NovelToon NovelToon

Mencintai Istri Orang

Angga Alfian Putra

PoV Angga

Namaku Angga Alfian Putra. Umurku 24 tahun. Aku bekerja di Kantor Desa di daerah tempat tinggalku, dan aku menjabat sebagai Sekretaris Desa disana.

Disini, aku akan menceritakan kisah cintaku yang menurutku cukup miris. Aku mencintai wanita yang sudah bersuami. Yah, kalian tidak salah baca, aku memang benar-benar mencintai istri orang.

Tidak ada yang tahu perasaanku ini selain diriku sendiri dan Sang Maha Pencipta semata. Aku tidak berani mencurahkan isi hatiku kepada siapapun karena aku tahu perasaanku ini tidaklah benar.

Aku pikir, aku ini sudah tidak waras. Begitu banyak gadis yang aku kenal, tapi mengapa aku harus jatuh cinta dengan wanita yang sudah bersuami. Aku tahu ini salah, tapi aku juga tidak bisa membohongi perasaanku.

Awalnya, aku pikir perasaanku ini hanyalah sebatas perasaan kagum semata, ternyata aku salah. Salah besar. Aku memang benar-benar menginginkannya. Aku ingin memilikinya seutuhnya.

Berawal dari pertemuan kami kembali beberapa waktu lalu, aku selalu merindukan sosok wanita cantik itu setiap saat. Aku bahkan mengunduh semua foto selfie dirinya di akun media sosial miliknya. Senyumnya yang teramat manis benar-benar membuatku gila. Tidak ada bosan-bosannya aku menatap fotonya satu per satu.

Namanya Mita Sari Devi atau biasa dipanggil Mita. Dimataku, dia wanita tercantik yang pernah aku lihat dan temui didunia nyata.

Baiklah, aku akan menceritakan awal tumbuhnya perasaan terlarang ini di hatiku. Beberapa waktu lalu, aku mewakili desaku untuk mengikuti pertemuan di Kantor Kecamatan Kota Baru. Kebiasaan rapat orang-orang disana selalu menggunakan jam karet. Di undangan yang aku terima, pertemuannya dimulai pukul 09.00 pagi. Namun saat itu, jam sudah menjunjukkan pukul 10.00 pagi, tapi pertemuan belum juga dimulai karena pemateri belum datang.

Pagi itu aku berangkat ke kantor tanpa sarapan terlebih dahulu. Aku bangun kesiangan gara-gara aku begadang sampai pukul 02.00 dinihari bersama Wisnu.

Wisnu adalah sahabat sekaligus karyawanku. Aku dan wisnu begadang karena kami ingin menyelesaikan desain kaos keluaran terbaru dari bisnis yang sedang aku geluti sejak beberapa tahun terakhir.

Sebenarnya bisnisku itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hariku. Bahkan jika seandainya aku beristri dan punya anak sekali pun, aku sudah bisa menghidupi mereka dari hasil bisnis kaos yang aku tekuni. Tapi karena aku ingin menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuaku, aku menuruti kemauan ayahku yang menginginkan aku bekerja sebagai pegawai kantoran.

Kembali ke awal pertemuanku dengan Mita, gadis yang mampu membuatku tidak waras karena pesonanya. Saat itu aku memacu motorku menuju sebuah rumah makan yang tidak jauh dari tempat aku mengikuti rapat saat itu. Aku memarkirkan motor N-Max merah kesayanganku tepat di depan Warung Suroboyo milik mas Dayat. Rumah makan itu memang sudah menjadi tempat makan favoritku semenjak aku duduk di bangku SMA bersama dengan sahabat-sahabatku.

Saat aku ingin melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah makan tersebut, seketika pandanganku teralihkan pada Mita yang sedang berjalan di pinggir jalan. Dia terlihat sangat tidak fokus. Sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Nampak jelas kalau dia sedang memiliki masalah yang membebani pikirannya. Berkali-kali supir truk membunyikan klakson mobilnya dari jauh, tapi sepertinya Mita tidak menyadarinya. Saat jarak truk tersebut hanya berkisar 10 meter saja darinya.

"MITA AWAS!!!" teriakku sambil berlari ke arahnya untuk menolongnya dari ancaman maut tersebut. 

Mita sepertinya mendengar teriakanku. Matanya seketika membulat saat melihat truk yang sedikit lagi menyerempet tubuhnya.

"AAAARGH!" pekik Mita.

Mungkin karena terlalu kaget, dia bahkan tidak bisa berpikir untuk menghindar dan menyelamatkan diri. Dia malah berdiri mematung menyaksikan mobil truk kuning itu semakin lama semakin mendekat ke arahnya.

Dengan langkah cepat aku meraih pergelangan tangan Mita lalu menariknya ke tepi jalan raya. Tanpa sengaja dia masuk ke dalam pelukanku. Mita memejamkan matanya kuat-kuat. Aku bisa merasakan debaran jantungnya yang berdetak sangat kencang.

"Kalau jalan hati-hati, remnya macet nih!!!" teriak Si Supir Truk sambil terus melajukan kendaraannya menyusuri jalan raya yang saat itu terlihat tidak terlalu ramai.

Saat Mita mendengarkan teriakan si supir truk, dia mulai membuka matanya. Saat dia menyadari kalau dirinya sedang berada didalam pelukanku, dia segera mendorong tubuhku dengan kedua tangannya. Sepertinya dia sangat terkejut saat menyadari dirinya berada didalam pelukan seorang laki-laki asing.

Begitu dia menyadari bahwa aku mendekap tubuhnya, dia tampak lebih kaget lagi dibanding saat dirinya hampir terserempet truk.

"Maaf. Aku hanya ingin menolongmu tadi. Aku tidak bermaksud berbuat kurang ajar padamu," ucapku mencoba menjelaskan pada Mita agar dia tidak salah paham padaku dan mencapku sebagai laki-laki kurang ajar.

"Ti-tidak. Anda tidak perlu minta maaf, Pak. Harusnya saya berterima kasih karena Anda sudah menolong saya. Dan tadi itu ... saya cuma sedikit terkejut saja," jelas Mita sambil menundukkan pandangannya. Sepertinya dia terlihat canggung dan malu-malu padaku.

Aku mengulum tawaku saat mendengarnya berbicara formal padaku. Mungkin karena Mita melihatku mengenakan seragam khaki khas pegawai negeri. Sepertinya dia sudah lupa padaku, tapi aku tidak akan pernah lupa padanya.

"Mita, apa kamu sudah lupa denganku?"

Aku bertanya padanya sambil menunjuk diriku sendiri. Perlahan Mita mulai mengangkat pelan kepalanya dan memberanikan diri untuk menatapku. Mita mengerutkan dahinya. Dia menatapku dengan penuh selidik. Sepertinya dia mencoba mengingat-ingat siapa diriku ini sebenarnya. Apakah dia kenal atau tidak?

"Sepertinya saya pernah melihat Anda, Pak. Tapi dimana, ya? Oh iya, kalau boleh tau, nama Bapak siapa?"

Mita kembali bertanya padaku menggunakan bahasa formal dan sukses membuatku kembali mengulum tawa Sepertinya dia sudah tidak mengingat pertemuan kami beberapa tahun silam saat kami sama-sama mewakili sekolah kami masing-masing saat mengikuti seminar Barisan Muda Wajo (BMW) di gedung PKK di Kota Sengkang.

“Aku Angga, Ta. Masa kamu lupa sih?” jawabku yang sok akrab padanya.

"Angga ... Angga," gumamnya seraya berpikir.

Sepertinya dia berusaha keras untuk mengingat diriku. Aku hanya diam saja dan tidak membantunya mengingatku. Aku ingin melihat apakah dia masih mengingatku yang pernah memberinya kursi saat dia kebingungan untuk duduk dimana saat kami mengikuti seminar waktu itu.

Waktu itu, Mita agak terlambat memasuki gedung tempat seminar. Alasannya ban motornya pecah di tengah jalan. Jadi dia memutuskan untuk naik ojek sampai di depan gedung.

Saat Mita terlihat kebingungan, dia hanya melihat satu buah kursi yang kosong. Namun sepertinya dia agak ragu-ragu untuk duduk di kursi itu karena dia melihat di samping kiri dan kanan kursi kosong tersebut di tempati oleh siswa laki-laki dari sekolah lain. Aku yang melihat Mita kebingungan segera berdiri dan memberikan kursiku padanya. Aku membiarkan Mita duduk disamping siswi yang datang bersamaku mewakili sekolah kami waktu itu. Aku menyuruh siswa sekolah lain tadi untuk begeser mengisi kursi kosong tersebut lalu aku duduk disamping Mita.

Kembali ke pertemuanku dengan Mita waktu itu. Aku melihat Mita berusaha cukup keras untuk mengingatku. Aku bahkan berpikir kalau Mita bahkan tidak memiliki kesan dengan pertemuan kami waktu itu. Buktinya, dia bahkan kesulitan mengingatku.

"Kamu Angga yang waktu itu, kan? Yang dulu perwakilan dari SMAN 1 Sabbang Paru?" Mita bertanya sambil menunjuk ke arahku.

Aku tersenyum senang. Hanya seperti itu saja sudah mampu membuatku sangat senang.

"Iya benar. Aku pikir kamu sudah lupa."

"Astaga, Angga. Kenapa nggak bilang dari tadi sih? Maaf yah, otak aku memang sedikit lemot. Maklumlah, sudah jadi ibu rumah tangga," ucapnya sambil tersenyum padaku lalu menepuk lenganku dengan pelan.

Mendengar kata ibu rumah tangga, aku tersenyum paksa. Karena pesonanya, aku bahkan hampir lupa kalau dia sudah bersuami.

Aku tahu banyak tentang Mita lewat akun Instagram miliknya. Aku mem-follow akunnya, tapi dia tidak mem-follback akunku sama sekali. Berbeda di akun Facebook miliknya, kami berteman disana. Namun beberapa bulan terakhir ini, dia tidak pernah aktif lagi di akun Facebook-nya. Sepertinya dia hanya fokus di akun Instagram-nya saja. Aku bisa tahu karena hampir setiap hari dia menggunggah story di akun instagramnya.

Aku tersenyum paksa. Karena pesonanya, aku bahkan hampir lupa kalau dia sudah bersuami.

Aku tahu banyak tentangnya lewat akun instagram miliknya. Aku mem-follow akunnya. Tapi dia tidak mem-follback akunku sama sekali. Berbeda di akun Facebook miliknya. Kami berteman disana. Namun beberapa bulan terakhir ini, dia tidak pernah aktif lagi di akun Facebook-nya. Sepertinya dia hanya fokus di akun Instagram-nya saja. Aku bisa tahu karena dia update setiap hari di akun Instagram-nya.

Istri Orang Yang Mempesona

Dulu, setelah pertemuan pertama kami waktu itu, aku menyadari kalau aku tertarik pada Mita. Aku pun mencoba mencari akunnya di Facebook dengan mengetik nama lengkapnya, aku melihat foto profilnya dengan seorang laki-laki yang mengenakan serangam khaki yang aku pikir adalah gurunya saat itu.

Aku mengirim pesan pada Mita lewat Facebook tapi dia tidak pernah membalasnya. Sepertinya Mita ini tipe cewek yang cuek dengan orang baru.

Beberapa hari kemudian, aku melihat Mita mem-posting fotonya bersama laki-laki yang sama di akun Facebook-nya dengan caption ‘'Kak Indra kesayangan Mita😘'. 

Aku baru tahu saat itu kalau laki-laki bernama Indra tersebut adalah pacar Mita. Yang aku pikirkan saat itu adalah, Mita memacari guru honorer di sekolahnya.

Sekali lagi aku mencoba mengirim pesan pada Mita, namun lagi-lagi Mita tidak membalasnya. Mungkin dia tidak membalas pesanku karena dia tidak mau pacarnya marah. Pikirku.

Semenjak saat itu, aku sudah tidak pernah menghubungi Mita lagi. Tapi aku selalu setia memberikan jempolku di setiap posting-annya. Tanpa aku sengaja, aku menjadi stalker yang selalu kepo dengan kehidupannya.

Hingga beberapa tahun kemudian, aku harus menelan pil kekecewaan saat melihat Mita mem-posting foto undangan pernikahannya dengan laki-laki bernama Indra tersebut. Semenjak saat itulah aku mencoba membuang rasa kagumku pada gadis cantik tersebut.

***

Tidak terasa aku dan Mita sudah mengobrol selama beberapa menit di depan rumah makan, tepatnya di pinggir jalan. Sebagai ungkapan terima kasihnya, Mita ingin mentraktirku makan. Ya aku terima saja ajakannya itu karena aku memang benar-benar sudah sangat lapar. Hitung-hitung, aku juga bisa mengobrol lebih lama dengan istri orang yang sangat mempesona itu.

Aku memesan nasi campur kesukaanku sedangkan Mita memesan bakso yang katanya makanan kesukaannya saat berkunjung ke tempat makan tersebut. Sembari menunggu pesanan kami siap, kami mengobrol banyak terlebih dahulu.

"Ta, kamu tadi kenapa melamun di jalan?" tanyaku saat kembali mengingat kejadian naas yang hampir menimpa dirinya.

"Oh, mm ... tadi saya lagi memikirkan sesuatu," jawab Mita sembari tersenyum dipaksakan.

Aku memang bukan cenayang tapi aku bisa tahu kalau Mita pasti sedang memiliki masalah yang sedang memberatkan pikirannya. Kecurigaanku semakin kuat saat aku mengingat caption galau yang Mita unggah di insta story-nya sejak beberapa hari lalu. 

Entah mengapa aku begitu yakin kalau Mita pasti sedang memiliki masalah didalam rumah tangganya. Tapi aku merasa tidak enak untuk mengoreknya sedikit pun karena aku sadar hal tersebut sangatlah tidak sopan.

Aku dan Mita saling bertukar nomor ponsel. Dia bahkan mem-follback akun Instagram-ku. Mita nampak terkejut saat tahu kalau aku sudah lama mem-follow akunnya.

"Astaga. Jadi Angga54 itu akun kamu, kok saya baru tahu?" ucap Mita sambil menatapku tidak percaya. Sepertinya sekarang dia sudah tahu kalau aku selalu menyukai posting-annya selama ini.

"Kok kamu nggak pernah DM saya sih?" sambung Mita lagi.

"Aku takut suami kamu marah," jawabku seadanya.

Mendengar jawabanku, Mita tersenyum kecut. Aku bisa melihat raut kesedihan di wajahnya. Aku jadi curiga kalau rumah tangga mereka tidak harmonis.

“Marah apanya? Kak Indra bahkan nggak peduli lagi padaku.” Mita bergumam tapi aku masih bisa mendengar apa yang dia katakan meskipun sangat kecil dan samar-samar.

"Kamu ngomong apa sih? Aku nggak dengar," tanyaku pura-pura.

"Eh, nggak ada apa-apa kok. Ayo makan, nanti kamu telat lagi," jawab Mita sambil meraih botol kecap dan saus lalu memasukkan kedalam kuah baksonya secara bergantian.

Yang dikatakan Mita ada benarnya juga aku tidak boleh berlama-lama di luar. Bisa-bisa aku terlambat mengikuti pertemuan di Kantor Kecamatan. Kalau pak Kades tahu aku kelayapan, bisa-bisa aku kena semprot.

Setelah selesai makan, Mita membayar tagihan makanan kami. Aku berjalan berdampingan bersamanya keluar dari rumah makan itu.

"Makasih ya, Ta," ucapku saat aku sudah berdiri di samping motorku.

"Seharusnya saya yang berterima kasih sama kamu. Kamu sudah menyelamatkan nyawa saya tadi," balas Mita sambil memamerkan senyuman manisnya kepadaku.

Aku benar-benar sudah gila. Bisa-bisanya aku begitu terpesona dengan senyumannya. Aku khawatir nanti malam aku tidak bisa tidur gara-gara senyuman manisnya itu selalu terngiang-ngiang di pikiranku.

Sadar Angga. Mita itu sudah memiliki suami, kamu harus ingat itu. Kamu tidak boleh jatuh cinta padanya. Batinku ingin menyadarkan diri dari ketidak warasanku saat itu.

"Mm ... Ta, kamu kesini naik apa?"

"Tadi saya juga naik motor, tapi motornya saya parkir di depan Alfamart. Saya sebenarnya juga bingung kenapa saya bisa jalan kaki sampai disini, ya?" jawab Mita sambil tertawa kecil dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal seperti orang bodoh.

Aku tersenyum mendengarkan penuturan polosnya. Kebetulan Alfamart berada tepat di samping kantor kecamatan tempat aku mengikuti pertemuan hari itu. Aku pikir, lebih baik aku mengajak Mita untuk ikut denganku sampai didepan Alfamart.

"Ayo, Ta. Kamu ikut denganku saja sampai di depan sana."

Mita setuju. Dia pun ikut denganku sampai di tempat dimana dia memarkirkan motornya.

"Makasih ya, Angga tumpangannya," ucapnya sambil turun dari boncenganku.

"Sama-sama," balasku. "Oh iya. Siapa tau kamu mau pesan baju kaos couple sama suami kamu, aku punya usaha baju kaos, namanya AAP.id. Kamu bisa request tulisan serta desain gambar sesuai selera." Aku cengengesan sambil mempromosikan bisnisku pada Mita.

Sebenarnya itu hanyalah alasan semata. Kalau tiba-tiba Mita tertarik, berarti aku masih punya kesempatan untuk bertemu dengannya lagi.

"Baju kaos? Baju kaos apa?" tanya Mita penasaran.

"Kalau kamu penasaran, kamu bisa melihat postinganku atau postingan AAP.id di Instagram," jawabku sambil kembali melemparkan senyuman padanya.

"Oke." Mita melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya ke arahku.

Lagi-lagi dia memamerkan senyumannya itu. Kalau begini terus, aku bisa pingsan Mitaaa. Ucapku dalam hati.

Senyuman wanita ini benar-benar bisa membuatku mabuk kepayang. Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih saat itu. Aku benar-benar mengangumi istri orang. Tidak. Bukan sekedar mengagumi saja, tapi dosisnya lebih tinggi dari itu.

Semenjak pertemuanku dengan Mita waktu itu. Aku selalu menunggu DM maupun pesan Whatsapp darinya. Tapi sudah seminggu semenjak pertemuan kami waktu itu, aku tidak kunjung mendapatkan kabar apapun darinya. Aku benar-benar sudah gila. Aku selalu menunggu Mita menghubungiku duluan.

Aku bangkit dari pembaringanku. Aku ingin membasuh wajahku dengan air dingin di kamar mandi. Mungkin dengan seperti itu, aku bisa kembali berpikir waras.

Usai membasuh wajahku di kamar mandi, aku keluar kamar menuju ruang tengah. Aku memutuskan untuk bermain play station agar pikiranku bisa dialihkan dari Mita barang sejenak.

Aku menyalakan alat permainan tersebut. Aku memilih game sepak bola favoritku. Saat aku tengah asyik bermain game, aku melihat bayangan Mita sedang melambaikan tangan dan tersenyum padaku di layar televisi. Tanpa sengaja aku melempar stick game yang ada digenggamanku. Entah mengapa aku merasa Mita seperti hantu yang selalu bergentayangan dimana pun aku berada.

"Kenapa kamu selalu membayangiku Mita? Aku benar-benar sudah gila," kataku sambil bangkit lalu menjatukan tubuhku diatas sofa.

Kamu Membuatku Gila

Aku mengusap rambut dan wajahku dengan kasar,  sepertinya aku benar-benar terobsesi dengan istri orang. Aku meraih jaket dan kunci motorku. Aku ingin keluar nongkrong dengan teman-temanku. Mungkin dengan begitu, aku bisa mendapatkan hiburan dan bisa terlepas dari jerat bayangan istri orang.

Sebelum berangkat, aku terlebih dahulu membuat janji dengan sahabat-sahabatku. Aku mengajak mereka untuk nongkrong di tempat biasa, di Cafe Rumah Tua yang ada di Kota Sengkang yang jaraknya sekitar hampir 15 Km dari rumahku.

Sesampainya di kafe, aku segera menghampiri Wahyu dan Yudi yang sudah lebih dulu sampai disana. Tidak lama setelah aku duduk, kopi pesanan kami bertiga pun akhirnya datang.

Saat kami tengah asyik mengobrol, tanpa sengaja pandanganku mengarah pada sepasang kekasih yang tengah bermesraan di sudut kafe. Aku begitu terkejut saat melihat sosok laki-laki yang sepertinya tidak asing. Aku membuka akun instagram milikku. Nama gadis pencuri hatiku langsung aku klik di mesin pencarian karena namanya memang sudah muncul disana tanpa perlu aku ketik lagi.

Aku mulai menelusuri postingan-postingan Mita. Aku mencari foto suaminya karena aku ingin memastikan bahwa aku tidak salah lihat orang.

Kenyataan begitu pahit jika Mita sampai mengetahui kebenarannya. Namun justru berbanding terbalik denganku. Aku menganggap kalau hal ini justru adalah kenyataan manis untukku. Tiba-tiba aku membayangkan Mita menuntut cerai pada Si Indra penghianat itu dan aku jadi memiliki kesempatan untuk menikahi Mita.

Aaah! Aku benar-benar sudah gila. Kenapa pikiranku bisa begitu liar dan teramat jauh? Batinku.

Aku merasa pikiranku benar-benar kacau saat itu. Aku tidak tahu harus merasa senang atau apa. Yang jelas, ada sedikit perasaan berdosa karena telah berbahagia diatas penderitaan Mita.

Perasaanku benar-benar tidak menentu saat itu, aku buru-buru menyesap kopiku. Aku lupa kalau kopinya masih panas.

Bbruuut. Aku menyemburkan kopi panas itu dari mulutku ke lantai. Sebagian kopi tersebut juga tumpah dan dan menggenang di sekitar ritsleting celana jeans yang aku kenakan.

Auwh. Masa depanku terasa sedikit panas. Jangan sampai terjadi apa-apa padanya. Jeritku dalam hati.

Kedua sahabatku yang menyaksikan kesialanku sore itu hanya menertawaiku dengan nada mengejek.

"S*alan kalian berdua. Senang sekali kalian liat sahabat sendiri kena sial," umpatku lalu bergegas menuju toilet ingin memeriksa keadaan masa depanku di dalam sana yang tanpa sengaja tersiram kopi panas. Kedua sahabatku itu hanya terkekeh mendengar ucapanku.

Aku sengaja memelankan langkah kakiku ketika aku hampir sampai dibelakang sepasang kekasih yang telah mencuri perhatianku tadi. Aku ingin memastikan, apakah laki-laki itu benar Indra, suami Mita atau bukan. Yang aku khawatirkan mereka berdua cuma mirip, tapi tadi aku menjadi sangat yakin saat melihat jaket yang dikenakan oleh laki-laki itu. Jaket itu sama persis dengan jaket yang dipakai oleh suami Mita pada foto yang diposting oleh Mita beberapa minggu yang lalu.

Aku mendengar ponsel laki-laki mirip suami Mita itu berdering. Tanpa butuh waktu lama, laki-laki itu segera menjawab teleponnya di tempat setelah menempelkan jari telunjuknya di bibirnya sendiri. Sepertinya laki-laki itu menyuruh wanita yang duduk bersamanya itu untuk diam.

"Halo, Mita. Ada apa?" ujar laki-laki itu saat menjawab telponnya. Sekarang aku benar-benar yakin seyakin-yakinnya kalau laki-laki itu benar-benar Indra, suami Mita.

"Saya masih rapat dengan Sekdes Suka Maju Sayang," ujarnya lagi. Aku hanya tersenyum miring mendengar laki-laki itu membohongi istrinya.

Rapat apaan? Dasar suami breng*ek.

Saking kesalnya rasanya aku ingin menghajar laki-laki yang sudah mengkhianati wanita yang aku cintai saat itu juga. 

Tidak tidak. Aku harus bisa menahan diri, aku tidak boleh bertindak gegabah.

"Oke. Saya akan pulang cepat, tapi kamu jangan ganggu dulu ya Sayang."

Uweek. Rasanya aku ingin muntah mendengar Si Indra itu memanggil Mita dengan panggilan sayang. Rasanya aku ingin mencomot bibir  manisnya itu. Aku merasa sangat benci karena dia telah menghianati Mita.

Sejenak aku melupakan masa depanku yang tadinya tersiram kopi panas, aku berdiri di balik tembok ingin menguping pembicaraan mereka. Setelah Si Indra mengakhiri sambungan telponnya dengan Mita, wanita cantik selingkuhannya itu sepertinya merajuk padanya.

"Honey, kapan kamu menceraikan istrimu itu?" tanya Wanita selingkuhan Si Indra itu sambil memonyongkan bibirnya. Si Indra sepertinya hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan wanita itu.

"Honey, aku bisa ngasih kamu anak yang banyak. Kenapa sih kamu terus mempertahankan istri yang takut hamil seperti dia?"

Apa? Takut hamil? Apakah karena itu suami Mita selingkuh? Batinku sedikit terkejut dan bertanya-tanya dalam hati.

Aku juga tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dalam rumah tangga Mita. Tapi aku yakin ada yang tidak beres saat aku bertemu dengan Mita 1 minggu yang lalu.

"Kamu serius? Apa saya bisa mempercayai ucapanmu barusan?" tanya Indra, ingin memastikan ucapan wanita selingkuhannya yang tidak aku ketahui namanya itu.

"Aku serius, Honey," jawab Wanita itu disertai anggukan. "Kalau kamu tidak percaya, aku bisa membuktikannya nanti. Kamu tinggal pesan kamar hotel saja. Bagaimana?"

Aku melihat Indra terdiam. Awalnya dia nampak ragu-ragu, namun setelah terus-menerus dirayu oleh wanita itu, akhirnya dia pun setuju. Tidak lama kemudian, Indra berdiri dari tempat duduknya lalu berkata, "Ayo!"

"Ck ck ck. Dasar laki-laki hidung belang." Aku berdecak sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan Si Indra yang begitu mudahnya menerima tawaran wanita itu.

Ya ampun, gara-gara kepo urusan orang lain, aku jadi lupa dengan masa depanku sendiri. Batinku sambil menepuk jidat.

Begitulah manusia. Terkadang, ada yang senang tertawa diatas penderitaan orang lain. Kadang juga, ada yang sibuk mengurus urusan orang lain, sedangkan urusan sendiri belum tentu beres. Ku akui, sekarang aku pun begitu.

***

Pukul 7 malam, aku sudah kembali ke rumah. Kejadian di kafe tadi masih terbayang-bayang diingatanku. Aku bingung. Apakah aku harus memberitahukannya pada Mita secara langsung ataukah aku harus membiarkannya sampai dia mengetahuinya sendiri.

Ah, lebih baik aku membiarkannya. Cepat atau lambat Mita akan mengetahuinya sendiri. Apalagi kalau selingkuhan si Indra itu sampai benar-benar hamil anaknya.

Aku harus bersabar. Aku tidak boleh gegabah. Jangan sampai Mita berpikir kalau aku yang ingin mengacaukan rumah tangganya.

Aku membaringkan tubuhku di tempat tidur. Entah mengapa tanganku terasa gatal ingin menghubungi Mita malam itu. Aku yakin pasti suaminya masih bersenang-senang di hotel dengan wanita lain.

"AAAH!!! MITAAA!!!

"Kamu benar-benar membuatku gila."

Aku berteriak sekeras-kerasnya didalam kamarku memanggil namanya. Meski pun di lantai bawah masih ada karyawan yang berjaga hingga pukul 9 malam, tapi aku tidak perlu khawatir mereka akan mendengarku karena kamarku kedap suara. 

2 Tahun yang lalu aku membeli rumah yang berukuran cukup besar dari hasil kerja kerasku sendiri. Saat itulah aku mulai hidup mandiri dan tidak tinggal dengan kedua orang tuaku. Rumah ini juga aku jadikan sebagai kantor untuk bisnis kaosku.

Aku memiliki beberapa orang karyawan yang mengurus bisnisku saat aku pergi bekerja di kantor. Dan seorang manajer yang bisa diandalkan untuk menghandle semua pekerjaan. Aku hanya mengawasi saat Wisnu mendesain sablon, memeriksa laporan keuangan, kemudian tinggal menunggu hasil saja.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!