NovelToon NovelToon

Overly Handsome

Manusia Geprek

"HA!" Aku terbangun dari mimpi yang menyeramkan. Sangat menyeramkan, di mimpi itu aku mati jadi manusia geprek dan bertemu kuntilanak.

Dan ketika aku terbangun aku berada disini yang jelas bukan kamarku. Ruangan ini terlalu mewah untukku yang miskin.

"Aku dimana?" gumamku sambil mengedarkan pandangan keseluruhan ruangan yang tidak begitu luas ini.

Bib bib bib...

Pandanganku berhenti di sebuah monitor yang berbunyi dan menampilkan gelombang di layarnya. Aku tak tahu nama alat ini yang pasti alat ini selalu ada di rumah sakit yang artian aku berada di rumah sakit.

Why? Aku tak ingat sama sekali apa yang menyebabkan aku berakhir disini. Aku meremas kepalaku berusaha mengingat, namun tanganku tiba-tiba terhenti ketika mataku menangkap bayangan di televisi.

Pria bertubuh tinggi sedang menatapku, entahlah itu bayangan siapa yang pasti itu bukan milikku.

"Aku ini kan gendut, sedangkan dia kur-" Eh tunggu dia mengikuti gerakan ku dan kusadari tidak ada orang selain aku di sini, yang artinya bayangan itu milikku.

Aku tak percaya itu diriku, soalnya aku ini gendut.

Sraaak....

Aku menarik selimut untuk turun dari ranjang ingin memastikan kalau itu bukan bayanganku, namun aku dikejutkan libih dahulu.

HIIIII! KAKI SIAPA INI?! batinku menjerit melihat kaki panjang tergeletak manis di ranjang.

OH MY GOD! ITU KAKIKU! batinku menjerit ketika kaki itu bergerak sesuai keinginaku. Kuraba seluruh tubuhku dan merasa ada yang berubah.

ALAMAK JANG! APA YANG TERJADI DENGANKU?!

Aku sudah gila atau MEMANG GILA!

"Ais, apa sebenarnya terjadi?" Aku meringis memijat kening yang tiba-tiba terasa nyeri.

Sama-sama aku mengingat kejadian sebelum aku berada di tempat asing ini.

"Ih, jauh-jauh deh, jijik tau."

"Sana pergi! Kamu itu pembawa sial!"

"Menjauh dari toko saya! Pelanggan saya jadi taku berdatangan!"

Segala penolakan aku dapatkan dari orang-orang, karena wujudku ini. Bahkan di kantor pun aku dimanfaatkan sesama rekan kerja.

"Teman, hari ini istriku berulang tahun, aku ingin pulang cepat memberinya kejutan. Bagaimana ya? Um, apa kau mau mengerjakan tugasku?"

Meski aku tahu dia berbohong namun aku tetap mengiyakan permintaannya, sebab...

Aku lemah.

Meski namaku Bima, tapi karakter ku tidak sekuat Bima para pendawa. Aku lemah dan aku sadar itu.

Kerap kali mendapatkan perlakuan buruk di masyarakat maupun di tempat kerjaku, bahkan kekerasan fisik kerap kali aku dapatkan.

Aku berharap di hidupku yang sial ini Tuhan mengasihani ku dan melindungiku dari mereka, namun nyata Tuhan juga sama hidupku seperti dipermainkan olehnya.

Aku muak dengan semua kesialan ini dan ketidak adilan ini. Aku benci hidupku.

DUAAR...

Petir menyambar di kegelapan malam

tak sedikitpun membuatku gentar ataupun takut untuk mengakhiri kehidupan yang menyedihkan ini, berdiri tegak menatap langit dengan mata merah penuh kesengsaraan.

Grruuurrr....

Langit bergemuruh disertai kilat bergerak cepat dalam gumpalan awan hitam, hujan turun deras mengguyur tubuhku yang lemah.

Terkadang aku berpikir, apa aku tidak pantas bahagia? Apa Tuhan juga membenciku? Apa Tuhan tidak menyayangiku? Apa Tuhan tidak kesian denganku?

Satu jawaban yang terlintas saat ini, Tuhan tidak menyayangiku.

Dalam keadaan putus asa aku menyimpulkan semua bahwa memang benar Tuhan tidak menyayangiku.

"Selamat tinggal dunia bedebah Dan Tuhan sampai bertemu nanti aku menuntut ketidak adilan ini," gumamku.

Aku menutup mata, merentangkan tangan, air mata menetes bersamaan jatuhnya tubuh ini.

DUAAAAR...

Petir menyambar tubuhku.

PREEEK...

Penyet.

Aku mati estetik di sambar petir terus  digeprek. Kejang-kejang di tahan saat listrik mengalir cepat diseluruh tubuh, rasa sakit yang luar biasa kurasakan.

Sungguh akhir hayat yang sangat menyedihkan.

Kupandang langit yang masih ditutupi awan, berharap diakhir hayat ini ada keajaiban yang datang. Ketika aku mulai memejamkan mata.

Tiba-tiba cahaya terang muncul di langit-langit, sosok berbaju putih dan wajahnya bersinar turu mengikuti cahaya yang seakan menjadi jembatan bagi sosok itu.

"Kau siapa? Kuntilanak?" tanyaku tak begitu jelas melihat sosok itu.

"Tak perlu tahu siapa aku," Sosok itu berkata lembut sangat lembut, "Bima, kau sudah bersabar selama ini... kembalilah... jalani hidupmu..."

Aku tak begitu mendengar apa yang dikatakan sosok itu suaranya terputus-putus ditelingaku, indra pendengaranku tak berfungsi dengan baik.

"...Kau diberi anugrah... Gunakan dan manfaatkan..."

Aku tak mengerti apa maksudnya, ketika aku ingin bertanya sosok itu memancarkan cahaya terang menyilaukan mata, aku menutup mataku dan ketika aku buka mataku aku sudah berada di tempat asing ini.

"Dewi." Satu kata keluar dari mulutku. Aku menyadari sosok yang kutemui itu bukan kuntilanak namun Dewi.

Kreeeet...

Aku dikagetkan dengan terbukanya pintu yang menampilkan wanita serba putih dengan topi kapal terbalik bersamaan dengan pria berbaju putih di hadapanku.

"Sulit dipercaya kau bangun secepat ini," kata dokter Alex membenarkan kacamatanya melihat data-data.

Aku tak berkata sedikitpun, mulutku  membisu.

"Apa kau ingat kejadian apa yang kau alami?" tanyanya menyerahkan data kepada suster. Ia ambil senter kecil dan periksa mataku.

"Kau tak mengingatnya?"

Aku menggeleng saja, sebab aku tak  bisa percaya padanya.

Setelah diperiksa aku diajak ngobrol sebelum itu aku minta cermin aku ingin memastikan kedua kalinya.

Dan..

"OH MY GOD! Siapa ini?!" teriakku kaget melihat bayanganku dicermin.

"I i ini aku," gumamku tidak percaya.

Pria tampan di cermin ini adalah aku! Aku si buruk rupa! Onde mak kenapa bisa?! Pantas saja dari tadi ku perhatikan suster yang bersama dokter tadi tersipu malu.

"Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" tanyaku terus mengamati wajahku di cermin tanpa melihat dokter yang duduk di hadapanmu.

"Sulit dijelaskan secara teori, manusia berubah wujud karena disambar petir. Hal seperti itu biasanya ada di kisah dongeng saja, namun kali ini. " Dokter menjeda kalimatnya, aku menoleh saat omongannya terjeda.

"Kali ini apa?" tanyaku, dokter tampak berpikir wajahnya serius.

"Kali ini terjadi padamu, sangat aneh dan tak masuk akal. Ini penemuan langka." Mata dokter mataku tajam, "Jika para ilmuwan di luar sana sampai mengetahui penemuan langka ini, bisa-bisa kamu dibawa untuk diteliti."

Mulutku terbuka lebar selebar jalan tol. Gila, apa jadinya jika aku dibawa mereka, bisa-bisa tubuhku dibedah dan dimasukkan ke dalam tabung seperti di film film. Mengerikan, jangan sampai aku dibawa mereka.

Tapi dokter ini bisa saja berniat seperti mereka, sebab dia yang menemukanku. Gawat.

"Kamu tak perlu khawatir, aku tak akan semudah itu membiarkan mereka membawamu, karena aku yang telah menemukanmu. Maka dari itu kau akan menjadi subjek ku."

Sudah kuduga dia berniat menelitiku.

"Ahahaha, maaf apa tidak bisa kau melepaskan aku." Aku tertawa getir, menggaruk kepala berharap dia tak menelitiku.

Matanya tajam menatapku, aku meneguk slivar saat mataku bertemu matanya.

"Tentu..."

Aku kaget bukan main, dia mau melepas ku tanpa persya-

"Asal kau membayar biaya rumah sakit." Dokter mengeluarkan anggaran biaya rumah sakit. Mulutku terbuka lebar melihat jumlahnya. GILA! TOTALNYA SSEHARG SATU GINJAL DAN JANTUNGKU!

Bagaimana aku mau melunasi itu? Aku tak punya uang sebanyak itu.

"Bagaimana? Apa kau mau membayarnya atau kau mau jadi subjek penelitian ku?"

Aku berpikir keras, jika aku membayar biaya rumah sakit dari mana aku mendapatkan uangnya? Dan bisa jadi aku dikejar para ilmuwan terus dijadikan subjek penelitiannya, jelas aku tidak mau. Namun, jika aku setuju jadi subjek penelitian dokter ini, aku tak perlu membayar biaya rumah sakit dan tentunya aku dilindungi dari ilmu ilmuwan luar sana.

"Aku hanya perlu mengamati mu dan melakukan beberapa riset, yang pasti kau berada dalam perlindungan ku dan biaya rumah sakit kau tak perlu bayar..."

Ini menguntungkan sih, aku tak perlu repot repot bayar rumah sakit dan tentunya aku dapat perlindungan darinya dan aku juga penasaran tentang perubahan wujudku.

Aku penasaran ini permanen atau hanya bertahan sementara waktu saja, jika sementara waktu apa ada cara untuk mengembalikannya.

Hari itu aku menyetujui permintaan sang dokter untuk menjadi subjek penelitian.

Identitas

Setelah keluar dari rumah sakit, aku diizinkan berkeliaran di muka bumi dengan syarat setiap satu bulan dua kali aku datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan jika terjadi sesuatu padaku atau ada reaksi lain dari tubuh ini aku diminta untuk melaporkan, tak ada yang disembunyikan.

Satu lagi yang diminta Dokter Alex, Aku harus merahasiakan identitas ku.

Tidak ada tempat tujuan selain rumah tua nan reot, rumah tua ini harta satu-satunya yang ku punya setelah sepeninggalan ibu. Saat umurku menginjak enam tahun ayah mengalami kecelakaan dan pergi ke sisi Tuhan lebih dulu.

Kakek ku yang baik, bijaksana, tampan dan tempramen mengusir aku dan ibu dari rumah, katanya ayah meninggal disebabkan kami dan ibu sedikitpun tak dapat warisan mendiang suaminya, termasuk aku. Padahal aku aku ahli warisnya, karena aku satu-satunya anaknya.

Ibuku menjual perhiasannya untuk membeli rumah ini dan memulai hidup baru.

Setiap dinding rumah ini mengingatkanku akan kenangan bersama ibu yang sekarang sudah pergi. Namun anehnya rumah ini tak berdebu, padahal sudah ditinggal tiga minggu. Selama aku koma siapa yang membersihkan rumah ini?

"Kamu siapa?" Aku kaget ketika suara lembut terdengar dari belakangku, sontak berbalik badan.

Wanita cantik berambut pendek berdiri dihadapanku, aku tak ingat kalau aku ada sepupu atau kerabat seperti dia. Selama hampir 30 tahun hidup di dunia ini, belum pernah sekalipun saudara atau sepupu ku datang berkunjung.

Mata kami ketemu, mata bulat dan bulu mata yang tebal semakin meyakinkanku kalau dia bukan sepupuku atau kerabatku, perasaanku mengatakan begitu.

Lalu siapa wanita ini?

"Kamu siapa?" Wanita itu mengulangi pertanyaannya, membuyarkan lamunanku.

"A-aku,,, aku Govan, saudara Bima," kataku sedikit terbata-bata.

Cewek itu menatapku curiga, "Apa anda berbohong? Bima tidak memiliki saudara,"

"Untuk apa aku berbohong? Apa kau tak lihat wajahku dan foto dia mirip." Aku menujukan foto cowok berbadan gempal di dinding. Yah itu fotoku.

"Kami terpisah sejak kecil, aku kira akan bertemu dengannya lagi bercanda ria dan mengobrol seperti layaknya kakak beradik, namun nyatanya dia sudah pergi ke sisi Tuhan. Aku tak menduganya sama sekali, dia lebih cepat pergi menyusul orang tuaku," Sambung ku sok dramatis mengusap air mata palsu.

Untung saja aku menghapal skenario yang diberikan dokter dengan begini tidak ada yang mencurigai ku, oh thanks you dokter Alex, kau tidak hanya merawatku kau juga mempersiapkan kebohongan besar ini.

Tapi entah mataku yang kabur atau gimana, aku lihat mata wanita ini bengkak seperti habis menangis. Apa wanita ini habis menangisi seseorang?

"Ternyata begitu, maaf sudah menduga yang tidak tidak," katanya sopan.

"Gak apa-apa, maklum setiap orang pasti tidak mengenlali saya." Kulihat wanita itu terdiam sejenak, "Apa kamu yang membersihkan rumah ini?"

Wanita itu mengangguk, tak lama kami ngobrol dia langsung pergi katanya mau ke sekolah nanti terlambat, tadi dia kebetulan lewat dan melihat pintu rumah ini terbuka jadinya dia mampir, katanya gitu.

So, aku berterimakasih banget ada yang mau merawat rumah ini saat aku tidak ada, tapi sangat disayangkan aku lupa menanyakan nama wanita iitu Namun hatiku bertanya-tanya, kenapa dia mau membersihkan rumah tua ini?

***

Kreeet...

Decit lemari tua ketika ku buka, telur-telur kayu lapuk berjatuhan di lantai maklum lemari tua dimakan rayap.

Ais sudah berapa lama aku tak buka lemari tempat penyimpanan baju lama ini, bau apek menyengat hidung ketika lemari terbuka lebar. Kalau baju lamaku pas di tubuh ini mungkin tidak aku unbooksing lemari tua ini, mengingat diriku berubah tentunya baju lamaku tidak pas. Baju gajah mana muat untuk jerapah? betul bukan?

Kuambil kardus appel merah dari dalam lemari paling bawah, seingatku baju almarhum ayah aku letak disini, mana tau masih muat daripada pakai baju kebesaran plus tergantung kelihatan pusat aca aca nehi nehi kan gak lucu, mending pakai baju lama toh tubuh baruku ini sangat tinggi seperti ayahku dulu.

Ketika kardusnya dibuka.

Buuuusss...

Debu debu berterbangan menggelitik hidung, berkali-kali aku bersin menghempas bakteri gak punya adab masuk hidung tanpa permisi. Setelah dirasa mendingan aku membongkar isi kotak, terdapat baju ayah yang sedikit kusam kemakan usia.

Kuambil satu, tes di depan cermin pas atau tidak.

"Pas." Aku bergaya di depan cermin lihat baju yang ku kenakan. Lumayan lah meski bau apek, asal bisa di pakai.

Aku kumpulan semua pakaian yang bisa di pakai, sisanya disimpan. Baju lama ayah yang bau apek ku cuci untuk dipakai nanti.

***

"Wow lihat siapa itu?"

"Gila tampan benget."

"Kyaaa! Dia model atau artis, tampan banget."

Hidungku kembang kempis menerima pujian mereka, pipiku merona mendapatkan pujian. Baru kali ini lo aku dapat pujian dari wanita, biasanya dicibir terus.

Aku jadi pusat perhatian di jalan, ternyata jadi ganteng itu menyenangkan, apalagi dapat pujian. Beh hati terasa melayang, rasanya anda seperti menjadi airomen.

Semua mata terus tertuju padaku di manapun aku berada bahkan mbak kasir minimarket sampai gak fokus kerja, matanya kerap mencuri pandangan ketika aku mengantri. Oh ayolah, hatiku sudah terlalu melayang jangan ditambah lagi.

Ketika perjalanan pulang langkah kakiku terhenti di depan perusahaan periklanan tempat aku bekerja dulu, tempat yang begitu menyedihkan mungkin tidak akan menginjak kan kaki ke tempat itu lagi, terlalu banyak kejadian buruk yang kualami disana dari kerja bagai kuda, badut perusahaan, dan selalu jadi kambing hitam. Manajernya juga galak plus mata keranjang, setiap hari kerjanya nindas karyawan.

"Ih! Jangan injak disitu! Itu kan bekas mayat bab*!" jerit histeris cewek.

Eh? Aku menoleh melihat gadis itu menarik tangan temannya agar terhindar dari tempat aku jadi manusia geprek.

Dasar, apa aku sehina itu? Apa aku sejijik itu sampai bekas bunuh diri pun mereka tak mau injak?

Aku ingin marah tapi apalah daya, kalau aku marah-marah nanti dibilang orang gila meski wajah tampan tetap saja bikin malu.

Aku berbalik badan dari perusahaan itu, melangkah pulang dengan hati yang sedikit kesal.

***

"EAAAAAKk... fyuh kenyang." Aku bersendawa sambil mengusap perut yang terisi penuh.

Tak henti-hentinya aku bersendawa, baru kali ini aku makan seenak ini.

"Dokter itu baik juga memberiku uang untuk hidup, tapi kalau uang ini habis berati aku harus cari kerjaan dong." Aku berpikir sejenak.

"Dimana aku bisa bekerja ya, sedangkan aku tak punya kartu identitas? Hmm..." Aku berpikir keras sekeras hati mantanmu yang menolak untuk balikan. Eaaa...

"Jadi karyawan butuh identitas. Bagaimana jadi tukang angkut barang di pasar? Mungkin gak perlu kartu identitas, tapi apa tubuh ini mampu ngangkat berat-berat? Ais..." Aku mendesis mengacak rambut.

Hah, kepalaku terasa pusing memikirkan semuanya, mungkin aku ini warga negara yang baik dan taat dengan pemerintah makanya takut di tangkap, karena tidak memiliki identitas.

Dan lebih parah lagi...

Aku tak bisa selamanya hidup tanpa identitas, cepat atau lambat aku akan ketahuan dan dan dan orang orang berotak fraktansen akan menangkap ku! OH TIDAK! AKU TAK INGIN JADI BAHAN PENELITIAN MEREKA!, batinku.

Aku tak berani membayangkan diriku di bedah oleh mereka terus dimasukkan dalam tabung berisi air, Ais aku jadi ketakutan mengingat ekperimen mengerikan di film film.

Ini harus pandai pandai menyembunyikan identitas.

Dreeeet...

Ponsel yang diberikan dokter berdering di atas meja makan, ku angkat panggilan tersebut.

"Halo."

"..."

"NANIIIIIII?!" pekik ku kaget mendapat kabar yang bakal menggemparkan sejagat raya. Jantungku bahkan berdetak dua kali lipat.

Tuhan ini kah takdir yang kau berikan padaku?!

Identitas baru

Wuuss...

Angin sejuk membungkus kota ini, pagi pagi buta aku sudah pergi ke rumah sakit Angsa Naga. Dokter Alex memanggilku ke sini, dia juga yang menyuruhku datang pagi-pagi buta, entah apa yang dia rencanakan. semoga saja bukan hal yang aneh-aneh.

Rumah sakit sepi bahkan aku bisa merasakan bisa merasakan angin berbisik di telingaku sangking sepinya.

Satu dua tiga perawat lewat malu-malu menatapku, hidungku serasa memanjang menduga mereka memujiku, tampan.

Langkah ku berhenti di depan pintu ruangan dokter Alex, entah kenapa ruangan ini serasa horor banget rasanya enggan untuk masuk pengen pulng aja.

Tok tok tok...

Aku mengetuk pintu ruangan dokter Alex terdengar suara sahutan dari dalam menyuruhku masuk.

"Masuklah."

Aku melangkah masuk dan mendapati dokter itu sedang duduk melihat berkas.

"Duduk," perintahnya, aku pun duduk dihadapannya.

"Kenapa-" belum selesai aku ngomong dokter Alex menyorongkan berkas padaku. Keningku berkerut melihat berkas yang diberikan.

Apa ini? Hatiku bertanya-tanya, aku jadi semakin gugup membuka isi berkas jangan-jangn ini surat penjualan ginjalku. Oh No!

Perlahan aku buka isi amplop coklat.

Nama Govan Geovani, kelahiran Palembang 27 Mei 20xx... dalam hati aku mengeja yang tertera di kertas, mataku menatap dokter Alex dengan tatapan penuh tanya.

"Apa ini? Jangan bilang ini-"

"Identitas baru mu. Kau tak memiliki identitas sejak dirimu berbuah dan kau tak bisa berkeliaran tanpa identitas. Aku sudah mempersiapkan semua, sekarang identitas mu sebagai Govan, remaja yang baru pindah dari luar negeri dan kau adiknya Bima." Dokter menatapku tajam.

"Apa? Remaja? Aku ini terlalu tua untuk disebut remaja."

Dokter menurunkan sedikit kacamatanya, "Usiamu aslimu memang dewasa tapi coba kau lihat tubuhmu seperti anak remaja."

"Seperti anak remaja? Dengan roti sobek ini." Aku tanpa malu menyingkap bajuku sampai ke dada memperlihatkan pada dokter roti sobek, "Apa remaja punya roti sobek?"

"Otak udang," gumamnya.

"Bukan tanpa alasan aku memberi identitas remaja padamu." Tatapannya semakin serius, "Aku ada tugas untukmu."

Entah kenapa bulu kuduk ku tagak, aku tak bisa menebak maksud dari kalimatnya. Wajahnya mendekat, lalu berkata, "Aku akan mengirim mu ke sekolah."

"NANIIIIIIIIIII?!"

***

Jreng jreng...

"Apa ini?" Aku terpelongo melihat sekolah swasta. Tak ku sangka dokter gila itu benaran ngirim aku ke sini, aku kira hanya candaan.

Ku langkahkan kaki memasuki kawasan sekolah, waktu melewati gerbang semua mata seakan tertuju padaku. Rasa gugup seketika menguasai diriku, perasaanku campur aduk antara senang dan gerogi.

Setelah sekian lama aku tak pernah menginjakkan kaki ke sekolah setelah kelulusan kini aku menginjakkan kaki ke sini lagi. Aku mengulangi masa remaja untuk yang kedua kalinya.

Jangan tanya ada berapa mata yang melihatku, beh kalau orang ganteng nan menawan lewat sudah pasti mata publik mengikutinya.

Bruuukk...

"Aduh," rintihku ketika bahuku ketabrak seseorang, aku tak sengaja menabrak wanita- Eh, tunggu aku menabrak atau ditabrak soalnya, wajah wanita ini terlihat kegirangan sambil minta maaf dan tak jauh dariku sekelompok wanita cekikikan.

Hmm, kurasa dia sengaja. Apa dia gak tahu bahuku tergeser karena ulahnya?

"Anu, kamu murid baru ya? " tanya wanita yang menabrak ku tadi.

"Iya." Aku mengangguk, wajah wanita ini terlalu dekat hatiku jadi salah tingkah dibuatnya.

"Pasti mau ke ruang kepsek kan?!" tebaknya balas anggukan.

"kalau begitu biar aku antar, " tawarnya meneluk lenganku, rasanya aneh ketika tanganku dipeluk.

Sepanjang jalan dia memeluk tanganku di hadapan para siswa yang lalu lalang. Onde mande, entah apa yang membuatnya tak mau lepas, atau jangan-jangan dia mau pamer dapat gendeng siswa baru nan tampan ini.

"Terimakasih sudah mengantar." Aku tak lupa mengucapkan terimakasih padanya saat kami sampai di ruangan kepsek.

Kuketuk pintu sebelum masuk ada sahutan dari dalam menyuruhku masuk, tanpa membuang waktu aku langsung masuk.

"Pagi pak." Sapaku dan dibalas balik kepsek.

"O, kamu murid pindahan itu?" tanya kepsek menurunkan sedikit kacamatanya, "Ada bawa berkas untuk melengkapi data?"

Aku mengangguk mengeluarkan berkas yang sudah disiapkan dokter, sejak pagi tadi aku sudah disuruh untuk beriap berangkat sekolah, kabar itu mengejutkan ku. Mau tidak mau aku harus menurutinya.

Bukan tanpa alasan dia mengirim ku ke mari, melainkan ada satu alasan.

Anaknya.

"Putriku sekolah di sekolah swasta, dengan kecerdasannya seharusnya dia masuk sekolah Bertaraf internasional dengan kualitas mengajar yang luar biasa. Namun ia menolak." Dokter Alex curhat.

"Lalu apa salahnya memilih sekolah swasta?" Maklum aku otak tumpul jadi susah koneksinya.

"Otakmu terbuat dari apa?! Apa kau tak memikirkan jika bersekolah di swasta putriku akan mendaat pendidikan yang rendah dia putriku satu satunya dan dia yang akan jadi penerus ku! Masalahnya dia lari dari rumah dan tak ingin kembali aku tak ingin melihat putriku dicekalai orang atau terjerat pergaulan bebas, maka dari itu aku mengutusmu untuk kesana mengawasinya." Lanjut dokter Alex dengan emosi meledak-ledak.

"Anda kan kaya kenapa tid-?" Mulutku dijepit pak tua berkeala plontos itu.

"PERCUMA!" Roh ku terasa melayang diterjang angin tak kasat mata, kalimatnya sungguh memekakkan telinga.

"Semua orang suruhan ku diberantas habis, tak satupun yang bertahan lebih dari seminggu. Maka dari itu aku mengutusmu."

"Bukannya gak mau sih, aku-" Kalimat ku terhenti mataku melotot melihat dokter menumpuk uang di atas meja, tanpa pikir panjang langsung ku setujui.

"Jika pekerjaanmu bagus akan kuberi bonus." Dokter tersenyum penuh arti. Dia seakan tahu apa yang kubutuhkan sekarang.

Aku menghela nafas mengingat perkataan dokter pagi tadi. Aku dikirim ke sekolah untuk mengawasi putrinya yang kabur dari rumah. Hanya itu.

"Anak-anak hari ini kita kedatangan murid baru. Namanya Govan, dia anak pindah dari luar negeri..." Aku berdiri di samping wali kelas yang memperkenalkan ku pada siswa di kelas ini, sesuai biodata yang tertera di data sekolah Guru memoerkenalkan ku setelah itu aku dipersilahkan duduk di bangku paling belakang paling pojok dekat jendela, karena itu satu satunya bangku kosong.

"Hay govan."

"Hihi tampan deh."

"Kya duduk di belakang ku."

"Apaan sih ni bocah, sok tampan banget."

Bermacam-macam bunyi bisikan aku dengar ketika melewati ara cewek.

Pant*tu mendarat di kursi terbaik di kelas, kalian pasti tahu kenapa kursi ini paling the best di kelas? Yang pernah duduk di posisiku pasti tau.

Aku berharap tak terjadi apa-apa selama aku bersekolah di sini, aku ingin sekolah (menjalankan misi) dengan normal (lancar).

Namun sayangnya keinginan tak sesuai dengan kehendak yang diatas, hari pertama sekolah aku sudah berurusan dengan preman kelas.

Tuhan di saat seperti ini pun kau ingin mengujiku?

Sungguh terlalu

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!