Aku adalah anak semata wayang dari orang tuaku. Dulu waktu awal aku menikah dengan pria yang sangat aku cintai, sempat menjadi suatu perdebatan antara mereka dengan suamiku. Untung saja orang tuaku mengenal ajaran islam dengan kental. Sehingga mereka mengalah karena di dalam ajaran Islam mengajarkan bahwa setelah menikah seorang suamilah yang lebih berhak atas kehidupan istrinya. Dari situlah awal aku menjalin rumah tangga dengan suamiku. Mas Syafron adalah suami yang sangat baik dia setia juga taat beribadah. Aku tinggal bersamanya dengan seorang adiknya Gufron. Dan juga kedua mertuaku yang juga sangat menyayangiku. Mereka memang tidak mempunyai anak wanita sehingga mereka sangat menyayangiku lebih dari anaknya sendiri. Aku beruntung memiliki mertua yang sangat menyayangiku seperti kedua orang tuaku sendiri.
"Assalamualaikum." terdengar salam dari luar.
"Waalaikumsallam." akupun menjawabnya dengan setengah berlari melihat ke arah depan. Kulihat Mas Syafron datang dengan membawa buket bunga berada di tangannya. Aku yang tersipu malu menghampirinya dengan tersenyum manja.
"Ngapain kok senyum-senyum?" tanya Mas Syafron sembari menyembunyikan buket bunga tersebut.
"Ehm, Mas bawa bunga buat siapa?" tanyaku.
"Enaknya buat siapa ya?"
"Buat siapa Mas tumben sekali?" aku yang masih dibuatnya penasaran merajuk.
"Buat kamulah sayang." bisiknya di telingaku. Akupun tersenyum dan mencium tangannya. Dia mencium keningku dan segera kusiapkan makanan untuknya.
Hari ini kedua mertuaku sedang tidak ada di rumah. Mereka ada urusan di salah satu pesantren di luar kota. Semua tugas di rumah diserahkan ke aku dibantu dengan Bi Ratih yang selalu setia menemaniku dikala aku di rumah sendirian. Satu tahun adalah waktu yang menurutku tidak mudah untuk menyandang status seorang istri. Belum lagi yang sampai saat ini kita masih belum dikaruniai seorang anak. Setiap hari kita selalu berdoa kepada Allah SWT agar bisa menitipkan kepada kita seorang anak di tengah-tengah rumah tangga kita. Mungkin sampai saat ini Allah masih belum menitipkannya, dan kita tidak pernah berputus asa untuk itu semua. Syukurlah Mas Syafron mengerti akan hal ini semua. Dia selalu menghiburku dengan hal-hal yang membuatku lupa akan hal ini.
"Assalamualaikum." terdengar salam dari arah depan. Akupun segera menjawabnya dengan menengokkan kepalaku
"Allohuakbar Allohuakbar." Gufron datang dengan teriak-teriak dengan keras.
"Gufronnnn?? Apa yang kau lakukan?." tanya Mas Syafron panik dengan nada sebal.
"Kalian ini kenapa sih? sudah kayak anak kembar tapi gak pernah akur." ledekku.
Mereka adalah dua lelaki yang sudah layaknya seperti saudara kembar. Watak dan wajahnyapun juga hampir mirip. Mas Syafron dan adiknya Gufron adalah dua saudara yang mempunyai kepribadian yang sangat baik. Mereka sama-sama pekerja keras dan teguh dalam ibadahnya. Tidak mustahil karena mereka terlahir dari pasangan yang juga berkepribadian yang sangat baik.
"Rindi? kamu baik-baik saja kan?" tiba-tiba saja Mas Syafron membuyarkan lamunanku. Sejenak aku segera melepaskan lamunan-lamunanku yang baru saja aku renungi.
"I i iya Mas aku tidak apa-apa." jawabku sambil tersenyum. Mas Syafron menggenggam tanganku dengan membalas senyumanku. Kulirik mata Gufron yang tersenyum menyindirku.
"Cie cie yang asyik bermesraan, haram lho hukumnya bermesraan di depan umum!." ledek Gufron sambil menyunggingkan bibirnya.
"Kamu kan adik sendiri Fron, bukan orang lain kan dan ini juga bukan tempat umum tapi di dalam rumah sendiri." Jelas Mas Syafron yang masih tetap menggenggam tanganku.
"Iya iya Kak, tapii..."
Gufron menghentikan ucapannya,
"Kenapa Fron kok gak dilanjutin?"
"Ehm enggak jadi deh." Jawabnya sambil meninggalkan kita berdua.
Aku dengan Mas Syafron segera masuk ke dalam kamar. Aku menyiapkan baju untuknya dan segera berangkat ke masjid. Sesampainya di halaman rumah aku melihat Gufron sudah berjalan dengan cepat menuju masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah. Gufron adalah muadzin sedangkan Mas Syafron adalah imam. Hampir setiap hari setelah pulang kerja mereka selalu menyempatkan diri untuk mengisi waktunya ke masjid. Masjid ini memang sengaja dibangun oleh Ayah mertuaku dulu sehingga ini menjadi masjid keluarga. Tetapi alhamdulillah warga setempat juga sering ikut berjamaah di masjid ini. Sehingga masjid ini tidak terlihat sepi. Tak jarang anak-anak kecil yang bermain di dalamnya. Walaupun mereka membuat sedikit bising dan agak mengganggu tapi inilah rasa bahagia yang sebenarnya. Tawa dan canda mereka memang sering mengganggu ketika kita sholat. Tapi kami tak pernah melarangnya karena mereka sedang tengah belajar mengenal lingkungan ibadah di usia dini. Mereka adalah calon penghuni surga.
Sepulang dari masjid kita segera melaksanakan kegiatan yang sudah rutin kita lakukan setelah sholat isya, yaitu mengaji bersama di rumah. Kita saling bergantian untuk mengaji sampai jam 9. Setelah itu kita beristirahat masing-masing.
"Dreeeeett dreeettttt." terdengar getaran ponselku yang kuletakkan di dekat meja riasku. Aku segera mengambil ponsel tersebut dan melihat siapa yang sedang meneleponku.
"Assalamuallaikum Bu."
"Waalaikum salam sayang." terdengar lirih suara Ibuku disana.
"Bagaimana kabarmu sayang? Ayah sama Ibu disini sangat kangen sekali sama kamu nak."
"Alhamdulillah baik Ibu."
"Syukurlah Rindi kalau kamu baik-baik saja."
"Ibu lusa Rindi sama Mas Syafron akan pergi ke Pesantren di luar kota untuk mengunjungi kesana."
"Kamu hati-hati Sayang."
"Iya Ibu rencananya aku sama Mas Syafron akan tinggal beberapa hari disana karena ada acara disana."
"Ibu akan selalu mendoakan keselamatan kamu nak. Kamu jaga diri baik-baik disana ya, kamu juga harus patuh sama suami kamu. Oh iya jangan lupa kamu juga harus nurut sama mertua kamu."
"Iya Ibu Rindi sudah berusaha untuk jadi yang terbaik buat mereka Bu, seperti apa yang sudah Ibu ajarkan kepada Rindi waktu itu."
"Alhamdulillah Sayang kamu sekarang sudah menjadi seorang istri. Jadi istri sholehah ya nak biar nanti bisa jadi panutan untuk anak kalian nanti." ucapan Ibu kali ini benar-benar membuatku sejenak merenungkannya. Kata-kata yang menyangkutkan seorang anak ini membuatku sedikit merasa bersedih karena sampai saat ini belum ada tanda-tanda bahwa aku akan mempunyai seorang anak.
"Halo Rindi kamu masih ada disana kan?"
"Iya Bu Rindi masih disini."
"Kamu kenapa Sayang Ibu salah ngomong ya?" tanya Ibu merasa sedikit bersalah.
"Tidak Bu Ibu tidak salah apa-apa. Bu boleh Rindi meminta satu doa untukku?"
"InsyaAllah boleh Sayang. Rindi minta doa apa dari Ibu?"
"Rindi pengen Ibu mendoakan Rindi supaya cepat punya momongan Bu. Rindi takut Bu kalau Rindi tidak bisa memberikan anak buat Mas Syafron." ucapku terisak air mataku sudah mulai terbendung.
"Astafirughllah nak istigfar nak jangan pernah kamu bersuudhzon kepada Allah. Allah itu tidak akan pernah mungkin menguji umatnya diluar batas kemampuannya. Kamu harus berkhusnudhzon kepada-Nya."
"Astafirughllah Bu Rindi takut Bu, hiks hiks ."
"InsyaAllah kalau sudah tepat waktunya kamu pasti akan diberikan momongan nak, Ibu dulu juga begitu sayang jadi jangan takut ya, semua pasti akan baik-baik saja."
Mendengar ucapan Ibu membuatku sedikit lega. Memang kalau seorang wanita masih belum bisa memberikan keturunan untuk suaminya mereka pasti akan sangat sedih. Mungkin saat ini suamiku tidak pernah membahas masalah ini denganku. Tapi tetap saja sebagai wanita aku merasakan kesedihan yang sangat dalam. Rasa ingin yang masih menyelimuti naluriku ini masih sangat dalam. Setiap malam aku selalu berdoa untuk segera diberikan anak di dalam keluargaku. Mungkin saja saat ini doaku masih belum dikabulkan oleh-Nya, tapi aku harap suatu saat Dia segera mengabulkan doaku ini. Doa terdalam wanita setelah menjadi seorang istri.
"Sayang kamu istirahat ya jangan kamu pikirkan masalah ini. Ibu tutup ya teleponnya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah menutup telepon dari Ibuku segera mendekati Mas Syafron yang tengah asyik bermain ponselnya.
"Mas belum ngantuk?" tanyaku.
"Ehm masih belum berat banget kamu mau tidur?" tanya Mas Syafron padaku.
"Belum aku masih belum ngantuk Mas."
"Ambil air wudhlu sana biar kamu bisa tenang, aku tau kamu masih gelisah soal ...." Mas Syaron tidak melanjutkan ucapannya tapi setidaknya aku mengerti maksudnya. Mungkin saja dia mendengar percakapanku dengan Ibu tadi.
Aku segera turun dari tempat tidur dan segera mengambil air wudhlu.
Pagi ini aku bersiap-siap untuk pergi ke luar kota. Aku mempersiapkan barang yang akan aku bawa kesana. Rencananya memang kita akan menginap disana beberapa hari. Koper sudah aku siapkan beserta isinya. Entahlah rasanya ini kepergian yang akan membuatku sedikit gelisah. Aku teringat akan semua perkataan Ibu yang membuatku sedikit berhenti dari pengemasanku. Mungkin aku terlalu mempunyai keinginan yang menggebu-nggebu untuk mempunyai seorang anak. Ahggggg tapi aku berusaha melupakan keinginan itu. Toh aku saja baru satu tahun menikah mungkin ini masih seumur jagung. Dibandingkan dengan orang-orang diluar sana yang sudah beberapa tahun yang telah menikah berapa lamanya. Terkadang memang pikiran ini membuatku sedikit menghela nafas panjang dan lebih tenang.
Kuhilangkan semua pikiran buruk dan gelisahku saat ini.
"Rindi sudah siap semua?" Mas Syafron menghampiriku dengan memeriksa barang yang telah aku siapkan.
"InsyaAllah sudah Mas, mau kamu cek dulu Mas? barangkali ada yang belum aku bawa?"
"Tidak usah, kamu kan lebih teliti dariku." jawabnya dengan mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
"Eh Mas boleh sebelum kita berangkat kita mampir dulu ke rumah Ibu untuk berpamitan?"
"Iya pasti Sayang."
Aku sedikit lega mendengar bahwa aku akan bertemu dengan Orang tuaku walaupun hanya sekedar berpamitan. Setelah itu aku keluar untuk menyiapkan makanan. Baik untuk sarapan juga untuk bekal yang sudah aku masak.
"Rindi kalian sudah siap untuk berangkat kesana?" tanya Ibu mertuaku.
" Iya Bu ini juga masih siap-siap."
"Ingat kalian kan akan berpergian jauh, jadi kalian harus hati-hati jangan lupa kalau capek kalian cari rest area di sekitar sana ya."
"Baik Bu, makasih ya doanya." ucapku sambil tersenyum.
"Pesantren itu memang masih sangat kumuh. Ayah sama Ibu juga sudah memerintahkan kepada orang-orang disana agar membersihkan tempat itu. Kalau masalah pengasuh disana sudah sangat tidak diragukan lagi. Mereka bisa dibilang lebih hebat dari yang berada di tengah kota." ucap Ibu Mertuaku.
Ini adalah pesantren kelima yang diasuh oleh kedua Mertuaku. Mereka mendirikan pesantren yang kebanyakan dihuni oleh anak yatim piatu. Sungguh mulia hati mereka bahkan rencananya mereka juga akan mendirikan sekolah gratis di sekitar desa dekat pesantren itu. Semoga segera terlaksanakan mimpi mereka.
"Bu aku sama Mas Syafron rencananya akan tinggal disana beberapa hari untuk melihat kegiatan disana agar benar-benar terpantau dengan baik." ucapku kemudian.
"MasyaAllah iya nak kamu jaga diri baik-baik disana ya."
Setelah semuanya selesai aku dan Mas Syafron segera berangkat. Tak lupa kita akan mampir dulu ke rumah orang tuaku. Rasanya rinduku dengan mereka sudah tidak terbendung lagi. Di tengah perjalanan aku melihat seorang pengemis di lampu merah dengan membawa seorang bayi. Rasanya teriris sekali hati ini melihat hal ini. Air mataku terbendung dan tidak lama kemudian telah membasahi pipiku. Aku segera mengusap air mataku dan berusaha untuk memalingkan pandangan mataku. Mas Syafron melirik ke arahku, aku menundukkan pandanganku menyembunyikan kesedihan yang telah menyelimutiku. Sesaat kemudian kita telah memasuki kota kelahiranku. Aku telah bersiap-siap untuk membawa oleh-oleh untuk mereka.
"Sudah sampai Sayang, ayo turun jangan lupa oleh-olehnya." ucap Mas Syafron.
"Iya Mas." aku segera turun dari mobil.
"Tok tok tok." kuketuk pintu rumah dengan lantang.
"Keras sekali sih Sayang nanti Ibu kaget lho." ucap Mas Syafron.
"Habisnya sudah gak tahan pengen ketemu sama mereka Mas." jawabku sambil tersenyum.
"Assalamualaikum Bu Yah." masih saja belum ada tanda-tanda yang membukakan pintu. Padahal aku sudah bilang kalau nanti aku akan mampir kesini. Tapi kelihatannya rumah ini sepi sekali.
"Ibu kemana ya kok kayaknya tidak ada orang?" tanya Mas Syafron.
"Iya ya Mas padahal aku tadi sempat telepon untuk mengabari kalau mau mampir."
"Yasudah kita tunggu saja sebentar mungkin Ibu lagi ada di belakang."
Aku mengiyakan dan duduk di kursi sambil menunggu beberapa saat. Kemudian beberapa menit terdengar ada suara dari dalam rumah.
"Waalaikumsalam." terdengar suara Ibu sedang membukakan pintu. Aku segera memeluknya dan mencium tangannya.
"Maaf ya sudah membuat kalian menunggu. Tadi Ibu sedang sholat nak."
"Iya Bu tidak apa-apa." jawab Mas Syafron.
"Ayo masuk,"
Aku dan Mas Syafron segera masuk Ibu dan Ayah ternyata sudah menyiapkan bekal untukku.
"Ibu sengaja membawakan bekal ini untuk kalian beberapa hari disana. Dibawa ya jangan sampai kalian kecapekan. Kalau kalian capek kalian berhenti dulu untuk cari tempat istirahat ya." pesan Ibu hampir sama dengan Ibu mertuaku.
"Bu boleh saya numpang sholat duha sebentar?" ucap Mas Syafron.
Ibu mempersilahkannya dan kini tinggal aku dengan Ibu saja disini.
"Rindi gimana kabar kamu disana baik-baik saja kan? gimana mertua kamu tidak jahat kan? mereka baik kan sama kamu?" tanya Ibu dengan nada bisik-bisik.
Aku tersenyum mendengar pertanyaan Ibuku.
"Alhamdulillah Ibu tenang saja justru mereka sangat baik sama aku Bu." jawabku.
Ibu tersenyum lega mendengar jawabanku.
"Pokoknya Ibu tidak usah khawatir aku disana sudah dianggap seperti anak sendiri. Mereka sangat menyayangiku dengan tulus. Tidak ada yang membuat aku terbebani disana Bu."
"Syukurlah nak Ibu sangat lega mendengarnya." aku memeluk tubuhnya yang sangat hangat.
Setelah kulihat Mas Syafron selesai sholat akupun berpamitan kepada mereka untuk segera berangkat. Aku mencium tangan Ayah dan Ibu dan segera meninggalkan mereka. Kepergianku kali ini rasanya sangat berat sekali. Kulirik Ibu yang tengah membendung air matanya. Akupun juga sama rasanya sangat berat sekali. Entahlah padahal kita hanya akan berpisah beberapa hari saja. Mungkin aku akan ke luar kota dan jarak yang cukup jauh yang membuat perasaanku seperti ini. Aku melambaikan tanganku di dalam mobil dan Ibu beserta Ayah juga melambaikan tangannya kepadaku. Air mataku menetes ke pipiku.
"Sayang kamu baik-baik saja kan? apa kita berangkatnya nanti saja?" tanya Mas Syafron.
"Enggak apa-apa Mas kita berangkat sekarang saja Mas tidak apa-apa." jawabku.
"Kamu masih kangen ya sama Ibu?"
Aku hanya menganggukkan kepalaku,
"Sabar ya nanti kalau kita sudah pulang kita akan ke rumah mereka lagi ya? kamu jangan sedih gitu dong senyum!"
"Iya Mas." ucapku lirih.
Kita melanjutkan perjalanan ke Pesantren. Perjalanan yang masih sangat jauh. Kita harus melewati beberapa kota untuk sampai di tempat ini.
"Mas kalau capek aku bisa kok gantiin kamu nyetrir?"
"Ah tidak usah kalau aku capek aku kan bisa lihat senyummu yang bisa buat aku fress lagi."
"Gombal." ucapku sambil tersenyum.
"Mas kita kayak honeymoon ya sekarang?"
"Iya ya masak honeymoonnya telat ya?" jawab Mas Syafron.
"Daripada tidak sama sekali." lontarku.
"Iya Sayang maafin aku ya yang terlalu sibuk dengan pekerjaanku jadinya gak ada waktu buat honeymoon."
"Enggak apa-apa Mas."
Mungkin memang benar Mas Syafron terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Tapi selama ini aku tidak pernah mempermasalahkannya. Aku sangat menyadari bahwa dia mempunyai tanggung jawab besar dalam memimpin perusahaan juga pesantren yang telah diwariskannya kepadanya. Belum lagi dia adalah anak sulung yang harus memegang tanggung jawab besar.
Beberapa jam bukanlah waktu yang singkat untuk perjalanan.
"Mas kita istirahat dulu yuk kamu capek banget gitu? Apa mau aku yang gantiin nyetirnya Mas?" pintaku ketika melihat wajah Mas Syafron lelah.
"Tidak usah Sayang aku tidak apa-apa kok." jawabnya sambil terus mengemudikan mobil.
Aku terpaksa mengiyakannya karena mungkin dia ingin cepat sampai dan supaya tidak terlalu malam untuk sampai di pesantren itu. Kita terus melanjutkan perjalanan sampai pada suatu tikungan tajam ada sebuah mobil yang melaju dengan cepat dan sepertinya arahnya sudah tidak terarah.
"Mas awas Mas hati-hati...!!!!" teriakku panik ketika aku melihat sebuah mobil melaju dengan kencang.
"Aaaaaaaaaaa......!!!!!" Mas Syafron membanting setir ke kanan menghindari mobil yang sudah menabrak mobil kita. Mobil kita terlempar ke arah jurang yang sangat dalam.
************
"Bu kok belum ada kabar ya dari Kakak kalau sudah sampai di pesantren?" tanya Gufron kepada Ibu.
"Iya ya mungkin saja mereka lupa mengabari kalau mereka sudah sampai." jawab Ibu.
"Bu ini itu kayak pertama kalinya mereka pergi bersama ya? sepanjang perjalanan mereka menikah kayaknya memang Kakak itu terlalu cuek sama Kak Rindi. Bahkan Kak Syafron itu kayak lebih mentingin urusan perusahaan daripada Kak Rindi. Aku kasihan deh sama Kak Rindi Bu."
"Hust istighfar nak kamu tidak boleh bicara seprerti itu Gufron." ucap Ibu.
"Astafirghllah maafin Gufron ya Bu." sahut Gufron.
"Kringgggggg....." terdengar suara telepon rumah berdering. Bi Ratih sedang mengangkatnya. Kemudian Bi Ratih menuju ke ruang kita sedang berbicara.
"Maaf Ibu ada telepon dari Rumah Sakit." ucap Bi Ratih.
"Rumah Sakit? siapa yang sakit?" Ibu segera bergegas mengangkat teleponnya dengan panik.
"Selamat malam apa benar ini dengan keluarga Bapak Syafron?"
"Iya benar dengan siapa?"
"Maaf saat ini keluarga Bapak Syafron mengalami kecelakaan yang cukup parah dan sekarang sedang dirawat di Rumah Sakit Sejahtera. Kami menemukan kartu nama juga nomor telepon ini maka dari itu kami menghubunginya." ucap salah satu petugas RS yang membuat Ibu hampir saja jatuh pingsan.
"Innalillahi wainailaihi rojiun."
"Ada apa Bu?" aku mulai panik melihat Ibu yang lemas dan terurai air mata.
"Gufron Kakak kamu mengalami kecelakaan cepat kita kemas barang dan berangkat ke RS." akupun seketika lemas mendengar ucapan Ibuku. Akupun berlari cepat mengemasi barang yang akan kita bawa setelah itu Ayah menyiapkan mobil untuk berangkat kesana.
Seketika itupun kita langsung berangkat menuju RS. Panik dan tangis masih saja terurai di pipi Ibu. Air mataku juga menetes membayangkan apa yang terjadi dengan Kakakku. Aku takut hal buruk terjadi kepadanya. Tetapi aku berusaha untuk tegar agar bisa sedikit menenangkan Ibuku walaupun aku sendiri merasa sangat khawatir. Berjam-jam kita berada di tengah perjalanan dengan rasa kekhawatiran ini. RS yang kita tuju sangatlah jauh sekali. Sampai hampir sepertiga pagi kita sampai di RS itu. Kita langsung saja berlari mencari ke UGD.
"Suster dimana pasien kecelakaan atas nama Syafron?" tanyaku dengan nada panik.
"Maaf pasien berada di ruang ICU."
Tidak ada sepatah katapun yang terucap kita langsung berlari mencari ruang ICU. Dengan hujan tangis Ibu terus menelusuri lorong Rumah Sakit. Akupun juga berlari di belakangnya. Setelah itu kita sampai di tempat itu. Ruang kaca yang dipenuhi dengan alat bantu untuk bertahan hidup membuatku semakin teriris. Aku melihat Ibu bersimpuh di lantai dengan air matanya.
"Bu Istighfar kita serahkan semuanya kepada Allah." ucap Ayah membisikinya di telinganya.
Aku mencari Dokter yang sedang menangani Kakakku. Ada seorang Suster yang keluar dari kamar tersebut.
"Sus bagaimana kondisi pasien atas nama Syafron?" tanyaku kepadanya.
"Anda keluarganya? kami sedang menunggu keluarganya untuk persetujuan tanda tangan operasi. Mari ke ruangan saya untuk dijelaskan." kita segera mengikuti Suster itu untuk minta penjelasan.
"Dok ini keluarga Pasien Pak Syafron." ucap Suster tersebut. Dokternya segera menjelaskan ke kita masalah operasi yang harus segera dilakukan.
"Maaf untuk saudara Syafron mengalamai cidera yang cukup parah dan kita harus melakukan tindakan operasi lengan yang patah dan dia juga kehabisan banyak darah."
"Innalillahi lakukan apapun yang terbaik Dok saya mohon." ucap Ibu dan Ayah bersamaan.
"Tapi Dok bagaimana kondisi istri dari Kakak saya yaitu Rindi?" tanyaku kepadanya.
"Untuk Saudari Rindi kita masih belum bisa memberikan kepastian karena kondisinya saat ini masih dalam penanganan dan bisa dikatakan Rindi lebih parah daripada Syafron. Bahkan dia mengalami pendarahan di kepala sangat hebat. Mungkin dia mengalami benturan yang sangat keras."
"Ya Allah nak innalillahi..." tangisan Ibu pecah saat mendengar kabar dari Dokter tersebut.
"Bu kita harus mengabarkan hal ini kepada orang tua Rindi." ucapku.
Ibu mengiyakannya dan kemudian Ayah menelepon keluarganya. Aku sedikit mendengar tangisan di telepon dari suara Ibunya Rindi. Entahlah apa yang mereka rasakan saat ini selain kehancuran mendengar kabar ini, anak semata wayangnya kini terbaring lemah. Perasaan hancur, gelisah, juga khawatir yang sudah melebihi batas ini membuat kita semua tak henti-hentinya berdoa memohon kepada yang maha kuasa atas mukjizat yang Dia berikan.
*************
Sampai pagi ini Kak Syafron masih berada di ruang ICU. Kabarnya hari ini dia akan dipindahkan ke ruang operasi. Aku melihat beberapa perawat membawanya ke ruang operasi.
"Kak Kakak kamu kuat InsyaAllah kamu akan baik-baik saja." bisikku di telinganya.
Dia memasuki ruang operasi kitapun masih menunggu di depan sini dengan perasaan gelisah. Hari sudah siang aku mengajak orang tuaku untuk pergi sholat berjamaah dan berdoa untuk mereka. Setelah sholat aku melihat orang tua Rindi datang dengan berlari. Aku menghampirinya dengan berusaha menenangkannya. Aku mengajaknya ke ruangan ICU tempat dimana Rindi masih terbaring dengan alat bantu.
"Gufron apa yang terjadi dengan anakku dia anak kami satu-satunya." tangisan Ibu dan Ayahnya membuatku tak kuasa menahan air mataku yang juga terbendung.
"InsyaAllah semua pasti akan baik-baik saja." ucapku sambil menenangkannya.
Bagaimana tidak hancur hati orang tua melihat anak semata wayangnya terbaring dengan menggunakan alat bantu untuk bertahan hidup. Sementara akupun berlari menuju ruang operasi Kakakku. Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar. Setelah beberapa jam dia dipindahkan ke kamar.
"Ibu Ayah dimana Rindi?" tanya Kak Syafron setelah sadar.
Ibu, Ayah juga akupun saling bertatap muka. Rasa tidak tega jika aku mengatakan hal yang sebenarnya terjadi.
"Gufronn dimana Rindi?" tanya Kak Syafron sambil mengangkat kepalanya seolah-olah dia akan turun dari tempat tidurnya.
"Kak kak sabar kamu jangan turun badanmu masih lemah. Kak Rindi masih ada di ruang ICU Kak." jawabku pelan.
"Apa? dia baik-baik saja kan?" dia histeris.
Tangisannya pecah saat dia tau istrinya berada di ruang ICU dan masih belum sadarkan diri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!