti akan baik-baik saja," ucap Andi menyemangati Fahri.
"Semoga saja Ndi, sampai sekarang pun dia belum menghubungi aku. Padahal sebelum aku pergi ke Bandung, aku sudah mengirim pesan" keluh Fahri karena sudah lama sang kekasih tidak pernah menjawab pesannya.
"Mungkin dia sedang sibuk, Ri. Sudah kita istirahat dulu, baru nanti kita cari makan siang!" ucap Andi.
Mereka merebahkan tubuhnya di kamar masing-masing hingga terlelap.
Toko kue Gisya sedang ramai-ramainya pengunjung, banyak sekali yang menyukai rasa Roti dan Kue milik "Caca Bakery" ini.
"Rani, tolong ini roti disusun di Etalase ya!" ucap Gisya pada Rani sang asisten yang membantu Gisya membuat Roti dan Kue.
"Iya teh! Punten teh, kata Farida persediaan terigu dan telur sudah hampir habis," ucap Rani memberikan laporan.
"Tolong minta Teh Ulil atau Teh Ebi belikan ya Ran! Teteh lagi repot, nanggung lagi beresin pesanan Bu Ayunda," ujar Gisya sambil menghias kue Ulang Tahun pesanannya.
"Siap teh, Laksanakan!" ucap Rani sambil memberikan tanda hormat.
Gisya memang lebih mempercayakan berbelanja kepada Yuliana atau Febri. Selain mereka teliti, mereka juga selalu melakukan tawar menawar saat berbelanja. Karena mereka lebih sering berbelanja di Pasar Tradisional dibandingkan dengan Supermarket.
"Teh Ebi, kata Farida stok terigu dan telur sudah hampir habis," Lapor Rani pada Febri yang kini sedang sibuk dengan ponselnya.
"Oke," jawab Febri singkat.
"Lagi chat sama siapa sih? Anteng banget, sampe si Rani minta di pesenin bahan cuman jawab oke!" tanya Yuliana dengan raut wajah kesal. Pasalnya sejak tadi banyak pelanggan, Febri sibuk berbalas chat entah dengan siapa.
"Eh, ini cuman lagi chat sama Mang Sapri buat pesen telur," elak Febri.
"Sejak kapan Mang Sapri pake baju seragam loreng?" tanya Yuliana yang semakin penasaran.
"Ih kamumah! Kemal banget sih, udah lanjut kerja sana!" kesal Febri.
"Waktunya makan siang kalee!" Jawab Yuliana tak kalah kesalnya.
"Udah-udah! Berisik tau ributin apa sih? Yuk makan siang! Perutnya kosong makanya gampang emosi," ucap Gisya.
"Makan siangnya di Rumah Makan Uda Kris yuk! Kangen rendangnya, hehehe" usul Yuliana. Sebenarnya dia ingin makan disitu karena banyak tentara dan mahasiswa yang makan siang disana.
"Heleh, sok-sokan kangen rendang. Bilang aja mau cuci mata! Aku laporin si Jafran baru tau rasa," kesal Febri.
"Sekali-kali ga apa-apa dong! Mumpung calonku masih bertugas, yang penting kan ini hati sudah paten buat dia." Jawab Yuliana santai.
Jafran adalah calon suami Yuliana seorang pilot Maskapai penerbangan Garuda. Kini Jafran sedang bertugas, sudah 10 bulan lamanya dia belum kembali.
"Mau makan apa mau debat sih!" Kesal Gisya karena daritadi mereka hanya terus mengoceh.
Dengan berjalan kaki, mereka menuju Rumah Makan Padang langganan mereka yang tidak begitu jauh dari Toko. Baru saja sampai mereka melihat semua meja hampir terisi penuh, hingga mereka berebut meja dengan tiga orang yang berseragam Tentara.
"Maaf Pak kita duluan yang disini," ucap Yuliana sambil duduk di salahsatu kursi.
"Sorry mbak, Kami yang duluan disini," ucap Indra yang tak mau kalah dan duduk didepan kursi yang diduduki Yuliana.
"Kita yang duluan!" Geram Yuliana.
"Kami yang duluan Mbak!" Kekeh Indra.
"Ada apa sih ribut-ribut?" ucap Andi menengahi.
Mereka menoleh ke sumber suara. Saat bertatapan, wajah Andi dan Febri terkejut. Mereka saling memandang penuh haru dan diselimuti rasa gugup, tidak menyangka bahwa akan bertemu secepat itu. Bukan hanya Andi, Fahri pun terkejut melihat gadis manis yang berada didepannya. Gadis yang dia lihat di Lampu Merah.
"Kok Abang malah diam?" kesal Indra pada Andi yang hanya terdiam mematung.
"Sudah, makan sama-sama saja. Disini yang tersisa hanya meja panjang ini. Mbak tidak keberatan kan?" tanya Fahri pada ketiga gadis tersebut.
"Ya udah duduk bareng-bareng saja, masih muat kan untuk 6 orang," ujar Gisya membuat jantung Febri semakin berdegup kencang.
"Hey! Malah tatap-tatapan, mau makan gak?" Kesal Yuliana melihat Febri yang diam terpaku di tempatnya.
Febri segera duduk disamping Gisya, sementara Andi duduk di hadapannya disamping Fahri.
"Kamu kenal dia?" bisik Fahri pada Andi.
"Dia cewek yang aku ceritain ke kamu tempo hari," bisik Andi menjelaskan.
Karena merasa risih dengan Andi dan Fahri yang berbicara saling berbisik, Yuliana menegurnya.
"Mas kalo mau ngobrol jangan bisik-bisik! Oranglain bisa tersinggung," tegur Yuliana pada Andi dan Fahri.
"Eh maaf mbak!" ucap Andi salah tingkah.
"Udaa Kris! Pesanan Kami seperti biasa, ya!" teriak Yuliana pada sang pemilik Rumah Makan.
"Ih kebiasaan teriak-teriak kalo pesen makan," geram Gisya sambil menjewer telinga Yuliana.
"Hehehe, maaf Ca. Jangan marah-marah, nanti keriputan!" ujar Yuliana sambil mengelus telinganya yang memerah.
Selang berapa lama Udaa Kris membawa pesanan meraka.
"Ini pesanan Nona-Nona cantik dan ini makanan Abang-Abang tampan," ucap Udaa Kris sambil meletakan pesanan makan di Meja.
"Terimakasih, Uda." ucap Febri dan Andi bersamaan membuat keduanya semakin salah tingkah.
Keheningan saat makan membuat Yuliana resah sendiri. Pasalnya mereka biasa beradu argumen saat makan.
"Kok kamu tumben banget anteng Biw, biasanya nyerocos kalo lagi makan." ujar Yuliana sambil mengunyah makanannya.
"Jangan makan sambil bicara, nanti keselek!" ucap Gisya memperingati sahabatnya itu.
Fahri tersenyum simpul mendengar penuturan Gisya. Entah mengapa baginya Gisya sangat aneh tapi menarik. Sementara Andi dan Febri makan dengan gugup dan saling lirik. Yuliana benar-benar semakin merasa kesal sekaligus dengan tingkah Andi dan Febri yang saling melirik.
"Kalo mau kenalan bilang aja Mas!" ucap Yuliana pada Andi.
"Eh, ke-kenapa Mbak?" tanya Andi gugup.
"Dari tadi saya liatin Masnya lirik-lirik terus sahabat Saya!" ucap Yuliana.
"Ulil, terusin makannya! Jangan bikin malu," bisik Gisya sambil mencubit pelan tangan Yuliana.
"Saya sudah kenal dengan Adinda Febri Mbak," ucap Andi memberanikan diri.
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Gisya dan Yuliana tersedak bersamaan saat mendengarkan ucapan Andi.
"Makanya jangan berbicara ketika makan!" ledek Fahri sambil menyodorkan minum miliknya kepada Gisya.
"Terimakasih," ucap Gisya yang gugup.
Berbeda dengan Yuliana, jiwa kepo maksimalnya sudah meronta-ronta.
"Kamu beneran kenal sama Mas ini Biw?" tanya Yuliana, dan Febri menganggukkan kepalanya sambil menatap Andi.
"Ini Kang Mas Andi, orang yang tadi kamu intip chatnya!" ucap Febri malu-malu.
"Kalo jodoh pasti bertemu ya Bang! Baru tadi Abang bilang mau ketemu sama cewek spesial," ucap Indra membuat wajah Febri merona karena malu.
"Aamiin, semoga saja kami berjodoh! Katanya kalo jodoh pasti bertemu," ucap Andi sambil menatap Febri.
Andi dan Febri tampak sangat malu-malu, tapi mereka bahagia dipertemukan secara tidak sengaja.
Ponsel Gisya bergetar, dia mendapat pesan dari Zayn calon suaminya. Setelah selesai makan Gisya berpamitan terlebih dahulu karena Zayn sudah menunggu di Toko.
"Aku pamit duluan ya, A Zayn sudah nunggu di Toko." bisik Gisya pada Febri dan Yuliana. Mereka menganggukkan kepalanya bersamaan.
"Mari semuanya, Saya permisi duluan. Assalamualaikum!" ucap Gisya berpamitan.
"Walaikumsalam!" ucap mereka serempak.
2 tahun yang lalu Ayah Gisya mengalami kecelakaan, sebelum meninggal Sang Ayah mengatakan jika Gisya sudah dijodohkan dengan Zayn anak dari sahabat Ayahnya sejak Sekolah Dasar.
Flashback On.
Pagi itu Gisya sedang membuat Kue Ulang Tahun untuk Sang Adik, tiba-tiba ponselnya berbunyi tanda panggilan dari Uwaknya.
"Hallo, Assalamualaikum Uwak," ucap Gisya.
"Walaikumsalam Neng, bisa Uwak minta tolong?" tanya Uwak Yusuf.
"Minta tolong apa wak? Caca baru selesai bikin kue buat Uqi," Jawab Gisya.
"Tolong segera datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, jangan lupa bawa Uqi. Uwak tunggu sekarang!" ucap Uwak Yusuf.
Belum sempat Gisya menanyakan, Uwaknya sudah menutup telepon. Gisya bergegas menuju Sekolah Uqi. Setelah izin kepada Guru, Gisya dan Uqi menuju ke Rumah Sakit. Sesampainya disana Gisya melihat Sang Bunda yang sedang menangis dipelukan Uwak Ais.
"Assalamualaikum!" ucap Gisya dan Uqi.
"Walaikumsalam, sini kalian ikut Uwak kedalam." ajak Uwak Yusuf pada mereka.
"Sebentar wak, ada apa ini? Kenapa Bunda nangis gitu Wak?" tanya Uqi panik.
"Kalian masuk saja dulu, nanti Uwak jelaskan didalam. Tapi sebelum itu, Uwak minta kalian ikhlas menerima semuanya." Ucap Uwak Yusuf yang membuat mereka semakin resah dan khawatir.
Perasaan Gisya semakin tidak karuan, melihat Bundanya menangis dan mendengar ucapan Uwaknya, Gisya semakin yakin ada sesuatu yang terjadi. Dengan langkah gontai, Gisya masuk beriringan dengan Uqi. Dilihatnya Sang Ayah yang terbaring lemah dengan berbagai macam peralatan yang menempel ditubuhnya.
"Astaghfirulloh Ayah!" teriak Gisya berhambur memeluk Sang Ayah.
"Ayah! Kenapa begini yah? Apa yang sebenarnya terjadi yah?" Uqi menangis histeris melihat kondisi Ayahnya.
"Ayah kalian tertabrak mobil saat baru selesai meeting," ucap Uwak Yusuf sambil mengelus kedua punggung keponakannya.
"Innalillahi, Yaa Allah Ayah! Gisya sayang Ayah, yang kuat ya Ayah!" ucap Gisya dengan berderai airmata. Hatinya semakin teriris melihat cinta pertamanya terbaring tak berdaya.
"Teteh! Ayah pasti kuat, besok hari Ulang Tahun Uqi. Ayah udah janji mau ngajakin Uqi ke Peternakan Om Deni, Ayah mau beliin Uqi Kuda teh!" ucap Uqi yang tidak rela mendengar ucapan sang Kakak.
"Sudah, jangan menangis! Uwak sudah bilang tadi apa? Jangan beratkan Ayah kalian," ucap Uwak Yusuf.
Uqi dan Gisya menangis saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara rintihan Sang Ayah.
"Ca-caca, U-uqi," panggil Ayah terbata-bata.
"Ayah! Kami disini yah," ucap Gisya memeluk erat tangan Sang Ayah.
"Waktu Ayah tidak lama, Ayah minta jaga Bundamu ya Nak. Caca anak Ayah yang paling cantik, Caca kebanggaan Ayah. Menikahlah dengan Zayn, dia akan menjagamu Nak." suara parau yang dikeluarkan Ayahnya membuat Gisya semakin terisak.
"Kalo Ayah mau Caca menikah, Ayah harus sembuh. Siapa yang akan menjadi Wali pernikahan Caca,Yah?" ucap Gisya dengan linangan airmata dipipinya.
"Uwak Yusuf akan menjadi Wali Caca nanti, dan U-uqi Ayah minta teruskanlah cita-citamu menjadi Polisi yang hebat. Ayah yakin Uqi akan mampu menggantikan Ayah menjaga Teh Caca dan Bunda, Uqi paham?" tanya Ayah dengan nafas yang tersenggal-senggal.
"Uqi paham Yah, Uqi anak laki-laki dan Uqi akan menjaga keluarga kita. Tapi Uqi ingin Ayah mendampingi Uqi," ucap Uqi dengan penuh harapan terhadap sang Ayah.
Nafas Ayahnya semakin tersenggal, membuat Gisya dan Uqi semakin histeris. Masuklah Bunda Syifa didampingi oleh Uwak Ais. Bunda Syifa menghampiri suaminya, di usapnya kening Sang Suami dan Bunda Syifa berbisik pada telinga Ayah.
"Ayah, Bunda ikhlas melepas kepergian Ayah. Bunda akan merawat dan mendidik anak-anak kita, bunda akan mewujudkan semua impian Ayah. Bunda sangat mencintai Ayah, pergilah Suamiku. Kami ikhlas," ucap Bunda di telinga Ayah.
Uqi dan Gisya hanya menangis sambil berpelukan, mereka harus rela melepaskan kepergian Ayah yang paling mereka cintai.
"Laa-illaha-illallah," ucap Ayah tersenggal-senggal hingga terdengar bunyi monitor.
Tiiiiiitttt...
"Innalillahi wa innaillahi rojiun," ucap mereka serempak.
"Ayah, selamat jalan Ayah, InshaAllah caca akan memenuhi semua amanat Ayah," ucap Gisya dalam hati.
Sejak hari itu, Gisya mulai menerima kehadiran Zayn dalam hidupnya. Meskipun sampai saat ini Gisya belum bisa mencintai Zayn.
Flashback Off
Selesai makan siang, Gisya bergegas ke Toko karena Zayn mengirim pesan bahwa dia sudah berada disana. Dilihatnya Zayn sudah duduk disalah satu kursi pengunjung yang berada dipojok ruangan.
"Assalamualaikum A, maaf menunggu lama." ucap Gisya lalu duduk dihadapan Zayn.
"Walaikumsalam Neng, Aa baru sampe kok! Sudah makan siangnya?" tanya Zayn.
"Sudah A, Aa sudah makan? Mau dibuatkan kopi?" tawar Gisya. Memang Gisya belum mencintai Zayn, tapi dia selalu menghargai dan mencoba menerima kehadiran Zayn dalam hidupnya.
"Gak usah Neng, Aa sudah makan tadi. Aa kesini mau bicara hal yang penting," ucap Zayn dengan nada yang serius.
"Kalo gitu bicara dirumah saja A, biar lebih leluasa." ucap Gisya seolah mengerti apa yang akan dibicarakan Calon Suaminya itu.
"Disini aja Neng, Aa cuman mau minta maaf sama Neng. Sampai saat ini Aa belum siap untuk menikah, tolong Neng bilang sama Mama dan Papa ya!" ucap Zayn dengan wajah yang lesu.
Deg!
Hatinya sedikit berdenyut nyeri. Meski sudah kesekian kalinya Zayn meminta hal tersebut kepada Gisya. Tapi Gisya tidak pernah mempermasalahkan hal itu, karena memang Gisya pun belum bisa mencintai Zayn.
"Baik A, nanti Caca akan bicara sama Mama dan Papa," ucap Gisya dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya karena Gisya tidak pernah mau terlihat lemah dihadapan oranglain.
"Neng gak marah kan sama Aa?" tanya Zayn dengan tatapan sendu.
"InshaAllah Caca gak pernah marah A, karena Caca juga tidak ingin memaksakan sebuah pernikahan," ucap Gisya masih dengan senyuman diwajahnya.
Zayn hanya bisa tertegun melihat senyuman manis di wajah Gisya.
"Maafkan aku Gisya, aku tidak bisa menikah dengan kamu. Aku mencintai oranglain, meskipun tak bisa dipungkiri aku juga ingin bersamamu," batin Zayn.
"Apa masih ada yang ingin Aa katakan?" tanya Gisya membuyarkan lamunan Zayn.
"Aa mau melakukan perjalanan bisnis ke Jakarta selama sebulan, mungkin Aa akan jarang menghubungi Neng. Aa sekalian pamit ya Neng!" ucap Zayn.
"Hati-hati dijalan ya A, semoga segala usaha Aa di Ridhoi oleh Allah." tutur Gisya dengan tulus membuat Zayn semakin merasa resah karena rasa bersalah.
"Aamiin, Aa pamit ya Neng. Assalamu'alaikum!" pamit Zayn.
"Walaikumsalam," jawab Gisya.
Gisya melihat keresahan dalam mata Zayn ketika dia menatapnya. Sebelum Zayn benar-benar keluar, Gisya memanggilnya dan Zayn menoleh.
"A Zayn, jika kita berjodoh sejauh apapun kita akan disatukan dalam ikatan suci. Tapi jika kita tidak berjodoh, sedekat apapun itu kita tidak akan pernah bersama. Jangan dijadikan sebuah beban, Istikharah lah A." ucap Gisya dengan senyuman manisnya.
Zayn tertegun mendengar penuturan Gisya, dia hanya bisa membalasnya dengan senyuman kemudian meninggalkan Gisya yang masih berdiri mematung.
"Yah, maafin Caca. Sepertinya Caca belum bisa memenuhi amanat Ayah." ucap Gisya dalam hati.
Sudah 3x Zayn meminta nya untuk menunda pernikahan yang sudah ditentukan oleh orangtua mereka. Hati Gisya sedikit meringis mendengar permintaan Zayn itu. Tapi Gisya juga menyadari, jika sebuah pernikahan itu ikatan yang suci. Dan ia juga hanya ingin menikah sekali seumur hidupnya.
"Anak gadis malah ngelamun disini, kesambet baru tau rasa!" ucap Yuliana membuyarkan lamunan Gisya.
"Kebiasaan bikin kaget!" kesal Gisya.
"Kemana Zayn? Bukannya tadi disini?" tanya Febri yang tidak melihat keberadaan Zayn.
"Udah pulang, cuman mau pamitan ke Jakarta. Biw bisa anter kerumah Mama gak pake mobil?" tanya Gisya pada Febri.
"Kalo si Zayn udah kesini terus kamu minta kerumahnya, pasti ada sesuatu ca! Mau cerita apa kita cari tau sendiri nih?" kesal Yuliana yang membuat Gisya terdiam menunduk.
"Dia minta itu lagi kan?" tanya Febri. Gisya menganggukkan kepalanya lemah, dadanya terasa sesak bukan karena dia mencintai Zayn tapi karena amanat Ayahnya yang sangat ia jaga.
"Kampret! Minta dihajar kayaknya tuh orang! Ini ketiga kalinya Caca Marica HeyHey! Kamu udah gak bisa tinggal diam," geram Yuliana.
"Istighfar!" ucap Febri.
"Astaghfirullohaladzim, kayaknya si Zayn kudu di Ruqyah deh! Sohib gue tuh cantik, pinter, mandiri! Kurang apalagi coba!" dengan penuh emosi Yuliana mengungkapkan isi hatinya.
"Udah diem Lil! Hayuk Ca, keburu macet nanti." ajak Febri pada Gisya.
"Aku gak diajakin?" tanya Yuliana memelas.
"Jaga toko! Takut Rani sama si Rama pacaran," ketus Febri.
"Nasib jadi CCTV," ucap Yuliana.
Febri dan Gisya sudah melajukan mobilnya menuju ke kediaman orangtua Zayn, meskipun bukan pertama kalinya tapi Gisya selalu merasa sungkan untuk mengatakannya. Butuh waktu 45 menit untuk sampai Rumah Zayn. Gisya masih termenung didalam mobil, padahal mereka sudah sampai di Rumah orangtua Zayn.
"Kamu siap Ca?" tanya Febri. Gisya tidak menjawab, dia hanya tersenyum untuk menutupi kegugupannya. Gisya dan Febri turun dari mobil. Setelah memencet bel, munculah Mama Ajeng membukakan pintu.
"Assalamualaikum, Ma." ucap Gisya sambil mencium tangan Calon Ibu Mertuanya.
"Walaikumsalam sayang, Mama kangen. Ayo masuk!" ucap Mama Ajeng sambil menggandeng tangan Gisya.
Mereka duduk saling berdampingan, Mama Ajeng memang sudah menganggap Gisya sebagai anaknya sendiri. Hingga tak sungkan untuk memeluk bahkan mencium pipi Gisya.
"Udah lama banget Caca gak nengokin Mama, kangen tau!" ucap Mama Ajeng.
"Caca juga kangen sama Mama, maaf ya mah Caca sibuk banyak pesanan di Toko. Ini Caca bawain kue kesukaan Mama sama Papa," ucap Gisya.
"Alhamdulillah toko kamu rame sayang! Oh ya, persiapan pernikahan kalian udah 70% sayang. Mama udah gak sabar pengen cepet-cepet kamu jadi mantu Mama. Febri kapan nyusul?" ucap Mama Ajeng dengan antusias.
"Do'ain aja yang terbaik ya Ma," jawab Febri.
Dengan memberanikan diri, Gisya mulai membicarakan tujuannya datang kesana.
"Papa mana Ma? Ada hal yang mau Caca bicarain sama Mama dan Papa." ucap Gisya sambil meremat kedua tangannya karena gugup.
"Ada apa Ca? Papa masih di Kantor kalo jam segini. Ada apa sayang? Apa ada hal yang penting?" tanya Mama Ajeng dengan raut wajah khawatir.
"Maaf ma," ucap Gisya menahan airmata yang sudah berada dipelupuk matanya.
"Kenapa minta maaf sayang? Ada apa Nak?" tanya Mama Ajeng yang semakin gusar.
"Zayn tadi datang ke toko, Ma. Zayn meminta Caca menunda lagi rencana pernikahan mereka Ma." ucap Febri yang mengerti bahwa Gisya tidak bisa melanjutkan ucapannya.
"Astaghfirullohaladzim, Zayn!" ucap Mama Ajeng menggebu-gebu, hatinya terasa remuk dengan keputusan sepihak putra kesayangannya. Buru-buru Gisya memegang kedua tangan Calon Mertuanya itu.
"Mama jangan marah sama A Zayn, Caca ngerti Ma. Semuanya gak mudah, Caca juga ingin menikah sekali seumur hidup, Ma. Caca akan tunggu sampai A Zayn siap Ma," ucap Gisya yang terus memegang kedua tangan Calon Mertuanya agar lebih tenang.
"Maafin anak Mama ya Ca, nanti Mama akan bicara baik-baik dengan Papa dan Zayn." ucap Mama Ajeng sambil memeluk Gisya seakan tak mau melepaskan.
Gisya sudah merasa tidak kuat lagi untuk berada disana. Akhirnya Gisya dan Febri memutuskan untuk berpamitan.
"Kalo gitu Caca pamit ya Ma, tolong jangan bilang Bunda ini permintaan A Zayn. Bilang saja Caca yang belum siap Ma," mohon Gisya pada Mama Ajeng. Gisya tidak ingin Bundanya merasa terluka karena penundaan pernikahan untuk kesekian kalinya.
"Yaa Allah sayang! Terbuat dari apa hati kamu, Nak. Maafkan Zayn ya sayang!" ucap Mama Ajeng semakin erat memeluk Gisya.
"Kami pamit ya Ma, Assalamualaikum!" ucap Febri.
"Walaikumsalam, titip Caca ya Bi" ucap Mama Ajeng dengan isakan.
Febri hanya menganggukkan kepalanya dan menuntun Gisya untuk berjalan menuju mobilnya.
"Kamu baik-baik aja kan Ca?" tanya Febri pada Gisya. Sepanjang perjalanan pulang, Gisya hanya terdiam dan memandang kearah luar jendela mobil.
"Kalo aku gak menuhin amanat Ayah, apa Ayah akan kecewa yaa Biw?" tanya Gisya dengan tatapan kosong.
"Gini Ca, aku bukan orang yang paham tentang hal itu. Gimana kalo besok kita tanya ke Uwak Yusuf? Sekalian jalan-jalan gitu," ajak Febri dengan semangat.
"Bener Biw! Aku juga udah kangen banget sama Uwak, besok toko kita tutup ya. Aku izin dulu sama Bunda," ucap Gisya dengan antusias.
"Aku harap kamu terus tersenyum ceria seperti itu Ca," batin Febri bahagia melihat senyuman sahabatnya.
Karena hari ini weekend, jalanan sangat macet. Hingga mereka baru sampai malam hari di Rumah Gisya.
"Assalamualaikum, Bunda." ucap Febri dan Gisya bersamaan sambil mencium tangan Bunda Syifa.
"Walaikumsalam," jawab Bunda Syifa.
Febri turun hanya untuk menyapa Bunda dan memutuskan untuk berpamitan.
"Bun, Ebiw langsung pulang ya! Udah malem takut di omelin Mama Rini." pamit Febri pada Bunda Syifa.
"Eh,eh kok pulang! Pokoknya bunda gak mau tau, Ebi harus nginep disini! Sudah malam, biar Bunda telpon Mama Rini," ucap Bunda Syifa sedikit memaksa.
"Oke deh Bunda, Ebi mah manut aja," jawab Febri dengan lesu.
"Nah gitu dong, anak gadis Bunda harus pada nurut. Udah sana istirahat dikamar, si Ulil udah nunggu dari tadi Maghrib. Bunda siapin dulu makan malam buat kalian, ya." ucap Bunda Syifa.
Raut wajah Gisya dan Febri berubah panik, mereka yakin si biang kerok itu sudah menceritakan semuanya pada Bunda Syifa.
"Bunda," panggil Gisya dengan lirih.
"Bunda gak apa-apa, sekarang kamu istirahat ke kamar. Bunda siapin dulu makan malam, setelah makan malam kita bicarakan semuanya." ucap Bunda Syifa sambil menahan airmatanya dan berjalan menuju dapur.
Sementara Gisya bergegas menuju kamar, dilihatnya sang sahabat yang sudah tertidur pulas diatas karpet. Febri berniat untuk membangunkan dan memarahi Yuliana. Tapi Gisya melarangnya, karena ia yakin Yuliana hanya tidak ingin melihat Gisya tersakiti.
Didapur Bunda Syifa masih melamun dan membayangkan bagaimana kehidupan putri kesayangannya nanti.
"Maafkan Bunda Nak," lirih Bunda Syifa.
"Bunda masak apa?" tanya Febri yang baru saja masuk dapur. Niatnya ingin mengambil air minum di urungkan, karena melihat Bunda Syifa sedang menangis.
"Eh, Bunda masak udang asam manis nih. Favorit kalian!" jawab Bunda Syifa gugup.
"Makasih ya Bunda, terbaik deh emang Bunda Syifa mah!" Ujar Febri sambil memeluk Bunda Syifa.
Sesaat mereka terdiam berpelukan, larut dalam pikirannya masing-masing.
"Jangan khawatir Bunda, kami akan selalu ada disamping Caca. Kami akan menemani Caca dimasa sulitnya, dan kami berharap Caca kami yang dulu akan kembali." ucap Febri sambil terus memeluk Bunda Syifa.
"Kalian anak-anak Bunda yang terbaik, terimakasih Ebi, Ulil," lirih Bunda Syifa menitikan airmatanya.
"Jangan menangis Bun, hayuk kita makan malam. Ebiw udah laper!"
Setelah makan malam sudah siap disajikan, mereka makan malam bersama. Tidak ada percakapan diantara mereka, karena Bunda memang melarang mereka berbicara ketika sedang makan.
"Maafin aku ya Ca," cetus Yuliana tiba-tiba setelah mereka menyelesaikan makan malamnya.
"Gak apa-apa Ulil ku sayang, aku tau kamu tidak ingin melihat aku bersedih." jawab Gisya sambil memeluk Yuliana.
"Kami ke kamar duluan ya Bunda, ngantuk!" ujar Febri mengajak Yuliana agar Ibu dan Anak itu dapat dengan leluasa mengobrol.
Keheningan diantara Ibu dan Anak itu, seakan lidah mereka kelu untuk berucap.
"Nak, apa Caca kecewa dengan Zayn?" tanya Bunda Syifa sambil mengangkat dagu sang anak yang menunduk.
"Nggak bunda," jawab Gisya semakin menunduk.
"Kamu boleh bohongin oranglain, tapi tidak dengan Bunda. Lihat Bunda, Nak."
Gisya menoleh menatap Bundanya, airmata yang sejak tadi tertahan sudah tidak bisa dibendung lagi.
"Maafin Caca bun, sampe sekarang Caca belum bisa menuhin amanat dari Ayah." ucap Gisya terisak, mengingat keinginan Sang Ayah.
"Sayang, jangan dijadikan beban Nak. Jika Zayn memang jodohmu maka Allah akan dekatkan, tapi jika Zayn bukan jodohmu maka Allah akan jauhkan. Ada atau tidaknya amanat yang diberikan Ayahmu Nak," ujar Bunda Syifa sambil membelai rambut putri kesayangannya.
Gisya hanya mampu menangis dipelukan Bundanya. Hatinya terasa sangat lega mendengarkan ucapan dari wanita yang paling dicintainya itu.
"Bunda, izinkan Caca besok menemui Uwak Yusuf. Caca ingin lebih memantapkan hati, untuk menentukan langkah Caca kedepannya."
"Bunda izinkan Nak, menginaplah semalam. Biar gak capek di perjalanan! Toko gak usah tutup, biar Bunda sama Umma Nadia yang jaga besok." ucap Bunda Syifa.
"Terimakasih Bunda, Ayo kita tidur Bun. Caca malam ini mau bobok bareng Bunda." manja Gisya pada Bundanya.
Gisya membaringkan tubuhnya disamping Bunda Syifa hingga terlelap. Memeluk Bundanya adalah hal yang Gisya butuhkan saat ini. Karena Bunda Syifa adalah kekuatan terbesar dalam hidup Gisya saat ini.
Tepat pukul 3 pagi Gisya terbangun dari tidurnya.
"Alhamdulillahiladzi ahyaanaa bada maa amaatanaa wa illaihin nushur,"
Gisya bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan Sholat Tahajud serta Sholat Istikharah. Selesai mengucapkan salam, Gisya berdzikir lalu menengadahkan tangannya memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa.
"Yaa Allah, ampunilah segala dosa-dosa hamba. Ampunilah dosa kedua orangtua hamba, tempatkanlah Ayah ditempat terbaikmu Yaa Rabb. Kuatkanlah hati Bundaku, hamba tau Bunda sangat rapuh tanpa Ayah. Hamba hanya ingin melihat Bunda bahagia Yaa Allah. Berikanlah hamba jalan terbaik, jika engkau Ridhoi hamba dalam memenuhi amanat Ayah maka lancarkanlah segalanya Yaa Rabb. Jika Zayn Fadillah jodohku, maka mudahkanlah segala urusan kami. Tapi jika Zayn bukan jodohku, maka hamba mohon gantikan dengan yang terbaik darimu. Lepaskan hamba dari beban dalam dada ini Yaa Allah, tunjukanlah yang terbaik. Engkau Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk Hamba Yaa Allah" Gisya berdo'a dengan khusyuk dan menitikan airmata hingga tidak menyadari bahwa Bunda Syifa mendengarkan semua do'a-do'anya.
Karena sedang halangan, Bunda Syifa memilih berpura-pura tidur dan mendengarkan putrinya mengaji.
Selesai sholat, Gisya membaca Al-Qur'an sambil menunggu adzan subuh berkumandang.
Sementara itu di Rumah Dinas, Andi terbangun karena mendengar suara teriakan dari kamar Fahri.
"Astaghfirulloh," teriak Fahri yang terbangun dari tidurnya dengan bercucuran keringat karena dia bermimpi buruk.
"Ada apa, Ri?" Andi bergegas menghampiri Fahri dan memberikan segelas air putih.
"Aku mimpi itu lagi, Ndi." tutur Fahri tubuh yang lemas.
Sudah beberapa bulan Fahri selalu bermimpi buruk, dalam mimpinya Fahri selalu melihat bayangan seorang gadis yang meminta tolong pada Fahri.
"Sudah jangan dipikirkan, Ayo siap-siap Sholat subuh. Kita ke mesjid," ajak Andi.
"Iya aku siap-siap dulu, Ndi."
Selesai melakukan sholat subuh berjama'ah di mesjid, Andi dan Fahri memutuskan untuk lari pagi sekalian mencari sarapan pagi. Andi sengaja melewati "Caca Bakery" karena ingin menemui Sang Pujaan hati. Namun, bukan Febri yang terlihat melainkan ibu-ibu yang sedang asyik menata kue di Etalase.
"Ada yang bisa dibantu, Nak?" tanya Umma Nadia yang melihat Andi celingak celinguk.
"Saya mau tanya bu, bukannya ini toko kue milik Caca?" tanya Andi keheranan.
"Iya betul, kebetulan anak-anak nakal itu sedang ke Lembang menemui Uwaknya. Kalian temannya Caca?" tanya Umma Nadia pada Andi dan Fahri.
"Saya kenalnya dengan Febri bu," ucap Andi gugup.
"Oh, ini yang lagi dekat dengan anak gadis Bunda." tutur Bunda Syifa yang tiba-tiba datang sambil membawa pisau karena baru selesai memotong kue untuk disimpan di etalase.
Seketika wajah Andi terlihat pucat, karena dia berfikir mungkin Bunda Syifa itu ibunya Febri. Fahri hanya menahan tawanya ketika melihat ekspresi wajah Andi.
"Hey anak muda! Jangan snewen begitu, dia Bunda nya Caca. Tenang saja Calon Mertua kamu tidak ada disini." ucap Umma Nadia sambil tertawa keras.
"Sstt! Nama kamu siapa Nak?" tanya Bunda Syifa.
"Saya Andi bu," ucap Andi gugup.
"Saya Fahri Bu," ucap Fahri mencium tangan Bunda Syifa.
"Sudah kalian sarapan dulu, tuh disana! Umma kenalkan pada putra Umma, namanya Jafran. Dia pilot baru pulang bertugas setelah 10 bulan gak pulang-pulang kayak Bang Toyib. Dia tunangannya Ulil anak gadis Umma yang paling ceriwis." ujar Umma Nadia panjang lebar.
"Loh bukannya Bang Toyib gak pulangnya 3x puasa 3x lebaran ya bu!" canda Fahri.
"Hahahaha, itu kan perumpamaan ganteng!" colek Bunda Syifa di dagu Fahri.
Akhirnya Jafran berkenalan dengan Andi dan Fahri. Mungkin karena seumuran, mereka langsung terlihat sangat akrab dan tidak canggung.
"Jadi kamu pacarnya si Udang cilik?" tanya Jafran pada Andi.
"Udang cilik?" Fahri terheran dengan ucapan Jafran.
"Iya si Febri alias Ebi alias Udang cilik, hahahaha." ujar Jafran membuat mereka tertawa terbahak-bahak.
"Terus kalo Ulil sama Caca itu apa?" tanya Andi penasaran.
"Kalo Yuliana manisku itu Ulil alias ulet tapi gak bunyi pucuk..pucuk.. gitu loh ya!" Celetuk Jafran.
"Hahahahahaha," mereka tertawa semakin kencang.
"Kalo si Caca itu spesial, dulu dia paling mungil, mukanya bulet, terus dia manis persis banget kayak coklat yang merk nya Chacha. Tambah spesial lagi sampe ada lagunya, Chacha Maricha HeyHey, Chacha Maricha HeyHey!" Ujar Jafran dengan nada lagu.
"Wah parah, Kambing dong Caca kalo lagunya itu," ucap Fahri yang sudah tidak bisa menahan tawanya.
"Hayoh! Gibahin anak cantik Bunda, ya." Cetus Bunda Syifa yang baru saja lewat didepan mereka.
Fahri, Andi dan Jafran terdiam karena kaget.
"Perkenalan Bunda, biar mereka gak kaget nantinya. Anak-anak Bunda kan ajaib semua" celetuk Jafran.
"Iya termasuk kamu!" jawab Bunda Syifa sambil melengos pergi.
"Bunda jangan marah-marah, nanti Bunda lekas tua. Liat aja Umma Apan, keriputnya segede gaban." ujar Jafran bersenandung membuat semuanya semakin tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha, kamu tuh paling pinter banget bikin orang ketawa. Kayaknya kalian udah lama sahabatan ya?" tanya Andi pada Jafran.
"Dari orok! Kan emak-emak itu noh, mereka sahabatan berlima. Tapi yang satu katanya lost kontak setelah menikah. Umma ku yang duluan melendung, lalu terbit didirku, lalu terbitlah Ulil,Ebi,lalu Caca" tutur Jafran menjelaskan.
"Emang matahari kok terbit," ucap Fahri sambil menahan tawanya.
"Wah berarti tau dong, adindaku dulunya seperti apa?" tanya Andi senyum-senyum.
"Dih pake senyam-senyum! Lain kali aku cerita, sekarang aku capek mau pulang! Udah rindu kasur. Minta kontak kalian aja, biar nanti kita bisa Ngopi bareng lagi. Mumpung liburan" ucap Jafran.
Akhirnya mereka bertukar nomor ponsel dan sengaja membuat percakapan grup. Fahri dan Andi pun berpamitan kepada Bunda Syifa dan Umma Nadia.
"Bu, kami permisi dulu ya! Terimakasih sarapan pagi gratisnya." ucap Fahri karena Bunda Syifa tidak menerima uang yang Fahri berikan untuk membayar sarapan mereka.
"Sama-sama Nak, selamat beraktifitas."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!